jahe. Maka kerbau-kerbau biasanya langsung disembelih oleh petani luar, dan selebihnya digiring ke perkampungan petani jahe tersebut.
3.3 Pelaksanaan Tradisi Upacara Adat dan Kepercayaan Masyarakat
Antara tradisi upacara adat dan kepercayaan sangat erat kaitannya dalam masyarakat Mariah Dolog. Ketika melangsungkan upacara-upacara adat maka hal-
hal sakral yang merupakan bagian dari kepercayaan tentunya dijalankan. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Simalungun secara umum sebelum
masuknya pengaruh GKPS adalah Sipajuh Begu-begu atau Parbegu
27
Para orang tua mengajarkan kepada anak-anak mereka akan pentingnya memberikan rasa hormat terhadap apa yang mereka percayai. Mereka menyebut
Sinumbah terhadap yang mereka percayai. Segala upaya untuk mengambil hati Sinumbah selalu dikerjakan oleh masyarakat sehingga mereka mendapatkan berkat
dan perlindungan dari roh-roh jahat maupun penyakit. Wujud penyembahan yang , yaitu
kepercayaan yang sifatnya animisme dengan menyembah dan memuja roh-roh leluhur maupun nenek moyang serta kekuatan-kekuatan gaib lainnya yang ada pada
tempat-tempat dan benda-benda yang dianggap keramat.
27
Sipajuh artinya menyembah atau menghormati, -par artinya memiliki atau orang yang mengerjakan sesuatu, selanjutnya begu dapat diartikan sebagai roh orang yang telah meninggal dunia.
Sipajuh begu-begu berarti menyembah begu-begu, Parbegu berarti seseorang yang memiliki begu atau seseorang yang mengerjakan penyembahan kepada begu.
dilakukan yaitu dengan cara memberikan sesajen sebagai ucapan syukur dan doa-doa permohonan. Adapun sesajen sebagai korban syukur yang mereka sampaikan yaitu
kambing berwarna putih, Nitak Namarsagu-Sagu, Dayok Na Binatur beserta bunga- bunganya. Setelah semuanya lengkap maka berdasarkan tuntunan orang pintar
diantarkanlah sesajen tersebut ke tempat penyembahan. Budaya menjalankan korban syukur umumnya dilakukan pada kegiatan
besar Horja Tahun. Sudah tentu sekali peran gonrang atau gondang dalam acara ini sangat besar karena dalam upacara yang dilakukan ada saatnya gonrang berfungsi
sebagai pemanggil Sisumbahon dan juga mengiringi masyarakat untuk menari. Meskipun hal ini sangat penting dalam tradisi masyarakat, namun sepanjang
perjalanan waktu masyarakat Mariah Dolog tidak setiap tahunnya melakukan kegiatan tersebut karena alasan ekonomis.
Jenis gonrang yang dipakai dalam masyarakat Mariah Dolog adalah gonrang Simalungun yang terbagi atas dua jenis gonrang, yaitu gonrang bolon atau gonrang
sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua. Adapun komposisi peralatan gonrang beserta pemainnya, yaitu :
Gonrang sipitu-pitu atau gonrang bolon : dua penalu gonrang, satu orang memainkan enam gonrang dan gonrang
yang paling besar dimainkan oleh satu orang pemain
Gonrang Sidua-dua : dua gonrang masing-masing dimainkan
satu orang Satu Serunai
: dimainkan seorang pemain serunai Dua Mong mongan gong kecil
: dimainkan oleh dua orang pemain Dua Ogung gong
: satu orang pemain menalu gong secara bergantian
Selain komposisi peralatan dan jumlah pemain, gonrang memiliki jenis-jenis berdasarkan fungsi dan urutannya dalam upacara adat. Baik dalam upacara kerja
tahun, kematian, pernikahan, rondang bintang, mamokkot jabu, dan sebagainya ada urutan gonrang yang digunakan untuk mengiringi acara. Gonrang yang pertama
sebagai pembuka dalam acara adat yaitu gonrang Panrahot.
28
Setelah gonrang Panrahot dan Rambing-rambing dijalankan, maka gonrang ketiga ditujukan lagi kepada yang disembah, dan dinyatakan duduk. Pada saat
Gonrang Panrahot ini tidak bisa diikuti dengan tarian karena ditujukan kepada sesuatu yang tidak terlihat
yaitu apa yang mereka sembah. Gonrang tersebut akan berjalan hingga tiga kali putaran. Gonrang yang kedua ialah Rambing-rambing atau Ramos, yaitu gonrang
yang ditujukan kepada suhut tuan rumah. Gonrang ini temponya agak lambat, dan gonrang ini menggambarkan keberhasilan usaha.
28
Panrahot artinya dasar atau sifat pengetat, merupakan macam gual di Simalungun yang menggambarkan ke-Esaan Tuhan.
gondang ini berlangsung sudah boleh tamu-tamu mendekat ke lokasi acara. Gonrang yang keempat adalah gonrang Olob-Olob, yaitu gonrang yang ditujukan kepada
semua orang yang mengikuti acara, gonrang ini menggambarkan kegembiraan sehingga ketika jenis gonrang ini dimainkan semua orang boleh bersukaria dan
berteriak-teriak. Gonrang kelima yaitu Sayur Matua yang menggambarkan kebahagiaan. Jenis gonrang ini umumnya dijalankan pada upacara kematian, di mana
yang telah meninggal tersebut telah lanjut usia dan semua anak-anaknya telah berkeluarga.
Gonrang Sayur Matua adalah gonrang yang sudah boleh diikuti dengan tari- tarian. Tujuan dari gonrang Sayur Matua ini sendiri yaitu menyatakan ucapan syukur
kepada Mula Jadi Nabolon yang diakui sebagai Tuhan pencipta semesta. Pada upacara kematian gonrang pertama yang dijalankan yaitu Rambing-rambing,
ditujukan kepada yang tidak kelihatan. Kemudian disusul gonrang Denggur-denggur yang dimintakan oleh tuan rumah atau suhut. Setelah peti mati sampai di rumah,
dimainkanlah gonrang Olob-olob dan dimasukkanlah jenazah ke dalam peti mayat. Di dalam peti jenazah tersebut diyakini sedang diberi makan. Peti jenazah
dikeluarkan dari rumah untuk diletakkan ke tengah-tengah upacara sedang berlangsung diiringai gual Tungkap-tungkap disusul gual Ondos-ondos, dan yang
terakhir adalah gual Tangis-tangis ni silampei. Bagi sebagian lagi ada yang menggunakan gual Doding Topak-topak, gual Rambing-rambing setelahnya baru ada
gual untuk Mangiligi.
Gonrang Rondang Bintang dikhususkan terhadap muda-mudi na maposo. Latar belakang mengadakan gonrang Rondang Bintang ini yaitu ketika ada anak
muda maupun anak gadis yang sudah dewasa namun belum juga mendapatkan jodoh, maka pada kesempatan ini berdasarkan gonrang disampaikanlah apa yang menjadi
keinginannya. Keinginan tersebut yaitu bagi pemuda supaya lekas menikah mompo dan bagi anak gadis supaya lekas mendapat jodoh atau menikah marpanayok.
Prosesnya yaitu terlebih dahulu baik laki-laki maupun perempuan pergi ke sungai untuk maranggir
29
, setelahnya baru boleh dimainkan gonrang. Kemenyan dibakar bersama Rudang Mangei-mangei
30
29
Maranggir artinya melakukan cuci badan di bah atau sungai untuk buang sial dengan menggunakan jeruk purut.
