1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola asuh ibu dan
status gizi anak balita di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pola asuh ibu dan status gizi anak balita di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pola asuh ibu dalam hal praktek pemberian makan, ransangan psikososial, praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan dan
praktek kesehatan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.
2. Mengetahui status gizi anak balita bedasarkan berat badan menurut umurBBU, tinggi badan menurut umurTBU dan berat badan menurut
Universitas Sumatera Utara
tinggi badan BBTB di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.
3. Mengetahui hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petugas kesehatan Puskesmas
mengenai pola asuh ibu dan status gizi anak balita di Kecamatan Pollung dalam melaksanakan upaya peningkatan kesehatan.
2. Menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu yang mempunyai
balita usia 12-59 bulan tentang pola asuh yang baik pada kelompok umur tersebut
3. Menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan pola asuh ibu dengan
status gizi anak balita.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Pengasuhan
Pengasuhan berasal dari kata asuhto rear yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil. Menurut Wagnel dan
Funk yang dikutip oleh Sunarti 1989 menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan.
Pengertian lain diutarakan oleh Webster yang intinya bahwa mengasuh itu
Universitas Sumatera Utara
membimbing menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan, dan sebagainya terhadap mereka yang diasuh.
Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan
sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya Enggle, et al, 1997.
Sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Ritayani Lubis 2008 di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat,
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu yang meliputi praktek pemberian makan dan praktek kesehatan dengan status gizi.
Sedangkan rangsangan psikososial dengan status gizi tidak berhubungan.
Hasil penelitian Masdiarti 2000 di Hamparan Perak juga memperlihatkan hasil anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada ibu bukan pekerja
43,24 dibandingkan dengan anak pada kelompok ibu pekerja 40,54 dan ibu bukan pekerja mempunyai kuantitas waktu yang lebih banyak dalam hal mengasuh
anaknya seperti memandikan, bermain, menidurkan, memberi makan, dan menyusui.
Engle et al 1997 mengemukakan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu 1 perhatiandukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat
7
Universitas Sumatera Utara
yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil, 2 pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak, 3 rangsangan psikososial terhadap anak dan
dukungan untuk perkembangan mereka, 4 persiapan dan penyimpanan makanan, 5 praktek kebersihanhigiene dan sanitasi lingkungan, dan 6 perawatan balita
dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta
persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida 2004 di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan, menunjukkan bahwa ada kecenderungan dengan
semakin baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak semakin besar.
Tetapi sebaliknya di negara Timur seperti di Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali dipengang oleh beberapa orang lainnya
seperti nenek, keluarga dekat lain dan bukan pembantu. Tetapi ternyata anak yang dididik dalam keluarga besar tersebut dapat tumbuh dengan kepribadian yang baik.
Jadi yang lebih penting nilainya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga Nadesul,1995
2.1.1. Praktek Pemberian Makan
Ada 2 tujuan pengaturan makanan untuk bayi dan anak balita :
Universitas Sumatera Utara
1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan,
perkembangan fisik dan psikomotor, serta melakukan aktivitas fisik. 2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik.
Makanan untuk bayi dan anak balita yang baik harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan umur. 2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan
yang tersedia setempat, kebiasaan makanan, dan selera terhadap makan. 3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan
keadaan faal bayianak. 4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
Pertumbuhan anak usia 1-3 tahun sangat rentan terhadap penyakit gizi dan penyakit infeksi. Syarat makanan yang harus diberikan adalah makanan yang
mudah dicerna dan tidak merangsang tidak pedas dengan jadwal pemberian makan yang sama yaitu 3 kali makanan utama pagi, siang, malam dan 2 kali
makanan selingan diantaranya 2 kali makanan utama. Pola hidangan yang dianjurkan adalah makanan seimbang yang terdiri atas sumber zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur.
Universitas Sumatera Utara
Bedasarkan hasil penelitian Sarasani 2005 menyatakan bahwa anak yang mempunyai praktek pemberian makan yang baik lebih banyak ditemukan anak
dengan status gizi baik.
