FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kesehatan, kekuatall. Dan kesabaran dalarl1 menyelesaikan skripsi ini

&

Keluarga beserta sahabat yang selalu mendoakan dan mendukung saya, Yaitu:

-Ayahanda Nurul Azwar S.Pd dan Ibunda Lena Emawati S.Pd yang selalu bersabar mendampingi, mendo' akan, mendukung, mengerti, dan lnemberikan

kasih sayang kepadaku dengan segala kekuranganku hingga aku bisa sampai pada pencapaian ini.

- Kedua saudara tersayang. Jaka Swara Perdana dan Sabilla Azelna yang selalu menjadi penyemangatku, dan selalu rnengingatkanku ba11wa Allah membuka seribu pintu kesempatan ketika rnanusia gagal dalam satu pilihan. -Seluruh ternan - ternan kelas G Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri


(6)

'T'etay semangat dan berikan yang terbaik

sebagaimana kemamyuanmu karena .Jt[{ali tidak

yernali memberikan cobaan

di

{uar batas


(7)

(8)

HALAMANJUDUL .

PERSETUJUAN 11

PENGESAHAN III

PERNYATAAN IV

PERSEMBAHAN V

MOTTO... VI

KAT A PENGANTAR VII

DAFTAR lSI... VIII

DAFTAR GAMBAR X

DAFTAR LAMPlRAN Xl

ABSTRAK... XII

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang... 1

B. FokusMasalah... 5

c.

Tujuan... 5

D. Manfaat... 6

BAB II KAJIAN TEORI... 7

A. Deskripsi Teori 7 1. Kesenian... 7

2. Musik... 7

3. Tradisional... 10

4. Musik Tradisional... 11

5. Fungsi Musik 11 6. Tanjidur.. 15


(9)

D. Pengumpulan Data... 23

E. Instrulnen Penelitian 26

F. Teknik Keabsallan Data... 28

G. Analisis Data... 29

BAB IV FUNGSI TANJIDURDI TANJUNG RAJA OGAN ILIR

SUMATERA SELATAN... 32 A. Sejarah Tanjidur... 32

B. Penyajian Tanjidur /... 43

1. Penyajian Tanjidur Saat Khitan 43

2. Penyajian Tanjidur Saat Pemikahan " 50

3. Penyajian Tanjiduf Saat Acara Pelnerintallan 51 C. Fungsi Tanjidur... 54

BAB V PENUTUP \ 58

A. Kesimpulan... 58 B. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA 60


(10)

Gambar 1 : Rumah Panggung Desa Muara Meranjat... 35

Gambar 2 : Terompet :... 37

Gambar 3 : Saxophone... .37

Gambar 4 : Clarinet 38 Gambar 5 : Trombol1e... 38

Gambar 6 : Bass... 39

Gambar 7: Snare Drum... 40

Gambar 8: Tanjidur セ :... 40

Gambar 9: Persiapan Alat-Alat Tanjidur Sebelum Talnpil... 46

Gambar 10: Pemain Tanjidur Melakukan Pelnanasan Sebelum Tampil.... 46

Gambar 11: Kereta Joli Saat Arak-Arakan Dalam Acara I<hitan... 49

Gambar 12: Posisi Pemain Tanjidur Saat Sesi Arak-Arakan 49 Gambar 13: Pindang Ikan Patin Khas Muara Meranjat... 53


(11)

Lampiran1 :Pedoman Observasi.... 62

. d 62

Lamplran 2 : Pa11uan Wawancara セ .

Lan1piraIl 3 : Pertan)laan Wa\vancara... 64

Lampiran 4 : Panduan Dokumentasi.... 65

Lampiran 5 : Deskripsi Hasil Wawancara... 66 Lampiran 6 : Lampiran Foto Penelitian... 70

Lampiran 7 : Lampiran Partitur 73


(12)

Oleh GhafiqaInayah NIM 12208241072

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi tanjidur yang merupakan salah satu kesenian yang masih hidup di Sumatera Selatan tepatnya di Desa Muara Meranjat Tanjung Raja Kabupaten Oga11 Ilir.

Penelitian ini melupakan penelitian kualitatif dan menggunakan model pendekatan penelitian etnografi. Sumber penelitian diperoleh dengan studi kepustakaan dan lapangan. Pengurnpulan data dilakukan de11gan melakukan wawancara, observasi, 、セョ dokumentasi. Instrumen utalna dalam penelitial1 ini adalah penulis sendiri. T'eknik triangulasi digunakan untuk menguji keabsahan data yang diperolel1. Teknik analisisnya dilakukan de11gan me11gg'unakan analisis dOll1ain dan analisis taksonomik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi dari tanjidur adalah (1) sebagai hiburan, tanjidurmusiknya sangat menghibur hal itu terlihat dari nuansa musiknya yang Inenyimbolkan kegembiraan (2) sebagai sarana dalam keberlanjutan budaya, karena terdapat ajaran-ajaran moral ya11g l1arus dilestarikan keberadaannya agar dapat diwujudkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, (3) sebagai sarana ekonomi yaitu untuk menambah penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari para pemain tanjidur, (4) sebagai penghormatan dalam menyambut tamu-tamu besar dalam kegiatan pemerintahan.


(13)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kesenian serta kebudayaan tradisional yang beranekaragam. Setiap suku bangsa memiliki kekhasan budaya yang membedakan jati diri mereka dengan suku bangsa yang lain. Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dilakukan berdasarkan hasil olah budi pekerti dan akal manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekerti (Widyosiswoyo, 2004: 31). Sebagai unsur kebudayaan, kesenian mengalami perkembangan berdasarkan tempat atau lokasi, di antaranya adalah kesenian rakyat. Kesenian rakyat merupakan kesenian tertua di Indonesia yang disebut juga sebagai kesenian tradisional atau kesenian daerah (Widyosiswoyo, 2004: 78). Kesenian tradisional mengandung sifat dan ciri-ciri yang khas dari masyarakat pendukungnya karena tumbuh sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tradisional tiap-tiap daerah, oleh sebab itu kesenian tradisional akan tetap hidup selama masih ada masyarakat yang memelihara dan mengembangkannya.

Mengingat bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan pulau dan suku serta kesenian dan kebudayaan maka daerah Sumatera Selatan adalah salah satunya. Sumatera Selatan memiliki beragam kebudayaan. Kesenian tradisional yang masih hidup di daerah Sumatera Selatan khususnya di kabupaten Ogan Ilir


(14)

adalah tanjidur. Kesenian ini merupakan permainan musik dengan menggabungkan beberapa alat musik yang mirip dengan marching band. Menurut Bapak Mamat kesenian ini disebut tanjidur karena terdapat alat musik yang jika ditabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sebagai alat musik yang paling dominan. Alat musik tersebut adalah bass drum.

Tanjidur biasa digunakan oleh masyarakat untuk memeriahkan acara pernikahan, khitanan dan hari-hari besar di pemerintahan. Tanjidur dipilih oleh masyarakat untuk mengurangi pengeluaran yang berlebihan serta menghindari pelencengan norma-norma sosial yang ditimbulkan jika menggunakan alternatif lain seperti organ tunggal untuk memeriahkan acara yang sedang mereka adakan. Menurut informasi yang pertama kali didapatkan dari masyarakat setempat, di desa ini sering terjadi keributan antar warga yang disebabkan oleh efek negatif dari mabuk-mabukan. Mabuk-mabukan saat malam sebelum acara pernikahan biasa dilakukan oleh laki-laki dewasa maupun muda di daerah tersebut. Jadi, jika media hiburannya digantikan oleh tanjidur mereka mengakui terjadinya keributan dapat dihindari.

Di Desa Tanjung Raja ini terdapat beberapa grup tanjidur dan grup yang diwawancarai oleh penulis adalah grup Marta. Penulis memilih grup tersebut karena menurut informasi yang penulis dapatkan grup Marta merupakan grup tertua jika dibandingkan dengan grup lainnya sehingga para pemain pun dianggap lebih profesional dan alat musik yang mereka miliki juga lebih lengkap. Informasi ini didapatkan penulis dari informan pertama dan hal ini juga dibenarkan oleh masyarakat setempat. Dalam kehidupan sehari-hari tanjidur sering disebut dengan


(15)

musik B’las karena dimainkan oleh belasan orang dan ada juga yang menyebutnya sebagai musik Brass yang artinya musik yang alatnya rata-rata merupakan alat tiup yang terbuat dari logam. Awalnya kesenian ini memerlukan 14 orang pemain karena terdapat 14 alat musik yang akan dimainkan. Alat musik yang digunakan karakteristiknya diambil dari unsur musik Barat. Hal ini dapat dilihat dari jenis alat musik, yaitu :

1. 2 buah Terompet 2. 2 Buah Saxopone Alto 3. 1 Buah Clarinet

4. 1 Buah Saxopone Tenor 5. 1 Buah Bariton Horn 6. 1 Buah Tenor Horn 7. 3 Buah Alto Horn 8. 1 Buah Bass

9. 1 Buah Tambur / Snare Dram 10.1 Buah Tanjidur / Bass Dram

Secara geografis istilah Ogan Ilir dikaitkan dengan keberadaan wilayahnya yang terletak di bagian hilir Sungai Ogan. Dari sudut pandang politik pada abad ke-18 Ogan Ilir sudah digunakan pemerintahan Kolonial Belanda sebagai salah satu wilayah kekuasaan mereka. Dalam almanak yang diterbitkan oleh Belanda Ogan Ilir merupakan salah satu zona ekonomi afdeeling, tetapi dalam beberapa waktu wilayah afdeeling ini mengalami beberapa perubahan sehingga pada waktu


(16)

itu Ogan Ilir tidak lagi dijadikan sebagai afdeeling melainkan menjadi onder afdeeling yang berpusat di Kecamatan Tanjung Raja.

