penelitian dokumen yang ditujukan dan dilakukan hanya pada peraturan perundang- undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain
melihat hukum dari aspek normatif.
42
2. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yaitu diperoleh dari perjanjian program kemitraan di PT. Jamsostek Persero serta bahan-
bahan kepustakaan library research untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahuluan yang berhubungan
dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.
43
3. Sumber Data
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari : a.
Bahan hukum primer yang terdiri dari : 1
Norma atau kaidah dasar 2
peraturan dasar 3
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program kemitraan.
42
Bambang Waluyo, Metode Pebelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hal. 13
43
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 1997, hal 117
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan hukum skunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan skunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah serta
bahan-bahan primer, skunder dan tersier penunjang di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang teknologi informasi dan komunikasi,
ekonomi, filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.
d. Perjanjian Kemitraan yang dilakukan di PT. Jamostek Persero antara PT.
Jamsostek Persero dan Usaha Kecil
4. Analisis Data
Dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan primer, skunder, tersier dan perjanjian
kemitraan untuk mengetahui validitasnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM
RANGKA PINJAMAN PROGRAM KEMITRAAN
A. Pelaksanaan Pinjaman Kemitraan Dalam Rangka CSR
Buku karangan Howard R. Bowen yang berjudul Social Responsibility of The Businessman dapat dianggap sebagai tonggak bagi CSR modern. Dalam buku itu
Bowen memberikan definisi awal dari CSR sebagai:
44
“… obligation of businessman to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich are desirable in term of the objectives and
values of our society.”
Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender hanya menyebutkan “businessman” tanpa mencantumkan “businesswoman”, sejak penerbitan buku
tersebut definisi CSR yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan
fondasi CSR tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai Bapak CSR. Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi
definisi CSR. Salah satu akademisi CSR yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas
hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law of Responsibility
” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama
44
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dengan kedudukan sosial yang mereka miliki social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social power
. Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai
dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal ini bisa jadi
dikarenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial dengan korporasi.
45
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi memperkirakan 10 persen pemiskinan disebabkan oleh kerusakan lingkungan dan alokasi sumber daya alam
yang tidak adil. Pihak IMF memperkirakan sedikitnya 124,5 juta jiwa atau 61 persen penduduk Indonesia terjerat kemiskinan. Bahkan Pusat Penelitian UGM
memperkirakan penduduk miskin di Indonesia tahun 1999 mencapai 130 juta jiwa.
46
Globalisasi membawa angin segar terhadap perkembangan program CSR. Dampak dari globalisasi sangat berpengaruh dalam mendorong pelaksanaan program
CSR. Globalisasi
membuat masyarakat
dunia kian
menuntut adanya
pertanggungjawaban dari korporat.
47
Meskipun gagasan
tentang CSR
telah dihasilkan,
namun pada
awalnya,korporat memandang CSR sebagai beban, dan melakukannya dengan terpaksa. Ini terjadi karena perusahaan masih berpatokan pada external reputation
driven dalam pelaksanaan CSR CSR as a beyond profit actifity. CSR dilakukan atas
45
Ibid
46
Reza Rahman, CSR Antara Teori dan Kenyataan, Jakarta : Media Presindo, 2009, hal.94
47
Ibid.hal.95
Universitas Sumatera Utara
dasar keinginan mendapatkan penghargaan CSR as a beyond compliance activity. CSR juga dipandang sebagai sebuah kesempatan memberikan kontribusi pada
masyarakat didasarkan internal driven perusahaan CSR as a beyond PR activity.
48
Di Indonesia CSR, secara gencar dikampanyekan oleh Indonesia Dusiness Link
IBL. Salah satu pilar aktifitas CSR yaitu Streghtening Economies yang mana perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, agar terjadi
pemerataan kesejahteraan. Dari salah satu pilar di atas dilihat bahwa ekonomi dari masyarakat juga menjadi perhatian dari CSR tersebut. Salah satu kegiatan ekonomi
yang sangat mendukung di masyarakat kita adalah usaha kecil yang menjadi penyokong dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu usaha kecil merupakan objek
dari CSR.
