Uji Normalitas Uji Asumsi

t hitung = bi sebi bi = koefisien arah regresi se = simpangan baku d. Menentukan daerah penerimaan dan penolakan Ho dalam bentuk grafik e. Membandingkan t hitung dengan t tabel 1. Jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel , maka Ho diterima artinya diduga variabel bebas mempunyai pengaruh yang tidak signifikan atau berpengaruh negatif terhadap variabel terikat. 2. Jika t hitung t tabel atau t hitung t tabel maka Ho ditolak artinya diduga variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan atau berpengaruh positif terhadap variabel terikat. f. Mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria pengujian diatas.

3.4.3 Uji Normalitas

Dalam pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorof- Smirnov dengan mengunakan program SPSS, dimana apabila nilai signifikansi probabilitas yang diperoleh lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditetapkan dalam penelitian 5 maka data tersebut terdistribusi normal.santoso :97 Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah :  Jika nilai signifikansi nilai probabilitasnya lebih kecil dari 5 maka distribusi adalah tidak normal.  Jika nilai signifikansi nilai probabilitasnya lebih besar dari 5 maka distribusi adalah tidak normal

3.4.4 Uji Asumsi

Klasik Persamaan regresi tersebut diatas harus bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator, artinya pengambilan keputusan melalui uji t dan uji F tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar. Tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar dalam regresi linier berganda yaitu : tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi multikolinieritas, tidak terjadi heteroskedastisitas. a. Autokorelasi Dapat didefinisikan sebagai korelasi antar data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu data time series atau antara space untuk data cross section. Keberadaan autokorelasi dapat di tes dengan menghitung nilai Durbin Watson d tes dengan rumus sebagai berikut Gujarati, 1995 : 215 : d = keterangan : d = nilai Durbin Watson el =residual pada waktu ke t-1satu periode sebelumnya N = banyaknya data b. Multikolinieritas Persamaan regresi linier berganda diatas diasumsikan tidak terjadi pengaruh antar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh linier antar variabel bebas, maka asumsi tersebt tidak berlaku lagi terjadi bias. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat diartikan dengan menghitung VIF Varience Inflation Factor dengan menggunakan rumus sebagai berikut Gujarati, 1995 : 171 : VIF = var β ∑xσ2 VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan regresi linier. c. Heteroskedastisitas Homoskedastisitas varian sama merupakan fenomena dimana pada nilai variabel independen tertentu masing-masing kesalahan ei mempunyai nilai varian yang sama besar sebesar σ², jika model yang diperoleh ternyata tidak memenuhi asumsi atau fenomena tersebut maka dalam model tersebut terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas ini mengakibatkan nilai-nilai estimator koefisien regresi dari model tersebut tidak efisien meskipun estimator tersebut tidak bias dan konsisten. Pengujian terhadap adanya fenomena heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan spearman’s Rank Corelation test. Pengujian adanya fenomena heteroskedastisitas ini akan didasarkan pada hipotesis berikut ini Gujarati, 1995 : 188 : r s = 1-6 1 2 2   N N d i keterangan : di = perbedaaan dalam rank antara residual dengan variabel bebas ke i N = banyaknya data r s = koefisien korelasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Pasar Modal di Indonesia Catatan sejarah pasar modal di Indonesia mengungkapkan bahwa di kota Jakarta pernah di bentuk suatu Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek yaitu pada tanggal 11 Januari 1925 atau tiga belas tahun setelah dibentuknya perserikatan yang sama di kota Jakarta 1912. Kemudian pada tahun 1927 dibentuk bursa-bursa efek di tiga kota Besar di Indonesia yaitu di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pembentukan ketiga bursa tersebut diatas dilatar belakangi oleh adanya gejala semakin banyaknya jenis efek yang diperdagangkan di masyarakat, Besarnya volume dan nilai perdagangan, serta tingginya biaya transaksi karena efek yang diperdagangan pada waktu itu tercatat di Bursa Amsterdam. Pada masa revolusi kemerdekaan kegiatan perdagangan efek di bursa- bursa efek tersebut praktis terhenti karena praktis karena situasi politik saat itu. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada tahun 1951 pemerintah memberlakukan Undang-undang Darurat No. 13 tahun 1951 yang kemudian disahkan sebagai undang-undang yaitu No. 15 tahun 1952 tentang bursa efek. Berdasarkan undang-undang tersebut Bursa Efek Indonesia dibuka kembali di Jakarta. Karena situasi politik dan 62