Kondisi Alam dan Geografis

BAB II MARIAH DOLOG HINGGA TAHUN 1960

2.1 Kondisi Alam dan Geografis

Nagori Kampung Mariah Dolog sebelum kemerdekaan Indonesia secara administratif berada di wilayah Kerajaan Raya, tepatnya di daerah Simalungun Atas. Pengaruh Kerajaan Panei dan kemudian Kerajaan Purba sempat sampai ke wilayah ini. Sepanjang Mariah Dolog berada di bawah wilayah kekuasaan kerajaan, tidak begitu besar pengaruh kontak langsung dalam berkomunikasi secara rutin dengan Kerajaan Raya tersebut mengingat jaraknya yang sangat jauh dan sulit dijangkau. Mariah Dolog seperti seyogianya dilakukan oleh daerah-daerah perkampungan yang merupakan bagian dari suatu wilayah kekuasaan kerajaan, misalnya ada tuan yang oleh raja diangkat sebagai perpanjangan tangan untuk melakukan pemberian upeti kepada raja, melakukan komunikasi lewat pertemuan diundang oleh raja yang dihadiri tuan-tuan dari kampung-kampung, dan sebagainya. Di daerah pedalaman di Sumatera pada pergantian abad ke-19, kontrol terhadap wilayah ini tidak menyeluruh. Penduduk desa dapat menyesuaikan kehidupan mereka di pinggiran perkebunan kolonial dan tetap dapat mempertahankan lahan mereka – khususnya di lereng gunung yang lebih terjal, dan agak sulit dicapai. 13 13 Tania Murray Li, op.cit, hal. 24. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, maka dalam penentuan wilayah administratif, Mariah Dolog berada di wilayah Kecamatan Dolok Pardamean, kemudian beralih menjadi wilayah Kecamatan Raya hingga saat akhir periodisasi penulisan ini. Di bawah suatu kecamatan terdapat daerah-daerah bagian yang lebih kecil, yaitu desa, maka Mariah Dolog termasuk bagian dari desa Dolog Huluan karena memang desa inilah yang lebih dekat jaraknya dan secara administratif merupakan desa di bawah Kecamatan Raya. Untuk dapat mengakses ke Mariah Dolog maka terlebih dahulu dari Simpang Raya Huluan dengan jarak sekitar 5 km hingga ke Dolog Huluan. Sepanjang jarak tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor roda empat. Sementara Dolog Huluan masih dapat tembus dengan jarak sekitar 6 km ke Simpang Partuahan, jalan besar menuju Tigaras dari Simpang Raya. Dolog Huluan merupakan satu-satunya desa yang dilalui menuju Mariah Dolog meskipun masih ada jalur setapak yang bisa dilalui dari desa Dolok Saribu, namun sangat jauh jaraknya. Adapun jarak dari desa Dolog Huluan menuju Mariah Dolog sekitar 1,5 km dan tidak bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor karena terbatasnya sarana penyeberangan dan medan jalan yang curam di pinggiran jurang. Masyarakat akan melalui akses jalan ini dengan kendaraan kereta yang ditarik oleh kerbau maupun dengan berjalan kaki serta melalui jurang yang dihubungkan dengan jembatan terbuat dari susunan batang bambu. Tampilan wajah kampung Mariah Dolog menghadap ke timur arah mata angin, apabila diamati dari jalan kedatangan menuju kampung dan pintu gerbang masuk. Bagian belakang wajah kampung sebelah barat terdapat pintu jalan keluar menuju ke ladang dan bila terus ditelusuri dapat tembus hingga ke wilayah Kerajaan Purba, daerah Tigarunggu. Pintu gerbang masuk berjarak sekitar 70 meter dari pusat kampung dan persis berada di parit yang mengelilingi kampung, dengan dibangun jembatan di atas parit. Setiap orang yang datang harus terlebih dahulu lewat pintu gerbang untuk bisa memasuki kampung Mariah Dolog. Demikian juga warga yang berdiam di kampung itu untuk pergi ke ladang maupun dalam urusan lainnya untuk meninggalkan kampung harus melalui gerbang masuk meski memang tidak ada penjaga yang bertugas di gerbang itu. Kampung Mariah Dolog dikelilingi bendar, pohon beringin dan pohon bambu yang dibangun oleh warga kampung atas prakarsa Tuan Mariah Dolog Purba Sidagambir. Bendar digenangi air dengan kedalaman sekitar satu meter dan panjang satu sampai dua meter, bertujuan untuk melindungi kampung dari binatang-binatang buas maupun ternak liar milik warga itu sendiri. Perkampungan akan menjadi terganggu ketika binatang-binatang tersebut masuk, biasanya karena cuaca buruk dengan datangnya hujan lebat dan bendar pun meluap sementara binatang ingin berlindung dari buruknya cuaca. Maka masing-masing warga bertanggung jawab atas kelestarian bendar tersebut dengan memperbaiki setiap bendar yang ada dekat wilayah pekarangannya apakah karena rusak oleh hujan maupun kerbau-kerbau dan kuda-kuda liar di luar kampung. Kampung ini tentunya sulit untuk diketahui oleh masyarakat luar yang pernah mendengar nama Mariah Dolog. Hal ini disebabkan sangat minimnya sarana yang tersedia dengan ditandai akses jalan yang seadanya untuk bisa menuju Mariah Dolog, disebabkan kondisi alam yang sulit untuk dijangkau. Letak kampung ini juga sangat tersembunyi di antara hutan belantara dikurung oleh sungai dan jurang,dan bukit- bukit yang menghalangi pemandangan wajah kampung. Dalam perjalanan menuju kampung Mariah Dolog