Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi X

(1)

PENGARUH PENERANGAN TERHADAP SEMANGAT

KERJA KARYAWAN USAHA KONVEKSI X

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

LYDIA AGUSTINA SIREGAR

101301034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2013/2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi X

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2014

LYDIA AGUSTINA SIREGAR 101301034


(3)

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi “X”

Lydia Agustina Siregar dan Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRAK

Semangat kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja karyawan, sehingga para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat dan pekerjaan diharapkan akan selesai lebih cepat dan lebih baik. Semangat kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kondisi kerja karyawan untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Salah satunya adalah penerangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X”. Penerangan ruang kerja di usaha konveksi “X” kurang memenuhi syarat untuk karyawan konveksi “X” yaitu sebesar 485.94 luks. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi penerangan dengan menambah intensitas cahaya sebesar 500 – 1000 luks, sehingga diperoleh perubahan intensitas cahaya dari rata-rata 485.94 lux menjadi 633.37 lux. Penelitian ini dilakukan pada 7 orang karyawan usaha konveksi dengan rancangan one group pretest-posttest design. Analisis data menggunakan Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. Penelitian menemukan bahwa penerangan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dimana ke 7 orang subjek mengalami peningkatan semangat kerja setelah diberikan perlakuan penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan.


(4)

The Effect of Lighting to Employee Morale Convection “X”

Lydia Agustina Siregar and Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRACT

High morale will improve the performance of the employee, so that the employee will perform the job harder and the work is expected to be completed faster and better. Employee morale can be improved by taking into account the working conditions of the employees to be able to carry out its activities properly. One of the factors that can affect the morale is the lighting of work environment. This research was to see how the effect of lighting toward employee’s morale in convection “X”. Workspace lighting in convection "X" less qualified for employees in the amount of 485.94 lux. Based on this, the modifications done to increase the intensity of light illumination at 500 - 1000 lux, the light intensity changes in order to obtain an average of 485.94 into 633.37 lux. This study was conducted in 7 employees convection with draft one group pretest-posttest design. Data analysis using a Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. This research have found that the lighting effect on employee morale convection X, where all 7 subjects experienced an increase in morale after the addition of the treatment given the intensity of the light in the room employee.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan sampai akhirnya saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Konveksi X”, guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa perlu banyak usaha, kerja keras dan kemauan yang tinggi dalam setiap proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terutama sekali penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bangun Muda Siregar dan Roslaini Sitompul, dan keluarga yang telah memberikan banyak perhatian, dukungan baik secara moril dan materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

Penelitian ini juga tidak akan selesai tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih ya bu, atas kesediannya meluangkan waktu, tenaga dan


(6)

pikiran, juga atas segala bimbingan, bantuan, kritik dan saran-saran yang membangun sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Kak Cherly Kemala, S.Psi., M.Psi, selaku dosen pembimbing. Terima

kasih kak, atas kesediannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Untuk para subjek penelitian yang telah rela meluangkan waktunya. 5. Untuk teman-teman angkatan 2010 atas kebersamaannya selama ini,

khususnya, Nisa, Indah, Keke, Gati dan Ade.

6. Seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi USU, yang telah membantu dan mempermudah segala urusan yang berkaitan dengan administrasi, baik saat masa perkuliahan maupun yang berhubungan dengan penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan –rekan semua.

Medan, April 2014


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Semangat Kerja ... 12

1. Definisi Semangat Kerja ... 12

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja ... 13

3. Aspek – Aspek Semangat Kerja ... 15

4. Indikasi Turunnya Semangat Kerja ... 16


(8)

1. Definisi Penerangan ... 20

2. Manfaat Penerangan yang Baik bagi Karyawan ... 20

3. Akibat Penerangan yang Kurang Baik bagi Karyawan ... 22

4. Pengendalian Masalah Penerangan di Tempat Kerja ... 24

5. Standar Penerangan di Tempat Kerja ... 25

C. Dinamika Penerangan dan Semangat Kerja ... 26

D. Hipotesa ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional ... 32

1. Definisi operasional semangat kerja ... 32

2. Definisi operasional penerangan ... 32

C. Populasi ... 33

D. Metode Pengumpulan Data ... 33

E. Uji Instrumen Penelitian ... 39

1. Validitas alat ukur ... 39

2. Reliabilitas alat ukur ... 40

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

G. Metode Analisis Data ... 44

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 45


(9)

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45

2. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 45

3. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan usia ... 46

4. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan lama bekerja... 47

B. Hasil Penelitian... 48

C. Kategorisasi Hasil Penelitian ... 50

D. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

1. Saran Praktis ... 58

2. Saran Metodologis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Sebelum Uji

Coba ……… 35

2. Tabel 2. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Setelah Uji

Coba ……… 36

3. Tabel 3. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Sebelum Uji

Coba ……….. 37

4. Tabel 4. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Setelah Uji

Coba ……… 38

5. Tabel 5. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ………. 42 6. Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin 45 7. Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ……… 46 8. Tabel 8.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja 47 9. Tabel 9. Deskriptif Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test

……… 49

10.Tabel 10. Hasil Uji Ranks Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks

……… 49

11.Tabel 11. Rangkuman Nilai Empirik dan Hipotetik Semangat Kerja

………. 50

12.Tabel 12. Perbedaan Semangat Kerja Sebelum dan Sesudah Penambahan


(11)

13.Tabel 13. Norma Semangat Kerja ……… 52 14.Tabel 14. Rangkuman Kategorisasi Data Semangat Kerja ……. 52 15.Tabel 15. Kategorisasi Semangat Kerja Sebelum dan Sesudah Penambahan

Intensitas Cahaya ……….... 53

16.Tabel 16. Penggolongan Subjek Penelitian ……… 54 17.Tabel 17. Hasil Pengukuran Lokasi Sebelum dan Sesudah Treatment


(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Lokasi penelitian ……… 8 2. Gambar 2. Lokasi penelitian ……….. 9


(13)

DAFTAR DIAGRAM

1. Diagram 1. Diagram Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin …. 46 2. Diagram 2. Diagram Subjek Penelitian berdasarkan Usia ……… 47 3. Diagram 3. Diagram Subjek Penelitian berdasarkan Lama Bekerja …. 48


(14)

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi “X”

Lydia Agustina Siregar dan Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRAK

Semangat kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja karyawan, sehingga para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat dan pekerjaan diharapkan akan selesai lebih cepat dan lebih baik. Semangat kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kondisi kerja karyawan untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Salah satunya adalah penerangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X”. Penerangan ruang kerja di usaha konveksi “X” kurang memenuhi syarat untuk karyawan konveksi “X” yaitu sebesar 485.94 luks. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi penerangan dengan menambah intensitas cahaya sebesar 500 – 1000 luks, sehingga diperoleh perubahan intensitas cahaya dari rata-rata 485.94 lux menjadi 633.37 lux. Penelitian ini dilakukan pada 7 orang karyawan usaha konveksi dengan rancangan one group pretest-posttest design. Analisis data menggunakan Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. Penelitian menemukan bahwa penerangan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dimana ke 7 orang subjek mengalami peningkatan semangat kerja setelah diberikan perlakuan penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan.


(15)

The Effect of Lighting to Employee Morale Convection “X”

Lydia Agustina Siregar and Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRACT

High morale will improve the performance of the employee, so that the employee will perform the job harder and the work is expected to be completed faster and better. Employee morale can be improved by taking into account the working conditions of the employees to be able to carry out its activities properly. One of the factors that can affect the morale is the lighting of work environment. This research was to see how the effect of lighting toward employee’s morale in convection “X”. Workspace lighting in convection "X" less qualified for employees in the amount of 485.94 lux. Based on this, the modifications done to increase the intensity of light illumination at 500 - 1000 lux, the light intensity changes in order to obtain an average of 485.94 into 633.37 lux. This study was conducted in 7 employees convection with draft one group pretest-posttest design. Data analysis using a Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. This research have found that the lighting effect on employee morale convection X, where all 7 subjects experienced an increase in morale after the addition of the treatment given the intensity of the light in the room employee.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan atau organisasi yang mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan bukanlah perusahaan/organisasi yang hanya mengandalkan keuangan perusahaan tersebut. Selain pendanaan, perusahaan memiliki sumber daya yang lain yang tidak kalah pentingnya yaitu sumber daya manusia. Sebuah perusahaan agar dapat mempertahankan daya saingnya, harus memperhatikan 2 (dua) faktor penting yaitu faktor personil (SDM) dan teknologi (Rayadi, 2012).

