Sistem Strata Title PENDAHULUAN

hukum Indonesia, yang bermodal murni nasional atau usaha patungan dengan modal asing, sesuai ketentuan penanaman modal asing. 80 Penyelenggara pembangunan rumah susun PPRS harus memenuhi syarat sebagai subjek hak atas tanah, di atas mana rumah susun itu yang bersangkutan dibangun. Karena akan saling menjadi pemilik bangunan yang dibangunnya, ia sejak sebelum rumah susun tersebut dibangun harus sudah menjadi pemegang hak, hak atas tanah yang bersangkutan. Lokasi tanah tempat pembangunan rumah susun ditunjuk oleh kepala kantor pertanahan kotamadya atau kabupaten, berdasarkan rencana umumdetail tata ruang daerah tingkat II yang bersangkutan. 81

D. Sistem Strata Title

Strata title adalah terminologi populer tentang suatu kepemilikan terhadap sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartement atau rumah susun. 82 Selain apartemen dan rumah susun sitem strata title juga dikenal dalam kepemilikan condominium, flat. Pembangunan rumah susun dengan sistem strata title merupakan salah satu alternatif pemecahan kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama didaerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka 80 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, sejarah pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1995, hal 278 81 Ibid, hal 278 82 Forum Komunikasi Pertanahan, Media Komunikasi di Bidang Pertanahan, http:erestajaya.blogspot.com diakses tanggal 7 Juli 2007 Universitas Sumatera Utara kota yang lebih lega dan dapat dipergunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh. 83 Arie Sukanti Hutagalung berpendapat bahwa “Dengan demikian dikota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan pemukiman yang terutama sepenuhnya pada pembangunan rumah susun” 84 Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama didaerah perkotaan terutama yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat dipergunakan sebagai suatu cara peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh. Dalam rangka memberikan landasan hukum dalam pembangunan rumah susun, pada tanggal 31 Desember 1985, pemerintah telah mengundangkan Undang- undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun LN 1985-75; TLN 3317, disingkat dengan UU No. 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun LNRI 1988-7; Penjelasannya dalam TLNRI Nomor 3372 disingkat dengan PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksanaannya, yang mulai berlaku sejak tanggal 26 April 1988. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk: 83 Arie Sukanti Hutagalung, et.aldkk, Condominium dan Permasalahannya, Suatu Rangkuman Materi Perkuliahan , Elips Proyect-FH-UI, Jakarta, 1994, hal 1 84 Ibid, hal 3 Universitas Sumatera Utara a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia. b. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna. Sebelum lebih jauh menelaah apa dan bagaimana cara kita menjalani kehidupan kita dilingkungan rumah susun, apartement, dan condominium ada baiknya kita mendalami dahulu pemahaman kita mengenai apa itu rumah susun dengan kosep kepemilikan strata title dan dasar hukum yang mengatur pembangunan rumah susun itu sendiri. Strata title sebenarnya merujuk pada konsep kepemilikan atas hunian yang dibangun secara verikal, entah itu condominium, apartement, atau rumah susun. Istilah strata title sendiri pertama kali diperkenalkan di Australia pada Tahun 1967 melalui undang-undang yang dikenal dengan nama Strata Title Act. 85 Dalam kaitan ini, konsep strata title merujuk pada pemisahan akan hak seseorang terhadap beberapa strata tingkatan, yakni terhadap hak atas permukaan tanah, atas bumi di bawah tanah dan udara di atasnya. Konsep strata title itu sendiri dikenal dinegara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon Inggris beserta negara-negara jajahannya, serta Amerika Serikat dan berakar pada jenis tenancy in common. 85 Erwin Kallo, Panduan Hukum untuk PemilikPenghuni Rumah Susun Kondominium, Apartemen dan Rusunami, Minerva Athena Pressindo, Jogjakarta, 2009, hal 14 Universitas Sumatera Utara Indonesia sebagai negara jajahan Belanda yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental hingga kini tidak mencantumkan konsep strata title dalam peraturan undang-undangnya. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, terminologi strata title secara spesifik belum mendapat penjelasan utuh karena istilah rumah susun yang digunakan dalam undang-undang tersebut lebih mengacu kepada struktur bangunannya bukan pada konstruksi yuridisnya sebagaimana istilah condominium Francis yang berarti kepemilikan bersama, rumah susun Amerika kepemilikan yang terpisah. Menurut Arie Sukanti Hutagalung dalam seminar liberalisasi hukum tanah Indonesia: studi kasus kepemilikan warga asing atas satuan rumah susun, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kamis 5 Mei 2010 menyatakan: konsep rumah susun rusun yang dianut di Indonesia berbeda dengan konsep rusun pada umumnya yang dikenal dengan strata title. Strata title memungkinkan seseorang memiliki satuan rumah susun tanpa memiliki tanah bersama tanah di bawah bangunan rusun. Sedangkan Indonesia memandang pemilik satuan rumah susun adalah juga pemilik tanah bersama. Pasal 1 Undang-undang No. 