BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan membutuhkan modal untuk memenuhi keperluan operasional rutinnya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut, di antaranya dengan menerbitkan dan menjual saham melalui penjualan saham perdana kepada masyarakat dengan melakukan Initial Public
Offering IPO; melakukan penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya; melakukan Seasoned Equity Offerings SEO; atau dengan menjual saham kepada pemegang
saham lama right issue. Besar kecilnya dana yang akan diperoleh perusahaan dari kegiatan tersebut tergantung pada kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan itu
sendiri seringkali dinilai berdasarkan laba yang mampu dihasilkannya. Informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban
manajemen Statement of Financial Accounting Concept SFAC No. 1. Laba terlahir dari suatu proses akuntansi yang memberikan kebebasan bagi para
penyusunnya untuk memilih metode akuntansi Kusumawardhani dan Veronika, 2009. Misalnya, untuk menghasilkan laba yang tinggi, perusahaan akan lebih
memilih menggunakan FIFO daripada LIFO.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, laba berpengaruh kuat terhadap kegiatan perusahaan dan keputusan yang dibuat oleh manajemennya. Keasyikan
memenuhi harapan pasar modal mencerminkan bahwa perusahaan sangat peduli terhadap risiko nilai saham yang dimilikinya. Menanggapi risiko tersebut,
Universitas Sumatera Utara
manajemen mungkin berpandangan bahwa kewajibannya adalah melakukan apa saja yang mungkin – dalam batasan tertentu – agar ramalan pasar modal dapat
dipenuhi atau dilebihi, dengan melakukan manajemen laba. Memenuhi laba menurut pasar modal adalah salah satu alasan manajemen melakukan manajemen
laba. Alasan lainnya adalah demi keberhasilan IPO – diperlukan tingkat laba minimum; atau dalam hal kontrak pinjaman; atau untuk alasan politis, seperti
mengurangi beban pajak.
Manajemen laba dapat digambarkan sebagai perilaku manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi tertentu, atau melalui penerapan aktivitas tertentu,
yang bertujuan mempengaruhi laba untuk mencapai sebuah tujuan spesifik Scott, 2009 dalam Kusumawardhani dan Veronica, 2009. Dalam pengertian lain,
manajemen laba disebut sebagai tindakan memanipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya
Mulford dan Comiskey, 2010. Teori keagenan menggambarkan bahwa manajemen laba terjadi sebagai akibat dari kepentingan ekonomis yang berbeda
antara manajemen selaku agen dan pemilik entitas selaku prinsipal. Perbedaan kepentingan ekonomis ini bisa saja disebabkan atau menyebabkan asymmetry
kesenjangan informasi antara pemegang saham stakeholders dan organisasi. Richardson 1998 dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007 menyimpulkan bahwa
asymmetry informasi antara manajemen dan pemilik dapat memberikan kesempatan kepada manajemen untuk melakukan manajemen laba earning
management.
Universitas Sumatera Utara
Praktik manajemen laba, pada dasarnya, terjadi sebagai akibat kurang efektifnya penerapan good corporate governance. Corporate governance
merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan
yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan Nasution dan Setiawan, 2007. Beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang menjadi
sorotan dunia internasional belakangan ini antara lain Waste Management, Inc., World Com, Enron, dan Merck. Di Waste Management, Inc. praktik akuntansi
yang agresif menyebabkan laba sebelum pajak membengkak sebesar 1.43 miliar dan beban pajak kerendahan 178 juta antara tahun 1992 dan 1996 Tuanakotta,
2007: 138. Dalam kasus Enron terbukti sejumlah Eksekutif Enron melakukan manipulasi pembukuan melalui Arthur Anderson yang menyebabkan laba Enron
terdongkrak US 1 milyar untuk menyesatkan para investornya. World Com juga mengakui telah menggelembungkan keuntungan sebesar US 3,85 milyar antara
periode Juni 2001 sampai dengan Maret 2002. Hal itu dilakukan dengan memanipulasi pembukuan dimana angka tersebut pura-pura dimasukkan dalam
pos investasi yang seharusnya merupakan biaya operasi normal. Akibatnya pos keuntungan seolah-olah sangat besar, sehingga harga sahamnya juga meningkat.
Merck Corp obat terbukti membukukan biaya pendapatan fiktif senilai US 12,4
milyar. Di Indonesia sendiri terjadi kasus PT Lippo Tbk., yang berawal dari deteksi adanya manipulasi dalam laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Kasus gagal audit ini di dunia akuntan kemudian dikenal dengan istilah “cooking the books”, atau “juggling the numbers” Tuanakotta, 2007. Kasus ini
juga berakibat fatal bagi dunia para akuntan, diantaranya: diraguinya keindependensian akuntan publik yang kemudian menyebabkan tercorengnya
reputasi akuntan publik di mata masyarakat, dan para investor mulai meragui informasi berupa laporan keuangan yang disajikan manajemen.
Good corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya Ujiyantho dan Pramuka, 2007. Tujuan utama good corporate
governance menurut Syahyunan dan Kurniawan 2004 adalah untuk memberi kepuasan kepada para stakeholders yang selama ini tidak mendapat perhatian
serius dari pihak perusahaan. Stakeholders tersebut terdiri dari shareholders, pegawai, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan juga pihak yang mempunyai
kepentingan dengan perusahaan yang bisa berpengaruh positif atau negatif pada keberhasilan operasional perusahaan. Di Indonesia, penerapan good corporate
governance masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih banyak perusahaan yang belum memiliki komite audit dan komisaris independen.
Masalah Bank Century yang mulai tercium sejak merger tahun 2004 saat kondisi keuangannya bermasalah diduga karena tiadanya penerapan good corporate
governance dan praktik moral hazard. Kasus terbitnya laporan keuangan Bank Lippo berlabelkan “telah diaudit” – namun kenyataannya belum – juga merupakan
bukti lain kurang efektifnya penerapan good corporate governance di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Konsep indikator mekanisme corporate governance terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan
ukuran dewan komisaris Ujiyantho Pramuka, 2007.
Nasution dan Setiawan 2007 melakukan penelitian terhadap manajemen laba menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris,
serta keberadaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Nofiani 2008 yang menunjukkan
bahwa komite audit dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka 2007 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti berpengaruh terhadap
manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama 2006 menunjukkan bahwa komponen corporate governance kepemilikan institusional, proporsi dewan
komisaris independen, keberadaan komite audit dan rasio hutang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba; sedangkan kepemilikan keluarga dan
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sefiana 2008 dalam penelitiannya membuktikan bahwa proporsi komisaris
independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Nofiani. Industri perbankan seringkali menjadi sorotan publik mengingat
perannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, terutama sejak terjadinya krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 lalu. Di samping itu, sebagai
industri kepercayaan, perbankan memiliki peraturan yang lebih rumit dibandingkan dengan industri lainnya. Misalnya, untuk menetapkan tingkat
kesehatan suatu bank, BI mensyaratkan banyak hal, seperti CAR minimum yang harus dipenuhi dengan menggunakan laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Untuk alasan ini, manajer bank mungkin akan memainkan beberapa keadaan untuk mengelola laba bank yang bersangkutan agar memenuhi syarat yang telah
ditetapkan BI tersebut. Dalam hal ini, penulis menambahkan variabel kepemilikan institusional sebagai variabel independen dengan pertimbangan bahwa adanya
campur tangan pihak ketiga mungkin akan mengurangi tindakan manajemen laba dalam perusahaan yang bersangkutan. Ketidakkonsistenan hasil penelitian para
peneliti terdahulu juga merupakan motivasi penulis untuk melakukan kembali penelitian sejenis. Dari uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik
mengemukakan penelitian dengan judul: Analisa Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di BEI.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah