2.4 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Mariah Dolog
Mengandalkan potensi alam lingkungan merupakan ciri khas penduduk Mariah Dolog. Ketersediaan sumber pangan dirasa mampu mencukupi kebutuhan
hidup sehari-hari. Banyak jenis makanan seperti buah-buahan yang boleh didapatkan dari pohon-pohon di hutan. Namun tidak begitu puas penduduk untuk tetap
mengandalkan persediaan pangan dari alam tersebut. Tantangan untuk memasuki hutan belantara adalah kesulitan yang sering menjadi penghambat sekaligus
memotivasi penduduk membuat alternatif baru untuk mencukupi pangan. Alasan tersebut kemudian menjadi faktor dibukanya hutan dengan menumbang pohon-pohon
kayu sehingga bersih untuk dijadikan lahan pertanian. Jagung, padi dan ubi kayu adalah tumbuhan yang pertama ditanam oleh
penduduk sebagai bahan makanan. Bibit tanaman jagung dan padi didapatkan dari daerah asal mereka sebelum bermukim di Mariah Dolog, seperti Bagot Sahala serta
dari desa yang bisa terjangkau jaraknya yaitu Dolog Huluan. Jagung, padi dan ubi menjadi makanan pokok pada masyarakat Mariah Dolog.
Menebangi hutan merupakan langkah awal dalam memulai untuk bercocok tanam. Peralatan yang dugunakan dalam menebangi hutan adalah terbuat dari kayu-
kayu yang ada di sekitar hutan. Hal ini karena minimnya peralatan dari logam yang dimiliki penduduk. Konon juga dalam mengolah tanah, para petani juga
menggunakan alat seadanya dari kayu yang ditancapkan ke tanah hingga membentuk
lubang-lubang setelah kemudian dicabut kayu itu. Pada lubang-lubang tersebut biji- biji padi dapat ditanam, demikian juga biji-biji jagung pada areal yang berbeda.
Pertumbuhan bibit yang telah ditanami tidak begitu mendapat perhatian dari petaninya karena memang para petani pemilik tanaman tersebut belum memiliki
keahlian untuk menanam jenis tanaman apapun. Baik padi maupun jagung sekaligus tumbuh dengan semak-semak yang terdapat di ladang di mana tanaman itu di tanam.
Kondisi demikian karena tidak ada perawatan yang dilakukan oleh petani. Sedangkan panennya akan dilakukan ketika padi dan jagung sudah menguning. Padi dan jagung
dipotongi dan dikumpulkan. Semua hasil panen dibawa ke lumbung di kampung dan disimpan di sana.
Untuk diolah sebagai bahan makanan terlebih dahulu padi harus ditumbuk dalam lesung. Kegiatan inilah yang setiap harinya berlangsung di kampung, biasanya
dikerjakan oleh pemuda dan pemudi kampung. Secara terpisah jagung dipipil dan jagung tersebut ditumbuk dalam lesung untuk memperhalus bentuknya. Beras
kemudian ditampi dan hasilnya yang bersih dicampur dengan jagung dan itulah yang dimasak untuk menjadi menu makanan sehari-hari. Terkadang menu makanan
tersebut dicampur dengan ubi kayu. Semula tanpa adanya keahlian dalam perawatan tanaman memberikan hasil
yang kurang memuaskan karena ternyata sedikit hasil didapatkan. Mengolah tanah dianggap menjadi hal yang penting dalam bercocok tanam. Terutama mengelola
rumput gambut supaya tidak mengganggu tanaman, maka sebelum menanam dilakukan pembajakan. Kegiatan pembajakan yang dilakukan petani Mariah Dolog
sangat tradisional sekali dan primitif. Petani belum mengenal perkakas pertanian yang terbuat dari logam seperti cangkul dan bajak. Peralatan yang digunakan berasal
dari kayu-kayuan keras yang ada di sekitar lingkungan. Sebagai pengganti bajak untuk mengolah tanah dibuat dari dahan pohon nira.
Dahan-dahan tersebut dilepaskan dari pohonnya lalu dipatah-patahkan. Dahan-dahan yang patah diikat dengan kulit kayu dan bagian yang runcing mengarah ke bawah.