Tanjung Raja merupakan sebuah kecamatan tertua di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Kecamatan ini meliputi Kecamatan Rantau Alai, Rantau Panjang, Sungai Pinang, dan beberapa desa yang sekarang menjadi wilayah Kecamatan Indralaya Selatan. Letak kota kecil ini strategis terletak di jalur perlintasan timur Sumatera sehingga menjadikan wilayahnya sebagai kota transit. Penduduknya mayoritas bekerja sebagai petani, dan sebagian kecil sebagai PNS. Penduduk di wilayah ini bersuku bangsa Pegagan, Kayuagung, dan Jawa. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Palembang, Bahasa Pegagan, dan Kayuagung. Kecamatan Tanjung Raja merupakan salah satu kota terbesar selain Indralaya dari segi aspek sosial, budaya, perekonomian, dan penduduk. Itulah sebabnya mengapa Belanda memilih daerah ini sebagai pusat onder afdeeling. Dari sanalah pengaruh Belanda mulai tersebar di wilayah tersebut dimulai dari kebudayaan, kesenian, dan lain-lain.

Saat ini globalisasi dan modernisasi sangat mendominasi sehingga membawa pengaruh besar terhadap pola pikir terutama kaum muda terhadap kesenian tradisional salah satunya tanjidur. Musik tradisional tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik keberadaannya jika dibandingkan dengan jenis musik baru yang lebih modern. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap tanjidur tersebut. Tanjidur mempunyai nilai estetika yang sangat tinggi, serta menjunjung nilai moral yang kuat. Kelangkaan dokumentasi dan pengetahuan menyebabkan peminat musik tanjidur mengalami pergeseran,


(17)

masyarakatnya kurang melestarikan apalagi mengembangkannya. Referensi ilmiah tentang tanjidur juga masih sangat sedikit, bahkan kesenian ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.

Sumatera Selatan memiliki banyak ragam kesenian dan kebudayaan, tetapi tidak semua orang tahu akan hal itu. Hanya beberapa yang menjadi sorotan bagi masyarakat dan para budayawan, padahal masih banyak kesenian yang dapat digali dan dikembangkan. Inilah alasan penulis melakukan penelitian dan mendokumentasikan tanjidur tersebut agar dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya mempertahankan kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita serta mengingat bahwa kita memiliki begitu banyak kesenian yang dapat kita tunjukkan kepada dunia.

B. Fokus Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang diteliti, maka dalam hal ini, penelitian difokuskan pada masalah “Fungsi Tanjidur di Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera Selatan”.

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mendeskripsikan tentang fungsi


(18)

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan membuahkan manfaat positif baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis. Adapun manfaat tersebut adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang kesenian.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Tumbuhnya rasa peduli terhadap kesenian yang telah diturunkan oleh para leluhur bagi masyarakat.

b. Bagi Penulis

Berikutnya hasil dari penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan penelitian yang sejenis. Terutama dalam hal kesenian khas Sumatera Selatan.

c. Bagi Pemerintah Daerah Sumatera Selatan

Agar dapat dijadikan sebagai bahan pelengkap dokumentasi salah satu bentuk kesenian yang ada.


(19)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kesenian

Menurut Gie (1996: 18) “kesenian adalah segenap kegiatan budi pikiran seorang (seniman) yang secara mahir menciptakan sesuatu karya sebagai pengungkapan perasaan manusia.” Menurut Setyobudi (2007: 2) “kesenian adalah gagasan manusia yang diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu sehingga menghasilkan karya yang indah dan bermakna.” Menurut Setyobudi (2007: 3) “kesenian tradisional adalah ekspresi gagasan atau perasaan manusia yang berisi nilai-nilai budaya tradisional nusantara melalui pola kelakuan yang menghasilkan karya yang bersifat estetis dan bermakna.”

Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesenian adalah gagasan dan perasaan manusia yang berisi nilai-nilai budaya yang diekspresikan dalam suatu karya yang bernilai estetis dan bermakna.

2. Musik

Menurut Prier (2009: 123) “musik adalah bunyi riil (akustis), suatu peristiwa yang dialami dalam dimensi ruang dan waktu, musik dialami sebagai akor konsonan/disonan, ritme, warna suara tertentu karena oleh telinga manusia tidak hanya didengar tetapi juga dinilai sebagai bunyi kualitatif yang memuat suatu arti.” Menurut Ptolomeus (dalam Prier: 2009) “musik adalah kemampuan untuk


(20)

mengolah nada tinggi dan rendah menurut panca indera maupun menurut akal budi.” Prier (2011: 1) mengatakan bahwa “sebuah karya musik, misalnya sebuah nyanyian, dapat dipandang sebagai sejumlah nada yang tersusun dalam ruang-ruang birama.” Djohan (2009: 89) menyatakan bahwa “musik adalah ungkapan ekspresi yang dapat memberikan gambaran tentang banyak hal.”

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa musik adalah ungkapan ekspresi yang berupa rangkaian bunyi yang berjalan teratur dan dapat didengar dan diniliai serta memiliki suatu arti tersendiri. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1988: 1) adalah sebagai berikut.

a. Irama

Irama adalah urutan yang menjadi rangkaian unsur dasar dalam musik, irama tersebut terbentuk dari sekelompok bunyi dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang pendeknya membentuk pola irama dan bergerak menurut pulsa dalam ayunan birama. Irama merupakan (durasi) not-not, membentuk suatu irama, yang digambarkan dalam simbol-simbol not. Panjang not ditentukan oleh durasi dari tiap getaran (Mudjilah, 2010: 8).

b. Melodi

Melodi menurut Prier (2009: 113) “melodi adalah suatu urutan nada yang utuh dan membawa makna, adapun syaratnya ialah: berciri khas, berbentuk jelas, memuat suatu ungkapan dan dapat dinyanyikan. Melodi adalah perjalanan tinggi rendahnya nada yang beraturan.” Menurut Sukohardi (2012: 50) dalam suatu


(21)

karya dapat menjadi indah karena adanya hiasan melodi atau dapat disebut

ornamentik.”

Melodi adalah rangkaian dari sejumlah nada yang dimainkan dalam sebuah tangga nada yang telah ditentukan oleh seorang komposer. Tangga nada menurut Mudjilah (2010: 25) adalah “susunan nada-nada secara alpahabetis yang disusun ke atas dari nada terendah ke nada tertinggi, maupun ke bawah dari nada tertinggi ke nada terendah.” Prier (2009: 212) mengatakan bahwa “tangga nada merupakan urutan nada melalui satu oktaf yang mengikuti pola tertentu (tonsystem), dapat juga dikatakan sebuah tangga nada menyajikan suatu kutipan spesifik dari persediaan nada.

Dari beberapa pengertian melodi menurut para ahli di atas maka disimpulkan bahwa melodi adalah susunan nada-nada indah dan enak didengar yang beraturan yang terbentuk dari perjalanan tinggi rendahnya nada.

c. Harmoni

Dalam filsafat Yunani Klasik (Prier, 2009: 60) harmoni dipakai dalam arti “indah secara estetis”, tidak hanya dalam bidang musik dan seni rupa, tetapi juga dalam ilmu pasti, ilmu bintang, dan ilmu filsafat. Menurut Soeharto (2008: 48) harmoni adalah keselarasan paduan bunyi, secara teknis meliputi susunan, peranan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan sesamanya, atau dengan bentuk keseluruhannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa harmoni merupakan keselarasan dari beberapa nada yang dibunyikan secara bersamaan.


(22)

d. Bentuk dan Struktur Lagu

Prier (2011: 2) mengatakan bahwa bentuk musik adalah suatu gagasan/ide yang nampak dalam pengolahan/susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi (melodi, irama, harmoni, dan dinamika). Dinamika menurut Sukohardi (2012: 64) merupakan perbedaan ketukan suara, sedangkan Prier (2009: 33) berpendapat dinamika adalah istilah untuk membedakan keras lembutnya dalam pembawaan karya musik. dinamika merupakan simbol yang digunakan untuk membuat perbedaan porsi suara yang diproduksi dalam memainkan sebuah komposisi musik.

3. Tradisional

Tradisi berasal dari bahasa latin “tradition” atau “tradere” yang mempunyai makna mewariskan dari generasi ke generasi (Caturwati, 2007: 160). Kata tradisi yang berarti sesuatu yang turun-temurun (adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran) dari nenek moyang. Dengan kata lain, tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Dipertegas lagi oleh Esten (1993: 11), bahwa tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.

Kata tradisional itu sendiri adalah sifat yang berarti berpegang teguh terhadap kebiasaan yang turun-temurun (Salim dkk, 1991: 1636). Dalam perkembangan seni pertunjukan pengertian tradisional adalah proses penciptaan seni di dalam kehidupan masyarakat yang menggabungkan subjek manusia itu sendiri terhadap kondisi lingkungan (Sedyawati, 1992: 26). Dengan demikian dari hasil pendapat


(23)

para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun dan terus dipertahankan.

4. Musik Tradisional

Menurut Ali (2006: 15) “musik tradisi adalah musik yang lahir dan berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya” dan menurut Banoe (2003: 288) “musik tradisi adalah musik yang secara tradisional diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa skriptum.” Menurut Tyas (2007: 1) “musik tradisional adalah musik atau seni suara yang berasal dari berbagai daerah yang menggunakan bahasa, gaya, dan tradisi khas setempat.”

Menurut beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa musik tradisional adalah musik yang lahir dan diwariskan turun temurun kepada generasi–generasi selanjutnya secara lisan.

5. Fungsi Musik

Melalui musik, pencipta maupun pemain pasti memiliki tujuan dalam mengubah sebuah karya musik dan memainkannya begitu pula dengan pendengar sebagai penikmat musik, maka perlu diketahui apa saja teori fungsi musik yang diungkapkan para ahli.

Menurut Merriam (1964: 232-240) dalam bukunya yang berjudul The Anthropology of Music, fungsi musik dibagi menjadi sepuluh, yaitu :


(24)

a. Emotional expression (Pengungkapan emosi). Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan perasaan, senang, sedih, marah, kritik dan emosi-emosi tersebut dituangkan dalam karya musik.

b. Aesthetic enjoyment (Penghayatan estetis). Dalam hal ini, musik berfungsi memberikan ketenangan dan kenikmatan kepada penikmatnya melalui keindahan yang ada di dalam musik tersebut melalui unsur-unsur musik yang ada di dalamnya.

c. Entertainment (Hiburan). Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai sarana

hiburan untuk masyarakat luas. d. Communication (Sarana komunikasi). Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai

sarana komunikasi, dimana dalam musik terdapat pesan yang disampaikan oleh komponis dan penyaji musik kepada penikmat musik, pesan dapat diartikan berbeda oleh masing-masing pribadi.

e. Symbolic representation (Simbol). Dalam hal ini, musik berfungsi untuk menyimbolkan suatu ide, kebiasaan, dan kebudayaan tertentu.

f. Physical response (Reaksi fisik). Dalam hal ini, musik dapat merangsang tubuh untuk melakukan gerakan mengikuti musik yang sedang didengarkan. Dalam hal ini, musik juga berfungsi sebagai pengiring gerakan tari dan senam. g. Enforcing conformity to social norms (Berkaitan dengan norma-norma sosial).

Dalam hal ini, musik memiliki fungsi pembentukan norma-norma sosial sesuai dengan kebudayaan yang ada. Dalam musik ditemukan pesan, ajakan, dan larangan yang sesuai dengan norma-norma dalam sebuah kebudayaan tertentu.


(25)

h. Validation of social institutions and religious rituals (lembaga upacara keagamaan). Dalam hal ini, musik menjadi salah satu unsur penting dalam terlaksananya upacara keagamaan dan kegiatan-kegiatan sosial.

i. Contribution to the continuity and stability of culture (Kontribusi untuk kelestarian dan keseimbangan budaya). Dalam hal ini, musik berfungsi untuk menjaga, meneruskan, dan melestarikan suatu ajaran atau kebiasaan dalam suatu kebudayaan melalui pesan dalam musik itu sendiri.

j. Contribution to the integration of society (Kontribusi untuk integrasi sosial). Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai alat pemersatu.

Musik lebih dikenal berfungsi sebagai media hiburan dan berfungsi sebagai kontribusi dalam kelestarian dan keseimbangan budaya. Hal ini dijelaskan oleh Merriam di dalam bukunya yang intinya adalah musik berfungsi sebagai hiburan untuk masyarakat luas, tetapi musik butuh menunjukkan perbedaan antara murni hiburan dengan musik yang dikombinasikan dengan fungsi lain. Hal ini diharapkan dapat menjadi fitur yang lebih umum bagi masyarakat yang tidak begitu tahu tentang musik, sedangkan musik berfungsi sebagai kontribusi dalam kelestarian dan keseimbangan budaya adalah musik memang membebaskan dalam mengungkapkan ekspresi, memberikan ketenangan, hiburan, sarana berkomunikasi, memunculkan reaksi fisik, berkaitan dengan norma-norma sosial, dan lembaga untuk upacara keagamaan, tetapi di waktu yang sama, tidak semua dari elemen budaya tersebut mampu mengungkapkan emosional, hiburan, komunikasi, dan sebagainya. Semua tetap harus dalam peraturan sejauh mana


(26)

yang diizinkan dalam bermusik, semua itu merupakan kontribusi untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan budaya, karena pada dasarnya musik difungsikan sebagai alat pembentuk kepribadian masyarakat.

Menurut Purwanto (tanpa tahun : 15-27) fungsi musik dalam kehidupan sosial adalah :

1. Media hiburan, karena keberadaannya yang dapat diterima secara luas dan merupakan bagian dari industri hiburan.

2. Media komunikasi, komunikasi secara verbal maupun non verbal yaitu melalui iringan musik atau musik instrumentalia. Melalui musik banyak hal bisa dikomunikasikan baik itu cerita pengalaman, kisah cinta, bahkan kritik terhadap penguasa.

3. Media untuk mempengaruhi masyarakat baik hal positif maupun negatif. 4. Media untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman religious, dalam hal

ini adalah musik yang bersifat keagamaan.

5. Media pendidikan, karena kesenian diajarkan dalam rangka membentuk watak dan tabiat manusia.

Menurut Tyas (2007: 74-78) beberapa fungsi pokok dari musik tradisional adalah sebagai :

1. Sarana upacara adat, dimana musik tradisional yang dimainkan berpengaruh pada kegiatan magis ataupun ritual adat lainnya serta menambah kekhusukan upacara adat yang digunakan sebagai syarat upacara adat.


(27)

2. Pengiring tari atau pertunjukan lain, dimana iringan musik tradisional yang dimainkan akan membuat suasana lebih hidup disesuaikan dengan tema atau cerita dari pertunjukan yang disajikan.

3. Media komunikasi, dimana setiap musik tradisional menciptakan pesan tersendiri yang telah disepakati bersama dalam masyarakat. Misalnya, memberitahukan peristiwa tertentu seperti tanda berkumpul, kemenangan, ada bahaya, dan perkawinan.

4. Media hiburan dan bermain, fungsi ini paling sering muncul dalam masyarakat pengguna musik tradisional dimana musik tradisional digunakan sebagai pendukung dalam permainan anak-anak.

5. Sarana mencari nafkah, hal ini berlaku bagi para seniman yang berkecimpung dalam musik tradisional.

6. Sarana perang, dimana dalam hal ini musik sebagai pembangkit semangat tempur, memberikan irama ketika prajurit berbaris, siasat peran, dan meruntuhkan semangat tempur lawan.

7. Sarana penghormatan, dalam hal ini musik digunakan untuk memberi penghormatan kepada tamu agung, pengantin, juga orang meninggal dunia.

6. Tanjidur

Tanjidur merupakan kesenian yang dikenal berasal dari Ogan Ilir Sumatera Selatan. Kesenian ini dibawa oleh kaum kolonial pada zaman penjajahan Belanda sehingga unsur musiknya memiliki unsur musik Barat. Kesenian ini merupakan permainan musik dengan menggabungkan beberapa alat musik yang mirip dengan


(28)

marching band. Kesenian ini disebut tanjidur karena terdapat alat musik yang jika ditabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sebagai alat musik yang paling dominan. Alat musik tersebut adalah bass drum. Tanjidur sering dibawakan untuk memeriahkan suasana saat acara pernikahan, khitanan dan hari-hari besar pemerintahan. Alat musik yang digunakan karakteristiknya diambil dari unsur Belanda, hal itu dapat dilihat dari jenis alat musik itu sendiri. Adapun alat musik tersebut adalah sebagai berikut.

a. Terompet

Terompet adalah alat musik tiup logam. Tromba merupakan istilah kuno (sejak abad 12-13) untuk trompet. Tromba masih dipakai sampai sekarang dan tidak memakai klep ("terompet alamiah"). Trompet termasuk alat musik kuno. Dulu dibuat dari gading kayu, tulang dsb. Dalam alkitab perjanjian lama trompet disebut sangkakala dan dipakai di bait suci dan istana raja. di mesir trompet dipakai sebagai alat kultis atau juga untuk keperluan tentara. Pada abad pertengahan trompet disebut elairon, elarino, tromba. Maka kata trompet berarti tromba kecil. Sedangkan trompet modern (sejak awal abad 19) dilengkapi dengan tiga klep untuk ubahan nada (Prier, 2011: 221-222).

b. Saxophone

Menurut Prier (2011: 194) Saxophone adalah alat musik tiup yang diciptakan

oleh A. Sax pada tahun 1840-1841. Saksofon termasuk alat tiup kayu meski dibuat dan logam, namun sumber bunyi adalah sebuah reed (seperti pada clarinet).


(29)

Tubuh alat ini cukup lebar maka bunyinya kaya dengan nada tambahan atas. Keluarga saksofon terdiri dan tak kurang dari 7 alat Sopranino, Sopran, Alto, Tenor, Bariton, Bass, Subbas. saksofon dipakai dalam orkes simfoni dan opera maupun dalam orkes fanfare serta untuk musik hiburan (Band, Big Band).

e. Clarinet

Klarinet merupakan alat musik tiup kayu yang hanya memiliki satu reed berbeda dengan hobo dan fagot yang memeiliki 2 reed) merupakan alat musik transposisi (nada yang ditulis tidak sama dengan nada yang terdengar), yang paling umum dipakai adalah klarinet bes, lalu klarinet a. Klarinet bass, clarinet alto, dan klarinet kontrabass masuk dalam keluarga klarinet (Prier, 2011: 89).

f. Trombone

Alat musik tiup logam dengan pipa yang dapat ditarik keluar masuk untuk merubah tinggi nada. Nada dasar dan trombone tenor adalah Bes. Umumnya wilayah nada trombone dan E sampai fl (Prier, 2011: 221).

g. Tuba

Tuba adalah tabung. Istilah alat musik tiup logam terpenting pada masa antik Romawi. Bentuknya semula lurus bagaikan trompet kuno namun lebih besar. Ditiup dalam posisi miring ke atas waktu perarakan, pemakaman, pementasan di arena dan terutama untuk keperluan tentara. Tuba pada zaman sekarang merupakan alat tiup logam bas dengan nada dasar F; Tuba dengan nada dasar Es


(30)

disebut juga Bombardon. Tuba dipakai dalam orkes simfoni maupun dalam orkes simfoni fanfare, dalam musik hiburan (dansa) maupun dalam ansambel jazz (Prier, 2011: 223).

h. Tambur/Snare Dram

Tambur/snare drum Adalah alat musik perkusi (Banoe, 2003:405) berbentuk tabung yang memiliki dua buah selaput (fiber) atas dan bawah, dimainkan dengan cara dipukul dengan dua bilah stick yang terbuat dari kayu. Alat musik ini terbuat dari kayu atau metal.

i. Tanjidur

Tanjidur adalah rnusik jalanan tradisional pesta capgorneh, di kalangan Cina Betawi merupakan sisa-sisa musik baris dan musik tiup ruang zaman penjajahan Belanda di Indonesia (Banoe, 2003: 408).

7. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Penelitian yang berjudul “Melacak Musik Asli Palembang” yang diteliti oleh M. Jufri. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan studi pustaka. Dari penelitian ini M. Jufri mendiskripsikan kesenian Palembang serta perkembangannya. Relevansinya dengan penelitian yang saat ini penulis teliti adalah sama-sama mengkaji tentang musik daerah di Sumatera Selatan. Perbedaannya adalah M. Jufri lebih mendeskripsikan


(31)

tentang tanjidur tersebut. Hasil dari penelitian ini M. Jufri menyimpulkan bahwa musik khas bagi daerah Sumatera Selatan adalah tanjidur.

b. Penelitian skripsi yang berjudul “Peran dan Fungsi Musik Kesenian Kubro

Siswo Mudo Kecamatan Kalibawang Kulon Progo Yogyakarta” yang diteliti

oleh Wahyu Prasetyo Jurusan Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian skripsi ini dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini adalah musik tersebut berperan sebagai pendukung dari kesenian kubro siswo mudo dan sebagai simbol masyarakat, sedangkan fungsi musik tersebut adalah sebagai alat komunikasi, penyebaran agama islam, pembentukan norma masyarakat dan sebagai hiburan. Persamaan dengan penelitian yang penulis teliti adalah sama-sama mendokumentasikan kesenian tradisional agar tetap hidup serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebudayaan yang telah diwariskan, sedangkan perbedaannya adalah tempat penelitian dan kesenian yang diteliti.

c. Penelitian skripsi yang berjudul “Fungsi dan Bentuk Penyajian Kesenian Tradisional Karungutdi Kalimantan Tengah” yang diteliti oleh Jenny Andany Taruna jurusan Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian skripsi ini dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Hasil dari penelitian ini adalah


(32)

musik Karungut di Kalimantan Tengah memiliki fungsi sebagai, pengungkapan emosi, sarana komunikasi, sarana hiburan, sarana pendidikan, sarana ekonomi, dan pengiring tari. Bentuk penyajian instrumen musik Karungut berupa ansambel. Penyajiannya meliputi peran instrumen, jumlah instrumen, posisi instrumen, dan lagu yang disajikan. Kecapi tali 2 sebagai instrumen pengiring utama, kecapi tali 3, suling, rabab, gandang, dan garantung sebagai instrumen pengiring pendukung. Jumlah instrumen terdiri atas 1 orang pangarungut (vokalis), 4 buah kecapi tali 2, 1 buah kecapi tali 3, 1 buah suling, 1 buah rabab, 3 buah gandang, dan 1 buah garantung. Posisi instrumen diatur sedemikian rupa guna keseimbangan bunyi antar instrumen pengiring dengan tetap menonjolkan kecapi tali 2 sebagai instrumen pengiring utama. Lagu yang disajikan disesuaikan dengan tema acara, dalam penelitian ini lagu yang disajikan adalah Mahaga Budaya Itah (Melestarikan Budaya Kita) dan Pamaju Seni Budaya Itah (Majukan Seni Budaya Kita). Persamaan dengan penelitian yang penulis teliti adalah sama-sama mendokumentasikan kesenian tradisional agar tetap hidup serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebudayaan yang telah diwariskan, sedangkan perbedaannya adalah tempat penelitian dan kesenian yang diteliti.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Metode ini dipilih karena penelitian ini menyelidiki tentang sebuah kebudayaan dalam sekelompok masyarakat yang disebut sebagai penelitian etnografi. Afiduddin (2009: 78) menyatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan suatu proses dari berbagai langkah yang melibatkan peneliti, paradigma teoritis yang interpretatif, strategi penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data empiris, maupun pengembangan interpretasi dan pemaparan. Penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dengan makna yang sebenarnya.” Menurut Endraswara, (2012: 50) etnografi adalah “penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya. Etnografi berupaya mempelajari peristiwa kultural yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek studi.” Menurut Creswell (2013: 20) etnografi adalah “salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara”.

B. Data Penelitian

Dalam data penelitian terdapat dua jenis, yaitu data penelitian primer dan data penelitian sekunder. Data penelitian primer adalah data yang didapat dari hasil


(34)

wawancara dan observasi, sedangkan data penelitian sekunder adalah data penelitian yang didapat dari pendukung hasil wawancara dan observasi, seperti dokumentasi. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan dua cara tersebut dalam membuat data penelitian karena kedua-duanya dapat mendukung penulis dalam mengumpulkan data penelitian.

C. Sumber Penelitian

Informan merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan masalah penelitian, untuk mendapatkan data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan data (Suharsimi, 2002: 207). Dalam penelitian ini sumber penelitian didapatkan dengan melakukan dua studi kerja, yaitu studi kepustakaan dan lapangan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari informasi dan data-data yang berhubungan dengan objek penelitian dengan cara mencari, mengkaji dan mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, artikel dan video. Studi kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan pada beberapa sumber yang dianggap dapat menunjang proses penelitian, lokasi tersebut adalah perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta. Studi lapangan dilakukan untuk menggali secara langsung tentang objek penelitian kepada narasumber dengan cara melakukan wawancara dan melihat langsung proses terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan objek penelitian pada lokasi, yaitu Desa Muara Meranjat Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir.


(35)

D. Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (dalam Endraswara, 2012: 130) penelitian kualitatif adalah “penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti transkripsi, wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain-lain.” Menurut Creswell (2014: 4) penelitian kualitatif merupakan “metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Prosesnya melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menafsirkan makna data.” Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan. Caranya adalah bercakap-cakap secara bertatap wajah. Afiffudin (2009: 131) menyebutkan bahwa ada 3 hal yang menjadi kekuatan dalam wawancara, yatu :

a) Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika informan tidak mengerti penulis sebagai pewawancara dapat melakukan antisipasi dengan memberikan penjelasan.

b) Fleksibel, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tiap individu

c) Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan ketika teknik lain tidak dapat dilakukan


(36)

Wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari. Wawancara adalah alat pengumpul data yang dilakukan penulis dengan cara mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada informan atau subjek yang diteliti secara langsung atau bertatap muka dengan bermacam-macam teknik yang disesuaikan dengan keadaan yang penulis temui di lapangan (Endraswara, 2012: 212). Berikut teknik wawancara (Endraswara, 2012: 212) yaitu:

a) Wawancara oleh tim atau panel. Wawancara semacam ini bila dilakukan oleh lebih dari satu orang pewawancara kepada seorang subjek. Wawancara disebut panel apabila subjek yang diwawancarai lebih dari satu orang.

b) Wawancara tertutup dan terbuka. Wawancara tertutup biasanya dilakukan dengan menyembunyikan setting wawancara sehingga subjek tidak sadar bahwa sedang diwawancara. Sedangkan wawancara terbuka, peneliti dan yang diteliti sama-sama tahu dan tujuan wawancara pun diberitahukan. c) Wawancara riwayat secara lisan. Wawancara ini mirip dengan model life

history, khususnya untuk mengungkap tokoh-tokoh tertentu yang telah membuat sejarah tertentu, telah memiliki jasa tertentu dalam pewarisan budaya dan sejenisnya.

d) Wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang ditetapkan masalah dan pertanyaannya oleh si pewawancara, wawancara seperti ini terkesan kaku berbeda dengan wawancara tidak terstruktur yang mana di dalamnya peneliti maupun


(37)

informan dapat lebih bebas mengemukakan pendapat tentang kebudayaan terkait penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode wawancara secara terbuka. Metode wawancara tidak tersktruktur juga dipilih penulis karena dapat menimbulkan efek nyaman dan santai bagi narasumber yang sedang diwawancarai, narasumber akan lebih bebas mengemukakan pendapat dan cerita tentang kebudayaan. Berikut pertanyaan yang menjadi point penting dalam wawancara saat penelitian.

1) Apa yang dimaksud dengan tanjidur?

2) Mengapa kesenian ini disebut tanjidur?

3) Bagaimanakah sejarahnya?

4) Apakah fungsi dari kesenian ini?

5) Apa saja alat musik yang digunakan?

6) Jenis musik apa yang biasa dimainkan saat memainkan musik ini serta berapa banyak lagu yang dibawakan?

7) Siapa yang membentuk kesenian ini?

8) Saat ini siapakah yang berperan aktif dalam mengembangkan kesenian ini?

9) Bagaimanakah perkembangan kesenian ini pada zaman sekarang?

2. Observasi

Observasi menurut Creswell (2012: 267) adalah observasi yang di dalamnya penulis langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas


(38)

individu-individu di lokasi penelitian. Dalam observasi ini, penulis ingin melihat secara langsung ke lokasi penelitian tepatnya di Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera Selatan kemudian mencari tahu siapa yang menjadi pelaku dalam kesenian ini, dimana lokasi kesenian ini yang masih hidup, kemudian menggali tentang

tanjidur tersebut. Penulis juga merekam atau mencatat baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur setiap informasi yang telah didapatkan. Para peneliti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai non-partisipan hingga partisipan utuh.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati berbagai dokumen yang berkaitan dengan topik dan tujuan penelitian (Koentjaraningrat, 2009: 46). Dokumen sendiri menurut Sugiyono (2013: 240) merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian ini penulis mencari segala bentuk dokumen yang berkaitan dengan penelitian, seperti gambar, video dan lain-lain. Studi pustaka juga dilakukan guna mendapatkan informasi lebih.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh, mengolah dan

menginterpretasikan data berupa informasi yang diperoleh dari informan. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah penulis itu sendiri, data sangat


(39)

bergantung pada validitas penulis dalam melakukan pengamatan dan eksplorasi langsung ke lokasi penelitian (Afifuddin, 2009: 215). Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan alat bantu berupa pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, catatan lapangan, alat perekam dan kamera untuk melengkapi keabsahan serta memudahkan penulis dalam mengumpulkan data. Menurut Lincoln & Guba dalam Ghony (2012: 97-99) karakteristik manusia sebagai instrumen penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Responsif terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Dalam hal ini penulis bersifat interaktif terhadap manusia dan lingkungan.

2. Dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data.

3. Menekankan keutuhan, peneliti membenamkan diri secara utuh ke dalam lingkungan yang baru dan menahan keputusan sendiri, belajar mengamati beberapa tingkatan data sekaligus dan merasakan keutuhan.

4. Membekali diri dengan pengetahuan yang luas dan latihan-latihan sehingga dapat mengumpulkan data dengan berbagai metode dengan baik.

5. Memperluas dan meningkatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman praktis sehingga penelitian menjadi lebih mendalam.

6. Memproses data secara cepat setelah data diperoleh dan menyusun kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuan, merumuskan hipotesis kerja sewaktu berada di lapangan, dan mengetes hipotesis kerja pada informan, sehingga penelitian akan lebih mendalam selama proses pengumpulan data.


