perempuan 13,95; dan
bullying
psikologis laki-laki 8,17, perempuan 7,76.
Tabel. 32 Deskripsi
Bullying
Berdasarkan Tingkatan Kelas
Analisis tambahan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat
bullying
berdasarkan tingkat kelas. Berdasarkan data
p- value
menunjukkan nilai 0,935 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kelas X dan XI. Berdasarkan tebel di atas
meunjukkan selisih rata-rata yang sangat kecil antara kelas X dan XI. Kelas X memperoleh nilai rata-rata
bullying
sebesar 31,58 dan kelas XI 32,47.
D. Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis pertama menggunakan teknik analisis regresi ganda diperoleh nilai korelasi R adalah 0,429 dengan
F
hitung
bernilai 16,112 Ft
abel
3,06; dan signifikansi adalah 0,000 p
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama penelitian diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri dengan
bullying
pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta
.
Kedua variabel bebas yaitu
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri bersama-sama memiliki hubungan dengan
bullying.
Hasil
Group Statistics
Kelas N
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Bullying
x X
72 31.58
4.702 .554
XI 74
32.47 4.528
.526
menunjukkan arah yang negatif, yaitu semakin tinggi faktor
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri pada siswa, maka semakin rendah
bullying
yang terjadi. Sebaliknya semakin rendah faktor
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri pada siswa, maka semakin tinggi
bullying.
Hubungan
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri termasuk dalam kategori hubungan sedang, yang didasarkan atas nilai
R sebesar 0,429. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri dapat dijadikan variabel prediktor untuk memprediksi
bullying.
Beane 2008 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
bullying
adalah faktor internal dari dalam diri individu dan faktor sosial.
Faktor sosial pertama yang paling dekat dengan seorang anak adalah orang tua.
Attachment
dengan orang tua diperlukan seseorang sepanjang masa kehidupannya, bahkan saat remaja yang ditandai dengan mencari
otonomi,
attachment
dengan orang tua tetap menjadi sesuatu yang penting Santrock, 2014. Adanya kasih sayang dari orang tua yang melakukan
pengasuhan dengan konsisten dan responsif, menunjukkan kasih sayang dengan mengembangkan
secure attachment
akan mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan orang lain. Mereka akan menerapkan hal serupa saat
berinteraksi dengan temannya dan cenderung memiliki interaksi yang positif serta menghindari agresi seperti
bullying.
Hal ini sejalan dengan Troy Sroufe 1987 yang menyatakan bahwa anak dengan
secure
attachment
tidak mungkin untuk melakukan
bullying
terhadap orang lain karena pelecehan memiliki dampak negatif dan kontraproduktif pada
hubungan dengan orang lain. Siswa yang memiliki kontrol diri yang baik akan cenderung untuk
dapat mengontrol dirinya dari perbuatan-perbuatan yang menimbulkan dampak negatif bagi interaksi sosialnya. Gottfredson dan Hirschi dalam
Gibson, 2010 menyatakan bahwa kontrol diri menjadi blokade yang menjembatani individu dengan aktivitas yang menyimpang. Ketika
seorang siswa memiliki kontrol diri yang baik maka akan cenderung berfikir terlebih dahulu mengenai dampak jangka panjang yang akan
ditimbulkan atas tindakannya. Dengan adanya kontrol diri maka ia akan mampu menghindari diri dari perilaku yang menyimpang dari norma yang
dapat menimbulkan dampak negative seperti perilaku
bullying
. Hasil uji hipotesis kedua menggunakan uji korelasi parsial antara
secure attachment
dengan orang tua dengan
bullying
diperoleh signifikansi sebesar 0,029 p 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua
penelitian diterima, terdapat hubungan antara
secure attachment
dengan orang tua dengan
bullying.
Nilai koefisien korelasi parsial adalah -0,182, berarti terdapat hubungan yang sangat lemah antara
secure attachment
dengan orang tua dan
bullying
karena nilai korelasi berada pada interval 0,000 sampai 0,199. Arah hubungan tersebut adalah negatif dikarenakan r
bertanda negatif, yang artinya semakin tinggi tingkat
secure attachment
dengan orang tua maka akan semakin rendah
bullying
yang dilakukan siswa.