Alat inilah yang digunakan oleh petani untuk membajak tanah. Dikerjakan oleh tiga orang untuk menancapkan alat itu ke tanah dengan memijak-mijak, kemudian
menggulingkan tanah secara bersama-sama. Demikian pekerjaan yang melelahkan tersebut dilakukan oleh petani hingga bisa menggemburkan tanah ladang yang akan
ditanami. Dengan cara demikian tepat sehingga baik padi maupun jagung dapat tumbuh lebih subur di tanah yang gembur tersebut. Jagung yang memiliki
produktivitas tinggi, mudah menyesuaikan dan dapat dipakai untuk berbagai keperluan tentu membuatnya mudah ditanam di mana-mana dan ekspansinya
berlangsung cukup cepat.
23
Pekerjaan yang menguras banyak tenaga umumnya dikerjakan oleh kaum laki-laki, meskipun memang untuk mengerjakan ladang, kaum perempuan juga turut
serta untuk bagian pekerjaan yang tidak berat. Waktu mulai pagi hingga sore
23
Ibid, hal. 109.
kebanyakan dihabiskan di ladang bersama rekanan sekerja dalam mengerjakan ladang. Melihat begitu melelahkannya kegiatan para petani, tentu saja pola makan
mereka juga sesuai dengan seberapa besar energi yang mereka keluarkan. Takaran beras yang dikonsumsi menurut ukuran sekarang bisa sampai satu kilogram per orang
setiap kali makan. Cangkul pertama yang dikenal oleh petani yaitu Sangkul Tongging, terbuat
dari logam besi dan bentuknya seperti sekop dilengkapi tangkai yang terbuat dari kayu. Cara menggunakan Sangkul Tongging tersebut harus menunduk, sehingga
memang sangat melelahkan. Baru sekitar tahun 1900-an petani Mariah Dolog mengenal alat pertanian cangkul seperti bentuk yang sekarang. Cangkul tersebut hasil
buatan tukang besi di Raya. Demikian juga dengan peralatan memotong seperti berbagai jenis pisau, parang, belati bahkan gergaji yang kemudian mendukung
terhadap kegiatan pembangunan kampung karena menjadi lebih mudah mendirikan rumah dan mendapatkan bahan bangunan seperti balok-balok kayu.
Kegiatan selain pertanian yaitu melakukan pekerjaan bertukang. Kegiatan bertukang merupakan awal dari perkembangan teknologi bagi penduduk Mariah
Dolog. Dalam mendirikan rumah, semua bahannya berasal dari hutan. Rumah-rumah kebanyakan terbuat dari batang bambu yang ditancapkan ke tanah kemudian diikat
satu sama lainnya menggunakan kulit kayu hingga dapat berdiri tegak. Atap rumah ditutupi oleh daun-daun pohon enau dengan diikat untuk melindungi bagian dalam
rumah dari hujan dan terik matahari.
Bentuk rumah yang dibangun berikutnya yaitu rumah bolon, posisinya berada sekitar satu meter di atas tanah dan sudah menggunakan balok kayu yang dipotong-
potong menggunakan alat potong terbuat dari besi. Rumah bolon diatapi dengan ijuk dari pohon enau untuk melindungi bagian dalam rumah. Bentuk rumah bolon tidak
begitu banyak variasi, sehingga masing-masing rumah penduduk yang demikian memiliki kemiripan. Pekerjaan dalam membangun rumah demikian dilakukan secara
bergilir, setelah selesai satu rumah maka lanjut untuk rumah berikutnya. Sementara mengenai sistem upah pekerjaan tidak ada, hanya masing-masing yang bekerja harus
ikut dalam mengerjakan rumah berikutnya. Demikian juga mengenai upah pada pekerja di ladang, karena memang
kepemilikan ladang adalah milik masing-masing, maka tidak ada pembayaran yang dilakukan karena belum mengenal alat tukar uang. Jika petani melakukan panen,
maka hasil ladang yang dipanen adalah hak yang memiliki ladang. Sebagai keseimbangannya, para petani melakukan kegiatan Marsiadap Ari, yaitu bergotong
royong mengerjakan ladang menurut gilirannya, biasanya tiap hari berpindah-pindah dan masing-masing pemilik ladang akan mendapatkan gilirannya.