(40)

7. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan. Penulis berusaha memperoleh kejelasan terhadap informasi yang kurang jelas dan meragukan.

8. Menggali informasi yang lain dan tidak direncanakan semula guna menemukan informasi dan pengetahuan baru.

Penulis merupakan pusat dan kunci data yang paling menentukan dalam penelitian kualitatif, penulis berperan serta dalam kegiatan subjek yang diteliti pada setiap situasi yang diinginkan dengan menjadi anggota kelompok subjek yang diteliti untuk memperoleh data yang akurat guna mendeskripsikan penelitian. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan alat bantu berupa pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, catatan lapangan, dan kamera untuk meningkatkan keabsahan data serta memudahkan penulis dalam mengumpulkan data penelitian.

F. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong (2014: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Sugiyono (2013: 327) berpendapat bahwa apabila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.


(41)

Teknik keabsahan data merupakan cara yang digunakan untuk menguji kevalid-an data yang telah dikumpulkan, teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan data yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik triangulasi. Terdapat dua jenis triangulasi, yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik merupakan cara menguji ketepatan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian, sedangkan triangulasi sumber adalah cara untuk menguji kebenaran data wawancara yang telah dikumpulkan dari dua narasumber, kemudian penulis mengumpulkan data mengenai tanjidur . Data tersebut kemudian dianalisis.

G. Analisis Data

Dalam penelitian ini diperlukan proses analisis data. Analisis data penelitian budaya merupakan proses pengkajian hasil wawancara, pengamatan dan dokumen yang telah terkumpul. Menurut Miles dan Huberman (1986) dalam Ghony & Almanshur (2012: 306) analisis data kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Menurut Creswell (2012: 274) analisis merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Menurut Miles dan Huberman (1986) dalam Ghony & Almanshur (2012: 306) analisis data kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Proses analisis data secara keseluruhan melibatkan usaha memaknai data yang berupa teks atau gambar, untuk itu penulis


(42)

perlu mempersiapkan data tersebut untuk dianalisis, melakukan analisis yang berbeda, memperdalam pemahaman akan data tersebut, menyajikan data dan membuat interpretasi makna yang lebih luas akan data tersebut. Beberapa langkah analisis yang harus dilakukan dalam penelitian kualitatif menurut Afifuddin, (2009: 183) meliputi:

1. Analisis sebelum lapangan

Penulis telah melakukan analisis data sebelum memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian, fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah penulis masuk dan selama di lapangan.

2. Analisis selama di lapangan

Selama penelitian berlangsung pengumpulan data masih berlangsung, penulis melakukan analisis data, dengan cara mengklasifikasi data dan menafsirkan isi data.

3. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan terperinci. Semakin lama penulis kelapangan, jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu penulis harus segera melakukan analisis melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal


(43)

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

4. Penyajian data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk table, grafik, pie chart, pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, data diorganisasikan secara sistematis dalam pola hubungan sehingga mudah dipahami. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Menurut Affifudin (2009: 160), dalam penelitian etnografi ada beberapa jenis analisis yang dilakukan, yaitu analisis domain, taksonomik, kompensial, tema kultural, dan komparasi konstan. Teknik analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis domain dan analisis taksonomik. Analisis domain berguna untuk mencari dan memperoleh gambaran umum atau pengertian yang bersifat menyeluruh, sedangkan analisis taksonomik dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap keseluruhan data didasarkan pada pengelompokan tertentu sebagaimana yang sudah didomainkan. Kedua teknik analisis ini dipilih karena dianggap tepat dan sesuai dengan kebutuhan analisa dalam penelitian ini.


(44)

BAB IV

FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR

A. Sejarah Tanjidur

Ketertarikan penulis terhadap tanjidur bermula dari keingintahuan penulis terhadap musik khas daerah Sumatera Selatan. Penulis mencoba mencari informasi melalui internet, di mana saat ini internet merupakan alternatif yang sangat membantu bagi masyarakat untuk mencari informasi yang ingin mereka ketahui. Pencarian mulai dilakukan, hingga akhirnya penulis menemukan bahwa salah satu kesenian tradisional di Sumatera Selatan adalah Tanjidur. Tanjidur ini berada di Desa Muara Meranjat Ogan Ilir Sumatera Selatan. Hal ini mengejutkan penulis di mana yang penulis ketahui tanjidur merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Betawi. Selain itu, ketertarikan penulis juga didasari oleh keunikan yang terdapat pada jenis alat musik yang mereka gunakan, sehingga penulis memutuskan untuk menjadikan tanjidur yang berada di Sumatera Selatan ini sebagai penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi.

Penelitian dimulai dengan mencari informasi melalui informan pertama, orang tersebut bernama bapak Rian. Beliau masih mempunyai ikatan keluarga dengan penulis. Dari beliau penulis mendapatkan sedikit informasi tentang

tanjidur, kemudian beliau merekomendasikan untuk menemui bapak Hayat selaku

pemilik dan pengurus tanjidur, awalnya beliau bercerita bahwa ada beberapa grup


(45)

menyarankan kepada penulis untuk memilih grup Marta sebagai grup tanjidur

yang akan di teliti. Karena menurut beliau grup Marta ini adalah grup tertua dan terus aktif hingga saat ini, para pemainnya juga sangat mahir memainkan alat musiknya. Atas saran yang diberikan beliau, akhirnya penulis memutuskan untuk meneliti grup Marta tersebut.

Pada tanggal 23 Maret 2016, penulis untuk pertama kalinya mengunjungi Desa Muara Meranjat yang berada di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan dengan ditemani oleh bapak Rian. Keadaan desa yang terlihat seperti pada umumnya, rumah-rumah di desa ini sebagian besar masih mempertahankan bentuk rumah adat Ogan ilir, yaitu rumah panggung. Sambil menuju ke rumah bapak Hayat, bapak Rian sedikit bercerita tentang Desa Muara Meranjat ini, beliau sepertinya memperhatikan saat penulis memandangi rumah-rumah yang ada di sana. Singkat cerita, menurut sejarah yang beliau ketahui, rumah panggung ini pada awalnya didirikan guna untuk melindungi diri dari ancaman binatang buas, rumah panggung juga menjadi alternatif bagi masyarakat untuk menghindari banjir, karena bentuknya yang tinggi jauh dari permukaan tanah. Rumah panggung ini juga memiliki cerita dan makna yang terkandung pada setiap bagiannya. Rumah ini dibuat dari kayu tailan dengan pilihan terbaik, pondasinya harus diberi uang logam pada tiap-tiap tiang dengan jumlah yang sama, logam dipercaya tidak akan cepat berbaur dengan tanah. Semakin besar nilai nominal pada uang logam dipercayai akan semakin kuat rumah tersebut. Tangga dan jendela rumah panggung juga memiliki filosofi tersendiri seperti jumlah anak tangga yang harus berjumlah genap, karena jika tidak masyarakat percaya bahwa


(46)

rumah tersebut tidak layak atau tidak baik untuk di huni. Arah tangga juga harus berada di sebelah kanan, karena segala perbuatan dipercaya sebaiknya dilakukan dari sebelah kanan. Jumlah jendela juga memiliki arti tersendiri, rata-rata jumlah jendela disetiap rumah panggung berjumlah 6 jendela yang artinya mendatangkan rezeki. Rumah panggung ini terbukti sangat kuat, seperti yang dikatakan oleh bapak Rian, umur rumah yang berada di desa ini ada yang mencapai ratusan tahun, meskipun bencana datang silih berganti dalam hitungan tahun, rumah-rumah tua tersebut tetap kokoh berdiri. Saat ini rumah-rumah panggung banyak yang diwujudkan dalam bentuk yang berbeda, aura dan ruh yang tertanam tentu akan berbeda pula, namun masyarakat tetap mempercayai hal tersebut sebagai warisan budaya leluhur. Desa Muara Meranjat juga sangat dikenal dengan kulinernya, yaitu pindang Meranjat. Pindang adalah ikan atau daging yang dibumbui dengan rempah-rempah khusus, kemudian direbus dan dihidangkan berkuah. Sungguh mengagumkan cerita dibalik desa kecil ini yang membuat saya semakin bersemangat untuk mencari tahu sejarah tentang kesenian tradisionalnya. Berikut merupakan contoh bentuk rumah panggung di Desa Muara Meranjat Tanjung Raja Ogan Ilir.


(47)

Gambar 1.1 : Rumah Panggung Desa Muara Meranjat

(Dokumentasi : Ghafiqa, Maret 2016)

Beberapa menit kemudian, tibalah penulis bersama bapak Rian di kediaman bapak Hayat selaku pemilik dan pengurus grup tanjidur Marta. Penulis disambut dengan baik oleh bapak Hayat dan anggota tanjidur lainnya. Mereka sangat ramah dan terlihat sangat antusias dengan kedatangan ini, hal ini membuat penulis berlega hati dan semakin semangat untuk melakukan penelitian. Rumah kediaman bapak Hayat sama seperti rumah-rumah yang penulis lewati, rumahnya berbentuk rumah panggung yang nyaman dan sejuk. Penulis dipersilahkan masuk dan duduk bersama anggota tanjidur lainnya dan disuguhkan minuman layaknya seorang tamu, kemudian penulis memulai dengan melakukan perkenalan diri terlebih dahulu lalu menjelaskan maksud dari kedatangan ini. Mereka sedikit bercerita jika dahulu juga ada mahasiswa yang melakukan penelitian tentang tanjidur ini, mahasiswa tersebut berasal dari salah satu kampus yang berada di Sumatera Selatan. Pembicaraan pun dimulai dengan bercerita tentang perjalanan penulis selama menuju ke rumah bapak Hayat tersebut dengan menggunakan bahasa daerah.