kadangkala ditandai dengan nampaknya asap-asap di antara bukit-bukit dan hutan-hutan. Semakin jelas terdengar suara ayam-ayam berkokok, keceriaan anak-anak sedang bermain serta suara lesung menumbuk padi dan jagung yang setiap harinya dikerjakan oleh muda- mudi. Rumah-rumah penduduk yang khas terbuat dari papan berwarna coklat hingga kehitam-hitaman dengan atap ijuk sebagiannya ada yang berlumut berwarna hijau. Baik pagi maupun sore hari, kecuali matahari cerah, kampung ini sering diselimuti oleh embun apalagi pada musim hujan dengan suhu cuaca yang sangat dingin. Demikian penghuni perkampungan ini sangat menyatu dengan lingkungan alam. Hamparan hutan tropis sebagai sumber kekayaan alam dan tersedianya flora fauna mengelilingi daerah ini. Awalnya sebagian besar daerah ini ditumbuhi berbagai jenis pepohonan dan semak belukar. Maka seiring dengan aktivitas kehidupan penduduk, belantara tersebut menjadi ternoda ditandai dengan perambahan hutan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Proses pembukaan lahan apakah dengan cara menebang pepohonan untuk dijadikan bahan bangunan perumahan maupun dengan cara membakar hutan. Sebagian wilayah perbukitan yang hanya ditumbuhi oleh semak belukar dan rerumputan dianggap layak sebagai tempat menggembalakan ternak. Maka beberapa jenis hewan ternak yang digembalakan seperti kerbau, kuda, babi, dan kambing berkeliaran di daerah tersebut dalam arti bebas tanpa diikat dengan tali tambatan. Rerumputan yang subur menjadi santapan hewan-hewan yang diternakkan di sana. Daerah yang merupakan tempat hewan ternak tersebut berkembang biak lama- kelamaan terbentuk menjadi lapangan dan ada kubangan yang berisi genangan air. Daerah ini memberi daya tarik terhadap penduduk dari perkampungan terdekat untuk melakukan kegiatan beternak meskipun sebenarnya bukan bertujuan ekonomis. Sifat daerah belantara banyak dimanfaatkan penduduk untuk mencari sumber kehidupan seperti makanan, apakah didapatkan dengan cara memetik buah tumbuhan yang ada di sana maupun dengan cara berburu hewan liar yang layak dijadikan makanan. Jenis hutan tropis yang menjadi ciri khas daerah tersebut menandakan tingkat kesuburan tanah yang baik diolah sebagai lahan pertanian. Maka lahan di daerah ini kemudian dimanfaatkan untuk bercocok tanam dengan tanaman yang tumbuh di darat. Daerah ini tidak mengenal persawahan, karena padi pun ditanam tanpa membutuhkan irigasi untuk pengairannya. Setidaknya hal tersebut kemudian menjadi latar belakang spesifikasi profesi dalam struktur masyarakat Mariah Dolog. Hampir semua struktur lapisan tanah di sekitar Mariah Dolog merupakan perbukitan terjal dan jurang yang curam. Aliran sungai Bah Binomon membentang dengan bentuk jurang mengelilingi sebagian wilayah menuju Mariah Dolog sekaligus pemisah dengan desa Dolog Huluan. Sungai Bah Siarang, Bah Mariah Dolog dan Bah Tubu bermuara di bawah perkampungan Mariah Dolog kemudian namanya Sungai Bah Binoman. Letak sungai tersebut berada di bawah jurang sehingga memang untuk membuka akses jalan harus mengikuti dinding lembah jurang. Bentuk jalan menjadi mendaki naik turun dan dihubungkan dengan jembatan penyeberangan yang dibangun warga terbuat dari susunan batang bambu. Kondisi demikian meyakinkan bagi penduduk tentang perlindungan yang aman dari jangkauan musuh apabila seketika datang serangan. Manfaat tersebut dapat dirasakan hingga masa kedatangan kolonial Belanda ke wilayah Simalungun, di mana sepanjang pendudukannya, Belanda tidak dapat menjangkau perkampungan Mariah Dolog sehingga pengaruh Belanda pun hampir tidak ada di tempat ini. Umumnya di daerah Simalungun diberikan nama-nama perladangan maupun tempat-tempat yang dianggap dapat dijadikan sebagai sarana kehidupan warga seperti tempat menggembala ternak, sungai-sungai yang dimanfaatkan untuk sumber air dan menangkap ikan, hutan-hutan tempat melakukan perburuan, tempat-tempat keramat dan pemujaan, hingga daerah-daerah yang kondisi alamnya sangat unik seperti gua, benteng, jurang, bukit, mata air dan sebagainya. Sehingga tidak jarang ketika terbentuknya suatu perkampungan, nama perkampungan itu diangkat dari nama daerah sebelumnya seperti halnya Mariah Dolog. Mengandalkan kekayaan alam menjadi ciri khas penghuni Mariah Dolog untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Terutama dalam memenuhi kebutuhan primer yang mencakup akan sandang, pangan, dan papan maka akan mencarinya ke hutan yang ada di sekitar pemukiman. Kegiatan mencari binatang buruan dengan membawa anjing dan perangkap, menebangi pohon dengan kampak guna mendirikan gubuk untuk bermukim menjadi ciri khas yang diwariskan secara turun-temurun sehingga kemudian daerah Mariah Dolog nampak semakin terang dengan berkurangnya pepohonan. Maka kondisi tersebut kemudian memungkinkan untuk memulai bercocok tanam di daerah ini.

2.2. Latar Belakang Historis Mariah Dolog