24
mengabaikan tanggung jawab dan kebutuhan-kebutuhan mendatang; ketiga, secara umum masyarakat kurang berpengetahuan tentang soal-soal keuangan. Bunga dari
pihak yang menyediakan kredit itu mencakup bunga yang tinggi dan jaminan yang agak riskan. Salah satu perdebatan penting tentang rentenir di pedesaan adalah
mereka memiliki kekuatan monopoli.
66
Hubungan antara rentenir dengan peminjam, biasanya cukup dekat karena proses pembayaran cicilan pinjaman dipungut sendiri oleh rentenir atau
orang suruhannya dan dilakukan setiap hari.
68
Bentuk hubungan sosial rentenir ini terhadap nasabahnya, antara lain, hubungan kepercayaan, hubungan saling ketergantungan, hubungan eksploitasi
dan pertentangan.
a. Hubungan Kepercayaan
Kepercayaan merupakan dasar terbentuknya suatu hubungan antara rentenir dengan nasabahnya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa saling percaya
antara rentenir dengan nasabahnya akan menjadi basis dari transaksi kredit. Para rentenir akan memperlakukan masing-masing nasabah dengan cara yang berbeda,
tergantung pada derajat kepercayaan yang mereka kembangkan kepada si nasabah, begitu pula sebaliknya. Jaringan sosial dan trust kepercayaan menjadi
mekanisme yang sangat penting. Hal ini berguna untuk sistem rekrutmen dan seleksi terhadap peminjam dan terutama kontrol kepatuhan terhadap komitmen
untuk membayar kembali pinjaman. Hal ini terutama diperlukan karena dalam
66
Donald, Gordon 1976, “Credit for Small Farmers in the Developing Countries”, Colorado:
Westview Press Bouldor, 1976, 87-94.
68
Kartono, Drajat Tri, Ibid, 1.
25
pekerjaan rentenir ini tidak dikenal adanya agunan atau surat pinjaman sebagai penguat komitmen.
67
b. Hubungan Saling Ketergantungan
Ada semacam hubungan timbal balik antara rentenir dengan nasabahnya, bahwa para nasabah memberi penghasilan berupa profit dari bunga
pinjaman kepada rentenir, dan satu pihak rentenir memberi bantuan kepada para nasabah dalam memenuhi kebutuhannya akan uang. Di dalam hubungan
ketergantungan ini rentenir juga menjalin „hubungan persahabatan‟ dengan nasabah agar pengembalian uangnya lebih baik atau lancar.
68
c. Hubungan Eksploitasi
Gambaran tentang semakin permisifnya masyarakat terhadap praktik- praktik para rentenir seyogianya tidak disalah tafsirkan sebagai hilangnya konotasi
negatif rentenir. Sebahagian penduduk yang tidak terlibat secara langsung dalam aktivitas kredit rentenir, baik sebagai nasabah atau pemberi kredit masih
memelihara stereotip bahwa rentenir adalah “lintah darat”. Mereka hidup di atas rantai kemiskinan orang dengan mengekstraksi bunga, karena aktivitas rentenir
memiliki etos “memperoleh uang sebanyak mungkin” dicurigai sebagai penyebab terjerumusnya para nasabah dalam “perangkap hutang” yang akan membawa pada
“perbudakan bunga”. Situasi ini dianggap tercipta oleh perilaku rentenir, yang dilakukan dengan cara memelihara ketergantungan nasabah terhadapnya, sehingga
67
Kartono, Drajat Tri, Ibid, 7-8.
68
Leyshon, Andrew; Signoretta, Paola; Knights, David; Alferoff, Catrina; and Burton, Dawn, Ibid, 1.
26
mereka dapat membawa nasabah pada perangkap hutang. Cara untuk menjamin ketergantungan ini yaitu melalui strategi dimana bunga diwajibkan dibayar dalam
setiap cicilan, baik kredit dibayar belakangan, jadi hubungan di antara keduanya bersifat eksploitatif.
Pada tahun 1970 Bhaduri mengemukakan bahwa hubungan antara rentenir dan nasabah bersifat eksploitatif karena kreditur mengontrol pasar lain
dimana peminjam juga tergantung kepada rentenir. Komponen suku bunga menunjukkan bukti monopoli keuntungan atau eksploitatif.
69
Suku bunga ditetapkan secara bervariasi sesuai tempat.
72
Ada 3 tipe eksploitasi: Tipe pertama: A negara maju mengambil bahan mentah begitu saja dari B negara dunia ketiga tanpa memberi keuntungan
sedikit pun. Tipe kedua: A mulai memberikan sesuatu keuntungan pada B, namun tetap dalam hubungan yang kurang seimbang. Tipe ketiga: dalam tahap ini, bisa
juga sudah tercipta keseimbangan dalam efek interpelaku antar A dan B, yaitu pertukaran nilai yang seimbang antara pelaku-pelaku itu. Namun belum ada efek
interpelaku yaitu efek di dalam pelaku B, sebabnya adalah kesenjangan dalam tingkat „pengolahan‟ antara produksi bahan mentah di B dan produksi
barangbarang jadi di A. Kesenjangan dalam pengolahan ini mengakibatkan efek interpelaku A jauh lebih besar dari efek interpelaku B.
70
69
Patole, Meenal; and Ruthven, Orlanda 2001, “Metro Moneylenders, Microcredit Providers for
Delhi’s Poor”, For Small Enterprise Development Journal IT Publications, Institute for Development Policy and Management Working Paper 28, Draft 3rd Agust 2001,1.
72
Schrader, Heiko 1994, Ibid
,
2.
70
Windhu, I. Marsana, Ibid, 43.
27
d. Kekerasan