(48)

Perjalanannye lumayan jauh dari Lahat, karne aku tinggalnye di Lahat Pak. Kebetulan bapak Rian ini maseh kluarge ngak keluarge di Lahat, mangkenye aku mintak bantuan ngak beliau mangke pacak penelitian di dusun sini. Aku betrimekaseh nian la diizinke ngelakuke penelitian ngak mendokumentasike tanjidur ini”(Perjalanannya lumayan jauh dari Kota Lahat, karena saya tinggalnya di Lahat Pak, dan kebetulan bapak Rian ini masih memiliki ikatan keluarga dengan keluarga di Lahat, itulah sebabnya saya meminta bantuan beliau agar dapat melakukan penelitian di desa ini. Saya sangat berterima kasih telah diizinkan untuk melakukan penelitian dan mendokumentasikan tanjidur ini). Penelitian dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai nama-nama setiap anggota tanjidur agar lebih akrab dan dilanjutkan dengan menanyakan tentang sejarah dari tanjidur dan penyajiannya. Tanjidur merupakan permainan musik yang menggabungkan beberapa alat musik sehingga mirip dengan marching band. Kesenian ini disebut tanjidur karena terdapat alat musik yang jika ditabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sebagai alat musik yang paling dominan, alat musik tersebut adalah bass drum, ada juga yang menyebutnya sebagai musik Brass yang artinya, kesenian yang alat musiknya merupakan alat tiup yang sebagian besar terbuat dari bahan logam. Tanjidur ini sering digunakan dalam acara pernikahan, khitanan, dan hari-hari besar serta kegiatan pemerintahan. Pemimpin Grup Marta, bapak Mamat pada wawancara tanggal 23 Maret 2016 menyatakan bahwa:

“Tanjidur ni dikateka tanjidur karne ade alat yang ame dipukul bebunyi dur..dur..dur, bentuknye yang bulat besak itu, tanjidur ini diguneke untuk acara nikahan, khitanan, terus acara besak pemerintah (tanjidur ini disebut tanjidur

karena ada alat yang jika ditabuh berbunyi dur..dur..dur, bentuknya yang bulat besar, tanjidur ini digunakan untuk acara pernikahan, khitanan, dan acara besar pemerintahan).”

Kesenian ini merupakan kesenian yang berasal dari daerah-daerah di Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Ogan Ilir dan menyebar di setiap desa yang ada di kabupaten tersebut, namun pada awalnya kesenian ini dibawa oleh


(49)

digunakan memiliki unsur musik Barat. Menurut hasil wawancara pada bulan Maret bersama bapak Hayat alat-alat musik ini dahulunya didapatkan secara turun-temurun tetapi tanjidur dibuat sendiri oleh masyarakat saat itu sehingga bahannya berbeda dengan bass drum pada umumnya. Berikut merupakan alat-alat musik yang digunakan dalam tanjidur.

1. Terompet

Gambar 1.2 : Terompet

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Di dalam permainan tanjidur, terompet berperan sebagai melodi utama atau melodi asli yang dilakukan secara bergantian dengan saxophone. Terompet ini dimainkan oleh dua orang pemain.

2. Saxophone Alto dan Saxophone Tenor

Gambar 1.3 : Saxophone


(50)

Di dalam permainan tanjidur saxophone berperan sebagai melodi utama atau melodi asli yang dilakukan secara bergantian dengan terompet. Saxophone ini dimainkan oleh tiga orang pemain yaitu dua orang pemain sebagai pemain sax alto dan satu orang pemain sebagai pemain sax tenor.

3. Clarinet

Gambar 1.4 : Clarinet

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Alat Musik tiup ini sebagai pelengkap dari melodi utama, saat dimainkan clarinet hanya memainkan nada-nada kecil saat nada kosong yang biasa disebut dengan filler. Clarinet ini dimainkan oleh satu orang pemain.

4. Trombone

Gambar 1.5 : Trombone


(51)

Di dalam tanjidur trombone berberan sebagai melodi variasi dari melodi asli. Trombone dimainkan oleh satu orang pemain saja.

5. Tuba

Gambar 1.6 : Bass

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Dalam tanjidur tuba berperan sebagai bass. Bass ini berfungsi sebagai nyawaa sehingga membuat melodi menjadi lebih hidup. Dalam tanjidur bass dimainkan oleh satu orang pemain.

6. Snare Dram

Gambar 1.7 : Snare Drum


(52)

Snare drum merupakan alat musik ritmis yang berperan penting dalam permainan musik karena musik ritmis berfungsi sebagai pengatur ritme atau ketukan agar lagu atau melodi tetap dalam ketukan yang tepat dan enak didengar. Begitu juga dalam permainan musik di dalam tanjidur. Snare drum ini dimainkan oleh satu orang pemain.

7. Tanjidur

Gambar 1.8 : Tanjidur

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Tanjidur merupakan alat musik yang tabungnya terbuat dari kayu dan membrannya terbuat dari kulit sapi, berbeda dengan bass drum pada umumnya yang tabungnya terbuat dari logam dan besi, membrannya terbuat dari pet film

lembut berwarna putih. Tanjidur berfungsi sebagai alat musik ritmis sehingga terdengar paling dominan. Alat musik ini dimainkan oleh satu orang pemain dan diangkat oleh dua orang pengusung.

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, dari beberapa desa yang memiliki kesenian ini penulis memilih desa Muara Meranjat sebagai tempat penelitian. Menurut informasi yang penulis dapatkan dari informan pertama


(53)

terdapat beberapa grup tanjidur di Tanjung Raja, tetapi jumlah pemainnya hanya sedikit berkisar 5 hingga 7 orang pemain saja, alatnya pun tidak begitu lengkap, itulah sebabnya penulis direkomendasikan untuk meneliti grup Marta. Grup

Tanjidur ini yang paling sering digunakan baik oleh masyarakat maupun dalam kegiatan pemerintahan karena mereka memiliki alat musik yang paling lengkap dan pemain musik yang ahli serta mahir dalam memainkan alat musik tanjidur

tersebut. Selain itu, grup tanjidur Marta merupakan grup tanjidur tertua karena diperkirakan terbentuk pada tahun 1960-an, hal ini juga dibenarkan oleh masyarakat setempat. Seperti yang dikatakan oleh informan pertama yaitu bapak Rian pada saat wawancara pada tanggal 13 februari 2016.

“di sini sebenernyo ado lagi grup tanjidur selain ini, tapi ame dikinak dari kelengkapan alat ngak pemainnye katek yang lebih alap, lagipule grup ini tu la lame ade (di sini sebenarnya masih ada grup tanjidur lain, tetapi jika dilihat dari kelengkapan alat dan pemainnya tidak ada yang lebih bagus, lagipula grup ini sudah lama ada atau lebih dulu ada)”

Grup Marta ini dibentuk oleh almarhum Ayah dari bapak Hayat yaitu bapak Ujang, kemudian diwariskan kepada bapak Hayat sebagai pemilik sekaligus pengurus dari grup dan alat musik tanjidur tersebut. Nama Marta merupakan singkatan dari “Muara Meranjat Tanjung Raja”. Grup ini dibentuk pada tahun 1968 dengan jumlah personil 10 orang sebagai pemain alat musik dan memiliki beberapa orang kru yang membantu mereka. Salah satu personil tersebut adalah anak bapak Hayat itu sendiri, tetapi yang memimpin dan berperan aktif dalam grup tanjidur ini saat tampil adalah bapak Mamat. Bapak Mamat adalah pemain yang paling tua di antara pemain yang lain, beliau berusia 72 tahun. Seperti yang


(54)

disampaikan bapak Hayat saat wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2016.

“grup ini la ade sejak taun 1968 dibentuk ngak almarhum Bapak aku, mak ini diwariskenye ngak aku, nah bapak Mamat ini pemain yang paling tue karne la begabung pas mase diurus oleh Bapak aku (grup ini sudah berdiri sejak tahun 1968 yang dibentuk oleh almarhum Bapak saya, dan sekarang telah diwariskan kepada saya, nah bapak Mamat ini adalah pemain yang paling tua karena sudah bergabung ketika grup ini masih dipegang oleh Bapak saya)”

Para pemain tanjidur di grup Marta ini berprofesi sebagai petani, pedagang dan tukang kayu. Dari yang telah diketahui bahwa warga di Tanjung Raja sebagian besar profesinya adalah petani dan pedagang dan hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai PNS. Para pemain tanjidur grup Marta ini berasal dari desa yang berbeda-beda, beberapa di antara mereka tinggal di desa yang cukup jauh dari Desa Muara Meranjat, sehingga mereka yang tinggal di desa yang berbeda tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh ketika grup Marta akan tampil disebuah acara. Waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 1 jam perjalanan bagi pengguna sepeda, sedangkan bapak Hayat membutuhkan waktu sekitar 1 setengah jam untuk menempuh perjalanan menggunakan mobil. Mereka tidak pernah melakukan latihan terlebih dahulu sebelum tampil, karena mereka sudah sangat mahir memainkan alat-alat musik tanjidur tersebut, akan tetapi kesiapan dan kelengkapan alat tetap dilakukan sebelum acara dimulai. Seperti dalam wawancara pada tanggal 23 Maret 2016 bersama bapak Hayat.

“kami dek biye ade latian, ame nak tampil langsung be, paling pemanasan

dikit sambil nginak kelengkapan alat (kami tidak pernah melakukan latihan terlebih dahulu sebelum tampil, jika mau tampil langsung saja, hanya saja masih melakukan pemanasan dan mengecek kelengkapan alat sebelum tampil)”


(55)

Penjelasan ini sentak membuat penulis terkejut, timbullah pertanyaan bagaimana mereka bisa memainkan tanjidur tanpa melakukan latihan sama sekali. Akhirnya mereka menceritakan bagaimana dulu awalnya mereka bisa mengenal dan memainkan alat musik ini. Di usia mereka yang beranjak dewasa, mereka merupakan anak rantau di ibu kota Sumatera Selatan dan ibu kota Negara. Pada zamannya mereka sangat menyukai musik jazz, kemudian mereka tertarik untuk mempelajari alat musiknya secara otodidak, bahkan salah satu di antara mereka dulu pernah menjadi penyanyi jazz di salah satu cafe di ibu kota. Itulah yang membuat mereka bisa memainkan alat musik Barat meskipun tanpa melakukan latihan khusus. Kemudian mereka bergabung dengan grup tanjidur yang telah ada ditanah kelahiran mereka untuk menyalurkan bakat yang mereka miliki.

B. Penyajian Tanjidur

Tanjidur memiliki sedikit perbedaan dalam penyajiannya ketika sedang tampil dalam acara pernikahan, khitanan dan acara pemerintahan. Berikut bentuk penyajian tanjidur dalam beberapa kegiatan tersebut.

