dapat diketahui bahwa pola asuh responden menurut praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan lebih banyak pada kategori baik yaitu sebanyak 53 orang 55,2, dan tidak terdapat
praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan kategori kurang.
Tabel 4.12. Distribusi Pola Asuh Ibu menurut Praktek KebersihanHigiene dan Sanitasi Lingkungan serta Hubungannya dengan Status Gizi menurut BBTB di
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011
Dari Tabel 4.12. dapat diketahui bahwa dari 53 orang dengan praktek kebersihanhigiene
dan sanitasi lingkungan yang baik terdapat 1 orang 1,8 yang gemuk, 41 orang 77,3 yang berstatus gizi normal, 4 orang 12,9 berstatus gizi sangat kurus dan 7 orang 8,9 berstatus
gizi kurang. Dari 43 orang dengan praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan kategori sedang terdapat 1 orang 2,3 beresiko gemuk dan 28 orang 65 berstatus gizi normal, 6
orang 13,9 berstatus gizi sangat kurus, 8 orang 18,6 berstatus gizi kurus, dan tidak terdapat praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan kategori kurang.
Berdasarkan tabulasi silang diatas dan analisa chi-square di dapat nilai p0,1 0,417 artinya tidak terdapat hubungan status gizi dengan pola asuh menurut praktek kebersihanhigiene
dan sanitasi lingkungan.
e. Praktek Kesehatan
No Praktek
Kebersihan Higiene dan
sanitasi Lingkungan
Status Gizi BBTB P
Gemuk Resiko
gemuk
Normal Sangat
kurus Kurus
Jumlah
n n n
n n
n
1. Baik 1 1,8 0
41 77,3
4 12,9
7 8,9
53 100
0,417 2. Sedang
1 2,3 28 65 6
13,9 8
18,6 43
100 3. Kurang
100
Universitas Sumatera Utara
Pola asuh responden berdasarkan praktek kesehatan serta hubungannya dengan status
gizi anak yang berada di Kecamatan Pollung dapat dilihat dari Tabel 4.13. berikut.
Tabel 4.13. Distribusi Pola Asuh Ibu menurut Praktek Kesehatan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011
D ari Tabel
4.13. dapat diketahui bahwa pola asuh ibu menurut praktek kesehatan lebih banyak pada kategori baik yaitu sebanyak 83 orang 86,5, dan tidak terdapat praktek kesehatan kategori kurang.
Tabel 4.14. Distribusi Pola Asuh Responden menurut Praktek Kesehatan serta Hubungannya dengan Status Gizi menurut BBTB di Kecamatan Pollung
Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011
Dari Tabel 4.14. dapat diketahui bahwa dari 83 orang yang telah menerapkan praktek
kesehatan yang baik terdapat 1 orang 1,2 yang gemuk, 63 orang 75,9 yang berstatus gizi
normal, 9 orang 10,8 berstatus gizi sangat kurus dan 10 orang 12 berstatus gizi kurang. Dari 13 orang yang telah menerapkan praktek kesehatan kategori sedang terdapat 1 orang 7,7
beresiko gemuk dan 7 orang 53,8 berstatus gizi normal, 1 orang 7,7 berstatus gizi sangat kurus, 4 orang 31 berstatus gizi kurus dan tidak terdapat praktek kesehatan yang kategori
kurang.
No Praktek Kesehatan
n
1. Baik
83 86.5
2. Sedang
13 13.5
3. Kurang
Jumlah 96
100.0
No Praktek
Kesehatan Status Gizi BBTB
P
Gemuk Resiko
gemuk Normal
Sangat kurus
Kurus Jumlah
n n n
n n
n
1. Baik
1 1,2 0 63
75,9 9
10,8 10
12 83
100 0,039
2. Sedang
1 7,7 7
53,8 1
7,7 4
31 13
100 3.
Kurang 100
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabulasi silang diatas dan analisa chi-square di dapat nilai p0,1 0,039 artinya terdapat hubungan status gizi dengan pola asuh menurut praktek kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pola Asuh
Menurut Engle 1997, pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan
sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya. Pola asuh responden meliputi praktek pemberian makan, rangsangan psikososial, praktek kebersihanhigiene dan
sanitasi lingkungan serta praktek kesehatan anak.
5.1.1. Praktek Pemberian Makan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh berdasarkan praktek pemberian makan terhadap anak sebagian besar berada pada kategori baik sebesar 81,2, pada kategori sedang
sebesar 17,7 dan pada kategori kurang sebesar 1,0. Dari hasil penelitian ditemukan ibu sebagian besar bekerja sebagai petani 79,2, mempersiapkan makanan sebelum bekerja,
mengajak makan anak bersama 3 kali sehari dan membiarkan anak makan sendiri, sehingga anak mendapat perhatian khusus saat makan bersama bahkan mendapatkan pelajaran mengenai
disiplin dan kebiasaan makan yang baik disaat makan bersama, apabila anak tidak menghabiskan makanannya maka ibu membujuk anak untuk menghabiskannya. Pengetahuan ibu tentang
kebersihan dalam menyiapkan makanan baik hal ini dapat dilihat dari ibu yang selalu mencuci tangan sebelum mengolah atau memasak bahan makanan dan selalu mencuci alat makan sebelum
dipakai. Berdasarkan yang dikemukakan Nadesul 1995, anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk
perhatiandukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika anak makan dan sikap orangtua dalam memberi makan. Soenardi 2000 mengemukakan bahwa pada saat mempersiapkan
42
Universitas Sumatera Utara
makanan, kebersihan makanan dan peralatan yang dipakai harus mendapatkan perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau kecacingan pada
anak. Sesuai dengan yang dikemukakan Marian 2000 yang dikutip oleh Prahesti 2001, faktor
utama yang berpengaruh terhadap praktek pemberian makan adalah pengetahuan dan pendidikan ibu. Dengan pendidikan yang cukup ditunjang pengetahuan gizi modern akan praktek pemberian
makan kepada anak semakin baik. Hal ini didukung oleh pendapat Soetjiningsih 1995 bahwa pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak,
karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baikcara mempraktekkan pola aush dalam
kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan responden mayoritas berada pada tingkat menengah SLTA yaitu sebanyak 69,8. Hal ini memungkinkan ibu mampu memberikan pemberian
makan yang baik terhadap anaknya. 5.1.2. Rangsangan Psikososial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh ibu berdasarkan rangsangan psikososial sebagian besar berada pada kategori sedang yaitu sebesar 53,1, sedangkan pada kategori baik
sebesar 47,9. sebagian ibu menitipkan anaknya kepada saudara, sebagian lagi, ibu yang bekerja sebagai petani selalu membawa anaknya ke sawah. Dengan demikian, sebagian besar ibu tidak
dapat memperhatikan anaknya saat bermain. Ibu juga tidak memiliki banyak waktu untuk memberikan anaknya makan dan memandikan anaknya. Kebanyakan anak merasa tidak nyaman
dan membosankan saat makan. Hal ini menyebabkan anak sering sekali tidak selera makan. Namun, sebagian besar ibu akan membujuk anaknya apabila anak tidak mau makan dan sebagian
lagi, ibu memaksa anaknya bahkan memberi ganjaran apabila anak tidak mau makan. Ibu juga
Universitas Sumatera Utara
tidak mempunyai waktu yang banyak untuk mendongeng dan mengajak anak untuk berliburrekreasi.
Menurut Soetjiningsih 1995, anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kebutuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya. Bermain bukan membuang-buang waktu,
juga bukan berarti membuat anak menjadi sibuk sementara orangtuanya mengerjakan pekerjaannya sendiri. Untuk bermain anak diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur
dan taraf perkembangannya. Ganjaran dan hukuman yang wajar merupakan salah satu faktor psikososial. Ganjaran dan hukuman yang diberikan kepada anak harus diberikan secara objektif
disertai pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan terhadap anak. Sehingga anak tahu mana yang baik dan yang tidak
baik yang akibatnya akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang penting untuk perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Perangin-angin 2006 pada anak umur 0 -24 bulan di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo menunjukkan juga bahwa
68,75 yang rangsangan psikososialnya baik sedangkan yang tidak baik 31,25.
5.1.3. Praktek KebersihanHigiene dan Sanitasi Lingkungan
Hasil penelitian menunjukkan pola asuh menurut praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan baik di Kecamatan Pollung, sebahagian besar berada pada kategori baik yaitu 55,2
sedangkan pada kategori sedang sebesar 44,8. Berdasarkan hasil observasi, di Kecamatan Pollung, sebagian besar lingkungan tempat tinggal responden bersih, dapat dilihat dari
perkarangan rumah yang tidak terdapat banyak sampah yang berserakan dan bebas dari kotoran ternak yang berkeliaran di sekitar rumah.
Universitas Sumatera Utara
Hanya sebagian kecil saja rumah yang tidak memiliki ventilasi, jamban dan tempat sampah di dalam rumahnya. Dalam hal higiene, ibu jarang memandikan anaknya. Anak mandi
hanya 1 kali sehari dan bahkan ada anak yang jarang mandi. Hal ini disebabkan karena suhu lingkungan yang dingin yang dapat membuat anak menggigil saat mandi. Ibu juga jarang
memperhatikan kebersihan kuku anak. Namun anak selalu dibiasakan untuk mencuci tangan sebelum makan dan membersihkan giginya.
5.1.4. Praktek Kesehatan
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa pola asuh ibu berdasarkan perawatan kesehatan lebih banyak pada kategori baik yaitu sebesar 86,5, sedangkan pada kategori kurang sebesar
13,5. Hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu selalu memperhatikan kesehatan dan kebersihan anak serta kebersihan lingkungan. Dari hasil penelitian ditemukan sebagian besar ibu
sudah mempunyai tingkat pendidikan menengah ke atas SLTA yaitu sebanyak 69,8, ibu yang sering berkunjung ke posyandu sudah bisa mendapatkan dan mengolah informasi kesehatan
yang dibagikan tenaga kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari perilaku ibu yang langsung membawa anaknya ke pelayanan kesehatan bila anak sakit dan ibu selalu menganjurkan anak untuk mandi,
mencuci tangan setelah BAB, menggunakan alas kaki saat bermain di luar rumah, dan lingkungan disekitar rumah juga terlihat bersih. Hal ini juga didukung karena cukup tersedianya
pelayanan kesehatan di Kecamatan Pollung yaitu 1 puskesmas, 15 poskesdes dan 25 posyandu. Masyarakat dapat lebih mudah menjangkau pelayanan kesehatan karena disetiap desa sudah
terdapat poskesdes. Soetjiningsih 1995 mengemukakan bahwa kesehatan anak harus mendapat perhatian
dari para orang tua yaitu dengan segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan yang terdekat. Masa balita sangat rentan terhadap penyakit seperti : flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Salah satu faktor yang mempermudah anak balita terserang penyakit
adalah keadaan lingkungan. Menurut Sulistijani 2001 menyatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan
dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu
dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti mandi, cuci tangan sebelum makan dan menyikat gigi.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sihombing 2005 di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal pada anak batita menunjukkan juga bahwa 72,04 yang praktek
kesehatannya berada pada kategori baik sedangkan praktek kesehatan pada kategori tidak baik 27,96.
5.2. Status Gizi Anak Balita
Menurut Santoso 1999, status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak akibat interaksi antara makanan dalam tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Nilai keadaan gizi anak sebagai
refleksi kecukupan gizi, merupakan salah satu parameter yang penting untuk nilai tumbuh kembang fisik dan nilai kesehatan anak tersebut.
Dari hasil pengukuran terhadap anak balita dengan menggunakan indeks BBTB Berat Badan menurut Tinggi Badan yang disesuaikan dengan standart WHO-2005 ditemukan
sebagian besar anak mempunyai status gizi yang normal yaitu sebesar 71,9 anak yang mempunyai status gizi yang gemuk 1,0 , beresiko gemuk 1,0, sangat kurus 10,4 dan anak
yang mempunyai status gizi yang kurus 15,6.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini disebabkan karena ibu selalu memperhatikan keadaan gizi dan kesehatan anaknya. Dilihat dari praktek pemberian makan anak berada pada kategori baik yaitu sebesar
81,2 dan praktek kesehatan berada pada kategori baik 86,5. Sedangkan anak yang mempunyai status gizi yang kurus diasumsikan karena ibu yang tidak memperhatikan asupan
gizi anak serta kesehatan anak dan dapat juga disebabkan adanya penyakit infeksi yang semakin menambah buruk kondisi kesehatan anak sehingga pertumbuhan anak terganggu, dan anak yang
mempunyai status gizi resiko gemuk dan gemuk kemungkinan penyebabnya adalah genetika. Mustafa 2010 dalam bukunya menjelaskan bahwa sering didapati, anak yang obesitas biasanya
berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orang tua obesitas, maka 80 anak mereka akan mengalami hal yang sama. Bila salah satu orang tuanya saja, maka kemungkinananyamenjadi 40
dan bila orang tuanya tidak obesitas maka kemungkinan menjadi 14. Dalam hal ini ditemui anak balita yang gemuk berasal dari ibu yang gemuk.
Hasil tabel silang antara status gizi dan karakteristik ibu diperoleh status gizi normal lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan AkademiPT yaitu sebanyak 87,5, dan
pada ibu yang bekerja sebagai PNS sebanyak 82 . Dari data tersebut dapat dilihat dengan tingginya pendidikan ibu, maka satus gizi anak akan semakin membaik. Pendidikan yang lebih
tinggi memberikan kemungkinan bagi peningkatan pengetahuan, informasi, kesadaran akan kesehatan dan gizi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suharjo 1986 bahwa tingkat pendidikan
turut pula menetukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang diperolehnya.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Perangin-angin 2006 pada anak umur 0 -24 bulan di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, status gizi dengan
menggunakan indeks BBU Berat Badan menurut Umur yang disesuaikan dengan standart
Universitas Sumatera Utara
WHO-NCHS ditemukan 75 yang berstatus gizi baik, 16,66 berstatus gizi kurang dan 4,17 yang berstatus gizi buruk dan lebih.
5.3. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Balita