Wilayah Sumatera dan Kalimantan merupakan wilayah yang sering terjadi kebakaran hutan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelititan ini adalah untuk mengkaji sebaran titik panas hotspot sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan di wilayah Propinsi Jambi
tahun 2000-2004.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh dari pengolahan titik panas hotspot bulanan tahun 2000-2004 dari satelit NOAA diharapkan dapat memberikan
informasi tentang daerah-daerah dan penutupan lahan yang memiliki jumlah titik panas yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam penentuan daerah rawan
kebakaran yang sangat berguna dalam kegiatan manajemen kebakaran hutan di Propinsi Jambi.
Sumber Panas Api
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan
1. Definisi
Menurut Brown dan Davis 1973 kebakaran hutan adalah suatu proses reaksi cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain dan ditandai dengan adanya
panas, cahaya, serta biasanya menyala. Proses pembakaran ini menyebar secara bebas dan mengkonsumsi bahan bakar alam hutan, seperti: serasah, humus,
ranting-ranting kayu mati, gulma, semak, dedaunan serta pohon segar.
2. Proses Pembakaran
Proses pembakaran merupakan reaksi kebalikan dari proses fotosintesis Brown dan Davis, 1973 :
Proses fotosintesis :
CO
2
+ H
2
O + energi matahari C
6
H
10
O
5 n
+ O
2
Proses pembakaran
: C
6
H
10
O
5 n
+ O
2
+ Kindling Temperature CO
2
+ H
2
O + Energi panas
Proses kebakaran hanya dapat terjadi apabila terdapat tiga unsur yang saling mendukung yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas yang disebut segitiga
api Clar dan Chatten, 1954 :
Gambar 1. Segitiga Api Clar dan Chatten, 1954
Beberapa tahapan proses pembakaran dalam kebakaran hutan menurut DeBano et al. 1998 :
a. Pre-ignition
Pada tahap ini bahan bakar mulai terpanaskan, terdehidrasi dan mulai terjadi proses pirolisis, yaitu terjadi pelepasan uap air, CO
2
dan gas-gas yang mudah terbakar termasuk methane, methanol dan hydrogen. Dalam proses
pirolisis ini reaksi berubah dari endothermic memerlukan panas menjadi
Bahan Bakar Oksigen
exothermic melepas panas, dimana bahan bakar menyerap panas sampai titik
bakar. b. Flaming Combustion
Reaksi exothermic pada fase ini dapat menaikkan temperatur dari 300 ºC – 500 ºC menjadi 1000 ºC - 1400 ºC. Pirolisis melaju dan mempercepat oksidasi
dari gas-gas yang dapat terbakar dan uap air mengakibatkan pirolisis meningkat di sekitar bahan bakar termasuk O
2
dan pembakaran terjadi selama tahap ini. Api mulai menyala dan dapat merambat dengan cepat akibat hembusan angin, dan
gas-gas mudah terbakar pada tahap flaming menandai penyalaan bahan bakar. Peningkatan temperatur ini disertai penguapan air dan hancurnya molekul pada
jaringan pohon dan melepaskan gas-gas yang mudah menguap. Oksidasi yang tinggi dari bahan organik yang dapat terbakar dan gas-gas lain dapat
menghasilkan massa yang paling besar dari produk pembakaran seperti air, CO
2
, SO
2
dan NO
x.
c. Smoldering Smoldering
adalah fase combustion permulaan dalam tipe bahan bakar gambut. Dua zona yang menjadi karakteristik fase smoldering dari pembakaran
adalah zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan zona arang dengan pelepasan hasil-hasil pembakaran tidak tampak. Laju penjalaran api
mulai menurun karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang dapat terbakar dalam konsentrasi yang cukup dan pada laju yang dibutuhkan untuk
pembakaran yang dahsyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi ke
dalam asap. Smoldering biasanya terjadi pada “fuel beds” dengan bahan bakar yang tesusun dengan baik dan oksigen terbatas, seperti duff, kayu yang membusuk
dan tanah organik gambut. d. Glowing
Fase glowing adalah bagian akhir dari proses smoldering. Pada fase ini temperatur puncak dari pembakaran berkisar antara 300-600 ˚C dan sedikit atau
tidak sama sekali menghasilkan asap. Bila suatu kebakaran mencapai fase
glowing , sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan
oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase glowing terutama adalah CO, CO
2
dan abu sisa pembakaran.
e. Extinction Kebakaran terhenti bila bahan bakar yang tersedia dikonsumsi, atau bila
panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik melalui fase smoldering maupun glowing
tidak cukup untuk menguapkan air yang berasal dari bahan bakar yang basah kadar air tinggi.