Penelitian
attachment
pada masa remaja menunjukkan temuan bahwa
secure attachment
dengan orang tua terkait dengan hubungan pertemanan yang positif Allen Miga, 2010. Lebih lanjut, hal ini
sejalan dengan penelitian dari Morreti Pelled 2004 bahwa siswa dengan
secure attachment
lebih sedikit mengalami masalah, baik itu masalah kenakalan dan agresi. Siswa dengan
secure attachment
mengembangkan hubungan sosial menjadi positif dan produktif terhadap orang lain Weinfield
et al.,
1999. Mereka akan cenderung menjalin pertemanan yang baik dan menghindari dari terlibat perilaku
bullying
. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa mereka sebenarnya cenderung
untuk membela korban
bullying
Nickerson
et al.,
2008. Hasil uji hipotesis ketiga menggunakan teknik analisis korelasi
parsial antara kontrol diri dengan
bullying
diperoleh signifikansi sebesar 0,000 p 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ketiga
penelitian diterima, terdapat hubungan antara kontrol diri dengan
bullying.
Nilai koefisien korelasi parsial sebesar -0,320, berarti terdapat hubungan yang lemah antara kontrol diri dengan
bullying
karena nilai korelasi berada pada interval 0,200 sampai 0,399. Arah hubungan tersebut adalah negatif
dikarenakan r bertanda negatif, yang artinya semakin tinggi tingkat kontrol diri maka akan semakin rendah
bullying
yang dilakukan siswa.
Remaja yang melakukan kontrol diri yang baik akan cenderung melakukan petimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum bertindak.
Mereka akan memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Remaja dengan kontrol diri yang baik akan memilih
untuk tidak terlibat dalam berbagai perilaku negatif seperti
bullying.
Sementara remaja yang memiliki kontrol diri yang rendah akan cenderung impulsif dan bertindak tanpa memikirkan akibatnya.
Olweus dalam Limber, 2002 mengemukakan karakteristik remaja yang kerap
melakukan
bullying
antara lain adalah mereka yang impulsif, keras kepala, berkepribadian dominan, mudah frustasi, kesulitan mengikuti
aturan dan melihat kekerasan sebagai suatu hal yang menyenangkan. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dari Chui dan
Chan 2013, Moon dan Alarid 2015 bahwa kontrol diri berhubungan negatif dengan
bullying
. Persentase sumbangan yang diberikan oleh kedua variabel bebas
terhadap variabel tergantung yang ditunjukkan dengan nilai
R square
sebesar 0,184, berarti sumbangan efektif
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri bersama-sama terhadap
bullying
adalah 18,4 sedangkan 81,6 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Hasil sumbangan efektif
secure attachment
dengan orang tua terhadap
bullying
sebesar 5,4 dan sumbangan efektif kontrol diri sebesar 13. Sumbangan relatif
secure attachment
dengan orang tua terhadap
bullying
sebesar 29,42 dan sumbangan relatif kontrol diri sebesar 70,58.
Berdasarkn persentase, baik sumbangan relatif maupun sumbangan efektif tiap variabel bebas terhadap variabel tergntung terlihat bahwa sumbangan
kontrol diri lebih besar daripada
secure attachment
dengan orang tua. Penjelasan mengenai hal tersebut adalah walaupun faktor lingkungan
berupa
secure attachment
dengan orang tua telah diterapkan kepada anak, namun faktor internal lebih penting bagi anak dalam mencegah terjadinya
bullying.
