b. mendekatkan nyala api ke bahan bakar yang belum terbakar c. mengeringkan bahan bakar dengan cara meningkatkan evaporasi.
Angin dapat menimbulkan loncatan api ke daerah yang belum terbakar. Loncatan api ini dapat menimbulkan kebakaran tajuk crown fire Clar dan
Chatten, 1954.
3. Sifat Bahan Bakar
Sifat bahan bakar yang mempengaruhi penjalaran api adalah tingkat kekeringan bahan bakar. Bahan bakar yang kering akan mudah sekali terbakar
oleh api, sedangkan bahan bakar yang basah sangat sulit untuk terbakar. Sifat kering dan basah bahan bakar dipengaruhi oleh suhu, radiasi matahari, angin dan
hujan.
D. Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan
Pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Kalau deteksi dini tidak efisien, kerusakan akibat
kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh karena terlambatnya upaya-upaya pemadaman. Pemadaman belum dapat dilakukan sampai suatu kebakaran dapat
diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara mulainya kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan mencakup waktu-waktu
untuk kegiatan yaitu : deteksi, pelaporan, persiapan, pemadaman dan mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar diperhatikan agar upaya
pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga kerugian yang diderita dapat ditekan sampai sekecil mungkin.
Pengawas tidak mungkin mengawasi seluruh kawasan hutan sepanjang waktu, bahkan selama musim kering. Paremeter seperti : nilai hutan yang
dilindungi, frekuensi kejadian kebakaran, sifat kebakaran dan efek pemulihannya, fasilitas transportasi dan komunikasi, sumber dana, kemampuan tenaga pemadam,
dan peralatan pemadaman yang tersedia turut membantu menentukan kawasan prioritas yang harus diawasi sepanjang waktu.
Cara-cara deteksi yang mungkin dapat dilakukan antara lain:
Deteksi dan pelaporan sukarela dari masyarakat;
Patroli darat secara rutin;
Pengawasan dari menara api;
Patroli udara dan penginderaan jarak jauh satelit.
E. Peran Satelit NOAA-AVHRR dalam Mendeteksi Kebakaran Hutan
Keterbatasan manusia dalam mendeteksi kebakaran hutan memerlukan bantuan satelit. Hal ini dilakukan karena tidak semua wilayah hutan dapat
terjangkau oleh pengawasan manusia. Cara deteksi kebakaran yang lebih menjurus pada terjadinya kebakaran hutan adalah dengan deteksi titik panas
hotspot. Sensor AVHRR, yang dibawa satelit NOAA, mampu mendeteksi adanya titik panas di permukaan bumi. Ada dua satelit yang beroperasi yaitu
NOAA 14 dan 16. Pemanfaatan data satelit ini merupakan sarana yang potensial untuk
mendeteksi atau memantau trejadinya kebakaran hutan karena selain memiliki sensor yang peka terhadap wilayah dengan temperatur yang tinggi, juga dapat
meliputi daerah yang sangat luas 2.600 x 1.500 km
2
serta dapat mengirimkan data minimal satu kali dalam sehari.Departemen Kehutanan, 1989
Dalam mendeteksi kebakaran hutan dengan satelit NOAA, tidaklah mendeteksi kebakaran secara langsung namun yang dideteksi adalah titik panas
hotspot. Adanya titik panas menunjukkan adanya perubahan besar dari radiasi yang dipancarkan obyek di permukaan bumi dengan naiknya temperatur. AVHRR
memiliki lima buah channel yang beroperasi pada panjang gelombang 0,58-0,68 µm, 3,55-3,95 µm, 10,3-11,3 µm dan 11,5-12,5 µm Sumaryati dan Harjono,
1997. Sensor ini mampu mendeteksi permukaan bumi dengan resolusi yang tinggi yaitu sebesar 1,1 km.
Tabel 2. Spesifikasi sensor channel AVHRR
Sensor Cahnnel
Panjang Gelombang
Batasan Spektrum Elektromagnet
Kegunaan Deteksi Api
Kegunaan dalam Remote Sensing
Channel - 1 0,58-0,68µm
Terlihat Asap
Albedo awan Channel - 2
0,72-1,1µm Mendekati inframerah Asap
Vegetasi awan
air Channel - 3
3,55-3,93µm Tengah inframerah
Api Api permukaan hangat
Channel - 4 10,3-11,3µm
Jauh dari inframerah Api
Temperatur permukaan laut Channel - 5
11,5-12,5µm Jauh dari inframerah
- Temperatur permukaan laut
Sumber : Vegetation Fire in Mainland South East Asia Spatio-Temporal Analysis of AVHRR 1 Km Data For The 19921993 Dry Season
F. Titik Panas Hotspot