30
Rudang artinya perhiasan di kepala atau sanggul, Mangei-mangei artinya mayang pinang yang muda, sering dipakai perhiasan rambut wanita.
kemudian diletakkan di atas kepala, dan dalam hal itulah dianjurkan agar masing-masing mereka segera mendapatkan cita-cita dan
segala yang ada dalam hasrat hatinya. Tradisi meletakkan rudang di atas kepala, bagi masyarakat Mariah Dolog
adalah hal yang sakral sifatnya. Rudang sendiri memiliki berbagai macam jenis, yaitu rudang Sihilap, berasal dari semacam tanaman yang diramu, biasanya digunakan
untuk menobatkan tuan maupun raja, rudang Juma Sigerger, rudang Juma Sigorsing, dan rudang Mangei-mangei. Dalam proses penobatan seseorang menjadi tuan, maka
harus menyediakan semua ramuan untuk membuat rudang tersebut.
Pertama sekali disediakan sapean salah satu perkakas tenun berisi benang berwarna putih untuk ditenun, kemudian diisi beras berwarna kuning setelah terlebih
dahulu dicampur dengan air kunyit. Di atas sapean diletakkan pinggan pasu piring dalam
31
Tidak hanya dalam penobatan tuan maupun raja saja pemberian rudang dilakukan. Dalam kalangan keluarga juga sering dilakukan oleh orang tua terhadap
anak-anak mereka. Demikian juga oleh kakek dan nenek terhadap cucu maupun cicit mereka. Tujuannya dalam melakukan hal yang sakral ini yaitu untuk memberikan
berkat dan motivasi bagi mereka yang sedang dalam menempuh perjuangan masa depannya. Dengan diberikannya rudang kepada anak misalnya, mereka akan sukses
di perantauan, sukses dalam sekolah, sukses dalam mendapatkan pekerjaan, dan pinggan jarojak pinggan yang dihiasi dengan garis-garis dan bunga-
bungaan. Ke atas pinggan diletakkan masing-masing enam lembar daun sirih, sehingga berjumlah 12 lembar, kemudian disusunlah rudang juma sigerger dan
rudang juma sigorsing ikut pula diletakkan ranting kayu beringin lengkap dengan daunnya, diletakkan bunga tumbuhan pimpin serta daun Silanjuyang. Terakhir sekali
disertakan juga rudang Mangei-mangei. Setelah semuanya lengkap barulah upacara dimulai dengan kata-kata penobatan sambil meletakkan rudang Sihilap di atas kepala
tuan yang akan diangkat. Dengan demikian maka resmilah orang tersebut menjadi tuan di daerah tersebut.
31
Pinggan Pasu merupakan sejenis piring atau mangkuk yang ukurannya lebih besar dan tinggi, biasanya merupakan piring raja maupun orang yang kedudukannya tinggi. Pinggan Pasu
dipercaya memiliki kesaktian dapat menawar racun serta menjadikan makanan mentah masak dan layak dimakan.
mendapatkan jodoh, serta terhindar dari mara bahaya. Dalam tradisi ini sekaligus menyampaikan makanan khas Dayok Binatur, yaitu ayam jantan yang dipotong dan
dimasak sedemikian dengan diatur dalam bentuk hidup di atas piring serta Itak gambur, yaitu terbuat dari beras yang ditumbuk dan diberi sedikit gula merah lalu
dipecah dalam bentuk dan ukuran batu-batu kecil untuk kemudian dimakan dengan keyakinan supaya mendapatkan rezeki.
Tradisi dalam menghormati orang tua khususnya yang sudah lanjut usia dan saur matua dilakukan dengan cara memberi tongkat kepada orang tua yang laki-laki
dan tuktuk kepada orang tua yang perempuan, yaitu sejenis logam berbentuk pipa, panjangnya sekita satu jengkal dengan gagangnya digunakan menumbuk sirih bagi
orang-orang tua yang makan menikmati sirih. Tuktuk diberikan sebagai pengganti untuk mengunyah sirih karena orang yang sudah lanjut usia tidak memiliki gigi untuk
mengunyah. Tongkat atau biasa disebut tukkot dihiasi dalam berbagai corak dan bentuk, ada yang dihiasi emas maupun perak.
