Fungsi Omamori Dalam Masyarakat Jepang

(1)

FUN

N S U

NGSI OM

NIHONJIN

Skripsi ini d Universitas sya

U

MAMORI

N NO SEIKA

diajukan ke Sumatera arat ujian sa

D AM DEPARTE FAKUL UNIVERSI

DALAM

KATSU DE N

SKRIP epada Panit Utara Med arjana Bida DISUSUN O MINULLA 0707080 EMEN SA LTAS ILM ITAS SUM MEDA 2012

MASYA

NO OMAM PSI

tia Ujian F dan untuk m

ang Ilmu Sa

OLEH : AH GEA 031 STRA JEP MU BUDAY MATERA U AN 2

ARAKAT

MORI NO K

Fakultas Ilm melengkapi astra Jepan PANG YA UTARA

JEPANG

KINOU mu Budaya salah satu ng

G


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji milik Allah yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Fungsi Omamori Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, baik dari isi maupun pembahasanny. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepda pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada :

1. Bapak Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum sebagai Ketua Jurusan Sastra Jepang.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D selaku pembimbing I. 4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku pembimbing II.


(3)

5. Para Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Ilmu Budaya, khususnya para Dosen dan Staf Pegawai di Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara .

6. Seluruh sahabat dan rekan-rekan Mahasiswa/I Sastra Jepang. Terima kasih atas doa dan dukungan semangatnya.

7. Teristimewa buat kedua Orangtua tercinta yang telah mengasuh, membimbing,, member semangat dan memenuhi segala kebutuhan penulis. Terima kasih atas segala jasa dan cinta kasih yang tidak ternilai yang diberikan kepada penulis.

8. Semua pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dimana tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Medan, 12 Juli 2012 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………... iii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Perumusan Masalah……… 8

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan……….. 9

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………… …... 10

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 13

1.6 Metode Penelitian……… 14

BAB II OMAMORI DALAM KEPERCAYAAN JEPANG…… 15

2.1 Bentuk Kepercayaan Masyarakat Jepang……… 15

2.2 Fungsi Kepercayaan Jepang………. 17

2.3 Omamori dalam Kepercayaan Jepang………. 19

2.3.1 Jenis Omamori……… 21

2.3.2 Tujuan Penggunaan Omamori...………. 25

BAB III FUNGSI OMAMORI DALAM MASYARAKAT JEPANG 31


(5)

3.1.1 Fungsi Omamori untuk bepergian………. 32

3.1.2 Fungsi omamori agar terhindar dari kejahatan……… 33

3.1.3 Fungsi Omamori untuk keberuntungan……….. 34

3.1.4 Fungsi Omamori untuk Pendidikan……….. 34

3.1.5 Fungsi Omamori untuk Bisnis………...…… 35

3.1.6 Fungsi Omamori untuk Memperoleh Pasangan... 36

3.1.7 Fungsi Omamori untuk kehamilan dan kelahiran yang Mudah……..………... 36

3.2. Pemegang Jimat………... 37

3.3 Pembuat Jimat………... 39

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……… 41

4.1 Kesimpulan……… 42

4.2 Saran……… 43

DAFTAR PUSTAKA……… 44


(6)

ABSTRAK

FUNGSI OMAMORI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Diantara fenomena tradisi keagamaan popular di jepang adalah omamori. Omamori merupakan sebuah jimat yang dapat memberikan perlindungan bagi seseorang yang memegangnya. Omamori juga dianggap sebagai kombinasi relijius dan jimat keberuntungan. Saat ini omamori dapat diperoleh dari kuil Shinto maupun kuil budha.

Menurut sejarahnya, jimat-jimat tradisional semacam ini bermula dari adanya kepercayaan kuno animisme dan kepercayaan panteisme tentang hubungan supranatural yang berasal dari fenomena alam seperti matahari, bulan, gunung, sungai, hutan, dan sebagainya. Semua itu mempengaruhi aura kehidupan manusia dan berefek pada kesehatan,kemakmuran, dan kebahagiaan. Untuk mengingatkan manusia kepada generasi akan kekuatan lain di atas dirinya itu. Maka dibuatlah jimat-jimat tersebut yang bahannya bersumber pada alam (kayu, kertas, atau daun). Penggunaan jimat ini ternyata sudah meluas bahkan di zaman modern sekarang.

