Definisi Proses Pembakaran TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan

Sumber Panas Api

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan

1. Definisi

Menurut Brown dan Davis 1973 kebakaran hutan adalah suatu proses reaksi cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain dan ditandai dengan adanya panas, cahaya, serta biasanya menyala. Proses pembakaran ini menyebar secara bebas dan mengkonsumsi bahan bakar alam hutan, seperti: serasah, humus, ranting-ranting kayu mati, gulma, semak, dedaunan serta pohon segar.

2. Proses Pembakaran

Proses pembakaran merupakan reaksi kebalikan dari proses fotosintesis Brown dan Davis, 1973 : Proses fotosintesis : CO 2 + H 2 O + energi matahari C 6 H 10 O 5 n + O 2 Proses pembakaran : C 6 H 10 O 5 n + O 2 + Kindling Temperature CO 2 + H 2 O + Energi panas Proses kebakaran hanya dapat terjadi apabila terdapat tiga unsur yang saling mendukung yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas yang disebut segitiga api Clar dan Chatten, 1954 : Gambar 1. Segitiga Api Clar dan Chatten, 1954 Beberapa tahapan proses pembakaran dalam kebakaran hutan menurut DeBano et al. 1998 : a. Pre-ignition Pada tahap ini bahan bakar mulai terpanaskan, terdehidrasi dan mulai terjadi proses pirolisis, yaitu terjadi pelepasan uap air, CO 2 dan gas-gas yang mudah terbakar termasuk methane, methanol dan hydrogen. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari endothermic memerlukan panas menjadi Bahan Bakar Oksigen exothermic melepas panas, dimana bahan bakar menyerap panas sampai titik bakar. b. Flaming Combustion Reaksi exothermic pada fase ini dapat menaikkan temperatur dari 300 ºC – 500 ºC menjadi 1000 ºC - 1400 ºC. Pirolisis melaju dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar dan uap air mengakibatkan pirolisis meningkat di sekitar bahan bakar termasuk O 2 dan pembakaran terjadi selama tahap ini. Api mulai menyala dan dapat merambat dengan cepat akibat hembusan angin, dan gas-gas mudah terbakar pada tahap flaming menandai penyalaan bahan bakar. Peningkatan temperatur ini disertai penguapan air dan hancurnya molekul pada jaringan pohon dan melepaskan gas-gas yang mudah menguap. Oksidasi yang tinggi dari bahan organik yang dapat terbakar dan gas-gas lain dapat menghasilkan massa yang paling besar dari produk pembakaran seperti air, CO 2 , SO 2 dan NO x. c. Smoldering Smoldering adalah fase combustion permulaan dalam tipe bahan bakar gambut. Dua zona yang menjadi karakteristik fase smoldering dari pembakaran adalah zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan zona arang dengan pelepasan hasil-hasil pembakaran tidak tampak. Laju penjalaran api mulai menurun karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang dapat terbakar dalam konsentrasi yang cukup dan pada laju yang dibutuhkan untuk pembakaran yang dahsyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi ke dalam asap. Smoldering biasanya terjadi pada “fuel beds” dengan bahan bakar yang tesusun dengan baik dan oksigen terbatas, seperti duff, kayu yang membusuk dan tanah organik gambut. d. Glowing Fase glowing adalah bagian akhir dari proses smoldering. Pada fase ini temperatur puncak dari pembakaran berkisar antara 300-600 ˚C dan sedikit atau tidak sama sekali menghasilkan asap. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing , sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase glowing terutama adalah CO, CO 2 dan abu sisa pembakaran. e. Extinction Kebakaran terhenti bila bahan bakar yang tersedia dikonsumsi, atau bila panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik melalui fase smoldering maupun glowing tidak cukup untuk menguapkan air yang berasal dari bahan bakar yang basah kadar air tinggi.

3. Tipe Kebakaran

Dokumen yang terkait

Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Indeks Kekeringan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir

1 46 75

Determinasi Tingkat Kebakaran Hutan dan Lahan Melalui Studi Sebaran Data Titik Panas dan Bentuk Penggunaan Lahan Dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Labuhan Batu

1 35 110

Studi Tentang Sebaran Titik Panas (Hotspot) Bulanan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2001 dan 2002

0 8 92

Hubungan Antara Curah Hujan Dengan Titik Panas (Hotspot) Sebagai Indikator Terjadinya Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat

0 13 104

Studi tentang sebaran titik panas (HOTSPOT) sebagai penduga kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004

3 26 78

Pola Sebaran Titik panas (hotspot) dan Keterkaitannya dengan Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus Provinsi Kalimantan Barat)

3 8 176

Spatial Clustering Berbasis Densitas untuk Persebaran Titik Panas sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Sumatera

0 4 116

Analisis Pola Sebaran Titik Panas dan Pemodelan Spasial Kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah

0 6 52

Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Riau Tahun 2013

0 9 24

Studi Tentang Sebaran Titik Panas (Hotspot) Bulanan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2001 dan Tahun 2002

0 4 80