Tongkat ini sendiri biasanya berisikan belati di mana panjangnya sekitar setengah dari tongkat itu. Sehingga orang tua tersebut memiliki pertahanan apabila
sewaktu-waktu ia mengalami ancaman dari orang lain. Tongkat yang diarahkan kepada orang lantas ditangkap dan ditarik oleh orang tersebut maka setelah dengan
sentakan menarik ke belakang maka kepala tongkat beserta belatinya akan terpisah dengan sarung tongkat. Dengan begitu orang tua itu dapat menggunakan belati untuk
membela dirinya apakah dengan cara menikamkan belati langsung kepada musuh.
Biasanya orang tua hanya memberikan efek jera dengan menikam di bagian celah ketiak agar tidak besar luka yang dihasilkan.
Penghormatan terhadap orang tua dengan memberikan tukkot dan tuktuk sering dilakukan dengan menjalankan pesta adat. Undangan dapat ditujukan kepada
Tondong Pamupus dengan Tondong Jabu, boleh juga beserta Dongan Singkuta atau tetangga warga kampung. Undangan yang demikian sudah tergolong sebagai acara
yang besar maka dapat memakai gonrang untuk melaksanakannya. Tetapi apabila pestanya hanya kecil-kecilan, cukup dengan mengundang keluarga terdekat saja yaitu
hanya saudara-saudara namarsanina. Tondong Pamupus dan Tondong Parjabu atau Tondong Bolon besar
peranannya dalam adat masyarakat Mariah Dolog. Dalam hal pernikahan akan lebih jelas terlihat peranannya dan bagaimana keluarga memberikan penghormatan kepada
Tondong tersebut, demikian juga dalam upacara kematian, pesta adat memasuki rumah dan sebagainya. Pada tradisi pernikahan pihak keluarga harus memberikan
Batu Demban
32
32
Batu Demban yaitu beberapa helai daun sirih disusun di atas piring berisikan beras dan sejumlah uang ditujukan kepada tondong sebagai penghormatan, kadang juga sebagai pengganti
ongkos atas kedatangan mereka ke acara pesta.
kepada Tondong Pamupus dan Tondong ParjabuBolon. Kepada merekalah jumlah Batu Demban yang lebih besar nilainya baru disusul kepada
Tondong-Tondong yang lainnya termasuk Tondong Mangihut. Nominal Batu Demban yang akan disampaikan jumlahnya ditentukan oleh adat setempat, meski
kadang berubah, tetapi berdasarkan kesepakatan bersama mengingat juga
perkembangan nilai tukar uang. Sekitar tahun 1980-an misalnya, nominal Batu Demban yang disepakati berjumlah Rp 8.000,00, berbeda setelah tahun 1990-an
nominalnya yaitu berjumlah Rp 240.000,00. Sedangkan yang diberikan kepada Tondong-Tondong lainnya yang turut diundang dapat diberikan dengan nominal
antara Rp 4.000,00 sampai Rp 6.000,00 dan sekaligus diberikan pada saat gonrang dimainkan diikuti dengan tarian atau manortor.
