UU NO. 40 Tahun 2007 Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Agunan Dalam Rangka Pinjaman Program Kemitraan : Studi Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

2. UU NO. 40 Tahun 2007

Pasal - Pasal yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam UU No. 40 tahun 2007 tersebut adalah sebagai berikut: 59 Bab I – Ketentuan Umum Pasal 1 a. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun pada masyarakat pada umumnya. Bab IV – Rencana Kerja,Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba Bagian Kedua – Laporan Tahunan Pasal 66 1 Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu 6 enam bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir 2 Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memuat sekurang kurangnya : laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Bab V – Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74 1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan 59 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2010 Tentang Perseroan Terbatas Universitas Sumatera Utara 2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhitungkan kepatutan dan kewajaran 3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah Penjelasan Pasal 74 1 Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. 2 Yang dimaksud dengan ‘Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam’ adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan mengusahakan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan ‘Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam’ adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Peraturan Menteri Universitas Sumatera Utara Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05MBU2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Untuk pelaksanaan CSR tersebut melalui BUMN, Perseroan Terbatas dapat dikategorikan dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk amal dan pemanfaatan. Pelaksanaan Pinjaman Program Kemitraan sendiri merupakan pelaksanaan dari Program CSR yang aturannya di buat pemerintah dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05MBU2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkunga. Bentuk CSR dalam pinjaman program kemitraan ini adalah pemanfaatan dana perusahaan dalam untuk membantu masyarakat melalui usaha-usaha kecil masyarakat yang diberikan dalam bentuk pinjaman program kemitraan dengan bunga yang sangat rendah. Adapun pemberiannya dilakukan dalam bentuk perjanjian dengan klausul perjanjian mengacu kepada peraturan menteri tersebut.

B. Perjanjian Kredit yang Berlaku Umum

Mengenai kedudukan Perjanjian Kredit dalam KUH Perdata ini ada beberapa pandangan pakar hukum yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis 2. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus 60 . 60 Munir Faudy,.Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Cetakan I Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal 117 Universitas Sumatera Utara Perjanjian kredit dipandang sebagai perjanjian khusus, dimana yang berlaku dalam perjanjian kredit adalah ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam KUH Perdata, disamping klausul-klausul yang disepakati kedua belah pihak. Jika perjanjian kredit dipandang sebagai perjanjian pinjam pakai habis, maka disamping berlaku ketentuan umum dalam perjanjian KUH Perdata, juga berlaku ketentuan perjanjian pinjam pakai habis. R. Subekti menyatakan bahwa: “Dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai Pasal 1769”. 61 Selanjutnya Marhainis Abdul Hary mengatakan bahwa “Perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam yang dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Mariam Darus Badrulzaman lebih mempertajam lagi kedudukan Perjanjian Kredit sebagai perjanjian peminjaman uang yang mana Didalam Undang-undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjama meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang 61 Rahmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 261 Universitas Sumatera Utara dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat rill, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah. Pendapat Marhainis Abdul Hary dan Mariam Darus Badrulzaman diatas dibantah oleh Sutan Remy Sjahdeni yang menyatakan bahwa : “....sifatnya yang konsensual dari suatu perjanjian kredit bank itulah yang merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian peminjaman uang yang bersifat rill”. Menurut Sutan Remy Sjahdeni dalam perjanjian kredit tercantum syarat-syarat tangguh yang tidak dapat dibantah lagi. Walaupun perjanjian kredit telah ditanda- tangani akan tetapi debitur belumlah berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Jadi penanda-tanganan kredit belum menimbulkan kewajiban pada kreditur untuk menyediakan kredit. 62 Ciri lain yang membedakan perjanjian kredit dengan perjanjian peminjaman uang adalah bahwa kredit yang diberikan oleh pemberi kredit kepada penerima kredit tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan yang tertentu oleh penerima kredit, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pamakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada pemberi kredit untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak, maka berarti penerima kredit bukan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya 62 Ibid, hal. 261 Universitas Sumatera Utara perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Penekanan dalam hal ini adalah tiadanya kebebasan debitur peminjam kredit untuk mempergunakan dana pinjaman tanpa persetujuan dari kreditur. Apa yang diperjanjikan sebelumnya mengenai tujuan penggunaan kredit adalah dibawah pengawasan kreditur. Penyimpangan tujuan dapat dipandang sebagai tindakan wanprestasi yang berakibat dapat dibatalkannya perjanjian secara sepihak oleh kreditur. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menurutnya perjanjian kredit bukanlah merupakan perjanjian pinjam meminjam uang sebagaimana yang dimaksud dalam KUH Perdata. Dengan demikian perjanjian kredit tidak tunduk pada ketentuan perjanjian pinjam meminjam uang dalam KUH Perdata, akan tetapi tergantung pada kesepakatan dan perjanjian antara pihak debitur dengan pihak kreditur. Perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak merupakan sumber perikatan dan mengikat kedua belah pihak atau yang menandatanganinya sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian tersebut. Perikatan yang terjadi melalui perjanjian itu dapat diuraikan dibawah ini. Dalam buku III B.W. berjudul “Perihal Perikatan” dinyatakan perkataan perikatan vebintenis mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab dalam buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatigedaad dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan Universitas Sumatera Utara persetujuan zaakwaarneming. Tetapi sebagian besar dari buku III ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh buku III B. W itu ialah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Buku III mengatur perihal hubungan- hubungan hukum antara orang dengan orang hak-hak perseorangan, meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut, maka isi Buku III itu juga dinamakan “hukum perhutangan”. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau ”“kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa: 1. menyerahkan suatu barang 2. melakukan suatu perbuatan 3. tidak melakukan suatu perbuatan Dalam Buku III KUH tidak ada memberikan suatu defenisi dari perikatan namuh beberapa pihak memberikan defenisi perikatan sebagai berikut: “perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Universitas Sumatera Utara Sementara itu menurut J. Satrio mengatakan mengenai istilah verbintenis terjemaahannya dalam bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan pendapat. Ada yang menggunakan istilah “perutangan”, ada yang menggunakan istilah “perikatan”, ada yang menggunakan kedua istilah tersebut bersama-sama, malahan ada yang mengusulkan istilah “perjanjian” untuk mengganti verbintenis, sekalipun diberikan arti yang luas, meliputi juga yang muncul dari hukum adat dan pada segi lain lebih sempit dari verbintenis yang selama ini dikenal, karena tidak meliputi yang lahir dari undang-undang saja uit dewet allen dan yang lahir dari onrechtmatigedaad. Dari uraian-uraian diatas memberikan kejelasan bagi kita bahwa suatu perjanjian yang dibuat itu telah menimbulkan perikatan bagi pihak-pihak yang membuatnya dan hak serta kewajiban dengan sendirinya harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak; seperti halnya dalam perjanjian kredit dengan agunan si berhutang debitur berhak mendapatkan dana yang diperjanjikan dengan menyerahkan aguan sekaligus berkewajiban membayar sejumlah uang pada waktu yang disepakati hingga lunas, di sisi lain pihak pemberi hutang kreditur berhak menagih hutang dan berkewajiban menyerahkan agunan bila telah lunas. Universitas Sumatera Utara

C. Isi Perjanjian Kredit

Terlepas dari pro dan kontra Perjanjian Kredit dalam bentuk kontrak baku ini dikemukakan beberapa klausula yang senantiasa tercantum dalam perjanjian kredit ini yaitu: 63 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali predisbursement clause a. Biaya pengikatan jaminan secara tunai; b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut; c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur. 2. Klausula mengenai maksimum kredit amount clause. Klausula ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu : a. merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru; b. merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitour untuk melakukan penarikan pinjaman; c. merupakan penetapan berapa besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee; 63 Ibid, hal. 270 - 272 Universitas Sumatera Utara d. Merupakan batas dikenakanya denda kelebihan tarik overdraft; 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit. Klausula ini penting dalam beberapa hal yaitu karena menentukan berapa lama watu yang di sepakati dalam pengembalian kredit tersebut. 4. Klausula mengenai bunga pinjaman interst clause. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk: a. memberikan kepastian mengenai hak pemberi kredit untuk memungut bungan pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama, karena bunga merupakan penghasilan pemberi kredit secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut; b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 6 per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis. 5. Klausula mengenai barang agunan kredit Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain. 6. Klausula asuransi insurance clause Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat Universitas Sumatera Utara mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di pemberi kredit, dan sebagainya. 7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh pemberi kredit negative clause Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan pemberi kredit sebagai tujuan utama. 8. Tigger clause atau opensbaar clause Klausula ini mengatur hak pemberi kredit untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausula mengenai denda penalty clausul Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak pemberi kredit untuk melakukan pungutan pemberi kredit mengenai besarnya maupun kondisinya. 10. Debet autho rization clause Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur. 11. Representtation and warranties material adverse change clause Klausula ini dimaksudkan bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada pemberi kredit adalah benar dan tidak diputarbalikkan. 12. Klausula ketaatan pada ketentuan pemberi kredit Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum. Universitas Sumatera Utara 13. Miscellaneous boiler plate provision Pasal-Pasal tambahan 14. Dispute settlement alternative dispute resolution Klausula mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditour dan debitur bila terjadi. 15. Pasal- Pasal penutup Pasal penutup merupakan eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. Dalam prakteknya walaupun perjanjian kredit dibuat dan ditentukan pemberi kredit secara sepihak dalam bentuk kontrak baku yang klausula-klausulanya dipandang memberatkan debitur, namun dalam kenyataannya perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini ternyata belum dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap pemberi kredit.

1. Asas-Asas Perjanjian

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Yuridis Tentang Keabsahan Akta Dalam Perikatan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Blang Pidie)

1 167 103

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 56 124

Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi Antaradisperindag Kab. Asahan Dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan (Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)

17 148 105

Peranan PT. Pegadaian (Persero) dalam Meningkatkan Pelayanan Pinjaman Dana Kepada Masyarakat (Studi pada Kantor Cabang Simpang Limun Medan)

11 172 104

Gambaran Kecelakaan Kerja Pada Perusahaan Peserta PT. Jamsostek (Persero) Cabang P. Siantar Tahun 2002

3 58 90

Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan Dengan Mitra Binaannya

5 56 146

Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan

2 57 133

Analisis Kinerja Jasa PT. Jamsostek (Persero) Terhadap Kepuasan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehat

0 23 1

Peranan Container Dalam Perjanjian Kerja Pada Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pada PT. Samudera Indonesia Cabang Belawan)

5 80 89

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 1 9