27
d. Kekerasan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ”kekerasan” diartikan sebagai sifat hal dan sebagainya keras: kegiatan, kekuatan, paksaan.
71
Sementara itu dalam Kamus Sosiologi, ”kekerasan” lebih dipahami sebagai penggunaan
kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda.
72
Namun C.A.J. Coady mengingatkan bahwa definisi dan konsep kekerasan tidak dapat dibatasi hanya
pada fisik, sebab kekerasan itu juga mencakup kekerasan psikologis. Kekerasan psikologis itu terjadi ketika seseorang mengganggu perasaan orang lain dengan
kata-kata atau pun perbuatan. Menurutnya, definisi kekerasan memberikan sebuah ilustrasi luas yang saling mempengaruhi antara konsep dan komitmen. Sedikitnya
ada 3 tipe definisi kekerasan yang dapat ditemui dalam berbagai diskusi tentang kekerasan.
73
Ketiga tipe tersebut dikategorikan ke dalam istilah: luas wide, terbatas restricted, dan sah legitimated. Lebih jauh Coady menjelaskan ketiga
tipe tersebut sebagai berikut:
77
1. Wide Defenition Wide Defenition menunjuk pada apa yang disebut kekerasan struktural.
Definisi ini cenderung digunakan untuk kepentingan politis kelompok kiri yang memperluas kajian istilah kekerasan dalam hubungannya dengan
71
Poerwadarminta, W.J.S. 1996, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka,
1996, 488.
72
Soekamto, Soejono 1983, “Kamus Sosiologi”, Jakarta: Rajawali Pers, 1983, 538.
73
Coady, C.A.J 1999, “The Idea of Violence, dalam Manfred B. Steger Nancy S. Lind, Eds,
Violence and It’s Alternatives”, New York: St. Martin’s Press, 1999, 35-37.
77
Ibid, 24.
28
ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat. Misalnya masyarakat tidak memperoleh kebutuhan ekonomi secara memadai akibat
pengabaian tanggung jawab pemerintah. 2. Restricted Defenition
Dalam Restricted Defenition dimengerti bahwa setiap tindakan negatif adalah kekerasan. Tindakan negatif tersebut terlihat lewat adanya paksaan yang
berakibat pada luka fisik. Dalam definisi tersebut tidak dipersoalkan bagaimana kekerasan itu dilakukan, tetapi penekanannya pada kerusakan fisik
yang ditimbulkan. 3. Legitimated Definition
Definisi ini terlihat dalam aras pikir konservatif atau pemikiran politis liberal sayap kanan yang menekankan bahwa sebuah tindakan dapat disebut sebagai
kekerasan, tergantung kepada siapa yang melakukannya. Jika demi kepentingan negara, misalnya tindakan aparat negara untuk menjaga
ketertiban tidak dikategorikan sebagai kekerasan.
Dom Helder Camara dalam teorinya tentang spiral kekerasan mengemukakan 3 bentuk kekerasan:
74
1. Kekerasan Personal Kekerasan Personal terlihat dalam berbagai bentuk ketidakadilan yang dapat
dialami oleh perorangan, kelompok maupun negara akibat adanya kelompok elite nasional yang mempertahankan kepentingan mereka sehingga terpelihara
74
Camara, Don Helder 2000, “Spiral Kekerasan”, Yogyakarta: Insist Pustaka Pelajar, 2000,
XXV.
29
sebuah struktur yang mendorong terbentuknya kondisi ”sub human”, yaitu
kondisi hidup di bawah standar layak untuk sebagai manusia normal. 2. Kekerasan Institusional
Kekerasan yang muncul akibat pemberontakan sipil. Kondisi ”sub human” manusia menderita tekanan alienasi, dehumanisasi, martabat, kemudian
mendorong mereka untuk melakukan pemberontakan. 3. Kekerasan Struktural
Kekerasan terlihat dalam represi negara terhadap masyarakat sipil. Negara menggunakan kekuatan dan cara-cara kekerasan untuk menekan masyarakat.
Kekerasan paling mendasar adalah bahwa orang sudah tidak dihargai martabatnya dan tidak diperbolehkan berbicara, bahkan sebelum bicara pun sudah
disalahkan. Kekerasan juga bersifat hierarkis dan ‟menular‟: negara adidaya menekan negara miskin, pemerintah menekan rakyat, atasan menekan bawahan,
suami menekan bahkan berbuat kasar kepada istri, istri memarahi anak, anak menyiksa binatang piaraan. Kekerasan memiliki dua wajah: kekerasan fisik dan
kekerasan berselubung ideologi. Kekerasan fisik adalah yang paling nyata dan kasat mata, bisa antar manusia, antar komunitas, negara, alam, lingkungan;
sedangkan kekerasan ideologi bersifat tak tampak dan halus karena diselubungi ideologi yang membuat kekerasan itu seolah-
olah „wajar‟.
75
Menurut Galtung, kekerasan ada dua: kekerasan personal dan
75
Lan, May 2002, “Pers, Negara, Perempuan: Refleksi atas Praktik Jurnalisme Gender pada
Masa Orde Baru”, Yogyakarta: Kalika, ISBN: 979-9420-10-5, Mei 2002, 94.
30
struktural. Sifat kekerasan personal adalah dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan perubahan.
Sedangkan kekerasan struktural sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu dan tidak tampak. Lebih lanjut Galtung menjelaskan bahwa di dalam suatu
masyarakat statis, kekerasan personal akan diperhatikan, sementara kekerasan struktural dianggap wajar saja. Namun dalam suatu masyarakat yang dinamis
kekerasan personal bisa dilihat sebagai hal yang berbahaya dan salah, sementara kekerasan struktural semakin nyata menampilkan diri.
76
Menurut Sasant, kekerasan berbasis gender adalah penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang berakar ketidaksetaraan gender dan
nilainilai patriakal. Hal ini lebih banyak dialami oleh perempuan daripada laki- laki dan mencakup berbagai pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pelecehan
seksual, perdagangan perempuan, dan perdagangan anak perempuan serta perkawinan paksa.
81
Dari pengertian kekerasan di atas, penulis melihat bahwa kekerasan itu ada kekerasan fisik dan ada kekerasan verbal kata-kata dan bentuk kekerasan ini
juga terjadi dalam praktik rentenir, hubungan antara rentenir dan nasabah. Konflik tidak selalu dicerminkan sebagai tindakan kekerasan atau adu
fisik. Tetapi lebih dari itu, bisa menyangkut masalah hati, kewajiban serta tuntutan di antara kedua belah pihak, yang terkadang tidak sejalan dan berbeda
kepentingan. Begitu pula dalam hubungan antara rentenir dengan nasabahnya, menurut pengakuan kelima rentenir pertentangan kecil kerap terjadi bilamana
76
Windhu, I. Marsana 1992, “Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung”, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, ISBN: 979-413-742-1, 1992, 73.
81
Surabhi, Ibid, 1.
31
nasabah bersembunyi, mengelak atau sengaja menundatidak membayar cicilan atau bunga kredit, terjadi kesalahpahaman mengenai perhitungan hari pembayaran
kredit. Demikian pula halnya dengan nasabah mereka menyatakan tidak pernah terjadi pertikaian yang menjurus pada tindakan fisik atau kekerasan.
77
e. Hubungan Sosial-Budaya