2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan
terhadap manajemen laba; 3.
Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba;
4. Apakah komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba; 5.
Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan
peneliti mengenai praktik-praktik manajemen laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
2. Bagi calon investor, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk membantu mengambil keputusan investasi pada perusahaan, 3.
Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat berupa bukti empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen laba. 4.
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau referensi untuk mendukung penelitian sejenis.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Teori Keagenan Agency Theory
Teori keagenan Agency Theory menyebutkan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih principal mempekerjakan
orang lain agent untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut
Jensen dan Meckling, 1976 dalam Ujiyantho Pramuka, 2007. Manajer sebagai pengelola perusahaan tentunya memiliki lebih banyak informasi
seputar perusahaan daripada pemilik perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk kemajuan perusahaan di masa depan, manajer wajib
memberikan signal kepada pemilik. Namun, informasi yang disampaikan manajer seringkali tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Hal ini dikarenakan adanya kepentingan manajer yang tidak sejalan dengan pemilik.
Pemilik perusahaan, dalam teori keagenan Agency Theory, diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau
investasi mereka dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang
menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan kepentingan inilah
Universitas Sumatera Utara
masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan pribadi. Prinsipal menginginkan return yang besar dan cepat atas investasi mereka
dan menilai prestasi manajer berdasarkan kemampuannya untuk memperbesar laba yang akan dialokasikan pada pembagian dividen. Untuk
memenuhi tuntutan prinsipal dan mendapat insentif yang tinggi, manajer akan memainkan beberapa kondisi perusahaan sedemikian rupa agar seolah-
olah target tercapai bila tidak ada pengawasan yang memadai dalam kinerja manajer.
2. Bank
Pengertian bank dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
bank berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat, dan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance 2004 mendefinisikan bank sebagai lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada
dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank seringkali menghadapi risiko, seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, maupun risiko
reputasi Komite Nasional Corporate Governance, 2004. Dunia perbankan memiliki peraturan yang rumit dalam kegiatannya dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
industri lainnya. Sebagai contoh, bank harus memenuhi giro wajib minimum yang ditetapkan BI. Peraturan-peraturan tersebut ditetapkan pada dasarnya
adalah untuk melindungi kepentingan rakyat selaku penyimpan dana.
3. Manajemen Laba
Manajemen laba adalah hal yang sangat kontroversial di dunia akuntan. Pernyataan umum mengenai apakah manajemen laba baik atau
buruk sulit dibuat. Kebanyakan bergantung pada langkah-langkah yang dilakukan dan motivasi yang mendasari dilakukannya manajemen laba
Mulford dan Comiskey, 2010. Gumanti 2000 berpendapat bahwa manajemen laba sekilas tampak berhubungan dengan tingkat perolehan laba
atau prestasi usaha suatu organisasi. Hal ini terjadi karena ukuran laba sering dijadikan ukuran keberhasilan manajemen memimpin perusahaan dan
suatu hal yang lazim bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima manajer bergantung pada besar kecilnya laba yang mampu dihasilkan
perusahaan tersebut Gumanti, 2000. Alasan inilah yang mendorong manajer melakukan tindakan manajemen laba. Berbicara mengenai
manajemen laba tidak terlepas dari Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan. Belkaoui 2007 mengemukakan bahwa:
Teori Akuntansi Positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat pengaturpolitisi adalah
rasional dan bahwa mereka berusaha memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung berhubungan dengan kompensasi
mereka, dan oleh karena itu, kesejahteraan mereka pula. Pilihan atas suatu kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok tersebut
bergantung pada perbandingan relatif biaya dan manfaat dari
Universitas Sumatera Utara
prosedur-prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk memaksimalkan keuntungan mereka.
Astika 2000 menjelaskan terjadinya manajemen laba lewat Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan sebagai berikut:
Ditinjau dari sisi teori akuntansi positif, manajemen laba yang dilakukan eksekutif dapat dijelaskan melalui teori kontrak.
Proses kontrak tersebut menghasilkan hubungan keagenan. Hubungan keagenan muncul ketika prinsipal mengontrak pihak
lain agen untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh prinsipal. Dengan kontrak tersebut prinsipal
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Ternyata hubungan tersebut konflik karena, baik prinsipal
maupun agen, keduanya merupakan pihak yang mempunyai sifat,
yaitu memaksimumkan kesejahteraannya utility maximiser. Oleh sebab itu, tidak ada alasan yang dapat
digunakan untuk menempatkan keyakinan bahwa agen akan selalu bertindak untuk kepentingan prinsipal. Masalah keagenen
muncul karena perilaku oportunis agen. Agen cenderung memaksimumkan setiap peluang yang ada untuk
memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan prinsipal.