16 Tahun 1985 menyebutkan pengertian rumah susun: ”Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian distrukturnya secara fungsional dalam arah horizontal dan vertical yang merupakan satu-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat Universitas Sumatera Utara hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama ” 86 Lebih detail, dalam penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut dikemukakan pengertian yuridis dari rumah susun, yaitu: “Rumah Susun yang dimaksud dalam undang-undang ini, adalah istilah yang diberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian Apartment, atau untuk bukan hunian Apartment, atau untuk bukan hunian Office dan Rentail Mall, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai suatu kesatuan sistem pembangunan” 87 Dari definisi yang tertuang di dalam Pasal 1 Undang-undang No. 16 Tahun 1965 maupun penjelasan undang-undang tersebut bahwa yang dimaksudkan dengan rumah susun rusun merupakan suatu pengertian hukum bagi suatu bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama yang penggunaannya untuk kebutuhan hunian atau bukan hunian secara sendiri maupun terpadu. Menurut Imam Koeswahyono mengatakan ada delapan konsep dasar yang perlu dipahami dengan benar dalam sistem rumah susun yang merupakan fenomena dalam pembangunan perumahan dengan sistem yang konvensional horizontal yakni: 88 1. Bagian bersama, yaitu bagian rusun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan sarusun itu. Bagian bersama ini merupakan suatu struktur bangunan rusun yang terdiri atas: 86 Ibid, hal 15 87 Ibid, hal 16 88 Imam Koeswahyono, ibid, hal 19 Universitas Sumatera Utara a. Pondasi, b. Sloof, c. Dinding struktur utama, d. Pintu masuk dan tangga darurat, e. Jalan masuk dan tangga darurat, f. Koridor, dan g. Selasar. 2. Benda bersama, yakni benda yang bukan bagian rusun untuk pemakaian bersama dan dimiliki bersama secara tak terpisah. Bagian ini melengkapi rusun agar berfungsi secara optimal yang terdiri atas: a. Jaringan air bersih, b. Jaringan listrik, c. Jaringan gas bagi hunian d. Saluran buang air limbah, e. Lift dan atau eskalator f. Taman, dan g. Pelataran parkir. 3. Tanah bersama, yakni tanah yang digunakan atas hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rusun. 4. Pertelaan, yakni rincian batas yang tegas dan jelas masing-masing sarusun, bagian, benda dan tanah bersama yang diwujudkan dalam uraian tertulis dan gambar. Pertelaan dalam hal ini mempunyai arti yang amat penting dalam sistem Universitas Sumatera Utara rusun karena titik awal dimulainya proses hak milik atas satuan rumah susun. Nantinya dari pertelaan ini akan timbul satuan-satuan rumah susun rumah yang secara hukum terpisah melalui proses pembuatan akta pemisahan. 5. Nilai perbandinggan proporsional NPP yakni angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan luas dan nilai satuan rumah susun yang bersangkutan, terhadap luas atau nilai banggunan rumah susun. Nilai perbandingan proporsional selain menentukan besarnya hak masing-masing pemilik satuan rumah susun juga menentukan besarnya kewajiban masing-masing pemilik satuan rumah susun dalam membiayai bersama pengelolaan dan pengoperasian semua benda yang menjadi milik bersama. Biaya tersebut merupakan beban bersama semua pemilik satuan rumah susun. Di samping lima hal tersebut diatas, hal-hal yang terkait dengan sistem rumah susun dan perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 6. Akta pemisahan rumah Akta pemisahan rumah adalah suatu bentuk akta yang di dalamnya memuat pertelaan yang jelas memisahkan rumah susun ke dalam satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Tata cara pengisian dan bentuknya ditentukan oleh peraturan Ka BPN No. 2 Tahun 1989. Akta ini harus disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Universitas Sumatera Utara Isi akta pemisahan yang telah disahkan mengikat semua pihak dan didaftarkan kekantor pertanahan setempat dan menjadi dasar utama timbulnya hak milik atas satuan rumah susun HMSRS. 7. Izin layak huni Izin layak huni merupakan syarat sebelum diterbitkannya sertifikat atau dialihkannya hak kepada user. Izin ini dikeluarkan berdasarkan suatu penilaian bahwa bangunan gedung bertingkat telah sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam izin mendirikan bangunan IMB, itu semua merupakan upaya untuk melindungi keselamatan para penghuninya. Demikian pula halnya untuk rumah susun non hunian syaratnya juga sama. 8. Perhimpunan penghuni Untuk memamfaatkan rumah susun terutama bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, maka sesuai dengan undang-undang para penghuni harus menghimpun diri. Perhimpunan ini dinilai sangat penting karena akan banyak berperan di dalam pengurus kepentingan bersama. Lembaga yang dimaksud oleh undang-undang itu harus berbentuk suatu badan hukum rech person. Konsekuensinya harus memiliki Anggaran Dasar dan Rumah Tangga AD dan ART yang harus disahkan oleh pemerintah daerah setempat. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga wajib disertakan bersama akta peralihan haknya pada saat mendaftarkan kekantor pertanahan kabupatenkota setempat. Jadi rumah susun secara yuridis merupakan bangunan gedung bertingkat, yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, Universitas Sumatera Utara yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua bangunan gedung bertingkat itu dapat disebut sebagai rumah susun menurut pengertian Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu bangunan gedung bertingkat. 89 Rumah susun yang dimaksudkan hukum kita, tidak hanya digunakan untuk hunian tetapi juga untuk keperluan lain sebagaimana disebutkan Pasal 24 Undang- undang Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan: “Ketentuan dalam undang-undang ini berlaku dengan penyesuaian menurut kepentingannya terhadap rumah susun yang dipergunakan untuk keperluan lain” 90 Selanjutnya dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 1988, Tentang Rumah Susun, Pasal 1 dan Pasal 7, menguatkan landasan bagi definisi rumah susun, rumah susun yakni rumah susun hunian, dan rumah susun campuran hunian dan non hunian, hal ini diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yaitu: “Rumah susun yang digunakan untuk hunian atau non hunian secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sistem pembangunan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5” 91 89 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1989, hal 61 90 Ibid, hal 18 91 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Pasal 5 berbunyi: Pengaturan dan pembinaan rumah susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif Universitas Sumatera Utara Lebih jauh Budi Harsono, menjelaskan mengenai pengertian pembangunan secara mandiri dan pembangunan secara terpadu, yaitu: “Maka dalam hubungan ini ada pengertian “pembanguna secara mandiri”, bagi pembangunan rumah susun dalam satu lingkungan yang digunakan semata-mata untuk tempat hunian. Dan “pembangunan secara terpadu”, bagi pembangunan rumah susun dalam satu lingkungan dengan peruntukan campuran. Satuan atau blok mana untuk keperluan lain. Bahkan dimungkinkan juga satu bangunan untuk penggunaan campuran. Demikian juga ketentuan-ketentuan Undang- undang Nomor. 16 Tahun 1985 tersebut dapat diberlakukan bagi pembangunan rumah susun yang terdiri atas rumah susun sederhana dan rumah susun mewah”. 92 Berkaitan dengan pembangunan rumah susun mewah sebagai mana yang dikemukakan oleh Budi Harsono di atas, mengemukakan bahwa pada saat ini pembangunan rumah susun telah mengalami perkembangan mengenai bentuk dan penggunaannya dan lebih jelas dikutipkan pendapat itu: “Konsep usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan dengan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumaham yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah menjadi bergeser karena ternyata pembangunan rumah susun yang kemudian berkembang adalah bukan untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan tetapi lebih banyak dibangun adalah rumah susun mewah untuk golongan masyarakat berpenghasilan ekonomi menengah ke atas. Bahkan akhir-akhir ini juga banyak pengembang yang membangun rumah susun dengan peruntukan campuran hunian-non hunian, karena banyak diminati oleh masyarakat dan lebih praktis, dimana lantai 1-5 untuk non huniankios-kios komersial sedangkan lantai selanjutnya digunakan untuk hunian atau yang disebut apartemen atau untuk hotel dan harga jual nilai komersial pada rumah susun campuran ditentukan oleh: 1. Untuk non hunian harga jual lebih mahal jika dibandingkan dengan hunian. 2. Harga jual juga ditentukan oleh letak lantai: pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilik satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya. 92 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, jilid 1, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hal 41 Universitas Sumatera Utara a. Untuk hunian makin tinggi letak lantai, makin mahal harga jualnyanilai komersialnya, b. Untuk non hunian makin rendah letak lantai makin mahal harga jualnyanilai komersialnnya. 93 Peraturan Pemerintah Nomor. 4 Tahun 1988 dinyatakan bahwa pengaturan dan pembinaan rumah susun tersebut diarahkan untuk meningkatkan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang fungsional bagi kepentingan rakyat banyak, dengan maksud untuk: a. mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan daerah perkotaan kearah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh. b. Meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya tanah perkotaan. c. Mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988. 94 Berdasarkan uraian di atas, maka arti rumah susun menurut aspek hukum lebih pada kepemilikan yang melekat pada konsep hunian bertingkat. Dengan kata lain, dengan adanya kepemilikan atas unit satuan unit rumah susun sarusun, perlu dilakukan pemisahan kepemilikan agar masing-masing penghuni atau pembeli bisa memiliki unit secara terpisah dengan orang lain termasuk kepemilikan terhadap benda bersama, bagian bersama, tanah bersama yang dimiliki secara proporsional berdasarkan nilai perbandingan proporsional NPP. 93 Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005, hal 283 94 Konsepsi Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Rangka Hukum Agraria, Op. Cit, hal 15 Universitas Sumatera Utara BAB III HAK KEPEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN ATAS RUMAH SUSUN MENURUT SISTEM PERTANAHAN DI INDONESIA

A. Hak Kepemilikan Tanah