Pengguna omamori di Jepang dapat dikatakan cukup merajalela sampai saat ini. Pada hari-hari liburan, khususnya pada tahun baru, banyak orang Jepang yang rela mengantri panjang untuk membeli omamori di kuil-kuil terkenal dengan harapan setahun itu mereka dilindungi dan terhindar dari bencana. Selain menjadi jimat pelindung, omamori juga sering dijadikan hadiah ketika menjenguk orang sakit atau melahirkan, bahkan dihadiahkan pada orang yang hendak mengikuti ujian masuk sekolah atau perguruan tinggi.


(7)

Omamori pada masa lalu di Jepang bentuknya besar. Ada yang seperti labu, lonceng, bel, dan lain sebagainya. Akhirnya sesuai dengan perkembangan jaman muncullah omamori-omamori yang berukuran mini seperti saat ini. Omamori berukuran kecil yang ada di Jepang saat ini lebih praktis karena bisa disimpan dengan nyaman.

Jimat digunakan oleh orang-orang dalam kaitan dengan kekuatan gaib yang mampu melindungi dari marabahaya, dan juga untuk mendapatkan kesejahteraan, kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan.

Jimat dimata orang Jepang adalah dianggap sebagai motivator untuk mendorong mereka sukses dalam apapun. Hal ini disebabkan karena orang Jepang sendiri menjadikan jimat-jimat ini sebagai suatu kebutuhan dalam hidup sehari-hari mereka. Selain itu dikarenakan ada semacam sugesti diri yang terbangun dalam diri orang Jepang jika mereka memilih jimat yang tepat. Itulah sebabnya mereka tidak akan sungkan untuk membeli jimat yang diinginkan setiap tahun atau di setiap kesempatan.

Bagi mereka, omamori dipercaya bisa membawa keberuntungan baik pada usaha maupun hidup mereka. Banyak orang Jepang menggunakan jimat ini untuk menangkal kesialan seperti kecelakaan mobil dan kebakaran. Bahkan banyak juga atlit yang dating ke kuil untuk berdoa agar ia mendapatkan keberuntungan di awal musim.

Dari banyaknya fenomena seperti ini, kita dapat melihat bahwa masyarakat Jepang masih saja mempercayai dunia lain dan keberadaan supranatural. Menurut Swanger, orang Jepang mempercayai fenomena ini karena


(8)

dipengaruhi oleh kebudayaan dan tradisi bangsa mereka. Sejak dahulu kala, kepercayaan dan tradisi mereka seperti Shinto telah menanamkan rasa percaya terhadap keberadaan supranatural.

Konsep Shinto mengenai dunia kematian menjadi penyebab kuat mengapa orang Jepang sampai sekarang masih percaya terhadap keberadaan dunia lain.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai manusia kita mempercayai adanya kekuatan tak tampak yang mengatur segala aktivitas ataupun kegiatan kita sehari-hari. Hal ini tentu saja kita sadari sebagai suatu kepercayaan yang diyakini sekaligus dirasakan dalam kehidupan ini. Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam dan isinya, sehingga manusia dapat bertemu dan berkomunikasi dengan sesama manusia atau makhluk lainnya.

Kepercayaan pada “yang adikodrati”, dengan siapa manusia berhubungan dalam pengalaman religiusnya, merupakan gambaran khas semua agama dan dianggap sebagai yang umum dan merata (ada dalam setiap agama). Kendati demikian, kepercayaan pada Tuhan ada dalam banyak manifestasi yang berbeda dalam hampir semua agama. Di mana satu Tuhan dipercayai dan disembah sebagai Yang Mahatinggi, secara implisit dan eksplisit hal itu mengesampingkan Yang Mahatinggi lainnya (Mariasusai Dhavamony, 1995: 121).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari aktivitas keagamaan atau biasa yang disebut dengan kegiatan religi. Berbagai kegiatan bahkan upacara peringatan dilakukan di berbagai wilayah setiap Negara, dengan tujuan yang sama, yaitu untuk memperoleh kasih sayang dan kebahagiaan dari sang pencipta. Demikian halnya dengan negara Jepang yang memiliki berbagai macam kegiatan keagamaan. Masyarakat berpikir serta merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi) pada tenaga-tanaga gaib yang diyakini mengisi,


(10)

menghuni seluruh alam semesta dalam keadaan yang seimbang. Tiap tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos dan bagian dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rohaniah. Keseimbangan inilah yang harus ada dan tetap dijaga, apabila terganggu maka harus dipulihkan. Memulihkan keseimbangan ini berwujud dalam beberapa upacara, pantangan dan ritus-ritus. Kegiatan –kegiatan upacara atau perayaan yang dilakukan tidak selalu dilaksanakan dari segi religi saja, tetapi berdampingan dengan kegiatan budaya. Karena antara religi dan budaya hampir memiliki kesamaan, namun berbeda antara pengertian maupun pelaksanaannya. Kebudayaan merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba dan ada dalam pikiran manusia, misalnya: gagasan, ide, norma, religi dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1974: 376-377).

