Penilaian Status Gizi dengan Metode Antropometri

Status gizi balita erat hubungannya dengan pertumbuhan anak, oleh karena itu perlu suatu ukuranalat untuk mengetahui adanya kekurangan gizi dini, monitoring penyembuhan kurang gizi dan efektifitas suatu program pencegahan. Pertumbuhan anak adalah indikator dinamik yang mengukur pertambahan berat dan tinggipanjang anak. Dari indikator ini dapat diikuti dari waktu ke waktu kapan terjadinya penyimpangan penurunan pertambahan berat atau tinggi badan Soekirman, 2000.

2.3.1. Penilaian Status Gizi dengan Metode Antropometri

Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri Supariasa et al. 2002. Adapun keunggulan antropometri adalah alatnya mudah didapat dan mudah digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan obyektif, pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu, biayanya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan diakui kebenarannya. Sedangkan kelemahan antropometri adalah tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, faktor di luar gizi penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran Supariasa et al. 2002. Antropometri digunakan untuk mengetahui keseimbangan antara asupan protein dan energi. Keseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Metode antropometri terdiri dari berbagai indeks yang dapat digunakan untuk menilai status gizi, diantaranya berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU dan berat badan menurut tinggi badan BBTB Supariasa et al. 2002. Indeks berat badan menurut umur BBU mencerminkan status gizi saat ini, karena berat badan menggambarkan massa tubuh otot dan lemak yang sensitif terhadap perubahan yang mendadak, seperti infeksi otot dan tidak cukup makan. Berat badan merupakan indikator yang sangat labil. Indeks ini dapat digunakan untuk mendeteksi underweight dan overweight Supariasa et al. 2002. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Indeks tinggi badan menurut umur TBU mencerminkan status gizi masa lalu, karena pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek. Defisit TBU menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal Supariasa et al. 2002. Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Indeks berat badan menurut tinggi badan BBTB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini, karena pada keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Wasting secara luas digunakan untuk menjelaskan proses yang mengarah pada terjadinya kehilangan berat badan, sebagai konsekuensi dari kelaparan akut dan atau penyakit berat Supariasa et al. 2002. Penentuan status gizi dengan cara z-skor lebih akurat. Karena hasil hitung telah dibakukan menurut simpangan baku sehingga dapat dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri Husaini, 1988 dalam Masithah, 2002. Supariasa et. al 2001 membuat indeks beratnya masalah gizi pada keadaan darurat didasarkan pada prevalensi underweight, wasting dan stunting yang ditemukan pada suatu wilayah survei. Tabel 2.3. Klasifikasi masalah gizi berdasarkan prevalensi underweight, stunting dan wasting No. Klasifikasi Berat Masalah Gizi Prevalensi Underweight Prevalensi Stunting Prevalensi Wasting 1. Rendah 10 20 5 2. Sedang 10-19 20-29 5-9 3. Tinggi 20-29 30-39 10-14 4. Sangat Tinggi ≥ 30 ≥ 40 ≥ 15 Sumber : Supariasa et al. 2002 2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Faktor penyebab kurang gizi, pertama makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua, ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, dan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan karena jauh, tidak mampu membayar, dapat berdampak juga pada status gizi anak Adisasmito, 2007. Banyak faktor sosial ekonomi yang sukar untuk dinilai secara kuantitatif, khususnya pendapatan dan kepemilikan. Tingkat pendidikan termasuk dalam faktor sosial ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga Achadi, 2007.

2.4.1. Umur Ibu