Selain kegiatan bertani dan bertukang, memburu hewan liar yang tidak diternakkan adalah tradisi bagi masyarakat Mariah Dolog. Boleh digambarkan
sebenarnya jumlah ternak di kampung Mariah Dolog adalah banyak. Namun kebiasaan bagi penduduk bahwa ternak-ternak seperti anjing, kerbau, babi, kambing
dan kuda, hanyalah merupakan kawan bersama yang menghuni kampung. Dengan
jumlah ternak-ternak tersebut yang banyak memang menjadikan kampung terlihat ramai. Ternak anjing adalah sahabat yang paling dekat bagi setiap anggota keluarga.
Bagi laki-laki dewasa di kampung, anjing menjadi rekan sekerja untuk melakukan kegiatan berburu ke ladang dan hutan. Berbeda halnya dengan ternak lainnya, kerbau,
babi, maupun kuda hanya akan dikonsumsi ketika melangsungkan upacara adat. Jadi, tidak jarang jenis-jenis ternak tersebut hidup sampai sangat tua dan mati karena habis
usia. Keahlian serta kegiatan berburu hewan liar biasa dilakukan oleh laki-laki
dewasa dengan membawa anjing. Berburu bertujuan untuk mendapatkan hewan yang dapat dijadikan menu makanan sehari-hari. Jenis-jenis hewan yang biasa didapatkan
yaitu kera, monyet, mawas, orang utan, babi liar, babi hutan, musang, ayam hutan, dan berbagai jenis burung yang sering disebut dengan istilah manuk-manuk. Jelaslah
berbeda antara hewan yang ada di kampung dan di hutan, di mana penduduk memperlakukan hewan di kampung sebagai teman yang sama-sama melangsungkan
hidup pada perkampungan. Sementara jenis hewan yang sama apabila terdapat di hutan, maka sah untuk diburu dan dipotong.
Hasil dari tangkapan hewan-hewan buruan dapat ditukarkan kepada penduduk di kampung dengan imbalan beras maupun jagung. Hal ini karena biasanya para
pemburu hewan liar tidak memiliki kebiasaan untuk melakukan kegiatan bertani. Yang mereka tahu hanyalah mengumpulkan makanan dengan cara menangkapi
hewan-hewan liar. Daging-daging buruan sudah tentu sangat nikmat rasanya untuk
dicampurkan ke dalam menu makanan sehari-hari, beras, jagung dan ubi. Sementara sangat jarang para petani yang menghasilkan beras, jagung dan ubi tersebut
menyisakan waktu untuk melakukan kegiatan berburu. Bahkan memang para petani kurang memiliki keahlian dalam kegiatan berburu.
Di daerah Mariah Dolog ada banyak terdapat pohon enau, biasa disebut bagot. Tumbuhan aren tersebut dapat tumbuh sendiri, namun juga dapat dibudidayakan oleh
petani. Pengetahuan untuk budi daya pohon enau untuk menghasilkan air nira yang kemudian menjadi minuman tradisional masyarakat, tuak, didapatkan dari pengaruh
masyarakat yang ada di wilayah yang dekat dengan Mariah Dolog. Petani yang memelihara pohon enau ternyata tidak sembarangan karena tidak semua petani bisa
melakukannya. Sesuai tradisi memelihara pohon enau, tentunya harus memanjat untuk dapat mengambil airnya yang ditampung di dahan setelah dipukul-pukul.
Tangga yang digunakan yaitu sebuah batang bambu yang ditancapkan dan dilubangi untuk tempat ibu jari kaki, sehingga dapat sampai ke atas. Air nira yang dihasilkan
dibawa ke kampung untuk kemudian menjadi minuman khas, biasanya pada sore hingga malam hari sambil berkumpul dan bercerita-cerita melepas lelah seharian
bekerja. Berkaitan dengan kesenian masyarakat khususnya bidang musik tradisional,
ada di antara penduduk yang keahliannya dalam memainkan musik. Tidak begitu banyak jumlah mereka yang membidangi musik tradisional, namun mereka dapat
dikatakan jarang terlibat bekerja di ladang. Para pemusik tradisional sering tinggal
bersama keluarga Tuan Mariah Dolog apalagi ketika ada upacara-upacara adat. Demikian diketahui juga bahwa alat-alat musik disimpan di rumah Tuan Mariah
Dolog. Maka jelaslah spesifikasi kegiatan yang berbeda-beda menurut keahliannya masing-masing.
BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT MARIAH DOLOG 1960 – 2005