3. Tipe Kebakaran
Menurut Brown dan Davis 1973 ada tiga bentuk kebakaran hutan yang penting. Pembagian berdasarkan tempat terjadinya dan bahan bakar yang terbakar,
yaitu: a. Kebakaran Bawah ground fire
Api membakar bahan organik dalam lapisan tanah dan menjalar lambat, tidak terpengaruh angin, tanpa nyala flamming, dan umumnya api
mengkonsumsi humus dan gambut. Kebakaran ini sukar untuk diketahui dan sulit diawasi. Biasanya diikuti dengan kebakaran permukaan yang paling merusak.
b. Kebakaran Permukaan surface fire Api membakar serasah, tumbuhan bawah, limbah pembalakan, semak-
semak, anakan pohon dan bahan bakar lain yang terdapat pada lantai hutan. Kebakaran tipe ini paling umum terjadi karena kebakaran hutan biasanya dimulai
dari kebakaran permukaan. Kebakaran permukaan dapat merambat ke tumbuhan yang lebih tinggi dan menjadi kebakaran tajuk.
c. Kebakaran Tajuk crown fire Kebakaran tipe ini ditandai dengan menjalarnya api antar tajuk pohon atau
semak-semak. Umumnya terjadi pada tegakan konifer dan api dapat berasal dari
kebakaran permukaan. Faktor angin sangat berpengaruh dan bisa mengakibatkan api loncat spot fire yang dapat menyebabkan kebakaran di daerah lain.
Pada kondisi yang memungkinkan ketiga tipe kebakaran dapat terjadi secara bersamaan. Kebakaran permukaan dapat menjalar menjadi kebakaran tajuk
atau sebaliknya. Api dari tajuk jatuh ke permukaan tanah dan mengakibatkan kebakaran permukaan. Kebakaran permukaan juga dapat menyebabkan kebakaran
bawah Brown dan Davis, 1973.
B. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan
Faktor-faktor penyebab kebakaran hutan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Faktor kesengajaan Perladangan berpindah dalam skala besar
Perburuan satwa liar Tidak senang terhadap petugas kehutanan
b. Faktor ketidak sengajaan Bara dari kereta api
Api dari pekerja hutan Api dari perkemahan
Api dari pembuatan arang c. Faktor alam
Api dari petir Api dari kawah gunung api
Cuaca kering dan panas Beberapa studi dan kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian
besar kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh konversi hutan dan pembersihan lahan land clearing Glover dan Jessup, 1998 1999; Bappenas, 1999b dalam
Simorangkir, dan Sumantri, 2002. Bank Dunia 2001a selanjutnya mengkaji sebab-sebab kebakaran pada tahun 19971998 Tabel 1, yang pada dasarnya
bersumber dari kebijakan pembangunan pemerintah dan penerapannya yang lemah dan tidak konsisten, yang sebagian diakibatkan oleh lemahnya kerangka-
kerangka kerja kelembagaan dan peraturan. Tabel 1. Faktor-faktor penyebab kebakaran hutan tahun 19971998 di Indonesia
Penyebab Konversi lahan skala besar
34 Perladanagan berpindah
25 Pertanian menetap
17 Konflik sosial dengan masyarakat lokal
14 Transmigrasi 8
Sebab-sebab alami 2
Sumber : Bank Dunia, 2001a dalam Simorangkir dan Sumantri, 2002
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjalaran Api Kebakaran Hutan
1. Topografi
Faktor topografi yang berperan dalam penjalaran api adalah kemiringan lereng Brown dan Davis, 1973. Api membakar cepat ke arah puncak bukit
dan lambat ke arah lembah. Hal ini disebabkan oleh penyebaran panas dan adanya angin permukaan yang naik ke atas lereng yang lebih tinggi.
2. Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Angin bergerak karena adanya perbedaan tekanan, aliran udara panas dan udara dingin. Pergerakan angin
merupakan salah satu faktor pertimbangan bagi pemadam kebakaran dalam memadamkan api. Angin mempengaruhi kebakaran karena:
a. penyuplai oksigen udara
b. mendekatkan nyala api ke bahan bakar yang belum terbakar c. mengeringkan bahan bakar dengan cara meningkatkan evaporasi.
Angin dapat menimbulkan loncatan api ke daerah yang belum terbakar. Loncatan api ini dapat menimbulkan kebakaran tajuk crown fire Clar dan
Chatten, 1954.
3. Sifat Bahan Bakar
Sifat bahan bakar yang mempengaruhi penjalaran api adalah tingkat kekeringan bahan bakar. Bahan bakar yang kering akan mudah sekali terbakar
oleh api, sedangkan bahan bakar yang basah sangat sulit untuk terbakar. Sifat kering dan basah bahan bakar dipengaruhi oleh suhu, radiasi matahari, angin dan
hujan.
D. Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan