Pengukuran Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukuran Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

Hasil pengukuran faktor fisik, kimia, dan biologi perairan sungai Ular melalui sampel yang diambil dari 5 stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut Tabel 4.1. Data Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan Sungai Ular No Parameter Stasiun 1 2 3 4 5 1 Suhu 26 C 27.5 28 27 27 2 Intensitas Cahaya Cd 20 14 16 18 12 3 Penetrasi Cahaya cm 66,5 58,7 65,3 53,1 69,3 4 Kecepatan Arus mdtk 1.07 1.16 0.92 0.91 0.89 5 pH 7.2 7.0 6.9 6.8 6.7 6 DO mgl 7.1 7.0 6.9 6.8 6.2 7 BOD 5 3.3 mgl 3.5 3.7 3.7 3.9 8 NO3 - 0,662 mgl 0,818 0,886 1,022 1,295 9 PO4 3- 0,074 mgl 0,082 0,086 0,097 0,116 10 TSS mgl 32,2 33,6 34,6 36,8 38,2 11 TDS mgl 282,6 325,6 342,2 382,4 394,2 12 COD mgl 14,40 15,36 15,36 16,32 18,24 13 Organik Substrat 1,54 2,36 5,76 6,72 8,64 14 Fraksi Substrat Pasir 96,2 94,4 32,7 18,9 2,3 Lumpur 1,5 1,8 62,2 74,2 88,1 Liat 2,3 3,8 5,1 6,9 9,6 15 Total ColiformMPN100 ml 1.100 28 210 11 28 Ket: Stasiun 1 : Tanpa aktifitas Stasiun 2 : Daerah Tambang Pasir Stasiun 3 : Daerah Persawahan Stasiun 4 : Sumber PAM Stasiun 5 : Daerah Perkebunan Kelapa sawit

4.1.1. Suhu Air °C

Universitas Sumatera Utara Suhu yang terdapat di setiap stasiun penelitian seperti terlihat pada Tabel 4.1 diatas berkisar antara 26°C sampai dengan 28°C. Jika dibandingkan suhu yang terdapat pada tiap stasiun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena lokasi stasiun penelitian perairan sungai Ular umumnya terbuka karena di sekitar pinggiran sungai umumnya dijumpai vegetasi berupa semak dan perdu kecuali di stasiun 3 ada beberapa pohon yang tumbuh di sebahagian tepi sungai, sehingga radiasi sinar matahari masih dapat langsung mengenai permukaan air karena tidak ada penghalang terutama pada siang hari. Pengukuran dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan keadaan cuaca cerah. Menurut Nontji 1993 suhu air permukaan banyak mendapat pengaruh dari radiasi matahari terutama pada siang hari. Ini diperkuat lagi oleh Odum 1998 yang menyatakan bahwa suhu ekosistem aquatik dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, ketinggian geografis, dan faktor penutupan vegetasi kanopi dari pepohonan yang tumbuh di sekitarnya Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, deviasi temperatur untuk air golongan kelas 1 air minum adalah 3, ini berarti bahwa pada setiap stasiun pengambilan sampel masih sesuai dengan kriteria air untuk golongan kelas 1. Menurut Heddy 1994 temperatur air kurang bervariasi, tetapi merupakan faktor limit karena organisme air daerah toleransinya sempit stenothermal. Perubahan temperatur akan mengubah pola sirkulasi, stratifikasi dan gas terlarut sehingga akan sangat mempengaruhi kehidupan dalam air. Badan air yang besar dapat mempengaruhi iklim sekitar, karena air merupakan stabilisator temperatur.

4.1.2. Intensitas Cahaya Cd

Dari pengukuran yang dilakukan pada tiap stasiun, intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 20 Cd, sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 12 Cd. Perbedaan ini dapat terjadi karena pada stasiun 1 yang daerahnya lebih terbuka, karena tumbuhan yang ada di sekitar pinggiran tidak menjadi penghalang terhadap masuknya sinar matahari secara langsung ke permukaan air, pengukuran ini dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Sedangkan di stasiun 5 permukaan airnya berada kira kira 3 meter di bawah permukaan daratan disekitarnya. Posisi sungai pada stasuiun ini, memanjang dari arah Selatan ke Utara sehingga sinar matahari terhalang oleh vegetasi semak dan perdu yang terdapat di pinggiran sungai, pengukuran dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB dengan cuaca cerah. Karena sinar matahari sudah condong ke Barat sehingga radiasinya terhalang oleh tumbuhan di pinggir sungai. Barus 2004 mengatakan bahwa dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 4.1.3. Penetrasi Cahaya cm Hasil pengukuran terhadap penetrasi cahaya pada tiap stasiun seperti terlihat pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa angka terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 66,5 cm dan angka tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu 69,3 cm. Perbedaan ini terjadi karena di stasiun 1 pada sore hingga malam hari sebelum pengukuran dilakukan, terjadi hujan lebat sehingga air hujan yang berasal dari daerah sekitar sungai masuk ke badan air membawa berbagai bahan tersuspensi yang membuat air menjadi keruh sehingga menghambat penetrasi cahaya ke dalam air, pengukuran dilakukan pada pagi harinya sekitar pukul 10.00 WIB. Keadaan cuaca cerah, udara masih lembab dan suhu 27°C. Pada stasiun 1 kecepatan arus juga lebih tinggi sehingga diperkirakan sedikit menghambat penetrasi cahaya kedalam air. Pada stasiun 5 kondisi airnya lebih jernih karena keadaan cuaca cerah dan pengukuran dilakukan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh adanya zat tersuspensi, hal ini sesuai dengan pendapat Nybakken 1992 yang menyatakan bahwa adanya zat zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok.

4.1.4. Kecepatan Arus mdtk

Dari pengukuran terhadap kecepatan arus di setiap stasiun pengamatan, diperoleh angka tertinggi pada stasiun 1 yaitu 1,07 mdtk, sedangkan terendah Universitas Sumatera Utara pada stasiun 5 dengan kecepatan 0,89 mdtk. Kecepatan arus pada setiap stasiun sedikit berbeda lihat Tabel 4.1. Hal ini disebabkan karena kondisi geografi sungai Ular yang bermuara langsung ke laut berada di dataran rendah dan terutama di daerah Kabupaten Deli Serdang, sehingga antara satu satasiun dengan stasiun yang lain ketinggiannya hanya sedikit berbeda. Pada stasiun 1 terdapat kecepatan arus yang lebih tinggi karena adanya peningkatan debit air akibat turunnya hujan pada malam hari sebelumnya, selain itu aliran air terlihat lebih lancar tanpa adanya gelombang yang menandakan bahwa di dasar sungai tidak ditemukan adanya batu-batuan yang dapat menghambat jalannya arus. Arus sungai yang terdapat di sungai Ular termasuk deras terbukti dari substrat dasar sungai yang umumnya berupa pasir. Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada kecepatan arus air, jika aliran sungai deras, maka dasar sungai mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur Sastrawidjaya, 1991. Sehubungan dengan itu maka makrozoobentos yang terdapat di sungai Ular kebanyakan berasal dari kelompok Insekta dan sedikit Mollusca.

4.1.5. pH

Dari hasil pengukuran, nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 7,2 sedangkan nilai pH terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 6,7. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain hujan lebat yang turun malam hari sebelum penelitian di stasiun 1, sementara pada stasiun lain tidak terjadi hujan, suhu pada stasiun 1 lebih rendah yaitu 26°C sedangkan pada stasiun 5 suhu 27°C, selain itu kandungan oksigen yang berbeda, pada stasiun 1 memiliki DO 7,1 mgl sedangkan pada stasiun 5 6,7 mgl. Novotny Olem 1994 dalam Sundra 2010 mengatakan bahwa pada musim hujan, nilai pH cenderung lebih tinggi, mungkin akibat akumulasi senyawa karbonat dan bikarbonat sehingga air sungai lebih basa. Secara umum nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan ion ion. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 parameter pH untuk air golongan kelas 1 mempunyai rentang nilai 6-9. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya adalah 7–8,5 Barus, 2004. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan parameter pH kondisi air sungai Ular masih memenuhi standar baku mutu air kelas 1.

4.1.6. DO mgl

Dari pengukuran yang dilakukan terhadap oksigen terlarut pada setiap stasiun penelitian diperoleh angka tertinggi pada stasiun 1 sebesar 7,1 dan angka terendah terdapat pada stasiun 5 sebesar 6,2 Tabel 4.2. Nilai DO pada stasiun 1 sampai dengan stasiun 4 tidak jauh berbeda, tetapi pada stasiun 5 agak jauh lebih rendah yaitu 6,2. Hal ini diperkirakan terjadi kerena pada stasiun 5 terdapat lebih banyak padatan terlarut dan tersuspensi TSS=38,2 dan TDS=394,2 dibandingkan dengan stasiun lain yang lebih rendah dan ini berhubungan dengan kecepatan arus yang lebih rendah daripada stasiun lain karena pada stasiun ini terdapat batu batuan dan percabangan sungai yang dialiri ketika debit air meningkat, ini menghambat derasnya arus air. Arus air yang lebih lambat menyebabkan padatan terlarut dan tersuspensi lebih banyak tertahan sehingga menurunkan kadar oksigen terlarut, demikian juga nilai COD ditempat tersebut lebih tinggi yang berarti bahwa oksigen yang tersedia lebih sedikit sehingga dibutuhkan lebih banyak lagi oksigen untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di perairan tersebut. Sementara itu di stasiun 1 kecepatan arus lebih tinggi sehingga walaupun banyak padatan terlarut dan tersuspensi yang dibawa oleh air hujan tetapi sebagian besar terbawa oleh arus air yang lebih deras dan ini mempengaruhi peningkatan kadar oksigen terlarut. Menurut Sanusi 2004 nilai DO yang berkisar antara 5,45 – 7,00 mgl cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Sedangkan Barus 2004 mengatakan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mgl, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut Universitas Sumatera Utara Berdasarkan PP No 82 Tahun 2001 nilai baku mutu air golongan kelas 1 untuk parameter DO adalah 6, maka nilai DO pada sungai ular masih berada diatas nilai minimum yang diperbolehkan.

4.1.7. BOD

5 Nilai BOD mgl 5 pada setiap sampel yang diambil dari tiap stasiun pengamatan menunjukkan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 3,3 mgl dan nilai tertinggi pada stasiun 5 yaitu sebesar 3,9 mgl. Nilai BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme aerobik dalam proses penguraian bahan organik aerobik oleh mikroorganisme tersebut. Nilai BOD yang diukur pada suhu 20 ⁰C setelah 5 hari sehingga disebut BOD 5 yang semakin besar menunjukkan aktivitas mikroorganisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik APHA, 1989. Nilai BOD yang diperoleh dari setiap stasiun penelitian hanya sedikit berbeda antara satu stasiun dengan stasiun lainnya, tetapi semua stasiun memiliki nilai BOD yang sudah melampaui batas maksimum yang diperbolehkan untuk air kelas 1 yaitu 2 mgl, Tingginya nilai BOD menunjukkan bahwa di setiap stasiun penelitian terdapat kandungan bahan organik yang nilainya semakin tinggi secara berurutan dari satasiun 1 sampai dengan stasiun 5. Bahan organik ini berasal dari hewan atau tumbuhan yang mati dan membusuk lalu tenggelam ke dasar perairan dan bercampur dengan substrat. Menurut Wetzel dan Likens 1979 dalam Yurika 2003 bahan organik dalam perairan terdiri dari senyawa senyawa organik dalam bentuk larutan berukuran 0,5 µm sampai dalam bentuk partikel partikel besar berukuran 0,5 µm, dari organism hidup sampai yang sudah mati. Wood 1987 dalam Yurika 2003 menjelaskan bahwa bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi organisme bentik, sehingga jumlah dan laju pertumbuhannya dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organism dasar. Hal ini dibuktikan dengan substrat dasar dari setiap stasiun yang banyak mengandung lumpur. Semakin tinggi kandungan lumpur pada dasar perairan tersebut menunjukkan semakin banyaknya Universitas Sumatera Utara senyawa organik yang terdapat pada perairan itu. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai kandungan substrat pasir yang terdapat diperairan, dimana semakin tinggi kandungan pasirnya semakin sedikit kandungan senyawa organik diperairan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 yang menunjukkan bahwa nilai organik substrat pada stasiun 1 secara berturut turut semakin besar sampai stasiun 5, Ini berbanding lurus dengan nilai BOD. Sementara itu nilai prosentasi fraksi substrat berupa pasir berbanding terbalik dengan nilai prosentasi substrat berupa lupur. Prosentasi fraksi substrat berupa pasir paling tinggi pada stasiun 1 dan secara berturut-turut semakin kecil sampai ke stasiun 5, sebaliknya fraksi substrat berupa lumpur prosentasinya paling rendah pada stasiun 1 dan secara berturut turut semakin tinggi sampai stasiun 5 . Berdasarkan PP No 82 Tahun 2001 untuk golongan air kelas 1 nilai BOD yang diperbolehkan adalah 2, yang berarti bahwa kodisi perairan sungai Ular ditinjau dari parameter BOD tidak sesuai lagi untuk golongan air kelas 1 air minum tetapi sesuai dengan air golongan kelas 2 karena sudah melebihi ambang batas nilai yang diperbolehkan.

4.1.8. NO

3 Senyawa nitrat adalah merupakan hasil oksidasi senyawa ammoniumamoniak oleh mikroorganisme dari kelompok bakteri anaerob seperti Nitrosomonas, Nitrosococcus dan Nitrobacter. Dari pengukuran terhadap nilai kandungan Nitrat yang dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian USU diperoleh nilai kandungan Nitrat terendah pada stasiun 1 yaitu sebesar 0,662 mgl, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu sebesar 1,295 mgl. Hal ini diduga terjadi karena pada stasiun 5 terdapat kandungan organik substrat yang lebih tinggi dan berturut turut semakin rendah dari stasiun 5 sampai ke stasiun1 dan didukung lagi oleh tingginya prosentasi fraksi substrat berupa lumpur yang terdapat pada stasiun 5 yang juga secara berturut turut semakin rendah sampai ke stasiun 1. Nitrat mgl Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 nilai baku mutu air golongan kelas 1 untuk parameter kandungan Nitrat yang diperbolehkan maksimal adalah 10. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu kandungan Nitrat yang terdapat di sungai Ular dengan nilai antara 0,662 mgl sampai 1,295 mgl masih memenuhi standar baku mutu air kelas 1 air minum

4.1.9. PO

4 Nilai terendah Fospat terlarut diperoleh pada stasiun 1 yaitu 0,074 mgl dan nilai tertinggi pada stasiun 5 yaitu 0,116 mgl. Kandungan fosfat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan organisme lain yang dengan dikenal sebagai eutrofikasi. Fosfat banyak berasal dari bahan pembersih yang mengandung senyawa fosfat. Dalam industri penggunaan phospat terdapat pada ketel uap untuk mencegah kesadahan Ginting, 2007 dalam Rahadi, et al., 2012. Fospat mgl Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang standar baku mutu air untuk kadungan fospat adalah 0,2 mgl, jadi sesuai dengan standar tersebut, kandungan Fospat masih memenuhi standar kualitas air untuk golongan air kelas 1.

4.1.10. TSS mgl

Hasil analisis laboratorium terhadap TSS yang terdapat di sungai Ular melalui setiap stasiun pengamatan diperoleh angka antara 32,2 mgl sampai dengan 38,2 mgl. TSS tertinggi terdapat di stasiun 5 sedangkan TSS terendah terdapat di stasiun 1. Hal ini disebabkan karena di stasiun 1 arus air lebih lancar karena tidak adanya hambatan, sehingga padatan tersuspensi lebih cepat terbawa arus sungai, sedangkan di stasiun 5 arus air agak tertahan karena adanya batu-batu besar yang menghambat cepatnya arus air sehingga padatan tersuspensi di stasiun ini lebih banyak tertahan. Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk air kelas 1 nilai TSS maksimum yang diperbolehkan adalah 50 mgl, dengan demikian dilihat dari parameter TSS, sungai ular masih termasuk golongan air kelas 1 tidak tercemar

4.1.11. TDS mgl

Setelah diukur di laboratorium, angka TDS terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 282,6 mgl dan semakin meningkat pada stasiun stasiun berikutnya sampai nilai tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu 394,2 mgl. Semakin tinggi nilai TDS Universitas Sumatera Utara maka semakin sedikit penetrasi cahaya yang dapat menembus air dan semakin rendah nilai TDS maka penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air akan semakin tinggi . Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001, untuk golongan air kelas 1 nilai TDS tertingginya adalah 1000, ini berarti bahwa air sungai Ular masih berada pada ambang batas yang diperbolehkan untuk air minum atau air golongan kelas 1

4.1.12. COD mgl

Nilai COD yang diperoleh Tabel 4.1 menunjukkan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 14,40 mgl dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu 18.24 mgl. Hal ini terjadi karena di stasiun 1 tidak dijumpai adanya aktivitas penduduk sehingga limbah domestik tidak banyak yang masuk ke badan sungai. Pada stasiun 5 yang merupakan daerah perkebunan kelapa sawit yang lebih banyak dijumpai aktivitas penduduk menyebabkan lebih banyak limbah domestik yang masuk ke badan sungai. Nilai COD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan maupun yang sulit atau tidak dapat diuraikan secara biologis. Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001, kriteria mutu air kelas 1 untuk parameter COD adalah 10 mgl. Maka berarti pada setiap lokasi stasiun pengamatan di sungai Ular tergolong kriteria air kelas dua bukan kelas satu.

4.1.13. Organik Substrat

pH dan tipe substrat adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi bentos. Adaptasi terhadap substrat akan menentukan morfologi, cara makan, daya tahan, dan adaptasi fisiologi organisme bentos terhadap suhu, salinitas, reaksi enzimatik serta faktor kimia lainnya. Intraksi antar faktor abiotik dan biotik dalam suatu lingkungan akuatik dimana keberadaan organisme atau biota sangat terkait dengan beberapa faktor, antara lain jenis dan kualitas air serta kualitas substrat dasar Emiyarti, 2004. Beberapa studi menunjukkan bahwa organisme bentik dapat termodifikasi dengan adanya perubahan karakteristik substrat Masak Pirzan, 2006. Hasil pengamatan terhadap substrat dasar perairan menunjukkan bahwa seluruh stasiun penelitian memiliki substrat dasar berlempung, lempung Universitas Sumatera Utara liat, lempung berdebu atau pasir lempung Tabel 4.1. Substrat berlumpur merupakan habitat yang cocok bagi kebanyakan hewan bentik dan substrat berpasir adalah habitat yang cocok bagi kelompok bivalvia

4.1.14. Fraksi Substrat

Dari hasil pengamatan di laboratorium, fraksi substrat dasar yang terdapat di perairan sungai Ular adalah pasir, lumpur, dan liat. Substart yang terdapat di stasiun 1 dan 2 didominasi oleh pasir yaitu 96,2 dan 94,4 berikutnya liat 2,3 dan 3,8 dan sisanya lumpur sebesar 1,5 dan 1,8 . Hal ini disebabkan antara lain karena kecepatan arus di kedua stasiun ini lebih tinggi sehingga menyebabkan berbagai bahan yang terlarut atau terbawa oleh air seperti fraksi liat dan lumpur yang lebih ringan akan cenderung terbawa arus air sementara fraksi pasir yang lebih berat tertinggal di dasar dan mendominasi substrat dasar perairan. Sementara di stasiun 3, 4, dan 5 di dominasi oleh lumpur masing masing 62,2 , 74,2, dan 88,1 , berikutnya adalah pasir sebesar 32,7 , 18,9 , dan 9,6 sisanya liat 5,1 , 6,9 , dan 2,3 . Keadaan ini antara lain disebabkan karena kecepatan arus sungai di ketiga stasiun ini lebih kecil dibandingkan dengan stasiun 1 dan 2, ini mengakibatkan banyaknya substrat lumpur dan liat yang tertahan di dasar perairan dan mendominasi substrat dasar perairan.

4.1.15. Coliform Perairan Sungai Ular Jumlah100ml

Uji Coliform yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi USU dengan metode MPN memberikan hasil seperti terlihat pada Tabel 4.1 di atas. Jumlah terbesar terdapat pada stasiun 1 dengan angka 1100100 ml air sampel, hal ini diperkirakan terjadi karena pada saat pengambilan sampel dilakukan badan sungai pada stasiun 1 banyak menerima berbagai bahan bahan yang berasal dari daerah sekitar sungai seperti kotoran hewan ternak dan manusia yang terdapat di daerah perbukitan yang tidak terlalu jauh dari stasiun 1, selain itu berbagai sisa tumbuhan dan hewan hewan mati yang terdapat daerah tebing sekitar stasiun 1. Pada stasiun 2 dan 4 masing masing 28100 ml, pada stasiun 3 dengan jumlah 210 100 ml, dan angka terkecil terdapat pada stasiun 4 yaitu 11 100ml sampel. Kandungan bakteri Coli yang terdapat pada 4 stasiun ini jauh lebih kecil diperkirakan karena Universitas Sumatera Utara keempat stasiun ini tidak dipengaruhi oleh hujan seperti pada stasiun 1 karena jarak stasiun 1 dengan stasiun 2 lebih dari 5 kilometer sehingga pengaruh hujan yang terdapat pada stasiun 1 tidak lagi berpengaruh pada stasiun 2 demikian juga pada stasiun lainnya yang jaraknya semakin jauh dari stasiun 1 Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 angka tertinggi yang diperbolehkan untuk kandungan Coliform Colifekal untuk air golongan kelas 1 adalah 1000100 ml air sampel. Berdasarkan angka tersebut dapat disimpulkan bahwa sungai ular masih memenuhi standar baku mutu air golongan kelas 1 jika dilihat dari parameter keberadaan bakteri Coli.

4.2. Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet