Analisis Data FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN.

terdapat beberapa grup tanjidur di Tanjung Raja, tetapi jumlah pemainnya hanya sedikit berkisar 5 hingga 7 orang pemain saja, alatnya pun tidak begitu lengkap, itulah sebabnya penulis direkomendasikan untuk meneliti grup Marta. Grup Tanjidur ini yang paling sering digunakan baik oleh masyarakat maupun dalam kegiatan pemerintahan karena mereka memiliki alat musik yang paling lengkap dan pemain musik yang ahli serta mahir dalam memainkan alat musik tanjidur tersebut. Selain itu, grup tanjidur Marta merupakan grup tanjidur tertua karena diperkirakan terbentuk pada tahun 1960-an, hal ini juga dibenarkan oleh masyarakat setempat. Seperti yang dikatakan oleh informan pertama yaitu bapak Rian pada saat wawancara pada tanggal 13 februari 2016. “di sini sebenernyo ado lagi grup tanjidur selain ini, tapi ame dikinak dari kelengkapan alat ngak pemainnye katek yang lebih alap, lagipule grup ini tu la lame ade di sini sebenarnya masih ada grup tanjidur lain, tetapi jika dilihat dari kelengkapan alat dan pemainnya tidak ada yang lebih bagus, lagipula grup ini sudah lama ada atau lebih dulu ada” Grup Marta ini dibentuk oleh almarhum Ayah dari bapak Hayat yaitu bapak Ujang, kemudian diwariskan kepada bapak Hayat sebagai pemilik sekaligus pengurus dari grup dan alat musik tanjidur tersebut. Nama Marta merupakan singkatan dari “Muara Meranjat Tanjung Raja”. Grup ini dibentuk pada tahun 1968 dengan jumlah personil 10 orang sebagai pemain alat musik dan memiliki beberapa orang kru yang membantu mereka. Salah satu personil tersebut adalah anak bapak Hayat itu sendiri, tetapi yang memimpin dan berperan aktif dalam grup tanjidur ini saat tampil adalah bapak Mamat. Bapak Mamat adalah pemain yang paling tua di antara pemain yang lain, beliau berusia 72 tahun. Seperti yang disampaikan bapak Hayat saat wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2016. “grup ini la ade sejak taun 1968 dibentuk ngak almarhum Bapak aku, mak ini diwariskenye ngak aku, nah bapak Mamat ini pemain yang paling tue karne la begabung pas mase diurus oleh Bapak aku grup ini sudah berdiri sejak tahun 1968 yang dibentuk oleh almarhum Bapak saya, dan sekarang telah diwariskan kepada saya, nah bapak Mamat ini adalah pemain yang paling tua karena sudah bergabung ketika grup ini masih dipegang oleh Bapak saya” Para pemain tanjidur di grup Marta ini berprofesi sebagai petani, pedagang dan tukang kayu. Dari yang telah diketahui bahwa warga di Tanjung Raja sebagian besar profesinya adalah petani dan pedagang dan hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai PNS. Para pemain tanjidur grup Marta ini berasal dari desa yang berbeda-beda, beberapa di antara mereka tinggal di desa yang cukup jauh dari Desa Muara Meranjat, sehingga mereka yang tinggal di desa yang berbeda tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh ketika grup Marta akan tampil disebuah acara. Waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 1 jam perjalanan bagi pengguna sepeda, sedangkan bapak Hayat membutuhkan waktu sekitar 1 setengah jam untuk menempuh perjalanan menggunakan mobil. Mereka tidak pernah melakukan latihan terlebih dahulu sebelum tampil, karena mereka sudah sangat mahir memainkan alat-alat musik tanjidur tersebut, akan tetapi kesiapan dan kelengkapan alat tetap dilakukan sebelum acara dimulai. Seperti dalam wawancara pada tanggal 23 Maret 2016 bersama bapak Hayat. “kami dek biye ade latian, ame nak tampil langsung be, paling pemanasan dikit sambil nginak kelengkapan alat kami tidak pernah melakukan latihan terlebih dahulu sebelum tampil, jika mau tampil langsung saja, hanya saja masih melakukan p emanasan dan mengecek kelengkapan alat sebelum tampil” Penjelasan ini sentak membuat penulis terkejut, timbullah pertanyaan bagaimana mereka bisa memainkan tanjidur tanpa melakukan latihan sama sekali. Akhirnya mereka menceritakan bagaimana dulu awalnya mereka bisa mengenal dan memainkan alat musik ini. Di usia mereka yang beranjak dewasa, mereka merupakan anak rantau di ibu kota Sumatera Selatan dan ibu kota Negara. Pada zamannya mereka sangat menyukai musik jazz, kemudian mereka tertarik untuk mempelajari alat musiknya secara otodidak, bahkan salah satu di antara mereka dulu pernah menjadi penyanyi jazz di salah satu cafe di ibu kota. Itulah yang membuat mereka bisa memainkan alat musik Barat meskipun tanpa melakukan latihan khusus. Kemudian mereka bergabung dengan grup tanjidur yang telah ada ditanah kelahiran mereka untuk menyalurkan bakat yang mereka miliki.

B. Penyajian Tanjidur

Tanjidur memiliki sedikit perbedaan dalam penyajiannya ketika sedang tampil dalam acara pernikahan, khitanan dan acara pemerintahan. Berikut bentuk penyajian tanjidur dalam beberapa kegiatan tersebut. 1. Penyajian tanjidur saat khitan Grup tanjidur Marta ini terdiri dari 12 orang, yaitu 10 orang sebagai pemain musik dan 2 orang lagi sebagai pengusung dari tanjidur itu sendiri. Hal ini dikarenakan saat acara khitan tanjidur akan berkeliling desa dan ukuran tanjidur yang besar sehingga tidak memungkinkan jika hanya dibawa oleh 1 orang saja, oleh sebab itu ditugaskan 2 orang sebagai pengusung dan 1 orang lagi sebagai pemukul tanjidur. Jumlah pemain tanjidur saat observasi dan penelitian langsung di lapangan terdapat perbedaan. Saat observasi penulis mengungkapkan bahwa pemain tanjidur di grup Marta berjumlah 14 orang pemain, sedangkan dalam penelitian langsung di lapangan jumlah personil grup Marta berjumlah 10 orang pemain dan 2 orang pengusung, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut hal itu disebabkan oleh berkurangnya jumlah pemain, yang dikarenakan pemainnya telah meninggal dunia dan hingga saat ini diakui sulit untuk mendapatkan peran pengganti karena kurangnya minat warga terutama kaum muda. Berkurangnya pemain tanjidur ini dikhawatirkan lama-kelamaan dapat mengancam keberadaan tanjidur di Ogan Ilir yang disebabkan oleh tidak adanya penerus untuk generasi berikutnya. Tanjidur bisa hilang dan punah, hal ini sangat mengkhawatirkan karena tanjidur merupakan satu-satunya musik tradisional yang lahir dari Kabupaten Ogan Ilir. Berikut merupakan nama para pemain dan perannya di tanjidur dalam upacara khitanan. 1. Bpk. Hajat usia 62, sebagai pemain tanjidur dari Desa Muara Meranjat 2. Bpk. Mamat usia 72, sebagai pemain sax alto dari Desa Pamulutan Ilir 3. Bpk. Cikwa usia 65, sebagai pemain clarinet dari Desa Sentul 4. Bpk. Alamsyah usia 61, sebagai pemain terompet dari Desa Tanjung Raja 5. Bpk. Nasir usia 60, sebagai sax alto dari Desa Sribambang 6. Bpk. Zaini usia 60, sebagai sax tenor Desa Pamulutan 7. Bpk. Soleh usia 39, sebagai pemain bas Desa Tanjung Raja 8. Mang Net usia 50, sebagai pemain trombone dari Desa Pajar Bulan Tanjung Baru