1. Penyajian tanjidur saat khitan

Grup tanjidur Marta ini terdiri dari 12 orang, yaitu 10 orang sebagai pemain musik dan 2 orang lagi sebagai pengusung dari tanjidur itu sendiri. Hal ini dikarenakan saat acara khitan tanjidur akan berkeliling desa dan ukuran tanjidur

yang besar sehingga tidak memungkinkan jika hanya dibawa oleh 1 orang saja, oleh sebab itu ditugaskan 2 orang sebagai pengusung dan 1 orang lagi sebagai pemukul tanjidur. Jumlah pemain tanjidur saat observasi dan penelitian langsung


(56)

di lapangan terdapat perbedaan. Saat observasi penulis mengungkapkan bahwa pemain tanjidur di grup Marta berjumlah 14 orang pemain, sedangkan dalam penelitian langsung di lapangan jumlah personil grup Marta berjumlah 10 orang pemain dan 2 orang pengusung, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut hal itu disebabkan oleh berkurangnya jumlah pemain, yang dikarenakan pemainnya telah meninggal dunia dan hingga saat ini diakui sulit untuk mendapatkan peran pengganti karena kurangnya minat warga terutama kaum muda. Berkurangnya pemain tanjidur ini dikhawatirkan lama-kelamaan dapat mengancam keberadaan

tanjidur di Ogan Ilir yang disebabkan oleh tidak adanya penerus untuk generasi berikutnya. Tanjidur bisa hilang dan punah, hal ini sangat mengkhawatirkan karena tanjidur merupakan satu-satunya musik tradisional yang lahir dari Kabupaten Ogan Ilir. Berikut merupakan nama para pemain dan perannya di

tanjidur dalam upacara khitanan.

1. Bpk. Hajat usia 62, sebagai pemain tanjidur dari Desa Muara Meranjat 2. Bpk. Mamat usia 72, sebagai pemain sax alto dari Desa Pamulutan Ilir 3. Bpk. Cikwa usia 65, sebagai pemain clarinet dari Desa Sentul

4. Bpk. Alamsyah usia 61, sebagai pemain terompet dari Desa Tanjung Raja

5. Bpk. Nasir usia 60, sebagai sax alto dari Desa Sribambang 6. Bpk. Zaini usia 60, sebagai sax tenor Desa Pamulutan 7. Bpk. Soleh usia 39, sebagai pemain bas Desa Tanjung Raja

8. Mang Net usia 50, sebagai pemain trombone dari Desa Pajar Bulan Tanjung Baru


(57)

9. Bpk. Ruslan usia 40, sebagai pemain snare drum dari Desa Tanjung Raja

10.Bpk. Darwin Hayat usia 40, sebagai pemain terompet dari Kota Palembang

Sebelum tampil alat-alat tanjidur akan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu oleh para pemain dan melakukan sedikit pemanasan. Berikut merupakan alat musik dan pelengkap yang sebelumnya disiapkan oleh pemain.

1. 2 buah terompet 2. 3 buah saxophone 3. Clarinet

4. Tambur/snare drum 5. Bass

6. Trombone

7. Tanjidur


(58)

Gambar 1.9 : Persiapan Alat-Alat Tanjidur Sebelum Tampil

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Gambar 2.0 : Pemain Tanjidur Melakukan Pemanasan Sebelum Tampil


(59)

Kostum yang digunakan oleh para pemain saat tampil bukanlah kostum khusus. Kostum dan lagu yang dimainkan mengikuti tema acara saat itu. Di dalam acara khitan, biasanya mereka hanya mengenakan baju koko yang warnanya telah disepakati bersama, sedangkan lagu yang dimainkan adalah lagu yang bernuansa islami yang dikenal masyarakat dengan nama sarafal anam.

Sarafal anam merupakan sebuah kesenian yang berbentuk permainan musik dengan menggunakan beberapa alat musik sama seperti tanjidur, tetapi memiliki perbedaan pada jenis alat musik yang digunakan dan bentuk penyajiannya.

Sarafal anam menggunakan alat musik rebana dan di dalamnya terdapat sebuah lirik lagu, lirik tersebut merupakan doa-doa yang disampaikan lewat nyanyian, penyajiannya pun dilakukan dengan gerakan-gerakan khusus. Seperti yang disampaikan oleh bapak Mamat dalam wawancaranya bahwa pada awalnya

sarafal anam dan tanjidur merupakan kesenian yang berbeda, sarafal anam hanya digunakan untuk acara yang bersifat islami, sedangkan tanjidur adalah kesenian yang bisa digunakan untuk acara apapun termasuk acara yang bernuansa islami. Seiring berjalannya waktu kedua kesenian ini pernah digabungkan dalam satu pertunjukan seperti pernikahan dengan bentuk penyajiannya masing-masing, tetapi saat ini sarafal anam sudah jarang digunakan oleh masyarakat di sana sehingga perannya digantikan oleh tanjidur dan pertunjukannya tidak lagi digabungkan dengan kesenian lain. Kini sarafal anam dimainkan dengan penyajian yang berbeda, sarafal anam pada tanjidur hanya dimainkan lewat permainan instrumen musik saja tanpa menggunakan nyanyian dan gerakan-gerakan khusus seperti pertunjukan sarafal anam pada umumnya, tetapi tetap


(60)

memiliki makna yang sama yaitu pemujaan umat muslim kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad SAW. Itulah mengapa masyarakat menyebut musik yang dimainkan tersebut dengan sarafal anam. Sedikit informasi yang diperoleh dari bapak Mamat tentang makna musik tanjidur dalam acara khitan ini yaitu menunjukkan bahwa Tuhan adalah zat Yang Maha Besar dengan segala kuasanya, maka dari itu bagi seluruh makhluk termasuk manusia dianjurkan untuk menjadi sebaik-baiknya makhluk agar dapat selamat, lalu didoakanlah

keselamatan baginya. Dalam acara khitan dilakukan prosesi arak-arakan, menurut sejarah yang

diketahui oleh masyarakat arak-arakan ini dilakukan tujuan untuk mempublikasikan kepada masyarakat jika ada seorang anak laki-laki yang telah beranjak dewasa serta bertujuan menjadikan anak yang sedang di khitan tersebut sebagai raja. Arak-arakan ini diiringi tanjidur dan diikuti oleh sanak saudara serta warga desa agar suasana kebahagiaan yang dirasakan keluarga semakin meriah. Ketika diarak anak tersebut menaiki kereta kuda-kudaan yang dikenal dengan

Joli, kereta tersebut ditarik oleh beberapa orang, di dalamnya terdapat 3 orang putri dan 1 orang laki-laki, mereka dijadikan sebagai pendamping anak yang sedang di khitan, biasanya yang menjadi pendamping tersebut merupakan saudara atau keluarga dari anak yang di khitan itu sendiri. Prosesi arak-arakan ini telah ada di Sumatera Selatan sejak abad ke-16 jauh sebelum tanjidur lahir di daerah tersebut, Karena seperti yang telah diketahui sebelumnya budaya Barat masuk ke wilayah Ogan Ilir pada abad ke-18. Tradisi ini kemudian menyebar disetiap daerahnya dengan istilahnya masing-masing. Saat penampilan berlangsung grup


(61)

tanjidur berada dibelakang kereta joli. Sedangkan warga lain yang ikut menyaksikan arak-arakan ini berada dipinggir jalan dan didepan rumah mereka masing-masing.

Gambar 2.1 : Kereta Joli Saat Arak-Arakan Dalam Acara Khitan

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Gambar 2. 2 : Posisi Pemain Tanjidur Saat Sesi Arak-Arakan


(62)

2. Penyajian tanjidur saat pernikahan

Menurut hasil wawancara terhadap bapak Mamat penyajian tanjidur saat pernikahan tidak jauh berbeda dengan penyajian saat acara khitan, seperti biasa para pemain menyiapkan alat musik dan pelengkap terlebih dahulu. Kemudian melakukan sedikit pemanasan. Di dalam pernikahan adat arak-arakan tetap dilakukan. Arak-arakan dimulai dari rumah sang pengantin laki-laki diikuti oleh keluarga pengantin menuju rumah pengantin perempuan yang juga menggunakan kereta joli, kemudian mereka menuju kepintu masuk panggung pelaminan dan disambut oleh para penari. Biasanya pernikahan dilakukan di rumah pengantin wanita, tetapi jika pernikahan berlangsung di gedung pernikahan arak-arakan dimulai dari depan gerbang menuju pintu masuk gedung pernikahan, kemudian kedua pengantin akan disambut oleh penari dan mengiringi mereka hingga naik ke atas panggung, tetapi tanjidur akan berhenti bermain ketika mereka sudah sampai dipintu masuk gedung maupun pintu masuk panggung. Karena musik akan digantikan dengan musik tari yang biasanya menggunakan kaset CD, tarian tersebut bernama Tari Sambut. Di sini tanjidur hanya berperan sebagai pengiring kedua pengantin menuju pintu pelaminan bukan mengiringi tarian. Lagu yang mereka bawakan saat arak-arakan sama seperti khitan yaitu lagu yang bernuansa islami yang dikenal dengan sarafal anam. Setelah acara khusus telah dilaksanakan biasanya dilanjutkan dengan acara hiburan, di sana tanjidur mulai dimainkan lagi. Lagu yang mereka bawakan sesuai dengan permintaan para tamu undangan, tetapi tetap mengikuti batas kemampuan dari para pemain. Kostum


(63)

yang digunakan oleh para pemain biasanya menggunakan baju koko yang warnanya juga telah disepakati bersama.

3. Penyajian tanjidur saat acara pemerintahan

Menurut hasil wawancara terhadap bapak Mamat dalam acara pemerintahan seperti biasa mereka menyiapkan alat musik dan melakukan pemanasan terlebih dahulu. Berbeda dengan acara khitan dan pernikahan, di dalam acara pemerintahan arak-arakan tidak dilakukan. Contoh hari kemerdekan Republik Indonesia, mereka akan di undang ke tempat di mana acara akan dilaksanakan. Para pemain ditempatkan di tempat khusus sebagai pemain instrumen musik untuk menyambut para tamu-tamu besar seperti wali kota dan orang-orang penting lainnya. Musik yang dimainkan hanya musik ritmis saja sebagai bentuk penghormatan dalam penyambutan. Saat acara dimulai lagu yang dibawakan adalah lagu daerah dan lagu nasional yaitu lagu 17 Agustus 1945. Kostum yang digunakan oleh para pemain biasanya menggunakan pakaian rapi yang warnanya juga telah disepakati bersama.

