Dinamika Kehidupan Rentenir Perempuan

18

2.3. Dinamika Kehidupan Rentenir Perempuan

Jenis kelamin tidak mempengaruhi profesi rentenir, baik laki-laki maupun perempuan dapat terjun dalam profesi ini. Perempuan lebih banyak rentenir jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai sosial yang berkaitan dengan pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Bahwa pada umumnya banyak perempuan yang bekerja untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Di samping itu, perempuan juga memiliki tugas untuk memutuskan penggunaan uang dalam keluarga. Laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama, yang harus bertanggung jawab memberikan penghasilannya kepada para istri, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya secara psikologis, perempuan lebih mampu dan berpengalaman dalam penggunaan uang. Pengetahuan dan pengalaman dalam mengatur keuangan tersebut juga diaplikasikan dalam bidang perdagangan dan hutang-piutang uang. 51 Perempuan yang bekerja di luar rumah berusaha menyeimbangkan karier dan tuntutan rumah tangga. Perempuan karier berusaha berbagi tanggung jawab dalam menjalankan peran ganda. Perempuan yang menjalankan fungsi ganda tidak tertutup kemungkinan untuk mencapai kesuksesan. 52 Meskipun dalam mencapai kesuksesan itu banyak masalah yang dihadapi perempuan yang menikah, seperti yang dipaparkan oleh Dana Heller Levitt, bahwa seorang perempuan yang menikah, bekerja dan memiliki anak cenderung mengalami stres. 51 Yoserizal, Yessi, Ibid, 7. 52 Kahn, Sharon E. 1988, “Feminism and Career Counseling with Women”, Journal of Career Development, Vol.14 4, Summer 1988, University of British Columbia, Human Sciences Press, 1988, 245-246. 19 Keseimbangan antara karier dan keluarga adalah salah satu tantangan yang paling berat. 53 Sebagaimana kaum perempuan yang memegang banyak peran dan dituntut banyak, pasti juga menghadapi tekanan jiwa dan ketegangan. Kadangkadang tekanan itu dapat menambah kegembiraan dan minat pada kehidupan kita, tetapi kerap kali juga merupakan masalah. Nampaknya begitu banyak yang harus dikerjakan sehingga banyak perempuan menghadapi pertentangan, bahkan keresahan. Tekanan jiwa dapat menyebabkan sakit kepala, sakit punggung dan penyakit fisik lainnya. Satu kenyataan penting tentang tekanan jiwa ialah bahwa tekanan itu beragam kadar beratnya, sejalan dengan umur seseorang. Kalangan perempuan muda, tidak menikah atau tidak punya anak dan pada awal jenjang pekerjaan mereka, cenderung merasa tidak begitu tertekan daripada golongan perempuan yang tengah membesarkan anak. 54 Hal ini konsekuensi dari perempuan karier. 55 Di satu sisi perempuan harus setia mengurus keluarga, anak-anak, dan di sisi lain berusaha untuk lebih menonjol dalam hal karier. 56 Satu masalah dalam hal ini yaitu kurangnya dukungan lingkungan sekitar terhadap perempuan yang 53 Levitt, Dana Heller 2010, “Women and Leadership A Developmental Paradox”, ADULTSPAN Journal Full 2010 Vol.9 No.2, Montclair State University, 2010, 68. 54 Wolfman, Brunetta R. 1988, “Peran Kaum Wanita: Bagaimana Menjadi Cakap dan Seimbang dalam Aneka Peran ROLES: How to Balance Many Different Relationship. Be Versatile And Play Varied R oles Successfully”, Yogyakarta: Kanisius, 1993, 75-78. 55 Roberts, Helen 1981, “Doing Feminist Research”, British Library Cataloguing in Publication Data New York: Rouledge 11New Fetter, ISBN 0-415-02547-8, 1986, 13. 56 Benishek, Lois A.; Kathleen, J. Bieschke; Park, Jeeseon; and Slattery, Suzanne M. 2004, “A Multicultural Feminist Model of Mentoring”, Journal of Multicultural Counseling and Development, Extra 2004 Vol.32 l, Tieatment Research Institute; Philadelphia: 600 Public Ledger Building; 750 5‘. Independence Mall West; Philadelphia, PA 79 706-3475, 2004, 431. 20 bekerja. 57 Menurut saldo, perempuan itu punya batas kekuasaan karena dibatasi keluarga dan norma budaya. 58 Perempuan harus berjuang menunjukkan kemampuannya atau keahliannya dalam melakukan pekerjaan yang digeluti dan tidak hanya mampu melakukan pekerjaan domestik. 59 Perempuan yang ingin berkarier masih menghadapi berbagai kendala, antara lain: faktor eksternal dan faktor internal: 60 Faktor Eksternal: a. Peranan alamiah perempuan sebagai ibu rumah tangga dalam sudut pandang budaya yang sempit menyebabkan prospek pengembangan karier perempuan belum memperoleh dukungan masyarakat secara luas. b. Pengembangan karier perempuan dalam lembaga-lembaga pemerintahan belum optimal, karena pegawai perempuan yang telah menikah selalu memiliki status ikut suami, sehingga mobilitas kerjanya relatif terbatas. Faktor Internal: a. Rasa bersalah karena adanya perasaan telah menelantarkan keluarga, terutama bila anak-anak masih kecil. b. Sikap mendua antara membina peran di luar rumah dengan keinginan sebagai ibu rumah tangga. 57 McBrid, Martha C. 1990, “Autonomy and the Struggle for Female Identity - Implications for Counseling Women”, Journal of Counseling Development, SeptemberOctober 1990 Vol.69, Department of Counseling and Educational Pshychology, University of Nevada-Las Vegas, 4505 Maryland Parkway, Las Vegas, Nevada 89154, 1990, 72. 58 March, Kathryn S; and Taqqu, Rachelle L. 1986, “Women’s Informal Associations in Developing Countries: Catalyst or Change?”, Woman in Cross-Cultural Perspective, Colorado: Westview Press, Inc. USA, ISBN 0-86531-856-5, 1986, 12. 59 Kahn, Sharon E., Ibid, 245-246. 60 Mudzhar, H.M. Anto; Alvi, Sadja S. Sadli, Saparinah Editor 2001, “Wanita dalam Masyarakat Indon esia”, Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, April 2001, 300-301. 21 c. Sikap konvensional dari suami yang beranggapan bahwa tugas perempuan adalah di rumah tangga sebagai istri dan ibu. Dari pendapat para ahli di atas, penulis melihat bahwa masalah dan tantangan yang dihadapi perempuan yang bekerja di luar rumah adalah sangat kompleks, terutama berhubungan dengan kemampuan untuk membagi waktu antara pekerjaan domestik dan tuntutan karier. Masalah perempuan yang bekerja ini juga dialami perempuan rentenir. Namun perempuan rentenir lebih mempunyai masalah yang berat mengingat stigma masyarakat yang melekat pada perempuan rentenir, stigma-stigma tersebut di antaranya adalah berhubungan dengan citra negatif yang melekat pada rentenir dianggap tidak bermoral, karena mengambil suku bunga yang tinggi, seorang rentenir juga dianggap membua t „perangkap situasi‟, bahwa pihak rentenir ini tidak memberikan informasi pada nasabahnya tentang jumlah utang yang harus dibayarkan sehingga hal ini memperburuk keadaan nasabah. 61 Perempuan rentenir ini menjalankan bisnis perkreditan dari sumber kekayaan yang dimiliki serta ditopang pula dengan keberanian watak yang tegas dan keras, sehingga tidak sedikit rentenir berhasil menjalankan atau mengembangkan profesinya. 62 Menurut penulis, masalah yang dihadapi perempuan rentenir ini adalah citra negatif terhadap perempuan yang keras dan dianggap tidak bermoral hanyalah sebagai tuntutan dari pekerjaan yang dia jalani, bahwa perempuan rentenir tidak nyaman dengan pekerjaannya, tetapi karena tuntutan kebutuhan hidup, mereka terpaksa menjalaninya. 61 Siyongwana, Pakama Q. 2004, “Informal Moneylenders in the Limpopo, Gauteng and Eastern Cape, Provinces of South Africa”, Development Southern Africa, Cartax Publishing, Vol.21 No.5, December 2004, 15. 62 Hamka, Aldrin Ali Danarti,Tyas, Ibid, 17. 22 Dari masalah yang dihadapi perempuan bekerja maka perlu diadakan pendekatan konseling feminis untuk lebih membebaskan pria dan perempuan dalam mengekspresikan diri mereka sendiri sesuai kualitasnya, kesetaraan dalam hak suara dan gaji di tempat kerja. Dari perspektif konseling feminis bertujuan untuk kesetaraan yang harus ditunjukkan laki-laki dan perempuan dengan memiliki relasional satu dengan yang lain seperti teori feminis dimana mendorong laki-laki dan perempuan mengeksplorasi potensi mereka dan siap untuk menyongsong perubahan. Adapun tujuan konseling feminis adalah mengatasi ketidakseimbangan kekuatan, konselor membentuk kolaborasi kemitraan dengan konseli untuk mengatasi dan membahas yang dihadapi serta membantu mengidentifikasi kekuatan sumber daya konseli serta membangun cara berpikir dengan paradigma baru, jauh dari ketidakadilan dan penindasan. 63

2.4. Dampak Pekerjaan Rentenir Terhadap Kehidupan Pribadi dan Orang Lain

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Single Parent terhadap Anak dari Perspektif Konseling Feminis di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania T2 752014006 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Single Parent terhadap Anak dari Perspektif Konseling Feminis di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania T2 752014006 BAB II

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB IV

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB V

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis

0 0 14