8
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Priyono. A. 2000 dalam penelitian Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu parameter utama untuk mendukung usaha peningkatan fungsi lahan adalah informasi perubahan
penggunaan lahan dan kondisinya existing landuse. Lahan sawah telah dikonversi ke penggunaan nonpertanian seperti perkotaan dan kawasan
industri. Selain itu, dalam kurun waktu 1969-2000 minimal 2 atau lebih wilayah hutan juga telah mengalami alih fungsi menjadi tegalan dan
sebagian kecil perkebunan. Untuk menekan laju konversi lahan perlu dipertimbangkan beberapa parameter seperti: kondisiekosistem lahan,
ketersediaan jaringan irigasi permanen, aspek sosial ekonomi petani, hukum, dan kemungkinan perluasanpencetakan sawah di luar Jawa.
Selain itu harus disinkronkan dengan skenario perencanaan pertanian jangka panjang di Pulau Jawa. Pendekatan secara holistic dan terintegrasi
dalam usaha menekan dan mengamankan alih fungsi lahan sawah produktif di Jawa perlu dilakukan.
Kurnia. U. 2006 dengan judul penelitian Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Debit dan Banjir di Bagian Hilir DAS Kaligarang.
Penelitian tentang perubahan penggunaan lahan, khususnya lahan sawah
BAB II
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
yang berada di sekitar perkotaan untuk penggunaan lain seperti perumahan dan industri yang mengancam hilangnya produktivitas tanah
dan kelestarian lingkungan. Lahan sawah diyakini dapat mencegah atau mempertahankan lingkungan dari kerusakan karena mampu menahan air,
berfungsi sebagai dam dan mengurangi erosi. Penelitian dilakukan di bagian hilir DAS Kaligarang, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah. banjir di bagian hilir DAS Kaligarang, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan
penggunaan lahan sawah menjadi lahan pemukiman, perumahan dan industri meningkatkan debit, sedimentasi dan banjir. Banjir semakin sering
terjadi dan debit sungai meningkat dengan meningkatnya luas sawah yang berubah menjadi areal industri dan pemukiman.
Iqbal 2007 dalam penelitiannya tentang Fenomena dan Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Konversi Lahan
Sawah Di Provinsi Bali Dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu fenomena yang cukup marak
terjadi dalam pemanfaatan lahan adalah konversi lahan. Fenomena ini muncul seiring makin tinggi dan bertambahnya tekanan kebutuhan dan
permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor nonpertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan.
Penelitian ini memaparkan fenomena dan strategi kebijakan pemerintah daerah dalam pengendalian konversi lahan pertanian dengan fokus lahan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
sawah di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat. Meskipun pemerintah daerah telah membuat RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah tentang
aturan pemanfaatan ruang wilayah, termasuk di dalamnya antisipasi terhadap konversi lahan sawah, namun implementasinya boleh dikatakan
masih lemah. Oleh karena itu, pendataan lahan yang terkoordinir dan terpadu diiringi dengan kebijakan pengendalian konversi lahan yang
holistik dan komprehensif perlu segera diwujudkan.
Iqbal dan Sumaryanto 2007 dengan judul penelitian Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah Bertumpu Pada Partisipasi
Masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Alih Fungsi Lahan Sawah yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan
pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Di sisi lainnya, efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih
fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diwujudkan suatu strategi pengendalian alternatif
yang bertumpu pada partisipasi masyarakat.
Widjanarko 2007 dalam Aspek Pertanahan dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan, menujukkan bahwa arah kebijakan nasional dalam hal
pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sering bertabrakan dengan kebijakan pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan
lokal. Walaupun penerapan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
masih dipandang cukup efektif dalam membatasi penggunaan lahan sawah bagi kegiatan nonpertanian seperti mekanisme perijinan lokasi
dan penerapan Rencana Tata Ruang WilayahRTRW, namun ternyata masih banyak prilaku “spekulan tanah” yang tidak terjangkau oleh
penerapan kebijakan tersebut. Banyak dijumpai kasus-kasus dimana para pemilik lahan pertanian secara sengaja mengubah fungsi lahan agar lebih
mudah untuk diperjualbelikan tanpa melalui mekanisme perijinan atau pelanggaran RTRW yang ada. Misalnya kasus yang terjadi di Kabupaten
Bekasi dimana Bupati telah menetapkan ijin lokasi bagi pengalihan fungsi lahan persawahan teknis seluas 11 ha di desa Karang Sambung, Kedung
Waringin menjadi pabrik penggilingan padi modern. Alih fungsi lahan sawah irigasi teknis ini sempat ditentang oleh Komisi B Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi. Selain tidak dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kebijakan alih fungsi ini bertentangan
dengan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Larangan Alih Fungsi Lahan Sawah menjadi Industri atau Perumahan. Hal ini juga
bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri NegaraBappenas Nomor 5417MK101994.
Pranadji 2005 dalam penelitian yang berjudul Pemberdayaan Kelembagaan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan Dan Air Mencari
Strategi dan Kebijakan yang Sesuai untuk Pemantapan Ketahanan Pangan 2006-2009. Hasil penelitian antara lain: a pemantapan
ketahanan pangan sangat tergantung pada perbaikan pengelolaan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
sumberdaya lahan dan air. Melalui pemberdayaan kelembagaan masyarakat madani pada berbagai tingkat sosial, masalah pengelolaan
sumberdaya lahan dan air untuk pemantapan ketahanan pangan masih terbuka untuk diatasi dengan baik, b dalam rangka meningkatkan
pengelolaan sumberdaya lahan kering paling tidak tersedia lima pilihan strategi pemberdayaan kelembagaan yang bisa dilakukan. Strategi yang
dimaksud adalah: strategi caritas, strategi produksi, strategi ekonomi, strategi perbaikan ekosistem, dan strategi sosio-budaya, c lemahnya
pengelolaan sumberdaya lahan dan air menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis multi dimensi seperti yang kita alami hingga kini, d
perspektif jangka panjang perbaikan pengelolaan sumberdaya lahan dan air harus dilandaskan pada reformasi agraria. Tujuan akhir perbaikan
pengelolaan sumberdaya lahan kering dan air adalah memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat banyak di pedesaan khususnya, dan keseluruhan
masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya. Pemantapan ketahanan pangan merupakan hal esensial, sebelum tujuan kesejahteraan
masyarakat lain dipenuhi. Oleh sebab itu, strategi pemberdayaan dalam perbaikan pengelolaan sumberdaya lahan dan air untuk pemantapan
ketahanan pangan baru bisa ditentukan pada arah yang tepat jika lebih dahulu dilakukan perbaikan struktur keagrariaan yang bersifat
menyeluruh. Swastika 2007 pada Penelitian Analisis Kebijakan Peningkatan
Produksi Padi Melalui Efisiensi Pemanfaatan Lahan Sawah Di Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen dari penduduk Indonesia. Sejak awal kemerdekaan
Indonesia telah berusaha keras untuk meningkatkan produksi padi. Namun demikian, selama lebih dari tiga dekade Indonesia belum mampu
memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, sehingga masih tergantung pada impor. Kondisi ini diperburuk oleh adanya konversi lahan subur di
Jawa, sehingga pertumbuhan produksi padi berjalan stagnan. Untuk periode selanjutnya, harus ada terobosan dalam meningkatkan produksi
padi, meskipun konversi lahan terus berlangsung. Studi ini mencoba mengkaji kinerja pemanfaatan lahan sawah, kontribusi dan prospeknya
dalam peningkatan produksi padi nasional. Hasil studi menunjukkan bahwa lahan sawah merupakan sumber utama produksi padi. Pada tahun
2005, luas sawah irigasi dan tadah hujan yang ditanami padi adalah 6,84 juta ha, dengan rataan indeks pertanaman 1,61. Angka ini menunjukkan
masih adanya potensi untuk meningkatkan produksi padi melalui peningkatan indeks pertanaman. Hasil analisis SWOT menunjukkan
bahwa peningkatan indeks pertanaman merupakan kebijakan strategis sebagai kompensasi dari konversi lahan. Potensi lainnya ialah
peningkatan mutu intensifikasi melalui penggunaan varietas unggul disertai dengan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu PTT.
Penerapan kebijakan ini harus didukung oleh pembangunan dan renovasi infrastruktur disertai penyediaan sumber modal agar memungkinkan
petani mengadopsi teknologi maju.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
Pranadji 2006 dalam penelitian yang berjudul Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Dalam Pengelolaan
Agroekosistem Lahan Kering ALK .
Hasil penelitian penelitian antara lain : pertama, pada desa yang kerusakan ALK parah, sebagian besar
penduduknya mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kedua, dalam memperbaiki pengelolaan ALK, kedua proyek belum
memperhatikan tentang pentingnya penguatan modal sosial setempat. Setelah proyek berakhir, hampir semua kegiatan perbaikan pengelolaan
ALK ikut berakhir. Desa yang memiliki modal sosial relatif baik cenderung memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi kerusakan ALK. Ketiga,
ketimpangan kekuatan modal sosial antardukuh bisa dijadikan petunjuk kemungkinan terjadinya gejala ketidakberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan ALK, dan sekaligus menjadi petunjuk tentang lemahnya kelembagaan masyarakat madani dan penyelenggaraan pemerintahan
pedesaan setempat. Keempat, kerusakan tata nilai masyarakat pedesaan merupakan faktor penting penyebab terjadinya ketidak-berdayaan
masyarakat dan kemerosotan pengelolaan ALK setempat. Upaya perbaikan pengelolaan ALK tidak saja perlu disejajarkan dengan
pemberdayaan masyarakat, namun juga perlu diintegrasikan dengan transformasi sosio-budaya dan perekonomian pedesaan. Model
pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam pengelolaan ALK yang dinilai efektif adalah yang dilandaskan pada penguatan modal sosial setempat.
Penguatan tata nilai kemajuan merupakan inti dari penguatan modal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
sosial, dan akan efektif jika dimulai dari penguatan kepemimpinan masyarakat setempat, manajemen sosial, dan keorganisaian masyarakat
tingkat dukuh. Maulana 2004 pada penelitian Peranan Luas Lahan, Intensitas
Pertanaman dan Produktivitas Sebagai Sumber Pertumbuhan Padi Sawah Di Indonesia 1980–2001. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagai
sumber pertumbuhan pada tingkat nasional, indeks pertanaman memiliki peranan penting dengan peningkatan laju pertumbuhan dari 0,05 persen
per tahun selama 1990-1994 menjadi 3,17 persen selama 1995-1998. Sementara itu luas lahan dan produktivitas mengalami laju pertumbuhan
yang cenderung menurun, bahkan pada periode 1995-2001 telah mengalami pertumbuhan negatif. Indeks TFP menunjukkan bahwa
fluktuasi penggunaan total faktor produksi tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan produksi. Hal ini mengindikasikan terjadinya
levelling off produktivitas. Oleh karena itu diperlukan strategi kebijakan peningkatan produksi melalui pengembangan riset teknologi pertanian,
pengendalian konversi lahan ke nonpertanian dan pengembangan infrastruktur.