Berdasarkan penelitian Perangin-angin 2006, bahwa terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan status gizi anak. Dimana dari 36 orang
yang mempunyai status gizi baik terdapat 26 orang 83,87 dengan praktek pemberian makan yang baik dan 10 orang 58,82 dengan praktek pemberian
makan yang tidak baik. Sedangkan dari 8 orang responden yang mempunyai status gizi kurang terdapat 2 orang 6,45 dengan praktek pemberian makan yang baik
dan 6 orang 35,29 dengan praktek pemberian makan yang tidak baik.
Pada anak usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanannya tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi geligi susu telah tumbuh, tetapi
belum dapat digunakan untuk mengunyah makanan yang terlalu keras. Namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makanan orang dewasa
As’ad, 2002
Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat
menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat
Universitas Sumatera Utara
makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menetukan bersih tidaknya makanan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang.
b. Alat makan dan memasak harus bersih. c. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan
dengan sabun sebelum memberikan makan. d. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.
2.1.2. Rangsangan Psikososial
Umi fahmida 2003 yang mengutip pendapat Myers mengemukakan konsep bahwa kesehatan dan status gizi tidak saja menentukan tapi juga ditentukan oleh
kondisi psikososial. Konsep ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Zeitlin dkk 1990 yang meneliti anak-anak yang tetap tumbuh dan berkembang dengan
baik dalam keterbatasan lingkungan dimana sebagian besar anak lainnya mengalami kekurangan gizi dan penyakit kronik Positive Devience. Dalam
penelitian tersebut terungkap bahwa kondisi dan asuhan psikososial seperti keterikatan antara ibu dan anak merupakan salah satu faktor penting yang
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan mengapa anak-anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Diperkirakan kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh negatif terhadap penggunaan zat gizi di dalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial yang
baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus merangsang anak untuk melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial yang baik
berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik pula, sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi, pertumbuhan dan
perkembangan. Ada beberapa faktor sosial, antara lain stimulasi, motivasi belajar, ganjaran ataupun hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, cinta dan kasih
sayang dan kualitas interaksi anak dan orang tua Soetjiningsih, 1995.
2.1.3. Praktek KebersihanHigiene dan Sanitasi Lingkungan
Kondisi lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan
lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang bermain anak, pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampahair kotor
limbah, kamar mandi dan kakus jambanWC dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan
Universitas Sumatera Utara
penting bagi tumbuh kembang anak. Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin
keselamatan dan kesehatan penghuninya, yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak penuh sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain, dan bebas polusi
Soetjiningsih, 1995.
Sulistijani 2001 mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan
dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat
seperti berikut :
1. Mandi 2 kali sehari 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
3. Makan teratur, 3 kali sehari 4. Menyikat gigi sebelum tidur
5. Membuang sampah pada tempatnya 6. Buang air kecil pada tempatnya
2.1.4. Praktek Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
Praktek kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menunjang peningkatan dan menjaga status gizi anak. Dalam hal ini praktik kesehatan
dilakukan untuk menjauhkan dan menghindari penyakit dan yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak Zeitlin, 1990.
Praktik kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak
tidak sampai terkena suatu penyakit. Praktik kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaaan gizi anak, kelengkapan
imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencarikan pengobatan terhadap anak apabila anak sakit.
Adalah hal yang baik apabila ketika anak sakit, ibu membawanya ke tempat- tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, dan lain-lain
Zeitlin dkk, 1990
2.2. Status Gizi
Status gizi bisa diartikan suatu keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan tersebut yang dibedakan
antara status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih Almatsier, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Kehandalan anak dari dimensi pertumbuhan dapat ditunjukkan diantaranya adalah status gizi dan kesehatannya. Status gizi merupakan tanda-tanda atau
penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi sunarti, 2004.
Menurut penelitian Hafrida 2004, terdapat kecendrungan pola asuh dengan status gizi. Semakin baik pola asuh anak maka proporsi gizi baik pada anak juga
akan semakin besar. Dengan kata lain, jika pola asuh anak di dalam keluarga semakin baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak juga akan semakin baik dan
akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi anak. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa 40 responden terdapat 30 orang 75 dengan pola asuh baik
mempunyai status gizi yang baik pula. Dan 10 orang 25 dengan pola asuh buruk mempunyai status gizi yang kurang.