Chen 2005 mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:
Earnings management is prevalent in financial report preparation, with Generally Accepted Accounting Principles
GAAP providing considerable flexibility in terms of accounting methods and estimates. Since GAAP-compliant
earnings management is acceptable and lawful, most executives manage their companies’ earnings to achieve specific objectives
e.g., sustaining firm value, but some executives take excessively aggressive approaches to inflating profitability and
firm value in the form of channel stuffing, premature revenue recognition, expense recognition deferral, and recognition and
measurement abuse. These unlawful behaviors are referred to as earnings manipulation.
Chen menyimpulkan bahwa tindakan manajemen laba tidak menyalahi GAAP karena GAAP memberikan fleksibilitas dalam
Universitas Sumatera Utara
penggunaaan metode dan estimasi akuntansi. Namun perlu diingat, perusahaan harus mengetahui dengan pasti manajemen laba yang bagaimana
yang berada dalam wilayah putih, abu-abu, dan hitam untuk menghindarkannya dari menyalahi prinsip akuntansi tersebut.
Haely dan Wahlen 1998 menjelaskan: Earnings management occurs when managers use judgement in
financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the
underlying economic performance of the company, or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting
numbers.
Irfan 2002 mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi manajemen agen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal
sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi.
Subramanyam dan Wild 2010 menjelaskan bahwa manajemen laba dapat berupa kosmetik, jika manajer memanipulasi akrual yang tidak
memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba juga dapat terlihat nyata, jika manajer memilih tindakan dengan konsekuensi arus kas dengan tujuan
mengubah laba. Primanita dan Setiono 2006 mengemukakan bahwa:
Manajemen laba earning management adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba income yang dilaporkan yang dapat
memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis economic advantage yang sesungguhnya tidak dialami
perusahaan dalam jangka panjang bahkan merugikan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diingat bahwa tidak semua manajemen laba diciptakan setara. Gambar berikut mengilustrasikan bahwa manajemen laba berkisar dari
penentuan waktu transaksi sampai dengan suatu kecurangan. Penentuan
Akuntansi Akuntansi
Pelaporan Kecurangan
Waktu yang agresif
yang menipu yang curang
Fraud transaksi
yang tepat
Pengaitan Perubahan
Perubahan Akuntansi
Transaksi secara
metode metode
non-GAAP fiktif
strategis estimasi dengan estimasi dengan
full disclosure full disclosure
minimal atau tanpa disclosure
Sumber: Stice, Stice Skousen 2004: 421
Gambar 2.1 Kontinum Manajemen Laba
Tingkat manajemen laba yang diperbolehkan berdasar Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum PABU adalah bagian yang paling kiri,
artinya semakin ke kanan posisi manajemen laba sesuai gambar di atas, semakin jauh manajemen laba menyalahi PABU.
a. Motivasi Manajemen Laba
Moreira dan Pope 2007 berpendapat bahwa:
Managers’ earnings management behavior is all related to costs and benefits. The costs are, for example, the time
managers take in planning and implementing earnings management actions and the effect on managers’ reputation
if and when manipulation is discovered. The benefits can be grouped by taking into account the direct beneficiary of
earnings management: managers or the firm. Amongst the
Universitas Sumatera Utara
incentives related to managers’ private benefit, the maximization of bonus compensation and hiding poor
performance to keep their jobs should be mentioned. Amongst those related to direct benefit for the firm, the most
important are the avoidance of i debt covenants violations; ii market penalization for reporting losses, breaking a
string of positive earnings or not meeting analysts’ forecasts; iii increases in transaction costs with stakeholders, and iv
a rating change in credit markets. There is an incentive motivation to undertake earnings management when the
benefits outweigh the costs.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa tindakan manajemen laba sebenarnya berhubungan dengan laba dan biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan manajemen laba. Biaya biasanya berhubungan dengan akibat yang ditimbulkan tindakan manajemen laba terhadap
reputasi manajemen yang bersangkutan apabila tindakan tersebut terungkap. Sedangkan keuntungan yang dimaksud dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni: keuntungan bagi manajer berupa bonus yang akan diterima berkaitan dengan laba yang telah dikelola,
dan keuntungan bagi perusahaan yang salah satunya adalah meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal.