Sumber daya manusia merupakan elemen yang sangat penting dalam satu perusahaan/organisasi. Kegagalan mengelola sumber daya manusia dapat mengakibatkan timbulnya gangguan dalam pencapaian tujuan dalam organisasi, baik dalam kinerja, profit, maupun kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Kondisi umum saat ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa perusahaan di Indonesia masih lemah dalam beberapa hal, antara lain: manajemen yang tidak efisien, keterbatasan dana dan teknologi serta kualitas SDM yang belum memadai (Rayadi, 2012).

Nawawi (2006) menyatakan bahwa, sumber daya manusia adalah faktor sentral di lingkungan organisasi mencari laba (perusahaan dan industri), nir laba (instansi pemerintah) dan voluntir (organisasi/perkumpulan berdasarkan kemanusiaan dan pengabdian) . Oleh karena itu, sumber daya manusia di


(17)

lingkungan organisasi harus dikelola secara efektif dan efisien sehingga tercapainya tujuan organisasi.

Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang melakukan pekerjaan. Seorang karyawan perlu diperhatikan dengan baik agar karyawan tetap bersemangat dalam bekerja. Hasibuan dalam Darmawan (2010) menyebutkan bahwa organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Selanjutnya Dharmawan, Wahyuni, dan Kurniawan (2013) menambahkan bahwa sumber daya manusia yang mampu, cakap, dan terampil serta memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat dalam usaha mencapai hasil kerja yang optimal merupakan modal penting di dalam suatu perusahaan.

Dalam suatu instansi atau organisasi diperlukan suatu hal yang dapat menunjang kinerja organisasi tersebut. Salah satunya adalah semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja merupakan keadaan yang harus ada bila aktivitas proses kerja ingin berjalan lancar. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi, maka tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana (Anwar, 2013).

Terdapat beberapa definisi semangat kerja yang diungkapkan para ahli. Salah satunya ahli tersebut ialah Haddock dalam Ngambi (2011), semangat kerja didefinisikannya sebagai suatu konsep intangible yang mengacu pada seberapa positif perasaan kelompok terhadap organisasi. Selanjutnya Seroka dalam Ngambi (2011) menjelaskan bahwa semangat kerja ialah level umum dari kepercayaan


(18)

atau keoptimisan individu atau kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi kedisiplinan dan kesediaan individu dalam kegiatan organisasi.

Dengan semangat kerja yang tinggi, maka kinerja akan meningkat karena para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Begitu juga sebaliknya jika semangat kerja turun maka kinerja akan turun juga yang akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Nurhendar, 2007).

Nurhendar (2007) dalam penelitiannya mengenai semangat kerja menemukan bahwa diantara variabel stres kerja dan semangat kerja, variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah variabel semangat kerja.

Selanjutnya, terdapat beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pentingnya semangat kerja. Salah satu ahli tersebut yaitu Millet (dalam Ngambi, 2011) menyatakan bahwa terdapat enam alasan pentingnya semangat kerja karyawan, yaitu meningkatkan produktifitas, meningkatkan performa dan kreatifitas, mengurangi absen, meningkatkan perhatian, menjadikan tempat kerja lebih aman, dan meningkatkan kualitas kerja. Selanjutnya tingginya semangat kerja karyawan juga akan meningkatkan kemauan karyawan untuk datang tepat waktu, meningkatkan komunikasi, mengurangi waktu untuk bergosip, dan menambah kreatifitas (Mazin dalam Ngambi, 2011).

Menurut para ahli terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja. Salah satunya yaitu Anoraga (1992), beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja, job security, kesempatan untuk maju (Opportunities for


(19)

advancement ), kondisi kerja yang menyenangkan, kepemimpinan yang baik, serta kompensasi, gaji, dan imbalan.

Selain itu, kondisi kerja juga mempengaruhi semangat kerja karyawan. Menurut Stewart and Stewart (1983), kondisi kerja adalah sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja di dalam lingkungan tersebut ( Working condition can be defined as series of conditions of the working environment in which become the working place of the employee who works there). Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan, seperti temperatur, kelambaban, ventilasi, penerangan, kebersihan dan lain–lain yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja (jurnal-sdm.blogspot.com).

Menurut Manuaba (1992) bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat berkerja secara optimal dan produktif. Dengan demikian, lingkungan kerja harus ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman. Satria (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan fisik yang meliputi penerangan, dan sikap kerja mempunyai pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat. Semangat kerja yang lebih baik akan diperoleh apabila anggota merasa bahwa manajemen menaruh perhatian kepada mereka dan suasana bekerja menyenangkan. Setiasih dalam Anwar (2013) mengatakan bahwa agar dapat bekerja dengan penuh semangat,


(20)

seseorang membutuhkan lingkungan kerja yang nyaman, seterampil apapun seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya, jika dihadapkan pada suatu kondisi lingkungan yang kotor, panas, dan intensitas cahaya yang kurang, maka akan mengalami kesulitan dan mengurangi kegairahan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas kerja. Dengan memerhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau semangat kerja (Sunyoto, 2012).

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain (Sunyoto, 2012). Rahayu (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan PT Telkom Pekanbaru.

Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didayagunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Menurut Sihombing (2004), lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan


(21)

kinerja organisasi tersebut . Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001).

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 1984). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja. Intenistas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya jelas akan dapat meningkatkan produktivitas kerja (Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng, 2004). Ruang kerja yang silau atau terlalu terang juga dapat mengurangi kualitas kinerja karena kenyamanan bekerja berkurang. Ukuran terang yang kita butuhkan tergantung dari macam kerja apa yang kita lakukan di ruangan. Penerangan yang baik dan penggunaan warna yang tepat dapat membuat suasana menjadi nyaman (Moekijat, 1975).

Beberapa hasil penelitian di Inggris, Perancis, Jerman dan negara lainnya, menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas, pengurangan produk gagal, dan kecelakaan lebih sedikit terjadi setelah meningkatnya penerangan (Grandjean, 1988).

Sanders & McCormick dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng (2004) menyimpulkan dari hasil penelitian pada 15 perusahaan, dimana seluruh perusahaan yag diteliti menunjukkan kenaikan hasil kerja antara 4-35 % ketika


(22)

intensitas penerangan disesuaikan dengan jenis pekerjaan karyawan. Selanjutnya hal tersebut diperkuat oleh Amstrong dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng (2004) menyatakan bahwa intensitas penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguan visibilitas dan eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat menyebabkan glare,reflection, excessive shadows, visibility & eyestrain.

Usaha konveksi “X” beralamat di Jalan Amaliun Gg. Abadi No. 17 B. Usaha konveksi ini menghasilkan celana kain. Usaha ini termasuk usaha rumahan karena kegiatan produksi sepenuhnya dilakukan di rumah. Karyawan yang bekerja berjumlah 7 orang, diantaranya bekerja sebagai tukang potong bahan, jahit pinggiran celana, jahit kantong, menggosok merek dan menjahit akhir (finishing). Lingkungan kerja fisik di ruang kerja karyawan, khususnya penerangan, kurang memadai yaitu ± 485.94 luks. Besarnya ruang kerja karyawan yaitu sekitar 6 m x 9m. Ruangan tersebut hanya menggunakan satu buah lampu yang hanya diletakkan di salah satu sisi. Oleh karena itu, karyawan akan membuka jendela – jendela yang ada di ruang kerja ketika cuaca mendung untuk menambah cahaya sewaktu bekerja. Hal itu dikemukakan oleh salah satu karyawan, melalui komunikasi interpersonal pada tanggal 20 Januari 2014 ,

Kalau lampu ya memang agak kurang dek, ya kayak gini la kalo mendung kan jadi susah jugak. Makanya ni jendelanya di buka “.

Penerangan yang ada di usaha konveksi tersebut kurang efektif bagi karyawan jika dilihat dari jenis kegiatan yang dilakukan karyawan, misalnya


(23)

menjahit. Menurut Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964 dikatakan bahwa, penerangan yang diperlukan untuk pekerjaan yang membedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500-1000 luks. Dalam hal ini usaha konveksi “X” termasuk dalam jenis pekerjaan yang membutuhkan penerangan minimal 500-1000 luks.

Karyawan yang ada berjumlah 7 orang dimana terdapat 2 orang karyawan yang baru bekerja selama 0-1 tahun. Hal tersebut mengindikasikan tingginya turnover. Berdasarkan hal tersebut, menurut Azwar (2002) tingginya turnover termasuk indikator turunnya semangat kerja.

Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X””.


(24)

Gambar 2. Lokasi penelitian

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja.


(25)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai pengaruh penerangan ruangan terhadap semangat kerja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui tingkat semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dapat memberikan infomasi kepada pemilik konveksi mengenai kondisi semangat kerja karyawan, serta mengetahui ada tidaknya pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori semangat kerja dan penerangan. Dalam bab ini juga memuat tentanghipotesa penelitian.


(26)

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya beda dan reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat ukur penelitian.

BAB IV : Hasil Analisis Data

Bab ini berisi analisa data dan pembahasan berisi uraian singkat hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Semangat Kerja

1. Definisi Semangat Kerja

Semangat kerja didefinisikan berbeda oleh beberapa ahli. Menurut Nitisemito (1982), semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Sementara Anoraga (1993) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan cepat selesai dan lebih baik serta biaya perunit dapat diperkecil. Definisi semangat kerja juga dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya Saifudin Azwar (2002), menurut Saifudin Azwar semangat kerja merupakan suatu gambaran perasaan yang berhubungan dengan tabiat / jiwa semangat kelompok, kegembiraan/ kegiatan, untuk kelompok-kelompok pekerja yang menunjukkan iklim dan suasana pekerja. Selanjutnya Malayu SP. Hasibuan (2004) mengemukakan bahwa semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Selain itu, Haddock dalam Ngambi (2011) juga mendefinisikan semangat kerja sebagai suatu konsep yang yang mengacu pada seberapa positif perasaan kelompok terhadap organisasi. Selanjutnya, Seroka dalam Ngambi (2011) juga mendefinisikan semangat kerja sebagai kepercayaan atau keoptimisan individu


(28)

atau kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi kedisiplinan dan kesediaan individu dalam kegiatan organisasi.

Dari beberapa pengertian semangat kerja di atas dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah gambaran perasaan, keinginan atau kesungguhan individu/kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi kedisiplinan dan kesediaan individu dalam kegiatan organisasi untuk mengerjakan tugas dengan lebih baik dan lebih cepat.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi semangat kerja yang diungkapkan oleh para ahli. Salah satunya adalah Nitisemito . Menurut Nitisemito dalam Tohardi (2002 ), faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah :

a. Gaji yang cukup

Setiap perusahaan seharusnya dapat memberikan gaji yang cukup kepada pegawainya. Pengertian cukup disini relatif, artinya mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

b. Memperhatikan kebutuhan rohani

Selain kebutuhan materi yang berwujud gaji yang cukup, para karyawan membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani adalah menyediakan tempat ibadah, menghormati kepercayaan orang lain.

c. Perlu menciptakan suasana santai

Suasana rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan ketegangan bagi para karyawan. Untuk menghindari hal tersebut, maka perusahaan perlu


(29)

sekali-kali menciptakan suasana santai seperti rekreasi bersama-sama, mengadakan pertandingan olahraga antar karyawan dan lainnya.

d. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan karyawannya pada posisi yang tepat, artinya menempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan keterampilan mereka. Ketidaktepatan dalam penempatan karyawan bisa membuat karyawan tidak bisa maksimal dalam menyelesaikan tugasnya. e. Perasaaan aman dan masa depan

Semangat kerja akan terpupuk apabila para karyawan mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka, kestabilan perusahaan biasanya modal yang dapat diandalkan untuk menjamin rasa aman bagi. f. Fasilitas yang memadai

Fasilitas yang memadai untuk karyawan hendaknya perlu disediakan oleh setiap perusahaan . Hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan akan menimbulkan semangat kerja karyawan.

Selain itu, Bukhari Zainudin (2001) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja adalah sebagai berikut :

a. Hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan, terutama antara pimpinan kerja yang sehari-hari berhubungan dan berhadapan dengan para karyawan.

b. Terdapat suatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat dengan anggota-anggota lain organisasi, apalagi dengan mereka yang sehari-hari banyak berhubungan dengan pekerjaan.


(30)

c. Rasa kemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang merupakan tujuan bersama mereka yang harus diwujudkan bersama-sama.

d. Adanya tingkat kepuasan ekonomi dan kepuasan-kepuasan materi lainnya yang memadai, sehingga imbalan yang dirasakan akan adil terhadap jerih payah yang telah diberikan terhadap organisasi.

e. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala yang dapat membahayakan diri pribadi dan karir pekerjaan dalam perusahaan atau organisasi.

Dalam rangka membangun semangat kerja McGregor dan Maslow (Luthans, 2006) mengatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti bagi mereka. Pendapat yang lebih jelas dikemukakan oleh B. Von Haller Gilnur (Kerlinger, et.al, 1987) dalam empat dimensi semangat kerja, yaitu bahwa semangat kerja mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Kepuasan dalam pekerjaan.

b. Kebanggaan dalam kelompok kerja.

c. Kepuasan atas gaji dan kesempatan promosi. d. Persamaan kelompok.

3. Aspek-aspek Semangat Kerja

Menurut Sugiyono dalam Utomo (2002 ), aspek-aspek semangat kerja karyawan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu :


(31)

a. Disiplin yang tinggi.

Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja giat dan sadar akan peraturan-peraturan yang berlaku dalam perusahaan

b. Kualitas untuk bertahan.

Individu yang mempunyai semangat kerja tinggi, menurut Alport, tidak akan mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran yang timbul dalam pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan baik yang dapat meningkatkan kualitas seseorang untuk bertahan.

c. Kekuatan untuk melawan frustasi.

Individu yang mempunyai semangat kerja tinggi, tidak memiliki sikap yang pesimistis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

d. Semangat berkelompok.

Adanya semangat kerja membuat karyawan lebih berfikir sebagai “ kami “ daripada sebagai “ saya “. Mereka akan saling tolong menolong dan tidak saling bersaing untuk saling menjatuhkan.

4. Indikasi Turunnya Semangat Kerja

Indikasi turunnya semangat kerja sangat penting untuk diketahui suatu perusahaan karena dengan pengetahuan tersebut akan dapat diketahui sebab-sebabnya. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah sedini mungkin.


(32)

Terdapat indikator semangat kerja yang diungkapkan oleh beberapa ahli. Salah satunya, Azwar (2002). Beberapa dimensi dan indikator semangat kerja (Azwar, 2002), yaitu :

a. Sedikitnya prilaku yang agresif yang menimbulkan frustasi: 1. Konsentrasi Kerja

2. Ketelitian

3. Hasrat Untuk Maju

b. Individu bekerja dengan suatu perasaan yang menyenangkan: 1. Kebanggaan Karyawan

2. Kepuasan Karyawan

3. Labour Turn Over / Tingkat Absensi

c. Menyesuaikan diri dengan teman-teman sekerja : 1. Perlakuan yang baik dari atasan dan rekan kerja d. Keterlibatan ego dalam bekerja

1. Tanggung Jawab 2. Lancarnya aktivitas

Menurut Kossen (1993) terdapat beberapa tanda-tanda peringatan semangat kerja yang rendah, yaitu :

a. Kemangkiran. b. Kelambatan.

Keterlambatan yang berlebihan merupakan tanda bahaya semangat kerja yang rendah.


(33)

c. Pergantian yang tinggi.

Dalam setiap organisasi ada karyawan yang keluar dan ada karyawan lain diterima kerja pada perusahaan tersebut. Apabila angka pergantian mulai naik secara abnormal menunjukkan tanda bahaya dari semangat kerja yang buruk.

d. Mogok dan sabotase.

Pemogokan dan sabotase merupakan contoh ekstrim ketidakpuasan dalam angkatan kerja.

e. Ketiadaan kebanggaan dalam kerja.

Ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaan tempat dia bekerja sering kali menimbulkan sikap ketidakpedulian terhadap pekerjaannya.

Selain itu, menurut Nitisemito dalam Tohardi (2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang harus diketahui oleh perusahaan sebagai indikasi penurunan semangat kerja, yaitu :

a. Turunnya/rendahnya produktivitas

Salah satu indikasi turunnya semangat kerja adalah turunnya produktivitas. Turunnya produktivitas merupakan indikasi turunnya semangat kerja. b. Tingkat absensi yang naik/tinggi

Tingkat absensi yang tinggi juga merupakan salah satu indikasi turunnya semangat kerja karyawan. Pada umumnya bila semangat kerja turun, mereka akan malas untuk datang setiap hari kerja.


(34)

c. Labor turnover (tingkat perpindahan buruh) yang tinggi

Bila dalam suatu perusahaan tingkat keluar-masuk karyawan naik dari tingkat sebelumnya, hal ini merupakan indikasi turunnya semangat kerja. Keluar-masuknya karyawan yang meningkat disebabkan ketidaksenagan mereka bekerja pada perusahaan tersebut.

d. Tingkat kerusakan yang tinggi

Indikasi lain yang menunjukan turunnya semangat karyawan adalah bila tingkat kerusakan terhadap bahan baku, maupun peralatan yang dipergunakan naik.

e. Kegelisahan dimana-mana

Kegelisahan dimana-mana akan terjadi bila semangat kerja turun, kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan bekerja, keluh kesah, serta hal-hal lain.

f. Tuntutan sering kali terjadi

Sering terjadinya tuntutan juga merupakan indikasi turunnya semangat kerja. Tuntutan yang terjadi berasal dari ketidakpuasan karyawan .

g. Pemogokan

Indikasi paling kuat tentang turunnya semangat kerja adalah terjadinya pemogokan. Pemogokan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, kegelisahan dan rasa kekecewaan yang begitu mendalam serta sebagainya.


(35)

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan dimensi dan indikator menurut Azwar (2002) yang menyebutkan dimensi dan indikator semangat kerja.

B. Penerangan

1. Definisi Penerangan

Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan ditempat kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif yang dapat berasal dari cahaya alami dan buatan. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Selanjutnya Budiono (2003) mendefinisikan bahwa penerangan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja (Budiono, 2003).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penerangan adalah sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif yang dapat berasal dari cahaya alami dan buatan.

2. Manfaat Penerangan yang Baik bagi Karyawan

Menurut Moekijat (1975), terdapat beberapa keuntungan penerangan yang baik yaitu,

a. Perpindahan pegawai berkurang b. Prestise lebih besar


(36)

c. Semangat kerja lebih tinggi d. Hasil pekerjaan lebih banyak e. Ketidakhadiran berkurang f. Kesalahan berkurang g. Keletihan berkurang

Selain itu, dikutip dari Moekijat (1975), menurut C.L. Littlefield dan R.L Peterson dalam buku mereka yang berjudul “Modern Office Management”, keuntungan penerangan yang baik yaitu:

a. Produktivitas yang meningkat

Perubahan kondisi penerangan yang kurang menjadi kondisi penerangan yang baik hampir selalu megakibatkan tambahan dalam tingkat hasil pekerjaan.

b. Kualitas pekerjaan yang lebih baik.

Ketelitian dan kerapian pekerjaan kantor dapat diperbaiki dengan memberikan penerangan yang cukup. Penerangan yang tidak cukup akan lebih sering membuat kesalahan karena ketidakmampuan melihat dengan seksama dalam penerangan yang kurang baik.

c. Mengurangi ketegangan mata dan kelelahan rohaniah.

Mengerjakan pekerjaan kantor dalam waktu yang lama dengan penerangan yang kurang baik mengakibatkan ketegangan mata dan dapat mengakibatkan kerusakan penglihatan mata.


(37)

d. Semangat kerja pegawai yang lebih baik.

Semangat kerja yang lebih baik akan diperoleh apabila anggota merasa bahwa manajemen menaruh perhatian kepada mereka dan suasana bekerja menyenangkan. Penerangan yang baik dan penggunaan warna yang tepat dapat membuat suasana demikian (Moekijat, 1975).

e. Prestige yang lebih baik untuk perusahaan.

Pemberian penerangan yang bagus dan menarik dapat memberi kesan yang baik kepada semua tamu yang datang ke organisasi sehingga menambah reputasi organisasi untuk kemajuan dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan.

Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada tenaga kerja, yaitu peningkatan produksi dan menekan biaya, memperbesar kesempatan dengan hasil kualitas yang meningkat, menurunkan tingkat kecelakaan, memudahkan pengamatan dan pengawasan, mengurangi ketegangan mata, mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang yang dikerjakan. Penerangan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata, memperpanjang waktu kerja, keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata, kerusakan indra mata, kelelahan mental dan menimbulkan terjadinya kecelakaan (Mieke Wardhani, 2004).

3. Akibat Penerangan yang Kurang Baik bagi Karyawan

Penerangan yang kurang baik dapat mengakibatkan kerugian bagi karyawan. Beberapa tokoh juga menyebutkan bahwa terdapat akibat-akibat yang


(38)

disebabkan oleh penerangan yang kurang baik. Salah satu tokoh tersebut adalah Grandjean. Menurut Grandjean dalam Sunyoto (2012), penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan :

a. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja. b. Kelelahan mental.

c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata. d. Kerusakan indera mata

Selanjutnya , terdapat beberapa akibat penerangan yang buruk (Zainuddin, 2003), yaitu sebagai berikut:

a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja,

b. Kelelahan mental,

c. Keluhan pegal- pegal dan panas daerah mata, d. Kerusakan alat penglihatan,

e. Meningkatkan kecelakaan, f. Pusing dan mual.

Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, termasuk :

a. Kehilangan produktivitas b. Kualitas kerja rendah


(39)

c. Banyak terjadi kesalahan d. Kecelakaan kerja meningkat

4. Pengendalian Masalah Penerangan di Tempat Kerja

Menurut Sunyoto (2012), terdapat langkah-langkah pengendalian masalah penerangan di tempat kerja, seperti :

a. Modifikasi system penerangan yang sudah ada, seperti :

1. Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja 2. Merubah posisi lampu

3. Menambah atau mengurangi jumlah lampu

4. Mengganti jenis lampu yang lebih sesuai, seperti, mengganti lampu bola menjadi lampu neon

5. Mengganti tudung lampu

6. Mengurangi warna lampu yang digunakan b. Modifikasi pekerjaan, seperti :

1. Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat dengan jelas

2. Merubah posisi kerja untuk menghindari baying-bayang pantulan, sumber kesilauan dan kerusakan penglihatan

3. Modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat dengan jelas, seperti memperbesar ukuran huruf.

4. Pemeliharaan dan pembersihan lampu 5. Penyediaan penerangan lokal


(40)

6. Penggunaan korden dan perawatan jendela.

5. Standar Penerangan di Tempat Kerja

Standar Penerangan di Indonesia telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan di tempat kerja (dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng, 2004). Secara ringkas intensitas penerangan yang dimaksud, yaitu :

a. Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan lingkungan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 20 luks.

b. Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 50 luks. c. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang

kecil paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 100 luks.

d. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil agak teliti paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200 luks.

e. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang dengan teliti dari barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 300 luks.

f. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500-1000 luks.


(41)

g. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang yang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 2000 luks.

C. Dinamika Penerangan dan Semangat Kerja

Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang melakukan pekerjaan. Seorang karyawan perlu diperhatikan dengan baik agar karyawan tetap bersemangat dalam bekerja. Hasibuan dalam Darmawan (2010) , organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Selanjutnya Dharmawan, Wahyuni, dan Kurniawan (2013), sumber daya manusia yang mampu, cakap, dan terampil serta memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat dalam usaha mencapai hasil kerja yang optimal merupakan modal penting di dalam suatu perusahaan.

Dalam suatu instansi atau organisasi diperlukan suatu hal yang dapat menunjang kinerja organisasi tersebut. Salah satunya adalah semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja merupakan keadaan yang harus ada bila aktivitas proses kerja ingin berjalan lancar. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi, maka tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana (Anwar, 2013). Diantara variabel stress kerja dan semangat kerja, hal yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan adalah semangat kerja (Nurhendar, 2007).


(42)

Banyak organisasi yang mengalami perubahan dalam lingkungan yang semakin kompetitif ketidakpuasan karyawan mungkin akan lebih banyak terjadi. Ketika ketidakpuasan terjadi, stabilitas dan keberhasilan organisasi akan terhambat (Munn, 1996). Dengan semangat kerja yang tinggi, maka kinerja akan meningkat karena para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Begitu juga sebaliknya jika semangat kerja turun maka kinerja akan turun juga. Jadi dengan kata lain semangat kerja akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Nurhendar, 2007).

Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Menurut Sihombing (2004), lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut . Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001).

Selanjutnya Analisa (2011) menambahkan bahwa lingkungan kerja tempat karyawan tersebut bekerja juga tidak kalah pentingnya di dalam meningkatkan


(43)

kinerja karyawan. Dimana lingkungan kerja adalah kondisi – kondisi material dan psikologis yang ada dalam organisasi. Maka dari itu organisasi harus menyediakan lingkungan kerja yang memadai seperti lingkungan fisik (tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, pertukaran udara yang baik, warna, penerangan yang cukup maupun musik yang merdu), serta lingkungan non fisik (suasana kerja karyawan, kesejahteraan karyawan, hubungan antar sesama karyawan, hubungan antar karyawan dengan pimpinan, serta tempat ibadah). Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung pelaksanaan kerja sehingga karyawan memiliki semangat bekerja dan meningkatkan kinerja karyawan.

Lingkungan kerja yang kondusif sangat mempengaruhi semangat kerja karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari, apabila lingkungan baik maka karyawan akan lebih bersemangat untuk bekerja dan sebaliknya apabila lingkungan kerja yang kurang baik maka akan menyebabkan penurunan semangat kerja karyawan.

Dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik di perusahaan maka akan dapat mendukung suasana kerja yang baik pula dimana ini akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi serta dapat membangkitkan semangat kerja para karyawan guna mencapai tingkat produktifitas (Siagian, 2001).

Sedarmayanti dalam Anwar (2013), mengatakan bahwa penerangan sangat besar manfaatnya untuk keselamatan bekerja dan kelancaran kerja bagi para pegawai, maka diperlukan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Penerangan di dalam lingkungan kerja maksudnya adalah cukupnya sinar yang masuk ke dalam ruang kerja masing-masing pegawai kantor. Dengan


(44)

tingkat penerangan yang cukup di dalam ruang kerja, akan mendorong pegawai untuk bekerja lebih baik.

Penerangan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu kantor karena dapat memperlancar pekerjaan kantor. Apalagi seorang karyawan yang pekerjaanya membedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, khususnya menjahit, membutuhkan penerangan yang cukup tanpa mengganggu pekerjaan maupun kesehatannya. Penerangan yang cukup akan menambah semangat kerja pegawai, karena mereka dapat lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya, matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang terang, dan kesalahan-kesalahan dapat dihindari.

Penerangan yang tidak didesain dengan baik sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja, misalnya kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan indera mata. Apabila keluhan-keluhan tersebut sudah dirasakan oleh karyawan, maka hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya semangat kerja karyawan. Selain menurunnya semangat kerja, keluhan-keluhan tersebut juga mengakibatkan kualitas kerja karyawan menurun, kesalahan sering terjadi ketika bekerja, dan meningkatnya kecelakaan kerja.

Penerangan yang dirancang sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Selain itu, penerangan yang cukup juga dapat menurunkan kesalahan dan keletihan ketika bekerja, serta menjadikan hasil pekerjaan menjadi lebih baik.


(45)

D. Hipotesa Penelitian

Oleh karena itu, hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

a. Hipotesa nol : tidak ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Tujuan metode penelitian eksperimental adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan (mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2003). Desain ekperimen yang digunakan adalah desain pre-eksperimen yang menggunakan one group pre test-post test design . Digunakannya one group pre test-post test design, dikarenakan pengukuran awal dan setelah pemberian perlakuan hanya dikenakan pada satu kelompok saja.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini antara lain :

1. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah semangat kerja.

2. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2009). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerangan.


(47)

B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Definisi Operasional Semangat Kerja

Semangat kerja adalah derajat kesungguhan individu untuk mengerjakan tugas dengan lebih baik dan lebih cepat yang dapat dilihat berdasarkan konsentrasi kerja karyawan ketika menjahit, ketelitian dalam menjahit, hasrat untuk maju, kebanggan karyawan, kepuasan karyawan, tingkat absensi, perlakuan yang baik dari atasan dan rekan kerja, tanggung jawab, dan lancarnya aktifitas terhadap usaha konveksi X yang diketahui melalui pemberian skala semangat kerja berbentuk Likert berdasarkan dimensi dan indikator semangat kerja menurut Anwar (2002). Skala ini terdiri dari 17 pernyataan dengan lima pilihan, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Skor dari skala ini bergerak dari 1 sampai 5 (STS = 1, TS = 2, N = 3, S = 4, SS = 5) dengan nilai tertinggi yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 17. Total skor menunjukkan semangat kerja karyawan usaha konveksi X. Semakin tinggi skor menunjukkan tingginya semangat kerja karyawan dan semakin rendah skor menunjukkan rendahnya semangat kerja karyawan.

2. Definisi Operasional Penerangan

Penerangan adalah sumber cahaya yang menerangi benda-benda di usaha konveksi X yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan menjahit. Penerangan yang ada dapat diketahui dengan mengukur cahaya (luks) melalui alat luksmeter.


(48)

Penerangan yang sesuai untuk pekerjaan yang membedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, khususnya menjahit, harus mempunyai intensitas penerangan minimal 500-1000 luks.

C. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang di usaha konveksi “X” berjumlah 7 orang.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang menggunakan skala yang berbentuk skala likert dengan beberapa pilihan, yaitu STS, TS, N, S, dan SS. Tinggi rendahnya skor menunjukkan tinggi rendahnya semangat kerja yang dimiliki karyawan. Skor diperoleh dengan cara menyebarkan skala kepada karyawan yang berisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat mengisi dengan mudah.

Skala Semangat Kerja

Skala ini disusun berdasarkan dimensi dan indikator semangat kerja menurut Anwar (2002), yaitu : sedikitnya perilaku agresif karyawan yang menimbulkan frustasi, individu bekerja dengan perasaan yang menyenangkan, penyesuaian dengan rekan kerja serta keterlibatan ego karyawan dalam bekerja.


(49)

Skala ini berbentuk skala Likert dengan beberapa pilihan, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Skor dari skala ini bergerak dari 1 sampai 5 (STS = 1, TS = 2, N = 3, S = 4, SS = 5). Dimana semakin tinggi skor nilai menunjukkan tingginya semangat kerja yang dimiliki karyawan, sebaliknya rendahnya skor menunjukkan rendahnya semangat kerja yang dimiliki karyawan.


(50)

Tabel 1. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Sebelum Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja

Indikator Semangat Kerja

Nomor Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang menimbulkan frustasi

1. Konsentrasi Kerja 2. Ketelitian

3. Hasrat Untuk Maju

13, 17 5,10,11 14, 23

7 30

2 Bekerja dengan perasaan yang menyenangkan

1. Kebanggaan Karyawan 2. Kepuasan

Karyawan

3. Labour Turn Over / Tingkat Absensi

4, 8

3, 20 16,7

6 25

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan 2. Perlakuan yang

baik dari rekan kerja

12, 18, 19

9, 15, 22

6 25

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

1, 2, 24 6, 21

5 20

Total 10 24 24 100

Tabel 1 menunjukkan skala pre-test yang akan diuji coba berjumlah 24 item yang disebar kepada 50 subjek.


(51)

Tabel 2. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Setelah Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja Indikator Semangat

Kerja

Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang menimbulkan frustasi

1. Konsentrasi Kerja 2. Ketelitian

3. Hasrat Untuk Maju 8,12 6 9

4 24

2 Bekerja dengan perasaan yang menyenangkan

1. Kebanggaan Karyawan 2. Kepuasan

Karyawan

3. Labour Turn

Over/Tingkat Absensi

2, 4

15 11

4 24

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan 2. Perlakuan yang

baik dari rekan kerja

7,13,1,4

5,10,16

6 35

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

1, 17 3

3 17

Total 10 17 17 100

Tabel 2 menunjukkan skala pre-test berjumlah 24 item yang akan diberikan kepada subjek penelitian yang terlebih dahulu sudah di uji reliabilitasnya.


(52)

Tabel 3. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Sebelum Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja Indikator Semangat

Kerja

Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang menimbulkan frustasi

1. Konsentrasi Kerja 2. Ketelitian

3. Hasrat Untuk Maju 3,15 9,14,21 6,11

7 29

2 Bekerja dengan perasaan yang menyenangkan

1. Kebanggaan Karyawan 2. Kepuasan

Karyawan

3. Labour Turn

Over/Tingkat Absensi

1,7

12,20 5,18

6 25

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan 2. Perlakuan yang

baik dari rekan kerja

4,17,23

13,19,22

6 35

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

10,16,24 2,8

5 21


(53)

Tabel 4. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Setelah Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja Indikator Semangat

Kerja

Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang menimbulkan frustasi

1. Konsentrasi Kerja 2. Ketelitian

3. Hasrat Untuk Maju 2,10 14 5

4 24

2 Bekerja dengan perasaan yang menyenangkan

1. Kebanggaan Karyawan 2. Kepuasan

Karyawan

3. Labour Turn

Over/Tingkat Absensi

1,6

8 4

4 24

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan 2. Perlakuan yang

baik dari rekan kerja

3,12,16

9,13,15

6 35

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

11, 17 7

3 17


(54)

E. Uji Instrumen Penelitian

Jenis alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengolah data yang didapat dari lapangan, penelitian ini menggunakan koefisien korelasi dengan analisi regresi yang dapat diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan program software SPSS version 17,0 for windows.

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan apabila dapat mengungkapkan data darivariabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Menurut Sugiyono (2007), penelitian yang valid artinya bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan content validity dan face validity. Menurut Gregory (2000) content validity (validitas isi) menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak, validitas ini ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pernyataan berdasar pendapat professional (professional judgement) para penelaah (Suryabrata, 2008), dalam hal ini professional judgement yang digunakan yaitu dosen pembimbing untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara


(55)

proporsional. Ebel (dalam Nazir, 1988) menyebutkan bahwa face validity (validitas muka) adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

2. Reabilitas Alat Ukur

Arikunto (2006) menyebutkan bahwa reabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat ukur pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Uji reabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal reliability. Estimasi reliabilitas dengan pendekatan konsistensi internal didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu bentuk alat ukur pada sekali subjek ( single trial administration ). Untuk mengetahui reabilitas tes, peniliti menggunakan rumus Alpha Cronbach’s dan diolah dengan komputer program SPSS versi 17.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai minimal 0.3.


(56)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Skema : O X O

Rancangan Eksperimen

KELOMPOK PRE TEST TREATMENT POST TEST

EKSPERIMEN T1 X T2

Keterangan : T1 = pre test (sebelum perlakuan) X = treatment (perlakuan)

T2 = post test (setelah perlakuan)

Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir (pengolahan data). Pada tahap persiapan, beberapa hal yang dilakukan yaitu, menentukan materi yang akan dikaji, membuat instrument penelitian, melakukan validasi instrument pada ahli khususnya dosen, melakukan uji coba alat ukur, analisa alat ukur, merevisi alat ukur, menemukan lokasi penelitian, mempersiapkan surat izin penelitian, serta penentuan subyek penelitian. Pada tahap pelaksanaan, hal-hal yang dilakukan adalah mengukur intensitas cahaya yang ada di ruang kerja dengan menggunakan luxmeter, kemudian memberikan skala kepada seluruh karyawan untuk mengetahui semangat kerja karyawan sebelum diberikan perlakuan. Beberapa hari kemudian diberikan tambahan penerangan di tempat kerja dengan menambah 1 buah intensitas di ruang kerja sebagai perlakuan, kemudian selang beberapa hari diukur kembali intensitas cahaya dengan menggunakan luxmeter, kemudian akan diberikan kembali skala semangat kerja pada karyawan sehingga diperoleh data


(57)

semangat kerja sebelum dan sesudah perlakuan. Pada tahap akhir (pengolahan data), hal-hal yang dilakukan adalah mengolah data hasil penelitian, menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian, serta menarik kesimpulan dari hasil penelitian.

Tabel 5. ProsedurPelaksanaan Penelitian

Tahapan Rincian Kegiatan

1. Tahap Persiapan Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :

- menentukan materi-materi yang akan dikaji,

- membuat instrument penelitian, - melakukan validasi instrument

pada ahli khususnya dosen pembimbing,

- melakukan uji coba alat ukur, - analisa alat ukur, merevisi alat

ukur,

- menemukan lokasi penelitian, - mempersiapkan surat izin

penelitian, dan

- penentuan subyek penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini hal yang dilakukan


(58)

- Pada 25 Januari 2014, dilakukan pengukuran intensitas penerangan yang ada di tempat kerja terlebih dahulu,

- Pada 27 Januari 2014, diberikan alat ukur berupa skala kepada 7 orang karyawan,

- Pada 2 Februari 2014, dilakukan penambahan 1 buah lampu TL 40 watt lampu.

- Pada 8 Februari, diberikan kembali skala semangat kerja kepada 7 orang karyawan.

3. Tahap Pengolahan Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 17.0 for Windows. Proses pengolahan data dilakukan dengan analisis Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test.


(59)

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan jawaban tentang pengaruh penerangan terhadap semangat kerja. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistik nonparametrik karena subjek penelitian yang berjumlah 7 orang. Pengolahan data yang dilakukan menggunakan uji hipotesis Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test melalui program SPSS versi 17.0 for Windows. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan antara dua kelompok data yang saling berhubungan.


(60)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini memberikan uraian mengenai keseluruhan hasil penelitian. Bab analisis data dan pembahasan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil analisis data.

A. Analisis Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 7 orang karyawan konveksi rumah tangga Bapak Sarifuddin. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia dan lama bekerja.

a. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Gambaran jenis kelamin subjek dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

Pria 3 orang 42 %

Wanita 4 orang 58 %

Jumlah 7 orang 100 %

Pada tabel 6 terlihat bahwa dari 7 orang sampel yang digunakan sebanyak 3 orang pria (42 %) dan 4 orang wanita (52 %).


(61)

Bagan 1. Diagram Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

b. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Gambaran usia subjek penelitian dapat dikategorikan berdasarkan pembagian usia kerja di Indonesia (Kasmadi, 2010). Pembagian usia tersebut dapat dilihat pada tabek berikut ini :

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persen (%)

0 – 14 tahun (tidak produktif) 0 orang 0 %

15 – 64 tahun (produktif) 7 orang 100 %

>64 tahun (tidak produktif) 0 orang 0 %

Jumlah 7 orang 100 %

Diagram subjek penelitian

berdasarkan jenis kelamin

wanita pria


(62)

Tabel 7 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berusia 0 – 14 tahun (tidak produktif) tidak ada (0%), berusia 15 – 64 tahun (produktif) ada 7 orang (100%), >64 tahun (tidak produktif) tidak ada. Keseluruhan usia subjek penelitian berada di usia produktif.

Bagan 2. Diagram Subjek Penelitian Berdasarkan Usia c. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja

Gambaran lama bekerja subjek penelitian dapat dikategorikan sebagai berikut ( Handoko, 1992) :

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Jumlah Persen (%)

0 – 1 tahun (baru) 2 orang 28.6 %

1 – 3 tahun (sedang) 3 orang 42.8 %

>3 tahun (lama) 2 orang 28.6 %

Jumlah 7 orang 100 %

Diagram subjek penelitian

berdasarkan usia

0 - 14 tahun 15 - 64 tahun > 64 tahun


(63)

Tabel 8 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang lama bekerja 0 – 1 tahun sebanyak 2 orang (28.6 %), lama bekerja 1 – 3 tahun sebanyak 3 orang (42.8 %), dan lama bekerja >3 tahun sebanyak 2 orang (28.6 %). Mayoritas subjek lama bekerja berada dalam kategori sedang.

Bagan 3. Diagram Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja

B. Hasil Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X. Metode analisis data yang tepat adalah Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test terhadap kelompok eksperimen yang diberikan pretest dan posttest berupa skala semangat kerja untuk membandingkan hasil sebelum dan sesudah diberi perlakuan (penambahan intensitas penerangan).

Diagram Subjek Penelitian

Berdasarkan Lama Bekerja

baru sedang lama


(64)

Pengajuan Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Hipotesa nol : tidak ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan. Hipotesa alternatif : ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test dan analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan program SPSS for windows versi 17.0.

Tabel 9. Deskriptif Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test N Rata-rata Standar

deviasi

Minimum Maximum

Sebelum 7 59.7143 2.87021 55.00 63.00

Sesudah 7 66.7143 1.70434 65.00 69.00

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata setelah diberikan perlakuan berupa penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan usaha konveksi X. Rata-rata sebelum diberikan perlakuan yaitu sebesar 59.7143 (SD = 2.87021) dan rata-rata sesudah diberikan perlakuan yaitu sebesar 66.7143 (SD = 1.70434).

Tabel 10. HasilUji RanksWilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks

N Rata-rata urutan Jumlah urutan

Sesudah-sebelum Urutan negatif 0a 0.00 .00

Urutan positif 7b 4.00 28.00

Kesamaan 0c

Total 7

a. Sesudah < sebelum b. Sesudah > sebelum c. Sesudah = sebelum

Berdasarkan Tabel 10 diperoleh urutan negatif yang menunjukkan selisih antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terdapat 0 orang atau dengan kata lain tidak ada subjek yang memperoleh skor sesudah lebih rendah daripada


(65)

sebelum diberikan perlakuan. Urutan positif menunjukkan selisih antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terdapat 7 orang atau dengan kata lain terdapat 7 subjek yang memperoleh skor sesudah yang lebih tinggi dari sebelum diberikan perlakuan. Kesamaan menunjukkan bahwa tidak ada subjek yang memiliki skor yang sama antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Artinya keseluruhan subjek memperoleh peningkatan skor semangat kerja setelah diberikan perlakuan.

C. Kategorisasi Hasil Penelitian

Kategorisasi skor semangat kerja subjek penelitian dapat diketahui melalui uji signifikansi perbedaan antara mean empirik dan mean hipotetik. Skala semangat kerja terdiri dari 17 item dengan 5 alternatif jawaban dengan nilai bergerak dari rentang 1 sampai 5, sehingga dihasilkan skor total minimum sebesar 17 dan skor maksimum sebesar 85 . Sehingga luas jarak seberannya 85 – 17 = 68. Dari skala semangat kerja diperoleh mean hipotetik sebesar 51 dan standar deviasi sebesar 11.3.

Tabel 11. Rangkuman Nilai Empirik dan Hipotetik Semangat Kerja Variabel Semangat Kerja

Empirik

Pre-Test

Min 55

Max 63

Mean 59.7143

SD 2.87021

Post-Test

Min 65

Max 69

Mean 66.7143

SD 1.70434

Hipotetik

Min 17

Max 85

Mean 51


(66)

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui hasil perbandingan mean empirik pre-test dan post-test dan hipotetik dari variabel semangat kerja menunjukkan pH < pE pre-test yaitu 51 < 59.7143 dan pH < pE post-test yaitu 51 < 66.7143 sehingga dapat disimpulkan bahwa semangat kerja pada subjek penelitian lebih tinggi daripada semangat kerja pada populasi umumnya.

Selanjutnya , subjek akan digolongkan kepada tiga kategori semangat kerja yaitu : semangat kerja rendah, semangat kerja sedang, dan semangat kerja tinggi.

Tabel 12. Perbedaan Semangat Kerja Sebelum dan Sesudah Penambahan Intensitas Cahaya

Subjek

Skor Semangat Kerja Sebelum Treatment

(pre-test)

Skor Semangat Kerja Sesudah Treatment

(post-test)

1 63 68

2 60 65

3 55 65

4 62 69

5 58 67

6 58 65

7 62 68


(67)

Tabel 12 menunjukkan bahwa perbedaan skor semangat kerja subjek penelitian pada saat dilakukan pretest dan posttest . Norma kategori yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 13. Norma Semangat Kerja

Rentang Nilai Kategori

X < -1 SD + M Semangat kerja rendah -1 SD + M X < 1 SD + M Semangat kerja sedang 1 SD + M X Semangat kerja tinggi

Tabel 14. Rangkuman Kategorisasi Data Semangat Kerja

Rentang Nilai Kategori

X < 40 Semangat kerja rendah

40 X < 62 Semangat kerja sedang

62 X Semangat kerja tinggi

Dari rangkuman kategorisasi data semangat kerja, maka pengkategorisasian semangat kerja dari masing-masing kelompok subjek dapat dilihat berdasarkan Tabel 14.


(68)

Tabel 15. Kategorisasi Semangat Kerja Sebelum dan Sesudah Penambahan Intensitas Cahaya

Subjek Skor semangat kerja sebelum treatment (pretest) Kategori Semangat Kerja Skor semangat kerja setelah treatment (posttest) Kategori Semangat Kerja

1 63 Tinggi 68

Tinggi

2 60 Sedang 65

Tinggi

3 55 Sedang 65

Tinggi

4 62 Tinggi 69

Tinggi

5 58 Sedang 67

Tinggi

6 58 Sedang 65

Tinggi

7 62 Tinggi 68

Tinggi

Jumlah 418 467

Tabel 15 menunjukkan kategorisasi skor subjek penelitian pada saat pretest dan posttest. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 4 orang subjek yang kategori semangat kerjanya berubah dan 3 orang subjek yang kategori semangat kerjanya tetap. Walaupun kategori semangat kerjanya tetap, namun skor yang diperoleh antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan mengalami peningkatan. Hal tersebut mengindikasikan adanya pengaruh penerangan (treatment) terhadap semangat kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui


(69)

bahwa terdapat peningkatan semangat kerja subjek penelitian dari perubahan skor yang diperoleh.

Dari hasil pengkategorian masing-masing subjek, diperoleh persentase data sebagai berikut :

Tabel 16. Penggolongan Subjek Penelitian

Test Kategori Jumlah Subjek Persentase (%)

Pretest

Semangat kerja rendah 0 0 %

Semangat kerja sedang 4 57 %

Semangat kerja tinggi 3 43 %

Jumlah 7 100 %

Posttest

Semangat kerja rendah 0 0 %

Semangat kerja sedang 0 0 %

Semangat kerja tinggi 7 100 %

Jumlah 7

Tabel 16 menjelaskan bahwa 7 orang subjek terdapat 4 subjek yang kategori semangat kerjanya berubah dari kategori sedang menjadi kategori tinggi. Hal tersebut mengindikasikan terdapat peningkatan semangat kerja karyawan. Selain itu, 3 orang subjek tetap berada pada kategori semangat kerja yang sama yaitu tinggi. Namun, skor ketiga subjek tersebut mengalami peningkatan antara pre-test dan post-test. Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa terdapat pengaruh penerangan terhadap semangat kerja.


(70)

Tabel 17. Hasil Pengukuran Lokasi Sebelum dan Sesudah Penambahan Intensitas Cahaya

No Lokasi

Pengukuran

Hasil Pengukuran (Lux) Sebelum

Treatment

Sesudah Treatment

1 Meja 1 123 340

2 Meja 2 812 954

3 Meja 3 0.74 0.85

4 Meja 4 (tempat

penggosokan) 1040 1365

5 Tempat

pemotongan bahan 454 507

Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa terdapat hasil pengukuran cahaya pada ruang kerja sebelum dan sesudah treatment dilakukan. Rata-rata intensitas cahaya pada saat sebelum treatment yaitu sebesar 485.94 luks dan rata-rata intensitas cahaya pada saat setelah treatment yaitu sebesar 633.37 luks.

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan konveksi “X”. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan konveksi (“X”) dengan treatment penambahan intensitas cahaya sebesar 500-1000 luks di ruang kerja karyawan konveksi. Perubahan semangat kerja diperoleh dari perubahan skor semangat kerja sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan.

Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test diperoleh bahwa tidak ada subjek yang mendapat skor posttest lebih rendah daripada pretest, terdapat 7 subjek yang memperoleh skor posttest yang lebih tinggi dari pretest, dan tidak ada subjek yang memiliki skor yang sama antara pretest dan posttest.


(71)

Artinya keseluruhan subjek mengalami peningkatan skor semangat kerja setelah dilakukan treatment di usaha konveksi “X” yaitu penambahan intensitas cahaya di ruang kerja. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tarwaka, Solichul, Bakri, dan Sudiajeng (2004), bahwa penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja. Selain itu, intensitas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaan juga dapat meningkatkan produktifitas kerja karyawan. Selain itu, Anwar (2013) juga menambahkan bahwa intensitas cahaya yang kurang akan mengurangi kegairahan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test juga diperoleh bahwa terjadi peningkatan rata-rata setelah diberikan perlakuan berupa penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan usaha konveksi X. Rata-rata sebelum diberikan perlakuan yaitu sebesar 59.7143 (SD = 2.87021) dan Rata- rata-rata sesudah diberikan perlakuan yaitu sebesar 66.7143 (SD = 1.70434). Artinya penerangan berpengaruh terhadap peningkatan semangat kerja karyawan konveksi X. Hal tersebut didukung oleh Moekijat (1975) yang mengatakan bahwa semangat kerja yang lebih tinggi merupakan salah satu keuntungan penerangan yang baik. Semangat kerja yang lebih baik akan diperoleh apabila anggota merasa suasana bekerja menyenangkan dan penerangan yang baik (Moekijat, 1975).

Berdasarkan penggolongan subjek diketahui bahwa dari 7 orang subjek terdapat 4 subjek yang kategori semangat kerjanya berubah dari kategori sedang menjadi kategori tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa subjek tersebut


(72)

mengalami peningkatan semangat kerja karyawan. Selain itu, terdapat 3 orang subjek yang tetap berada pada kategori semangat kerja yang sama yaitu tinggi, namun, skor ketiga subjek tersebut mengalami peningkatan antara pre-test dan post-test. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan semangat kerja karyawan konveksi “X”. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa terdapat pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan konveksi “X”.


(1)

mengalami peningkatan semangat kerja karyawan. Selain itu, terdapat 3 orang subjek yang tetap berada pada kategori semangat kerja yang sama yaitu tinggi, namun, skor ketiga subjek tersebut mengalami peningkatan antara pre-test dan

post-test. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan semangat kerja karyawan konveksi “X”. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa terdapat pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan konveksi “X”.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu terjadi peningkatan semangat kerja karyawan setelah diberikan perlakuan berupa penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan usaha konveksi X.

B. Saran

Terdapat beberapa saran yang dapat diberikan peneliti yaitu, sebagai berikut :

1. Saran Praktis

Peneliti mengharapkan agar penelitian ini berguna bagi usaha konveksi lain, yaitu :

a. Memberikan informasi bahwa penerangan dengan intensitas yang sesuai dengan pekerjaan menjahit berpengaruh terhadap semangat kerja.

b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan di usaha konveksi lain untuk memperhatikan penerangan di tempat kerja sehingga meningkatkan semangat kerja karyawan.


(3)

a. Penelitian ini memberikan informasi bahwa penerangan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan, sehingga diperlukan adanya penelitian lain yang serupa di lokasi yang sama dengan menggunakan variabel lingkungan fisik yang berbeda, seperti suhu, warna, kebisingan, kebersihan, dll untuk mengukur semangat kerja karyawan usaha konveksi X.

b. Untuk menentukan rentang waktu antara pre-test dan post-test, seharusnya peneliti selanjutnya menggunakan referensi yang jelas sehingga diperoleh rentang waktu yang pasti dalam pemberian pre-test


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Analisa, Lucky Wulan. 2011. Analisis Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan.

Anwar, Hairil. 2013. Pengaruh Lingkungan Kerja Pegawai Terhadap Semangat Kerja.

Azwar, Saifudin. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Beni, Satria. 2012. Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012.

Dharmawan, Yusuf, dkk. (2013). Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pekerja Unit Pemadam Kebakaran Kantor Pusat PT. X Jakarta, Volume 2, Nomor 2.

Grandjean.1988. Fitting the Task to the Man. New York.

Ngambi, H.C. (2011). The Relationship between Leadership and Employee Morale in Higher Education, Vol. 5(3), pp. 762-776.

Nurhendar, Siti. (2007). Pengaruh Stress Kerja dan semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi (Studi Kasus pada CV. Aneka Ilmu Semarang).

Nurmianto, Eko.1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Candimas Metropole.

Pratama, Anton Purnomo. (2008). Pengaruh Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan Bagian Produksi PT. Nyonya Meneer Semarang, hal 86.

Rahayu, Agustia. 2010. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Pekanbaru.


(5)

Sunyoto, Danang. 2012. Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : CAPS.

Suryabrata, Sumadi. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi: Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS.

Narotama, Fenaro. (2013). Pengaruh Strategi SDM terhadap Kinerja. http://fenaro.narotama.ac.id/download_berita/pengaruh%20strategi%20sdm% 20terhadap%20kinerja.pdf


(6)