49
Pelaksanaan CSR juga sudah diadopsi dalam perundang-undangan sebagai peraturan yang harus dilakukan oleh suatu corporasi atau usaha antara lain yaitu:
1.
Pra –UU No. 40 Tahun 2007.
Sebelum diatur secara eksplisit dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan sebelumnya dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, konsep CSR sebenarnya telah diatur dalam beberapa Undang- undang di Indonesia. Mengingat definisi dan cakupan CSR yang luas, yaitu termasuk
bidang lingkungan, konsumen, ketenagakerjaan dan lain-lain, maka di bawah ini
48
Ibid, hal.20
49
Ibid, hal 13
Universitas Sumatera Utara
diuraikan tentang beberapa Undang-undang yang di dalamnya secara tidak langsung mengatur tentang konsep CSR.
a. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 6 1: Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan.
50
Pasal 6 2: Setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup.
51
Pasal 161: Setiap penanggung jawab usaha danatau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha danatau kegiatan.
52
Pasal 171: Setiap penanggung jawab usaha danatau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
53
b. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-undang ini banyak mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab perusahaan terhadap konsumennya.
Pasal 3 Perlindungan konsumen bertujuan:
50
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, Pasal 6 ayat 1
51
Ibid, Pasal 6 ayat 2
52
Ibid, Pasal 16 ayat 1
53
Ibid, Pasal 17 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha
54
Pasal 7 Mengatur tentang kewajiban pelaku usaha Bab IV Pasal 8 - 17
Mengatur tentang Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha Bab V Pasal 18
Mengatur tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku Bab VI Pasal 19 – 28
Mengatur tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha
c. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang ini antara lain bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan juga untuk
meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya Pasal 4. Selain diatur dalam UU yang mengatur berbagai aspek tersebut di atas, konsep CSR
juga telah diatur dan diwajibkan dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai berikut:
Pasal 15 Setiap penanam modal berkewajiban:
55
54
Republik Indonesia, Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perbankan Pasal 3 huruf e
55
Republik Indonesia, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan, Pasal 15
Universitas Sumatera Utara
a. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
b. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal; c.
Penjelasan Pasal 15 Huruf b Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung
jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
56
Pasal 16
Setiap penanam modal bertanggung jawab:
57
a menjaga kelestarian lingkungan hidup;
b menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan
pekerja; Pasal 34
1 Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat
dikenai sanksi administratif berupa: a.
peringatan tertulis; b.
pembatasan kegiatan usaha c.
pembekuan kegiatan usaha danatau fasilitas penanaman modal; atau
56
Ibid, Pasal 15 huruf b
57
Ibid, Pasal 16
Universitas Sumatera Utara
d. pencabutan kegiatan usaha danatau fasilitas penanaman modal.
2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 3 Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan
dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
58
Dari pengaturan-pengaturan di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab perusahaan telah ditambah, bukan lagi hanya kepada pemilik modal
semata, melainkan juga kepada lingkungan hidup, karyawan dan keluarganya, konsumen dan masyarakat sekitar. Telah adanya pengaturan mengenai tanggung
jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagaimana tersebar dalam berbagai undang-undang di atas menyebabkan banyak pihak yang berpendapat bahwa tidak
perlu diatur lagi mengenai kewajiban melakukan CSR secara khusus dalam UU korporasi. Yang harus dilakukan adalah memastikan pelaksanaan dari pengaturan
dalam undang-undang tersebut di atas. Namun hal tersebut tidak menyurutkan pihak legislatif dan eksekutif yang memiliki pertimbangan tersendiri dan akhirnya
mengesahkan pengaturan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam UU PT yang baru, yaitu UU No. 40 Tahun 2007 sebagaimana akan dibahas di
bawah berikut ini.
58
Ibid, Pasal 34
Universitas Sumatera Utara
2. UU NO. 40 Tahun 2007