Untuk menetapkan posisi penulisan pada hasil-hasil penelitian terdahulu, maka secara ringkas dipetakan tentang nama penulis dan fokus
penelitian sebelumnya. Adapun hasil pemetaan oleh peneliti-peneliti terdahulu dapat dipetakan sebagaimana dalam Tabel 1.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
Tabel 1. Fokus Penelitian Yang Telah Dilakukan Oleh Peneliti Terdahulu
NO NAMA
PENELITI TAHUN
FOKUS PENELITIAN HUBUNGAN DENGAN
PENELITIAN YANG AKAN DILAKUKAN
1 Adi Priyono,
Wahyunto, Sunaryo, dan
Zainal Abidin 2000
Untuk menekan laju konversi lahan perlu
dipertimbangkan beberapa parameter
seperti: kondisiekosistem
lahan, ketersediaan jaringan irigasi
permanen, aspek sosial ekonomi petani, hukum,
dan kemungkinan perluasanpencetakan
sawah di luar Jawa Hasil Penelitian sebelumnya
akan menjadi dasar penyusunan strategi Alih
Fungsi Lahan Sawah
2 Undang Kurnia,
Sudirman, Ishak
Juarsah, dan Yoyo
Soelaeman 2006
Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi
lahan pemukiman, perumahan dan industri
meningkatkan debit, sedimentasi dan banjir.
Banjir semakin sering terjadi dan debit sungai
meningkat dengan meningkatnya luas
sawah yang berubah menjadi areal industri
dan pemukiman Faktor penyebab alih fungsi
lahan sawah menjadi lahan pekaranganbangunan dan
halaman akan diukur berdasarkan perubahan
penggunaan lahan yang terjadi dan dalam penelitian
ini juga mengidentifikasi dampaknya terhadap
produksi dan konsumsi pangan utama, dan peralihan
tenaga kerja.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
Tabel 1. Lanjutan NO
NAMA PENELITI
TAHUN FOKUS PENELITIAN
HUBUNGAN DENGAN PENELITIAN YANG AKAN
DILAKUKAN
3 Iqbal 2007 Pendataan lahan yang
terkoordinir dan terpadu diiringi dengan
kebijakan pengendalian konversi lahan yang
holistik dan komprehensif perlu
segera diwujudkan Kondisi kenyataan tentang
pendataan lahan akan menjadi pertimbangan dalam
penyusunan strategi pengendalian Alih Fungsi
Lahan Sawah
4 Iqbal dan
Sumaryanto 2007
Strategi pengendalian alih fungsi lahan
pertanian bertumpu pada partisipasi
masyarakat dengan melibatkan peran serta
aktif segenap pemangku kepentingan
stakeholders sebagai entry point
perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan penilaian.
Hasil penelitian sebelumnya akan menjadi dasar
pertimbangan pada penyusunan strategi
pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah
5 Bambang .W.
M. Pakpahan, Bambang
Rahardjono, dan Putu
Suweken 2007
Nilai tanah sebagai barang investasi lebih
diminati daripada sebagai faktor produksi.
Nilai tanah sebagai barang investasi dalam penelitian ini
merupakan faktor penyebab terjadinya Alih Fungsi Lahan
Sawah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
Tabel 1. Lanjutan NO
NAMA PENELITI
TAHUN FOKUS PENELITIAN
HUBUNGAN DENGAN PENELITIAN YANG AKAN
DILAKUKAN
6 Swastika, Wargiono,
Soejitno, dan Hasanuddin
2007 Peningkatan indeks
pertanaman merupakan kebijakan strategis
sebagai kompensasi dari konversi lahan.
Potensi lainnya ialah peningkatan mutu
intensifikasi. Hasil penelitian sebelumnya
menjadi bahan pertimbangan dalam peningkatan produksi
yang dalam penelitian ini tidak dibahas
Sebagian besar tulisan telah mencermati faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah dan strategi pengendalian, sedangkan dalam
tulisan ini selain mencermati faktor yang berpengaruh dan strategi pengendalian juga akan dilihat dari sisi pengaruhnya terhadap ketahanan
pangan utama di Provinsi Jawa Timur.
2.2. Kajian Teori 2.2.1. Konsep Agribisnis