Perkembangan Produksi Pangan utama di Jawa Timur

68

5.2. Perkembangan Produksi Pangan utama di Jawa Timur

Alih fungsi lahan sawah dapat memberikan dampak yang negatip terhadap tingkat produksi pangan utama, yang pada akhirnya mengganggu ketahanan pangan di Provinsi Jawa Timur. Determinan alih fungsi lahan sawah terhadap pertumbuhan produksi pangan utama adalah penurunan luas panen dan pertumbuhan produktivitas. Penurunan luas panen bisa saja diantisipasi dengan pertambahan perluasan areal baru dan atau intensitas pertanaman, sedangkan pertumbuhan produktivitas ditentukan oleh aplikasi teknologi budi daya yang mencakup pilihan varietas yang dibudi dayakan, teknologi pemupukan, irigasi, pengendalian organisme pengganggu, penanganan panen, pasca-panen, dan lain sebagainya. Pertumbuhan produksi pangan utama dalam hal padi dan jagung semakin berjalan stagnan, ini terjadi sebagai akibat dari menurunnya produktivitas maupun penurunan areal panen. Menurunnya produktivitas agregat tersebut akibat dari: 1. Peningkatan produktivitas semakin lama semakin terbatas, bahkan pada suatu saat akan mengalami penurunan. Ini terjadi karena mutu intensifikasi mengalami kemandegan. Pada masa sebelumnya yaitu masa dimana pemupukan telah dilakukan secara intensif dan berkesinambungan, tindakan ini tidak dibarengi dengan tindakan yang nyata dalam pengembalian bahan-bahan organik ke lahan sawah. Bila kondisi ini terus berlangsung maka keseimbangan hara Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 69 dalam tanah akan semakin memburuk. Akibatnya, karena serapan unsur hara oleh tanaman ditentukan oleh unsur yang jumlahnya paling terbatas, maka untuk takaran yang sama respon tanaman vegetatif maupun generatif terhadap pupuk anorganik makro N, P, K menurun. 2. Luasan areal sawah semaikin menurun terutama lahan sawah yang produktivitasnya tinggi, ini karena sebagai akibat alih fungsi lahan sawah ke nonsawah. Kondisi alih fungsi lahan sawah ini terjadi sebagai akibat dari tidak efektifnya kebijakan pengendalian alif fungsi lahan sawah. Kejadian alih fungsi lahan sawah pada umumnya terjadi di wilayah sekitar urban, perluasan pengembangan pemukiman dan kawasan industripariwisata telah menelan lahan- lahan pertanian tanpa pilih kasih. Bukan hanya lahan pertanian yang kurang produktif saja yang mengalami alih fungsinya, tetapi juga lahan-lahan sawah produktif. Produktivitas persawahan di sekitar lahan sawah yang terkonversi biasanya juga cenderung menurun. Penyebabnya adalah: rusaknya jaringan irigasi, pencemaran, rusaknya keseimbangan ekologi sawah. Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama, penyakit, kekeringan ataupun banjir, berkurangnya produksi padi akibat alih fungsi lahan sawah adalah bersifat permanen. Sekali lahan sawah berubah fungsi, berarti tak lagi lahan tersebut dapat menjadi sawah kembali. Hampir tidak pernah dijumpai bahwa lahan sawah Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 70 yang telah beralih fungsi menjadi nonsawah apalagi untuk peruntukan nonpertanian kemudian berubah kembali menjadi sawah. Fenomena demikian mempunyai implikasi yang serius terhadap perhitungan mengenai dampak negatif konversi lahan sawah terhadap produksi pangan utama, penurunan kapasitas produksi merupakan ancaman bagi ketahanan pangan di Jawa Timur. Tabel 4. Perkembangan Produksi Padi dan Jagung di Jawa Timur, Tahun 1998-2006 PADI JAGUNG TAHUN Produksi Ton Perkembangan Produksi Ton Perkembangan 1998 8.691.519 - 3.765.141 - 1999 8.956.196 2,96 3.150.869 -19,50 2000 9.224.353 2,91 3.487.735 9,66 2001 8.699.544 -6,03 3.585.104 2,72 2002 8.803.877 1,19 3.692.146 2,90 2003 8.914.995 1,25 4.181.550 11,70 2004 9.002.025 0,97 4.133.762 -1,16 2005 9.007.265 0,06 4.398.502 6,02 2006 9.346.947 3,63 4.011.182 -9,66 Rerata 8.960.747 0,87 3.822.888 0,34 Sumber : Produksi Padi dan Palawija, BPS Data Diolah, Tahun 2008 Selama ini posisi Jawa Timur merupakan lumbung padi nasional yang mampu memberikan andil sebesar 20 persen terhadap produksi padi nasional, bahkan untuk produksi jagung memberikan andil yang lebih domionan yaitu mencapai 30 persen. Selain sebagai lumbung pangan nasional, Jawa Timur juga merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang tersebar dibeberapa KabupatenKota. Banyak kalangan berpendapat, bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dapat mengancam kesinambungan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan, Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 71 