2.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Berikut dari gambar diterangkan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.Kerangka Konsep Faktor Masalah Gizi menurut UNICEF 1998.
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa akar permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya
permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya di masyarakat adalah kurangnya
pemberdayaan wanita sumber daya manusia, rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Adapun faktor tidak langsung menyebabkan
kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh anak yang tidak memadai akibat dari
rendahnya pengetahuan, pendidikan orang tua dan buruknya sanitasi lingkungan dan akses kepelayanan kesehatan dasar masih sulit sehingga berdampak terhadap
pola konsumsi dan terjadi penyakit infeksi yang secara langsung menyebabkan gizi kurang.
2.2.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan :
1 Antropometri
a. BBU Berat Badan menurut Umur
Universitas Sumatera Utara
Indeks antropometri dengan BBU mempunyai kelebihan diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum, baik untuk mengukur status
gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan Supariasa, 2001. Untuk
pengkategorian status gizi berdasarkan BBU dapat dilihat di bawah ini.
1. Gizi Normal : jika skor simpangan baku -2,0
≤ Z 2,0 2. Gizi Kurang
: jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z -2,0
3. Gizi Sangat Kurang : jika nilai Z-Skor -3,0 b. TBU Tinggi Badan menurut Umur
Tinggi badan merupakan antropometri yang mengambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Keuntungan indeks TBU diantaranya adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, pengukur panjang badan dapat dibuat sendiri,
murah dan mudah dibawa Supariasa, 2001. Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan TBU dapat dilihat di bawah ini.
1. Tinggi : jika skor simpangan baku 3,0 SD
2. Normal : jika skor simpangan baku -2,0
≤ Z ≤ 3,0 3. Pendek
: jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z -2,0
4. Sangat Pendek : jika nilai Z-Skor -3,0 SD
Universitas Sumatera Utara
c. BBTB Berat Badan menurut Tinggi Badan
Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu, keuntungan dari indeks BBTB adalah tidak
memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan gemuk, normal dan kurus Supariasa, 2001. Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan
BBTB dapat dilihat di bawah ini.
1. Sangat Gemuk : jika skor simpangan baku 3,0 SD 2. Gemuk
: jika skor simpangan baku 2,0 Z ≤ 3,0
3. Risiko Gemuk : jika skor simpangan baku 1,0 ≤ Z 2,0
4. Normal : jika skor simpangan baku -2,0
≤ Z 1,0 5. Kurus
: jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z -2,0
6. Sangat Kurus : jika nilai Z-Skor -3,0 SD 2 Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang didasarkan atas perubahan- perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini
dapat dilihat pada jaringna epitel supervicial epithelial tissues seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid Supariasa, 2001
3 Biokimia
Universitas Sumatera Utara
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi Supariasa, 2001.
4 Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan
struktur dari jaringan Supariasa, 2001.
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka konsep pola asuh ibu dan status gizi anak balita
Keterangan:
Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwasanya yang akan diteliti mencakup variabel pola asuh ibu yang meliputi: praktek pemberian makan
,rangsangan psikososial, praktek kebersihanhigiene sanitasi lingkungan, praktek kesehatan yang menentukan baik tidaknya status gizi anak balita. Masing-
masing variabel penelitian dianalisa dan akan dilihat apakah saling berhubungan
2.8 Hipotesa Penelitian
Pola Asuh Ibu Meliputi:
1. Praktek pemberian makan
2. Rangsangan psikososial
3. Praktek kebersihanhigiene
sanitasi lingkungan 4.
Praktek kesehatan
Status Gizi Anak Balita:
- BBU
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut :
• Ada hubungan praktek pemberian makan dengan status gizi • Ada hubungan rangsangan psikososial dengan status gizi
• Ada hubungan praktek kebersihanhigiene sanitasi lingkungan dengan status gizi
• Ada hubungan praktek kesehatan dengan status gizi.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian