Titik Panas Hotspot Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

F. Titik Panas Hotspot

Titik panas Hotspot merupakan suatu istilah untuk titik yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ambang yang ditentukan data digital satelit. Data digital yang digunakan berasal dari satelit NOAA-AVHRR National Oceanic Atmospheric Administration, Advanced Very High Resolution Radiometer . Nilai ambang batas yang digunakan dalam menetukan suatu titik panas yaitu 315 K 42 o C untuk tangkapan sinyal siang hari dan 310 K 37 o C untuk tangkapan sinyal pada malam hari Hotspot Distribution Image in Sumatra and Kalimantan July 2002- December 2002 Vol. 11, Forest Fire Prevention Management Project phase 2 , Dephut-JICA. Titik panas hotspot yang dapat ditangkap sinyal akan diproyeksikan menjadi suatu pixel pada suatu peta yang juga menunjukkan koordinat geografisnya. Keberadaan suatu titik panas berarti telah terjadi suatu kebakaran hutan di suatu lokasi. Namun berdasarkan verifikasi di lapangan, kebanyakan dari titik panas yang dideteksi merupakan kebakaran. Sebagai suatu indikasi awal, maka titik panas yang dideteksi perlu dilakukan pengecekan ke lapangan ground check sehingga jika terjadi kebakaran dapat secara dini diupayakan pemadamannya hingga tidak meluas. Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki, satelit NOAA hanya dapat mendeteksi suatu titik panas berupa pixel yang berukuran 1,1 km x 1,1 km atau 1,21 km 2 , dengan demikian untuk ukuran wilayah panas yang luasannya kurang dari 1,21 km 2 akan dipresentasikan sebagai satu pixel dan kebakaran yang sedikit lebih 1,21 km 2 akan dipresentasikan sebagai 2 pixel. Luas areal minimum yang dideteksi sebagai 1 pixel diperkirakan seluas 0.15 ha Albar,2002.

G. Indeks Kekeringan Keetch Byram Ketch Bryam Drougth IndexKBDI

Indeks kekeringan menggambarkan tingkat atau nilai defisiensi kelembaban tanah yang dihitung berdasarkan data cuaca harian. Metode ini diperkenalkan pertama kali di Indonesia oleh John E. Deeming dan diterapkan pada proyek kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Timur sejak 1995 Solichin dan Kimman, 2004. Metode ini merupakan dasar untuk memperhitungkan kandungan kelembaban tanah maksimal, yang biasa didefinisikan sebagai kapasitas lapang. Metode ini sangat sederhana karena hanya memerlukan tiga variabel cuaca untuk menghitung indeks kekeringan, yaitu suhu maksimum harian, rata-rata curah hujan tahunan, dan kelembabapan relatif. Formula untuk menghitung nilai Keetch Byram Drynees Index dalam satuan metrik adalah sebagai berikut: 05 . . 00175 . exp 88 . 10 1 001 . 229 . 8 522 . 1 . max 0875 . exp 9676 . 2000 + − + − + − = Rain ann T YKBDI DF Tmax o C adalah suhu maksimum harian. YKBDI adalah indeks kekringan hari kemarin. AnnRain mmtahun adalah rata curah hujan tahunan. Terdapat tiga kelas kekeringan, yaitu rendah 0-999, sedang 1000-1499, dan tinggi 1500. Sebagai contoh, jika menunjukkan nilai 0, ini mendeskripsikan kondisi tanah yang lembab, dalam kondisi ini tanaman dapat tumbuh dengan baik. Bila nilai menunjukkan 2000, ini mendeskripsikan sama sekali tidak ada kelembaban tanah, sehingga bila tanah kering tentunya tidak tersedia air yang cukup untuk menumbuhkan tanaman di atasnya tanaman mati.

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelititan ini dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2006 sampai dengan bulan Mei 2006.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan penelitian terdiri dari : 1. Data sebaran titik panas hotspot harian di Propinsi Jambi tahun 2000-2004 diperoleh dari FFPMP Forest Fire Project Management Prevention tahap 2 kerjasama antara Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan JICA Japan International Cooperation Agency yang mencakup koordinat titik panas, hari dan tanggal serta jam terdapatnya titik panas menurut penutupan lahan penggunaan tanah dan menurut kabupaten. 2. Data iklim Propinsi Jambi tahun 2000-2004 diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika . Alat yang digunakan: 1. Alat tulis 2. Alat Hitung 3. Personal Komputer

C. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Indeks Kekeringan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir

1 46 75

Determinasi Tingkat Kebakaran Hutan dan Lahan Melalui Studi Sebaran Data Titik Panas dan Bentuk Penggunaan Lahan Dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Labuhan Batu

1 35 110

Studi Tentang Sebaran Titik Panas (Hotspot) Bulanan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2001 dan 2002

0 8 92

Hubungan Antara Curah Hujan Dengan Titik Panas (Hotspot) Sebagai Indikator Terjadinya Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat

0 13 104

Studi tentang sebaran titik panas (HOTSPOT) sebagai penduga kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004

3 26 78

Pola Sebaran Titik panas (hotspot) dan Keterkaitannya dengan Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus Provinsi Kalimantan Barat)

3 8 176

Spatial Clustering Berbasis Densitas untuk Persebaran Titik Panas sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Sumatera

0 4 116

Analisis Pola Sebaran Titik Panas dan Pemodelan Spasial Kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah

0 6 52

Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Riau Tahun 2013

0 9 24

Studi Tentang Sebaran Titik Panas (Hotspot) Bulanan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2001 dan Tahun 2002

0 4 80