68 a.
pembangunan gedung dan bangunan meliputi: 1 pembangunan
gedung dan
bangunan yang
dilaksanakan melalui kontrak berupa pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya
perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama;
2 pembangunan yang dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai siap
pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan,
biaya perizinan,
biaya pengosongan
dan pembongkaran bangunan lama;
Batasan nilai nominal rupiah yang dapat dikapitalisasi untuk gedung dan bangunan dinyatakan dalam Pasal 6 KMK RI No.
01KM.122001 yaitu: 1 Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap adalah
pengeluaran pengadaan baru dan penambahan nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi,
renovasi, dan restorasi. 2 Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap meliputi:
a. pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin, dan alat olah raga yang sama dengan atau lebih dari
Rp. 300.000 tiga ratus ribu rupiah; dan b. pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang
sama dengan atau lebih dari Rp. 10.000.000 sepuluh juta rupiah.
3 Nilai Satuan
Minimum Kapitalisasi
Aset Tetap
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dikecualikan terhadap pengeluaran untuk tanah, jalanirigasijaringan,
dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.
B. Belanja Daerah
Definisi belanja menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut:
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum NegaraDaerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah
69 Definisi lain dari belanja menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut belanja ialah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih. Kedua definisi tersebut di atas menjelaskan bahwa transaksi belanja akan menurunkan ekuitas dana pemerintah daerah. Kedua
peraturan yang
mengatur penatusahaan
belanja tersebut,
mengklasifikasikan belanja
dengan klasifikasi
yang berbeda.
Perbedaan dimaksud semata-mata karena ada hal lain yang ingin dicakup dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006. Sebagaimana
diketahui Permendagri No. 13 Tahun 2006 merupakan pedoman pengelolaan keuangan daerah, yang mencakup mengenai
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, akuntansi dan pertanggungjawaban. Sebagai instrumen penganggaran, beberapa
informasi diperlukan, di antaranya informasi pengendalian yang dikaitkan dengan konsep anggaran berbasis kinerja.
Tabel II.1 Penggolongan Belanja Menurut PP No. 24 Tahun 2005
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 24 Tahun 2005
Permendagri No. 13 Tahun 2006 Belanja Operasi:
Belanja Tidak Langsung:
70 a. Belanja pegawai
b. Belanja barang c. Bunga
d. Subsidi e. Hibah
f. Bantuan sosial Belanja Modal:
a. Belanja tanah b. Belanja
peralatan dan
mesin c. Belanja
gedung dan
bangunan d. Belanja jalan, irigasi, dan
jaringan e. Belanja aset tetap lainnya
f. Belanja aset lainnya a. Belanja pegawai
b. Belanja bunga c. Belanja subsidi
d. Belanja hibah e. Belanja bantuan sosial
f. Belanja bagi hasil kepada ProvinsiKabupatenKota
dan Pemerintah Desa g. Belanja bantuan keuangan
kepada ProvinsiKabupatenKota
dan Pemerintah Desa h. Belanja tidak terduga
Belanja Langsung: a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa c. Belanja modal
Konsep anggaran berbasis kinerja menghendaki adanya keterkaitan antara outputhasil dari suatu programkegiatan dikaitkan
dengan input yang digunakan. Dalam bahasa keuangan, input tersebut tercermin dari belanja yang dikeluarkan untuk membiayai suatu
program ataupun kegiatan. Oleh karena itu untuk tujuan dimaksud dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat pengelompokan
Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
program dan kegiatan, sedangkan Belanja Tidak Langsung merupakan
71 belanja yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan
programkegiatan. Selanjutnya, untuk keperluan penyajian Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Permendagri No. 13 Tahun
2006 telah mengamanatkan bahwa penyajian laporan keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari tabel II.1. Kewenangan Satuan Kerja Satker dalam transaksi belanja meliputi Belanja Tidak Langsung,
yaitu belanja pegawai, dan Belanja Langsung, yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
Campo dan Tommasi 1991 dalam Buletin Teknis Bultek SAP No. 04 menyatakan bahwa pengklasifikasian belanja sangat penting
dalam rangka untuk untuk memberikan kerangka dasar baik untuk pengambilan keputusan maupun untuk akuntabilitas. Undang-Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, mengklasifikasikan belanja menurut organisasi, fungsi, dan ekonomi. Pengklasifikasian
belanja tersebut dimaksudkan untuk kepentingan penganggaran dan pelaporan. Untuk tujuan manajemen anggaran, klasifikasi menurut
jenis belanja sangat penting untuk digunakan dalam pengendalian anggaran budgetary control dan monitoring. PSAP No. 02 Paragraf
34 menetapkan bahwa belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi jenis belanja, organisasi, dan fungsi. Klasifikasi belanja
menurut ekonomi jenis belanja yang dikelompokkan lagi menjadi belanja operasi, belanja modal dan belanja lain-laintak terduga.
72 Belanja operasi adalah belanja yang dikeluarkan dari Kas Umum
NegaraDaerah dalam
rangka menyelenggarakan
operasional pemerintah, sedangkan belanja modal adalah belanja yang
dikeluarkan dalam rangka membeli danatau mengadakan barang modal. Belanja operasi selanjutnya diklasifikasikan lagi menjadi
belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-laintak terduga. Klasifikasi belanja menurut
fungsinya terbagi atas belanja pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan ketentraman, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup,
perumahan dan pemukiman, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Pengklasifikasian ini
mengikuti pola Government Financial Statistics GFS yang diterbitkan oleh International Monetary Fund IMF.
Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 27 terbagi atas:
1. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program, dan kegiatan, serta jenis belanja;
2. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah;
3. Klasifikasi menurut fungsi terdiri dari: a klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan untuk tujuan manajerial
pemerintahan daerah, dan b klasifikasi berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara.
Pengklasifikasi belanja sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
adalah sebagai berikut:
73 1. Klasifikasi belanja dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi danatau kabupatenkota yang terdiri dari belanja urusan wajib dan
belanja urusan pilihan. 2. Klasifikasi belanja menurut fungsi digunakan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Menurut klasifikasi ini, belanja terdiri atas: pelayanan umum, ketertiban
dan ketentraman, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan budaya, pendidikan
dan perlindungan sosial.
Terdapat perbedaan pengklasifikasian belanja antara PP No. 24 Tahun 2005 dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dimana dalam
Permendagri No. 13 Tahun 2006 tidak memasukkan fungsi pertahanan dan agama karena kedua fungsi tersebut adalah kewenangan
pemerintahan pusat dan tidak didesentralisasikan kepada pemerintah daerah.
Pengklasifikasian belanja berdasarkan kriteria apakah suatu belanja
mempunyai kaitanhubungan
langsung dengan
programkegiatan atau tidak, terbagi atas 1 belanja langsung seperti belanja honorarium, belanja barang dan belanja modal dan 2 belanja
tidak langsung seperti misalnya gaji dan tunjangan pegawai bulanan, belanja bunga, donasi, belanja bantuan keuangan, belanja hibah, dan
sebagainya. Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang
diarahkan untuk
mendukung penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Secara umum belanja
daerah dapat dikategorikan ke dalam belanja aparatur dan belanja
74 publik. Belanja publik merupakan belanja yang penggunaannya
diarahkan dan dinikmati langsung oleh masyarakat. Meskipun demikian, seiring perubahan peraturan perundang-undangan di bidang
administrasi pengelolaan keuangan daerah sejak pemberlakuan Kepmendagri No. 29 Tahun 2003 yang selanjutnya diganti dengan
Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan diubah dengan Permendagri 59 Tahun 2007 kategorisasi belanja daerah selalu mengalami perubahan
nama. Kebijakan pengelolaan belanja daerah diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, dengan
mengupayakan peningkatan porsi belanja pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja aparatur.
C. Aset