Faktor internal berupa kontrol diri sangat dibutuhkan agar seseorang mampu mengendalikan dirinya dari dorongan-dorongan negatif
seperti melakukan tindakan
bullying
terhadap orang lain. Faktor
secure attachment
dengan orang tua tetap menjadi hal yang penting, hanya saja pada masa remaja keberadaan teman sebaya mulai menjadi hal yang tidak
kalah penting bahkan dapat bersaing dengan orang tua dalam hal perannya sebagai sumber dukungan dan keintiman Furman Buhrmester, Lempers
Clark-Lempers, dalam Sigelman Rider, 2006. Hal tersebutlah yang menyebabkan dalam penelitian ini kontrol diri lebih berpengaruh
dibandingkan
secure attachmet
dengan orang tua. Hasil kategorisasi
bullying
pada subjek menyebar dari tingkat sangat rendah 92 dan rendah 8. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 8 Surakarta memiliki tingkat
bullying
yang sangat rendah. Hasil kategorisasi
secure attachment
dengan orang tua pada subjek menyebar dari tingkat sedang 12, tinggi 53, dan sangat tinggi 35. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 8 Surakarta memiliki
secure attachment
dengan orang tua yang tinggi. Hasil kategorisasi kontrol diri pada subjek menyebar dari tingkat rendah 5, sedang 57, dan
tinggi 38. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 8 Surakarta memiliki kontrol diri yang sedang.
Berdasarkan hasil analisis di dapatkan kategorisasi responden memberikan gambaran rinci bahwa responden memiliki
bullying
pada tingkat sangat rendah,
secure attachment
dengan orang tua pada tingkat tinggi, dan kontrol diri pada tingkat sedang. Gambaran kategorisasi ini
sejalan dengan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan, bahwa
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri yang baik akan memberikan pengaruh pada rendahnya
bullying
yang dilakukan siswa. Namun, kontrol diri yang dimiliki siswa masih tegolong sedang, dalam arti
masih perlu dilakukan peningkatan kontrol diri melalui berbagai upaya dari diri individu sendiri maupun orang disekitarnya, seperti orang tua dan
pihak sekolah.
Secure attachment
dengan orang tua yang tinggi mengindikasikan sebagian besar siswa memiliki kelekatan yang aman dengan orang tua,
serta merasakan hubungan yang positif dengan orang tuanya. Adanya hubungan yang baik antara anak dengan orang tua dengan karakteristik
orang tua yang memberikan kebutuhan anak berupa komunikasi yang cukup, kepercayaan, dan tidak mengasingkan anak akan membuat mereka
merasa menjadi pribadi yang disayangi oleh orang tua dan lingkungan. Meskipun demikian, berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahi,
bahwa beberapa siswa masih mengeluhkan mengenai hubungan dengan orang tuanya. Beberapa diantaranya merasa kurang mendapatkan kasih
sayang dan perhatian dari orang tuanya. Hal ini perlu menjadi catatan bagi orang tua bahwa meskipun pada masa remaja anak menjadi lebih mandiri,
seorang anak tetap membutuhkan
secure attachment
yang baik dengan orang tua.
Penelitian ini juga melakukan analisis tambahan berdasarkan jenis
bullying
yang paling banyak dilakukan siswa,
bullying
berdasarkan jenis kelamin
,
dan
bullying
berdasarkan tingkat kelas untuk memberikan informasi tambahan mengenai variabel tergantung, yaitu
bullying
berdasarkan analisis tambahan tersebut. Berdasarkan jenis
bullying
menunjukkan bahwa jenis
bullying
yang paling sering dilakukan adalah
bullying
verbal 47,
bullying
fisik 28, dan
bullying
psikologis 25.
Bullying
verbal merupakan bentuk yang paling umum digunakan baik oleh anak perempuan maupun laki-laki Coloroso, 2007.
Bullying
verbal mudah dilakukan dihadapan teman sebaya tanpa terdeteksi. Dapat terjadi saat situasi keramaian dikelas sehingga dianggap hanya dialog yang
biasa dan tidak ada teman sebaya yang simpatik Coloroso, 2007.
Bullying
verbal bisa berupa pemberian julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan baik yang bersifat pribadi maupun rasial, tuduhan-
tuduhan yang tidak benar, desas-desus keji yang tidak benar, serta gossip.
Bullying
verbal terjadi secara cepat dan tidak menyakitkan pelaku, namun sangat melukai korbannya.
Hasil analisis tambahan
bullying
berdasarkan jenis kelamin menggunakan uji
independent t-test
diperoleh hasil nilai t
hitung
t
tabel
4,791 1,976 dan signifikansi sebesar 0,000 p 0,05. Dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata
bullying
antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA Negeri 8 Surakarta. Diperoleh hasil bahwa
siswa laki-laki lebih tinggi baik dalam
bullying
fisik, verbal, maupun psikologis. Anak laki-laki cenderung lebih sering menjadi pelaku
dibandingkan anak perempuan Harris Petrie, 2003. Hal ini sejalan dengan Smith 2013 yang menyatakan bahwa laki-laki lebih sering
terlibat dalam
bullying
baik sebagai pelaku maupun korban. Pelaku
bullying
lebih tinggi pada laki-laki dapat disebabkan berbagai hal, diantaranya karakteristik bawaan seperti hormon testosterone yang
mendorong agresi Beane, 2008, maupun maskulinitas dan untuk memperoleh harga diri Sugiariyanti, 2012. Dapat disimpulkan bahwa
jenis kelamin berpengaruh pada peran dalam
bullying.
Analisis tambahan berikutnya adalah membandingkan
bullying
berdasarkan tingkat kelas. Diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan
bullying
antara kelas X dan XI, dari signifikansi menunjukkan nilai 0,935 p 0,05. Berdasarkan tabel meunjukkan selisih yang sangat kecil antara
kelas X dan XI. Kelas X memperoleh nilai rata-rata
bullying
sebesar 31,58 dan kelas XI 32,47. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan tingkat
bullying
antara kelas X dan XI.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan, peneliti telah menjawab hipotesis-hipotesis penelitian mengenai
bullying
ditinjau dari
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta baik secara bersama-sama maupun secara
parsial. Akan tetapi, penelitian ini tidak terlepas dari adanya keterbatasan yaitu penelitian hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada
populasi penelitian saja, sehingga untuk penerapan bagi populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda memerlukan penelitian lebih
lanjut. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menemukan hasil yang lebih komrehensif dengan memperluas ruang lingkup penelitian serta
menambah variabel-variabel lain. Selain keterbatasan dan kelemahan, penelitian ini juga memiliki
beberapa kelebihan yang dapat dipertimbangkan sebagai sumber referensi. Penelitian ini dapat membuktikan hipotesis yang diajukan, yaitu
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri berhubungan dengan
bullying
pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Penelitian ini dapat dijadikan referensi yang memperkuat teori-teori yang telah ada, kemudian
penelitian ini merupakan penelitian terbaru yang dapat memperbaharui penelitian dengan pembahasan yang sama yang telah dilakukan
sebelumnya. Selain itu, penelitian ini disertai analisis tambahan yang dapat memberikan informasi lebih bagi pembaca. Kelebihan lainnya adalah
bahwa dengan adanya penelitian ini, dapat meningkatkan kesadaran pembaca, khususnya siswi, orang tua, dan pihak sekolah akan pentingnya
menumbuhkan kesadaran mengenai
bullying
karena dampak dari
bullying
sangat merugikan baik bagi pelaku, korban, maupun
bystander.
111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri dengan
bullying
pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Semakin tinggi
secure attachment
dengan orang tua dan kontrol diri, maka akan semakin rendah
bullying
yang dilakukan siswa. 2.
Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
secure attachment
dengan orang tua dengan
bullying
pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Semakin tinggi
secure attachment
dengan orang tua akan semakin rendah
bullying
yang dilakukan siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
secure attachment
dengan orang tua maka akan semakin tinggi
bullying
yang dilakukan siswa.
3. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri
dengan
bullying
pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Semakin tinggi kontrol diri siswa akan semakin rendah
bullying
yang dilakukan siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kontrol
diri yang dimiliki siswa maka akan semakin tinggi
bullying
yang