Sejarah Singkat Harian Waspada

Universitas Sumatera Utara sisi formalisnya. Menurut Panosfky, proses menginterpretasi obyek seni dan gambar dapat melalui tiga tahapan, analisis makna secara preiconography, iconography dan iconology, yaitu : a. Tahap Preiconography Tahapan untuk mengidentifikasi melalui hal-hal yang lazim dan sudah dikenal alami. Tahapan ini dapat disebut pemahaman secara faktual dan ekspresional. Dengan mengamati dengan mengindentifikasi unsur artistik dari objek gambar. b. Tahap Iconography Tahapan untuk mengidentifikasi makna konotasi sebenarnya. Pada tahap ini, analisis dibantu pengetahuan literal. Ikonografi mengisyaratkan suatu rasa familiar terhadap tema atau konsep tertentu sebagaimana yang dipahami melalui sumber literal, apakah didapatkan melalui membaca atau melalui tradisi mulut ke mulut. Selain itu, pada tahap ini peneliti juga menganalisis keterangan foto. b. Tahap Interpretasi Iconology Pada tahapan ini makna yang paling hakiki dan mendasar dari isi sebuah karya seni benar-benar dipahami. Pemahaman mengenai makna intrinsik yang terdapat dalam sebuah objek diperoleh dengan mengungkapkan prinsip-prinsip dasar yang kemudian dapat menunjukan perilaku sikap dasar dari sebuah bangsa, kurun waktu, strata sosial, ajakan relijius atau filosofis tertentu.

3.2 Objek Penelitian

3.2.1 Sejarah Singkat Harian Waspada

Penelitian ini dilakukan pada surat kabar Harian Waspada. Surat kabar ini merupakan salah satu surat kabar tertua di Kota Medan yang pertama kali terbit Universitas Sumatera Utara pada 11 Januari 1947, dimana saat itu Medan masih dikuasai NICA. Surat kabar Waspada didirikan oleh H. Mohammad Said. Dasar tujuan diterbitkannya kala itu adalah untuk mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945. Surat kabar Waspada membaktikan kerjanya dengan jalan menyajikan berita-berita serta meneruskan keterangan resmi pemerintah Republik Indonesia dari ibukota tentang situasi revolusi dan mengemukakan pendapat yang mengukuhkan keyakinan akan suksesnya perjuangan dalam waktu singkat. Keberadaan surat kabar ini pada awal terbit sangat bermanfaat sebagai alat penting dalam melancarkan perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi pada waktu itu negara sangat kekurangan alat-alat berupa media penerangan untuk dapat tetap menjaga hubungan antara sesama pejuang kemerdekaan dan gerilyawan yang terpencar di berbagai daerah. Keberadaan Waspada sebagai surat kabar republik yang tidak mau menyiarkan berita-berita untuk kepentingan NICA mendapat tantangan dari pemerintah Belanda. Bahkan tidak jarang surat kabar Waspada harus menghadapi teror dari pemerintah Belanda. Antara tahun 1947-1949, Waspada seringkali mengalami pembredelan karena menyiarkan berita-berita yang menguntungkan perjuangan Republik Indonesia. Selama masa awal kemerdekaan Indonesia, Waspada harus hidup secara “gali lubang tutup lubang”. Langkahnya kertas koran juga menjadi kesulitan utama yang mengakibatkan Waspada hanya terbit dengan jumlah 1000 eksemplar, bahkan kadang-kadang hanya 300 eksemplar. Setelah keadaan mulai membaik beberapa tahun kemudian, Waspada mulai menerima distribusi kertas sebanyak 5000 eksemplar sehari dan terus bertambah hingga mencapai 25.000 eksemplar di tahun 1956. Harian Waspada sempat juga tidak terbit selama beberapa minggu akibat ketidaklancaran distribusi kertas koran disertai dengan ketegangan suhu politik dan pemberontakan Daud Beureuh di Aceh antara tahun 1955-1956. Penurunan oplah penjualan surat kabar Waspada juga sempat terjadi pada akhir 1956 pada saat Pemberontakan Rakyat Republik Indonesia PRRI yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon di Sumatera Utara. Secara terang-terangan Waspada menyatakan penentangan terhadap aksi tersebut. Segera setelah pemberontakan Universitas Sumatera Utara PRRI meletus di Tapanuli-Labuhan Batu, kelompok tersebut menyatakan Waspada sebagai bacaan terlarang. Surat kabar Waspada yang masuk ke daerah tersebut dibakar, bahkan orang yang membawanya ikut dihukum dan dipukuli. Oplah penjualan surat kabar Waspada mengalami penurunan dari 25.000 eksemplar menjadi 20.000 eksemplar. Seiring dengan kondisi keamanan negara yang berangsur-angsur pulih dan penurunan tingkat buta huruf sejak Agustus 1966, permintaan menjadi pelanggan surat kabar Waspada terus meningkat. Daerah penyebaran dan agennya juga bertambah. Kini Waspada mampu menyediakan lebih dari 600.000 eksemplar dengan daerah penyebaran mulai dari Medan dan kawasan Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Jakarta. Harian Waspada setiap harinya terbit dengan jumlah minimal 20 halaman. Rubrik yang mengisi harian ini antara lain Rubrik Medan Metropolitan, Nusantara, Luar Negeri, Sport, Ekonomi Bisnis, Opini, dan Rubrik Sumatera Utara yang berisi informasi dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Ada juga Rubrik Nanggroe Aceh Darussalam yang memuat berita-berita seputar daerah Banda Aceh, Sigli, Bireun dan Lhokseumawe.

3.2.2 Objek Penelitian