Subramanyam Wild 2010 menyatakan:
Manajemen laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1 mengubah metode akuntansi, yang merupakan bentuk
manajemen laba yang paling jelas terlihat; dan 2 mengubah estimasi dan kebijakan akuntansi yang
menentukan angka akuntansi, suatu bentuk manajemen laba yang lebih samar.
Motivasi untuk melakukan manajemen laba menurut Stice, Stice
Skousen 2004 antara lain: 1 memenuhi target internal target
Universitas Sumatera Utara
laba, target penjualan; 2 memenuhi harapan eksternal stakeholder; 3 meratakan atau memuluskan laba income smoothing; 4
mendandani angka laporan keuangan window dressing untuk penjualan saham perdana IPO atau memperoleh pinjaman.
Manajemen laba, dalam pengertian lain, merupakan bagian dari akuntansi kreatif sebagai fenomena Teori Akuntansi Positif. Manajer
dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman 1986, digolongkan ke dalam tiga buah hipotesis, yaitu:
1 bonus-plan hypothesis,
2 debt covenant hypothesis, dan
3 political cost hypothesis.
Bonus-plan hypothesis menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan
diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang dihasilkan, maka manajer akan menerapkan creative
accounting dengan menaikkan laba atau menurunkan laba yang akan dilaporkan. Debt covenant hypothesis,
menjelaskan bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam meyikapi adanya pelanggaran atas
perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan akuntansi
yang menguntungkan dirinya. Political cost hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan besar akan
mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai
upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.
b. Strategi Manajemen Laba
Subramanyam dan Wild 2010 menyatakan ada tiga strategi yang digunakan manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu:
1 Meningkatkan Laba Increasing Income periode kini
Salah satu strategi manajemen laba adalah dengan meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini
untuk membuat perusahaan dipandang baik.
Universitas Sumatera Utara
2 Mandi Besar Big Bath
Dilakukan melalui penghapusan write-off sebanyak mungkin pada suatu periode yang biasanya berkinerja
buruk, atau periode saat terjadinya kejadian yang tidak biasa, seperti perubahan manjemen, merger, atau
restrukturisasi.
3 Perataan Laba Income Smoothing
Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi
fluktuasinya. Hal ini dilakukan karena investor cenderung lebih menyukai laba yang stabil.
4. Mekanisme Good Corporate Governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia
FCGI mendeskripsikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Lemahnya corporate governance ditandai dengan tidak transparannya pihak
pengelola perusahaan terutama dalam penggunaan dana dan ketimpangan kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen Iswati, 2007.
Kondisi ini akan sangat berakibat fatal jika berlangsung terus-menerus. Prinsip-prinsip
good corporate governance, yakni transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness diharapkan
mampu mendorong peningkatan kinerja keuangan, daya saing, mengurangi risiko, dan meningkatkan kepercayaan investor. Konsep indikator
mekanisme corporate governance terdiri dari; kepemilikan institusional,
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris Ujiyantho Pramuka, 2007.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Shleifer dan Vishny 1997 dalam
Ujiyantho dan Pramuka 2007 berpendapat bahwa corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencurimenggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek
yang tidak menguntungkan berkaitan dengan danakapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor
mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya
keagenan agency cost. Menurut Wibowo dan Tangkilisan 2004 dalam Iswati 2007, tujuan
yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain:
1 memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi; 2
mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemandirian komisaris, direksi, dan RUPS; 3
mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku;
Universitas Sumatera Utara
4 kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan. Indikator mekanisme good corporate governance dalam penelitian ini
adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Kepemilikan institusional adalah
persentase saham yang dimiliki oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar. Kepemilikan institusional menurut Chen
Steiner 1999 dalam Melinda dan Sutejo 2008 akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham institusional akan membantu mengawasi
perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham. Di Indonesia, kepemilikan saham institusional terbagi menjadi
kepemilikan institusional eksternal dan kepemikan institusional internal Mahadwarta, 2004 dalam Melinda dan Sutejo, 2008. Kepemilikan saham
eksternal adalah kepemilikan oleh lembaga investasi seperti dana pensiun, asuransi, reksadana, dan perusahaan investasi lainnya, dan menjadi bagian
dari kepemilikan saham oleh publik. Kepemilikan institusional internal adalah kepemilikan saham oleh institusi bisnis seperti perseroan terbatas
PT. Jenis kepemilikan institusional dalam penelitian ini adalah kepemilikan publik.
Jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap efektif tidaknya pengawasan kinerja manajemen. Menurut Jansen 1993 dalam Ma’ruf
2006, jumlah dewan komisaris yang relatif kecil dapat membantu meningkatkan kinerja mereka dalam memonitor manajer. Jumlah dewan
komisaris yang terlalu besar dalam hal ini Jansen menyebutkan lebih dari
Universitas Sumatera Utara
tujuh orang tidak dapat berfungsi secara optimal dan akan lebih mudah dikontrol oleh manajer, terutama karena dewan komisaris sendiri disibukkan
oleh masalah koordinasi. Jika manajer dapat mengontrol dewan komisaris serta adanya asimetris informasi maka akan leluasa bagi manajer melakukan
manajemen laba. Komite Nasional Kebijakan Governance 2004 dalam Isnanta 2008
mengungkapkan, Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang
tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari
hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata -mata demi kepentingan perusahaan.
Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance, BEI dalam Surat Edaran BEI No. SE-
008BEJ12-2001 mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit
sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain
adalah pihak eksternal yang independen dan minimal salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Komite audit
Universitas Sumatera Utara
diukur dengan menggunakan indikator presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit.
B. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian yang dilakukan
Nasution dan Setiawan 2007 pada industri perbankan selama tahun pengamatan 2000-2004 menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris, ukuran dewan
komisaris, dan keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Nofiani 2008 pada sektor yang
sama periode tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa komite audit dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan
komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka 2007 dalam penelitiannya terhadap perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2001-2004 menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica
dan Utama 2006 terhadap perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode non krisis 1995-1996 dan 1999-2002 menunjukkan bahwa komponen corporate
governance kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit dan rasio hutang berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba; sedangkan kepemilikan keluarga dan pertumbuhan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sefiana 2008 dalam penelitiannya dalam sektor perbankan menunjukkan bahwa proporsi komisaris
independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu
Peneliti Judul
Variabel Hasil Penelitian
Sylvia Veronica
N.P. Siregar dan
Siddharta Utama
2006 Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan
Praktek Corporate Governance terhadap
Pengelolaan Laba Earnings
Management Independen:
kepemilikan keluarga,
kepemilikan institusional,
kapitalisasi pasar, proporsi dewan
komisaris independen,
keberadaan komite audit, rasio hutang,
dan pertumbuhan perusahaan.
Dependen: Manajemen Laba
Kepemilikan keluarga, dan
pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba, sedangkan
kepemilikan institusional,
kapitalisasi pasar, proporsi dewan
komisaris independen,
keberadaan komite audit,dan
rasio hutang berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba
Muh. Arif Ujiyantho
dan Bambang
Agus Pramuka
2007 Mekanisme
Corporate Governance,
Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan
Independen: kepemilikan
institusional, kepemilikan
manajerial, keberadaan
komisaris independen,
ukuran dewan komisaris
Dependen: Kepemilikan
institusional tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba, kepemilikan
manajerial berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba,
keberadaan
Universitas Sumatera Utara
Manajemen Laba dan Kinerja
Keuangan komisaris
independen berpengaruh
positif signifikan terhadap
manajemen laba, ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba,
secara simultan kepemilikan
institusional, kepemilikan
manajerial, keberadaan
komisaris independen, dan
ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba.
Marihot Nasution
dan Doddy Setiawan
2007 Pengaruh Corporate
Governance terhadap Manajemen Laba
Di Industri Perbankan Indonesia
Dependen: Manajemen Laba
Independen: komposisiproporsi
dewan komisaris, ukuran dewan
komisaris,
dan keberadaan komite
audit Komposisipropor
si dewan komisaris, ukuran
dewan komisaris, dan keberadaan
komite audit berpengaruh
terhadap tindakan manajemen laba
Rina Adi Nofiani
2008 Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba di Industri Perbankan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Dependen: Manajemen Laba
Independen: good corporate
governance Komposisi dewan
komisaris, ukuran dewan komisaris,
dan ukuran komite audit
secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba; secara parsial
hanya ukuran
Universitas Sumatera Utara
dewan komisaris dan ukuran
komite audit yang berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
Eka Sefiana 2008
Pengaruh Penerapan Corporate
Governance Terhadap Manajemen Laba
pada Perusahaan Perbankan yang Telah
Go Public di BEI Independen:
Proporsi Komisaris
Independen, Ukuran Dewan
Kkomisaris, dan Keberadaan
Komite Audit
Dependen: Manajemen Laba
Proporsi komisaris
independen, ukuran dewan
komisaris, komite audit tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba
Sumber: Penulis
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian