Postur Pengelolaan Keuangan Desa

72 Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan Desa tersebut, Pemerintah Daerah KabupatenKota diwajibkan membuat Peraturan Kepala Daerah tentang pedoman pengelolaan keuangan desa dan pedoman pengadaan barangjasa desa. Bagi Pemerintah Daerah yang telah memiliki pedoman pengelolaan keuangan Desa akan tetapi masih didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, maka pedoman tersebut harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa sedangkan penyusunan pedoman pengadaan barangjasa desa didasarkan atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pegadaan BarangJasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan BarangJasa di Desa. Pengaturan mengenai hubungan kewenangan antara KabupatenKota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan keuangan Desa yang diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan pelaksanannya, meliputi:

1. Postur Pengelolaan Keuangan Desa

Pengelolaan keuangan desa meliputi: unsur perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertangungjawaban. Perencanaan dilaksanakan dalam bentuk penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes, yang berasal dari Proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa RKPDesa yang dihasilkan dari proses Musrenbang Desa dengan berpatokan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDesa. Dalam hal ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes terdiri atas pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan Desa. Pendapatan Desa meliputi Pendapatan Asli Desa PADesa, transfer dan pendapatan lain-lain. PADesa meliputi pendapatan hasil usaha BUMDesa, tanah kas Desa, hasil aset pasar Desa, Swadaya partisipasi dan gotong royong dan lain-lain Pendapatan Asli Desa, seperti hasil pungutan Desa. 73 Kelompok transfer terdiri atas dana Desa, bagi hasil pajakretribusi daerah, alokasi dana Desa, bantuan keuangan umum dan khusus dari APBD Provinsi, dan bantuan keuangan APBD KabupatenKota. Pendapatan lain- lain berupa hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat, hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang berlokasi di Desa. Belanja Desa dikelompokan dalam belanja untuk penyelenggaraan Pemerintah Desa, pelaksanan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa dan belanja tak terduga. Belanja tersebut dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan Desa yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa RKPDesa dengan pembatasan jenis belanja meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Belanja pegawai dianggarkan untuk penghasilan tetap dan tunjangan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa serta tunjangan Badan Permusywaratan Desa BPD. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelianpengadaan barangjasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 dua belas bulan sedangkan belanja modal untuk pengadaan barang yang nilai manfaatnya lebih dari 12 dua belas bulan. Pembiayaan keadaan darurat dan keadaan luar biasa dibiayai dari anggaran belanja tak terduga. Keadaan darurat dan luar bisa ditetapkan dengan Keputusan BupatiWalikota. Rancangan APBDesa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama selanjutnya hasil kesepakatan tersebut disampaikan kepada BupatiWalikota melalui Camat untuk dievaluasi dan pada akhirnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes disahkan dalam bentuk Peraturan Desa. Berkaitan dengan postur pengelolaan keuangan Desa berdasarkan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama 74 Badan Permusyawaratan Desa. Sesuai dengan hasil musyawarah, Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Lalu, Pasal 74 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur bahwa Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas KabupatenKota, Provinsi, dan Pemerintah. Kebutuhan pembangunan meliputi, tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Berdasarkan ketentuan yang ada dalam Pasal 74 tersebut tampak bahwa Belanja Desa yang disalurkan selain harus memenuhi Musyawarah Desa, juga harus sesuai dengan prioritas KabupatenKota, Provinsi, dan Pemerintah, sehingga Musyawarah Desa bukan satu-satunya legitimasi dari pelaksanaan rencana pengelolaan anggaran, tetapi juga harus tunduk dan patuh pada prioritas pemerintah supradesa.

2. Subyek Pengelola Keuangan Desa