Sejak tahun 1980-an sedikit terjadi perubahan dalam kondisi perkawinan karena banyak anak dalam keluarga yang tidak mengambil gadis dari Tondongnya
kandung sehingga terbentuklah Tondong Mangihut atau Tondong Baru karena mengambil Boru Sileban, yaitu anak gadis orang lain. Sehingga kemudian lebih
banyak jumlah Tondong MangihutBaru dalam keluarga bisa jadi jumlahnya dikalikan berapa jumlah anak yang dimiliki dan semuanya menikahi gadis di luar
Tondongnya Kandung. Untuk meminang gadis maka dijalankan Ulu Omas yang diberikan kepada Tondong ParjabuBolon, biasanya dalam nominal uang sebagai alat
membeli gadis tersebut, dan akan berjalan apabila menikahi boru sileban. Ulu Omas sendiri tidak berjalan ketika yang hendak dinikahi adalah gadis dari Tondongnya
kandung yaitu gadis Tondong ParjabuBolon. Meskipun gadis yang hendak dinikahi adalah gadis dari Tondong Namarsanina tetap Ulu Omas akan berjalan kepada
Tondong Parjabu. Mamohul merupakan tradisi yang tidak bisa tidak dijalankan terlebih dalam
acara menjemput seorang gadis untuk menikahinya mompo. Setelah tiba hari yang
ditentukan untuk menjemput si gadis, berangkatlah keluarga Diha-diha, yaitu saudara laki-laki dari ayah atau boleh juga satu marga, menuju rumah si gadis, akan
tetapi orang tua laki-laki dari anak muda yang hendak menikahi gadis tersebut tidak boleh ikut. Ayahnya itu akan tinggal di rumah dan bertanggung jawab untuk
menyediakan beberapa persiapan yang berkenaan dengan acara tersebut, yaitu : 1
Membentangkan tikar untuk tempat duduk gadis yang dijemput beserta para penjemputnya Paralop
2 Membentangkan ulos-ulos pada tiang serta meletakkan bulang-bulang di
atasnya 3
Menyediakan dapoton, yaitu makanan yang akan disuguhkan terdiri dari Dayok Nabinatur dengan Ihan Sibirong, nasi serta syur yang telah dimasak.
Ketika Siparunjuk, yaitu pihak gadis dan keluarganya telah tiba di hadapan rumah maka ditaburkanlah Boras Tenger
33
33
Beras Tenger yaitu beras yang berasal dari pihak mertua diberikan kepada anak, biasa ditaburkan pada acara meminang gadis untuk dinikahi maupun dalam acara memasuki rumah dengan
maksud agar anak tersebut selamat menempuh hidup, selain itu juga pada acara menempati rumah baru.
kepada rombongan dengan mengatakan “Horas Horas”, disambut lagi dengan ucapan “Horas ma tongon” dari mereka yang
tiba. Pengantin perempuan yang telah memasuki rumah langsung dipakaikan bulang di kepalanya dan gotong di kepala pengantin laki-laki juga diletakkan beras ke atas
kepala mereka berdua. Pihak Parunjuk duduk di sebelah hulu rumah, biasanya bersandar ke dinding dengan nyaman disuguhi demban sirih beserta ramuannya
untuk dimakan dan dihidangkan makanan yang telah disediakan. Sebagian dari makanan tersebut disisihkan untuk dipersembahkan kepada roh leluhur, biasanya
diletakkan di dalam kamar. Kepada roh leluhur tersebut diucapkan doa-doa permohonan tabas yang berbunyi: “Domma marhajabuan anakkon, manumpak ma
sahalamu ale bapa, ale ompung. Pinta-pinta ma sori mandapot, sonin pinarsinta sonin ma dapot itumpak sahalamu bapa ompung.”
Setelah perjamuan makan selesai, dijalankanlah Demban Bayu, yaitu daun sirih yang disuguhkan sebelum memulai membuka pembicaraan. Penyampaian
Demban Bayu dilakukan pihak orang tua mempelai laki-laki didampingi oleh keluarga dari Hasuhuton kepada pihak orang tua mempelai perempuan. Sekaligus
pada kesempatan itu diajarkan kepada boru dalam hal ini pihak mempelai laki-laki tentang tutur dan tujuan pemberian Demban tersebut. Melewati tahap tersebut baru
direncanakan menghadirkan Tondong dengan tujuan mengembalikan Limbas istilah jejak apabila bukan anak gadis Tondong yang dinikahi. Mengembalikan Limbas
itulah yang dilakukan dengan menjalankan Ulu Omas. Setelah semua itu barulah pengantin baru tadi bisa bebas melakukan rumah tangga dan turut berpartisipasi
dalam menjunjung tinggi adat. Mereka juga mendapatkan tuntunan dan perlindungan dari semua keluarga khususnya dari Tondong.
Dalam kepercayaan masyarakat Mariah Dolog dikenal suatu tradisi tentang tangisan atau ratapan akan kematian seseorang yang merupakan bagian dari
keluarganya. Ratap tangisan itu sendiri dilakukan oleh kaum ibu atau disebut Inang.
Sementara jenis-jenis kematian berdasarkan penyebabnya dan diyakini oleh masyarakat Mariah Dolog adalah sebagai berikut :
1 Kematian disebabkan oleh gangguan jin begu ganjang,
2 Kematian yang disebabkan guna-guna orang lain,
3 Mati karena kurang hormat terhadap kakek maupun neneknya serta leluhur
yang telah dahulu meninggal dunia, 4
Mati karena tidak menjalankan pemberian kurban syukur kepada Sinumbah,
5 Kematian yang disebabkan oleh pembunuhan, bisa terjadi akibat perselisihan
dan permusuhan maupun perang. Apabila seseorang meninggal dunia maka ada tangisan yang akan
diperdengarkan oleh seorang inang kepadanya. Demikian setiap orang yang meninggal dunia, masing-masing ada tangisannya. Adapun tangisan-tangisan yang
diperdengarkan oleh Inang sesuai dengan posisinya dalam keluarganya masing- masing adalah sebagai berikut :
1 Tangis ni sada inang na mabalu
: O bapa siadosan 2
Tangis ni sada inang manangisi bapani : O bapa namarbayu
3 Tangis ni inang manangisi inang ni
: O inang namarbayu
4 Tangis ni inang manangisi saninani
: O inang siadosan Kakakku 5
Tangis ni inang hubani botouni : O bapa binuat ni nasuman
6 Tangis ni inang hubani anggini
: O inang siadosan Anggikku 7
Tangis ni inang hubani paranggianni : O sianu botouhu siadosan
8 Tangis ni inang hubani tulangni
: O bapa sibijaon 9
Tangis ni inang hubani atturangni : O inang sibijaon
10 Tangis ni inang hubani mangkelani
: O bapa sidang bane 11
Tangis ni inang hubani amboruni : O inang sidang bane
12 Tangis ni inang hubani besanni
: O bapa sidang sapot 13
Tangis ni inang hubani na maredasi : O inang sidang sapot
14 Tangis ni iang hubani oppung ni dalahi
: O bapa sisombaon 15
Tangis ni inang hubani daboruni : O inang sisombaon
16 Tangis ni inang hubani bapa anggini
: O bapa pinabayu 17
Tangis ni inang hubani inang anggini : O inang pinabayu
18 Tangis ni inang hubani bapa tuani
: O bapa pinabayu 19
Tangis ni inang hubani inang tuani : O inang pinabayu
20 Tangis ni inang hubani boruni
: O sianu tunasku bayukku 21
Tangis ni inang hubani anakni : O sianu tunasku.
Masing-masing ratap tangisan tersebut diperdengarkan saat jenazah sedang disemayamkan di rumah duka. Bentuk-bentuk tangisan tersebut merupakan ekspresi
kesedihan yang sangat mengharukan bagi keluarga. Secara psikologisnya memang pasca kematian tersebut keluarga tidak lagi begitu merasakan akan kehilangan karena
pada upacara kematian telah berusaha untuk melepas semua dukacita. Memang banyak hal yang menyebabkan seorang inang sangat berduka apabila ada anggota
keluarganya yang meninggal dunia, hal ini bisa saja disebabkan faktor kedekatan seorang inang terhadap semua keluarga, lagi pula seorang inanglah yang besar
perhatiannya dalam mengurusi keluarga.
BAB IV PENYEBAB PERPINDAHAN MASYARAKAT MARIAH DOLOG TAHUN