Di dalam satu acara pernikahan dan khitanan, waktu yang dihabiskan oleh grup tanjidur ini mencapai 3 hingga 4 jam, sedangkan dalam acara pemerintahan grup ini bermain musik bisa menghabiskan waktu dari pagi hingga sore. Tetapi hal yang sangat menyedihkan adalah upah yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan apa yang mereka kerjakan terutama ketika mereka ditugaskan dalam acara pemda atau pemerintahan, mereka hanya mendapat upah 50 ribu per-orang termasuk pemilik tanjidur tersebut, sedangkan di dalam acara warga seperti


(64)

khitanan dan pernikahan upah yang mereka dapatkan kisaran 150 ribu per-orang dan bapak Hayat selaku pemilik mendapatkan paling banyak 500 ribu. Seperti yang dikatakan bapak Mamat pada wawancara tanggal 25 Maret 2016 bahwa: “nanggung badan ame disewa pemda, kite begerak dari pagi tengka sore anye cuma dapat 50 hibu per-jeme (hancur badan kalo disewa oleh pemda, kita kerja dari pagi hingga sore hanya mendapatkan 50 ribu per-orang).”

Di sini dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini tanjidur memang masih digunakan oleh pemerintah setempat, tetapi mereka mengakui tidak pernah mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah itu sendiri, jangankan untuk memajukan tanjidur ini, menghargai kesenian ini dari hasil kerja keras mereka pun tidak terlihat. Kelengkapan alat musik yang mereka miliki tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah sebagai bentuk kepedulian bahwa pemerintah mendukung kelestarian tanjidur ini. Alat yang mereka miliki dibeli sendiri oleh Ayah dari bapak Hayat. Jika terjadi sesuatu dengan alat musik Ayah bapak Hayat harus membawanya ke Palembang hingga ke luar kota melihat sulitnya toko alat musik Barat ini ditemukan. Mereka mengakui sejujurnya tidak menjadi masalah jika memang mereka tidak dibayar sekalipun, tetapi tanjidur

merupakan alternatif lain bagi seluruh anggota untuk mendapatkan penghasilan sampingan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus untuk melestarikan dan mengenalkan tanjidur ini kepada masyarakat luas.

Setelah melakukan wawancara, penulis di antarkan oleh bapak Rian menuju rumah sanak keluarga beliau yang ada di sana. Seperti sebelumnya penulis disambut dengan sangat baik oleh keluarga. Selama berada di sana penulis hanya memperhatikan kehidupan masyarakat setempat, berjalan-jalan keliling desa


(65)

ditemani oleh keponakan dari bapak Rian. Saat tinggal di sana penulis dihidangkan pindang ikan patin khas dari desa ini, aromanya membuat perut terasa lapar, dan rasanya begitu istimewa. Makan pindang memang bukanlah kali pertama bagi penulis, tetapi memakan pindang meranjat di desa tempat pindang ini di buat pertama kalinya dan dihidangkan oleh tangan orang asli meranjat adalah pengalaman yang pertama. Pindang ini rasanya begitu berbeda dengan pindang yang dijual di rumah-rumah makan.

Gambar 2.3 : Pindang Ikan Patin Khas Muara Meranjat

(Dokumentasi : Ghafiqa, Maret 2016)

Beberapa hari tinggal memang belum cukup untuk mengenal kehidupan sehari-hari masyarakat di sana dengan baik, tetapi beberapa hari itu tetap menjadi pengalaman yang luar biasa. Penulis memang bukanlah warga desa tersebut tetapi masyarakat begitu baik sehingga penulis merasa berada di rumah sendiri. Penelitian ini juga dapat berjalan dengan lancar berkat dukungan dan kerjasama dari semua masyarakat, terutama anggota tanjidur.


(66)

C. Fungsi Tanjidur

Dari hasil penelitian di atas telah diketahui bahwa musik tradisional merupakan musik yang berkembang di suatu daerah dan diwariskan secara turun-temurun dan tetap memperlihatkan yang menjadi khas bagi daerah setempat. Dengan demikian, Tanjidur merupakan bentuk peninggalan kesenian tradisional di daerah Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera Selatan meskipun unsur musiknya telah digabungkan dengan unsur musik Barat tetapi tidak melupakan hal yang menjadi ciri khas dari musik itu sendiri, yaitu tanjidur. Hal ini disebut dengan istilah akulturasi. Menurut Suyono dalam Rumondor (1995: 208) akulturasi

merupakan pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa unsur kebudayaan yang saling bertemu. Tanjidur merupakan alat musik yang dibuat sendiri oleh masyarakat setempat saat itu menggunakan kulit sapi sebagai membrannya, itulah yang menjadi ciri khas dari tanjidur dan dijadikan sebagai simbol kebudayaan oleh masyarakat setempat untuk membedakannya dengan kesenian dari daerah lain. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan fungsi tanjidur sebagai berikut.

1. Sebagai hiburan

Hiburan merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat penting, karena dengan hiburan manusia dapat meringankan beban dari tekanan-tekanan dan ketegangan psikologis atau mental maupun fisik yang terjadi dalam kehidupan. Seni dan hiburan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Meskipun tanjidur kurang diminati oleh kaum muda di daerah tersebut, tanjidur tidak


(67)

diperuntukkan bagi masyarakat luas. Menurut hasil penelitian penulis ketidaktertarikan kaum muda terhadap tanjidur adalah hanya ketidaktertarikan untuk bergabung bukan ketidaktertarikan untuk menikmati, karena mereka tetap terhibur jika tanjidur sedang tampil hal itu terlihat ketika mereka begitu antusias jika bunyi tanjidur mulai terdengar dari kejauhan, mereka memang tidak memperlihatkan ekspresi yang berlebihan, tetapi raut wajah mereka memperlihatkan kekaguman terhadap tanjidur. Ketidakketertarikan mereka untuk bergabung dikarenakan kurangnya pemahaman mereka terhadap tanjidur. Kurangnya pemahaman tersebut disebabkan oleh minimnya dokumentasi dan referensi tentang tanjidur itu sendiri. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat merubah pola pikir kaum muda di sana terhadap tanjidur, karena tanjidur sebenarnya bukanlah musik tradisional yang membosankan seperti musik tradisional yang diketahui pada umumnya, justru tanjidur adalah musik tradisional yang unik, mereka bahkan bisa berekspresi dengan keunikan alatnya dan mengembangkan kreatifitas mereka sehingga dapat menciptakan tanjidur yang baru, tanjidur yang lebih modern tetapi tidak melupakan jati dirinya sebagai musik tradisional. Seperti yang dikatakan oleh bapak Hayat kesenian tanjidur merupakan sebuah pertunjukan kesenian yang dapat menghibur pendengarnya, karena nuansa musiknya yang mengartikan kesukacitaan.

2. Sebagai keberlanjutan budaya

Saat ini globalisasi dan modernisasi sangat mendominasi sehingga membawa pengaruh besar terhadap pola pikir terutama kaum muda terhadap kesenian tradisional salah satunya tanjidur. Musik tradisional tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik keberadaannya jika dibandingkan dengan jenis musik baru


(1)

kalau acara pemda hanya 50 ribu per-orang termasuk pemilik tanjidur. hancur badan kalo disewa oleh pemda, kita kerja dari pagi hingga sore hanya mendapatkan 50ribu per-orang)”.

Penulis : “Lok mamne persiapan ye dilakuke sbelom mulai?” (Bagaimanakah persiapan yang dilakukan sebelum tanjidur dimulai?)

Narasumber :“Kami dek biye ade latian, ame nak tampil langsung be, paling pemanasan dikit sambil nginak kelengkapan alat (kami tidak pernah melakukan latihan terlebih dahulu sebelum tampil, jika mau tampil langsung saja, hanya saja masih melakukan pemanasan dan mengecek kelengkapan alat sebelum tampil)”.


(2)

LAMPIRAN FOTO PENELITIAN FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN

Gambar 2.4 : Lokasi Penelitian di Desa Muara Meranjat

(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)

Gambar 2.5 : Batas Wilayah Ogan Ilir Sumatera Selatan


(3)

Gambar 2.6 : Para Pemain Tanjidur Bersama Bapak Rian di Kediaman Bapak Hajat

(Dokumentasi : Naya, April 2016)

Gambar 2.7 : Suasana Arak-Arakan Khitan


(4)

Gambar 2.8 : Suasana Arak-Arakan Khitan

(Dokumentasi : Mama Lena, April 2016)

Gambar 2.9 : Gambar Warga Yang Ikut Mengarak


(5)

lvlusik

Tanjidur IZhitanan

.... :. r: ,:

-r -r !

..-

.

.

r-

·

セ ,..

-

r-:.

..-

.

.

·

r-

-

,...

-

,...

I

Clarinet inbセ

Bassoon 5 Alto Sax. Ten. Sax. Tpt. Cl. Thn. S.D. Bsn. B.D.

セ f}セ +!'

セ . . . I t セ ...

- -

-

,:

... -1 ... : r-

-

-

r-

,--

--..> I

ヲスセ # 11*-.

..,.

· ..

r=-- oW 1- M'r- ,wr-:: .... r-:: ... : ... W" r-

r-v r- r-

-

,... v WI"

WI"

-..> r '--I

fl.セ # 11*-. 11*-

· ..

-

...

-

,-

- 1ItP,.. .wr-: ....,-; WI"

r- r-

r-,.. ,... r- : WI"

4V r '--I

fl),J,

- ,: ,:

- -

-セ M'''' r- :

-セ :

v

-4V

- -

-I -I

..r:F5

n

_fflJd

rnn rnn rnn rnn

jセョ

rn n

.1

- - -

-

-

-

-

-

-

-..

- ...

-セ

--r----I

--Cセセセ セN セセ MLェセ - , j " -,;"

.1

J

n

J

n

J

n

J

n

J

n

J

n

J

n

J

jJ


(6)