bila keberadaan sektor pertanian tidak mampu diproteksi di Jawa Timur. Ini karena, menurut data BPS, bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur di dominasi oleh sektor Industri, perdagangan, dan Jasa-jasa. Tabel 4. menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan produksi pangan utama sangat kecil dan mempunyai kecenderunganberpotensi untuk menurun. Ini akan lebih menjadi permasalahan karena akan terkait dengan peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat yaitu terjadi ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah konsumsi yang tidak diikuti dengan peningkatan jumlah produksi khususnya padiberas. Meskipun Produksi beras di Jawa Timur tergolong surplus, namun pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dapat mengancam ketahanan pangan di Jawa Timur. Ini dapat dicermati dari semakin kecilnya surplus beras di Jawa Timur dari tahun ke Tahun. Tabel 5. Produksi, Ketersediaan dan Konsumsi Beras di Jawa Timur, Tahun 1998-2006 TAHUN Produksi ton Ketersediaan ton Konsumsi ton SurplusMinus ton 1998 5.475.657 5.035.678 3.122.466 +1.913.213 1999 5.642.403 5.189.026 3.144.833 +2.044.194 2000 5.811.342 5.344.391 3.167.363 +2.177.027 2001 5.480.713 5.040.328 3.244.741 +1.795.586 2002 5.546.443 5.100.776 3.375.308 +1.725.469 2003 5.616.447 5.165.155 3.401.197 +1.763.958 2004 5.671.276 5.215.579 3.444.630 +1.770.949 2005 5.674.577 5.218.615 3.482.424 +1.736.190 2006 5.888.577 5.415.419 3.520.219 +1.895.200 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa TimurData Diolah, 2008 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 72 Tabel 5. menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan antara produksi dan konsumsi beras dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yang cenderung mengecil ini ditunjukkan dengan nilai surplus yang semakin menurun, berarti peningkatan tingkat konsumsi beras tidak seimbang dengan peningkatan produksi. Gambaran perkembangan trend antara ketersediaan beras dan konsumsi beras dapat dilihat pada Gambar 8, dari gambar ini maka perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan dapat dilihat pada masing-masing trend tersebut. Gambar 8. Produksi dan Konsumsi Beras di Jawa Timur, Tahun 1998-2006 Gambar 8. menunjukkan bahwa trend produksi beras mempunyai kecenderungan yang meningkat dengan nilai koefisien regresi sebesar 32.455 yang artinya bahwa tingkat produksi beras di Jawa Timur pada tahun berikutnya akan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 32.455 y = 53044x + 3E+06 R 2 = 0.9659 y = 32455x + 5E+06 R 2 = 0.4218 - 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN J U M L A H T O N Produksi Beras Konsumsi Beras Linear Konsumsi Beras Linear Produksi Beras Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 73 ton dengan asumsi bahwa tidak terjadi konversi lahan besar-besaran. Sedangkan trend konsumsi beras mempunyai kecenderungan yang meningkat dengan nilai koefisien regresi sebesar 53.044 yang artinya bahwa tingkat konsumsi beras di Jawa Timur pada tahun berikutnya rata- rata mengalami peningkatan sebesar 53.044 ton. Bila kita bandingkan antara kedua model trend yaitu antara trend produksi beras dengan trend untuk konsumsi beras, menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang semakin mengecil pada masa yang akan datang, ini karena rata-rata perkembangan konsumsi beras pertahun lebih besar dari rata-rata perkembangan produksinya. Diperkirakan pada tahun 2095 akan terjadi perpotongan antara kedua garis trend, yang artinya bahwa pada tahun 2095 Provinsi Jawa Timur tidak lagi menjadi lumbung padi nasional karena semua produksinya hanya mencukupi untuk kebutuhan konsumsi penduduknya. Asumsi yang mendasari perkiraan ini adalah 1 tidak terjadi alih fungsi lahan sawah 2 konsumsi pangan perkapita konstan 3 pertumbuhan penduduk konstan 4 teknologi pertanian mampu dipertahankan. Perpotongan kedua garis trend bisa menjadi lebih cepat lagi bilamana salah satu faktor dari trend produksi dan trend konsumsi mengalami perkembangan, misalnya bila faktor alih fungsi lahan sawah tidak mampu dicegah dan selalu bertambah. Kebutuhan lahan untuk keperluan penduduk dan kegiatan sosial ekonominya sudah pasti harus bertambah, sehingga harus ada upaya dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah untuk menegakkan aturan tentang RTRW. Seperti Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 74 pada kasus pembalakan liar yang sudah ditegakkan aturannya dengan tujuan mempertahankan kelestarian hayati di dalam hutan, maka sudah saatnya Pemerintah juga menegakkan aturan tentang alih fungsi lahan sawah yang ancamannya juga sama dahsyatnya dengan pembalakan liar. Peningkatan konsumsi beras tidak terlepas dari peningkatan pertambahan penduduk di Jawa Timur dan juga peningkatan konsumsi beras per kapita per tahun. Menurut data BPS, pada tahun 2002, rata-rata konsumsi beras perkapita sebesar 91,059 kgkapitatahun dan pada tahun 2005 meningkat konsumsinya menjadi 93,94 kgkapitatahun. Dari sini terlihat bahwa konsumsi beras semakin meningkat, dan tentunya jumlah penduduk juga terus meningkat, maka secara resultan kebutuhan konsumsi semakin meningkat pula, ini menurunkan surplus beras Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional. Tabel 6. Produksi, Ketersediaan dan Konsumsi Jagung di Jawa Timur, Tahun 1998-2006 TAHUN PRODUKSI JAGUNG KETERSEDIAAN JAGUNG KONSUMSI JAGUNG SURPLUS MINUS 1998 3.765.141 3.347.628 313.827 +3.033.800 1999 3.150.869 2.801.472 316.075 +2.485.396 2000 3.487.735 3.100.983 318.340 +2.782.643 2001 3.585.104 3.187.555 326.117 +2.861.438 2002 3.692.146 3.282.727 285.827 +2.996.900 2003 4.181.550 3.717.861 288.019 +3.429.842 2004 4.133.762 3.675.373 291.697 +3.383.675 2005 4.398.502 3.910.756 294.898 +3.615.858 2006 4.011.182 3.566.385 298.098 +3.268.287 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur Data Diolah, 2008 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 75 Tabel 6. menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan antara produksi dan konsumsi jagung dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu tahun 1998–2006 yang cenderung membesar, kondisi tersebut disebabkan karena terjadinya peningkatan produksi dan disisi lain konsumsi jagung mengalami penurunan. Gambar 9. menunjukkan bahwa trend produksi jagung mempunyai kecenderungan yang meningkat dengan nilai koefisien regresi sebesar 110.259 satuan, ini menunjukkan bahwa tingkat produksi jagung di Jawa Timur rata-rata mengalami perkembangan sebesar 110.259 ton. Sedangkan trend konsumsi jagung mempunyai kecenderungan yang menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 3.630 ton. Gambar 9. Produksi dan Konsumsi Jagung di Jawa Timur, Tahun 1998-2006 Penurunan konsumsi jagung tidak terlepas dari berkurangnya konsumsi jagung per kapita per tahun yaitu pada tahun 2002 konsumsi Jagung per kapita per tahun sebesar 9,15 kgkapitatahun, kemudian y = 110259x + 3E+06 R 2 = 0,6916 y = -3630,5x + 321808 R 2 = 0,7416 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 4.000.000 4.500.000 5.000.000 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jagung T on Produksi Konsumsi Linear Produksi Linear Konsumsi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 76 konsumsinya menurun pada tahun 2005 menjadi sebesar 7,96 kgkapitatahun. Penurunan kebutuhan jagung untuk konsumsi juga disebabkan dari pola perubahan konsumsi pangan dari jagung ke beras. Sedangkan kesenjangan yang semakin melebar antara trend produksi jagung terhadap trend konsumsi jagung, menunjukkan bahwa produksi jagung atau tujuan petani melakukan budi dayaproduksi jagung adalah untuk dijual, yang oleh para pembeli jagung dimanfaatkan untuk kebutuhan non konsumsi. Produksi jagung yang berlebih disinyalir untuk kebutuhan pabrikindustri yang semakin membutuhkan jagung untuk bahan bakunya. Komoditas jagung dapat diolah menjadi makanan jadijajanan, makanan ternak, maupun yang sekarang marak dikembangkan yaitu untuk bahan bakar food, feed, dan fuel. Konsumsi secara langsung untuk komoditas jagung sudah semakin berkurang, termasuk juga konsumsi untuk pangan utama. Kondisi produksi, ketersediaan, dan semakin meningkatnya jumlah penduduk dihubungkan dengan Provinsi Jawa Timur yang merupakan lumbung pangan nasional, maka perlu adanya penanganan khusus untuk menghindari krisis pangan. Apalagi telah terjadi perubahan pola makan pokok oleh sebagian besar penduduk yang beralih ke Beras. Sedangkan 90 persen beras bersumber dari padi yang ditanam di lahan sawah. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 77 Selain menurunnya pertumbuhan produksi padi ternyata juga terjadi penurunan rendemen gabah ke beras. Rata-rata rendemen 1989-1996 masih mencapai angka 65. Tetapi pada kurun waktu 1999-2007 turun menjadi 63. Kondisi tersebut disebabkan oleh degradasi lahan yaitu menurunnya tingkat keseimbangan hara dalam tanah memburuk.

5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah di Jawa Timur