Hori Ichiro (1968: 1) mengatakan bahwa agama-agama yang beraneka ragam yang tumbuh dan berkembang di dunia secara umum dapat dibagi dua, yaitu agama yang terlembaga (Institusionalized Religion) dan agama rakyat (Folk Religion). Yang termasuk ke dalam agama yang terlembaga ini antara lain seperti: Agama Kristen, Agama Budha dan Shinto, sementara yang termasuk ke dalam agama yang tidak terlembaga (Folk Religion) adalah pemujaan leluhur dan pemujaan alam (Natural Religion). Agama Jepang adalah Shomin Shinko (Kepercayaan Rakyat), yang dipengaruhi oleh agama Budha dan konfusionisme. Ajaran ini termasuk ke dalam kehidupan masyarakat Jepang. Sehingga tatakrama dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Konfusionisme. Ajaran ini menekankan tatanan alam yang rasional dan manusia adalah suatu unsur harmonis yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan etika.


(11)

Dalam hal sistem kepercayaan masyarakat Jepang, dapat dikatakan bahwa tidak ada Negara lain yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang. Hal ini bisa dipahami dari masih kuatnya nilai-nilai tradisional kepercayaan Shinto dalam masyarakat.

Sebagai Negara yang telah berhasil membangun hampir semua bidang kehidupannya, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya. Keberhasilan Jepang khususnya tampak dalam bidang kebudayaan material yaitu dengan mengikuti beberapa kebudayaan barat dalam prilaku kehidupannya sehari-hari, tetapi dalam prilaku budaya spiritual Jepang tidak mengalami perubahan sehingga Jepang sering dikenal sebagai Negara yang mempunyai kebudayaan yang berwajah dua. Yang dimaksud dengan kebudayaan yang berwajah dua, yaitu pertama wajah modern yang diartikan sebagai wajah barat dengan pola hidup sehari-hari yang tampak mirip dengan bangsa Barat. Kedua, wajah tradisional, yaitu dengan masih banyaknya kegiatan masyarakat Jepang yang tampak dalam bidang ritual dengan penyelenggaraan matsuri atau ritual, maupun berbagai kesenian yang masih dipertahankan sebagai bagian dari budaya tradisional yang telah ada sejak zaman kuno. Masyarakat Jepang memang terkenal sebagai masyarakat yang patuh dan taat terhadap adat istiadat, mereka begitu menghargai dan memelihara budaya yang telah diturunkan oleh para leluhur, sehingga bagaimanapun majunya Negara Jepang saat ini mereka tetap saja melestarikan kebiasaan dan ritual-ritual rutin yang telah ditetapkan sejak dahulu. Dalam penyelenggaraan ritus atau upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Jepang, banyak hal yang dipersiapkan seperti halnya dalam penyambutan kehadiran dewa-dewa di bumi.


(12)

Shinto, yang berarti “jalan dewa” merupakan kepercayaan asli Jepang. Shinto didasarkan pada pemikiran yang percaya dengan banyak dewa (polytheisme) dan kekuatan alam (matahari, bulan, gunung, laut, ombak, angin, petir, dll). Sehingga hal ini berpengaruh pada sikap hormat yang sangat tinggi masyarakat Jepang kepada alam, yang ditunjukkan dengan sikap merawat alam hingga saat ini.

Shinto pada dasarnya merupakan keyakinan yang terbentuk karena adanya pengaruh Budha yang masuk dari Cina dan Korea, sehingga Butsudo (jalan Budha) disebut sebagai kepercayaan dari “luar”. Pada prosesnnya, nilai-nilai Budha disesuaikan dengan nilai-nilai Jepang (di-Jepangkan). Sebenarnya, kepercayaan Shinto sangat sekuler (dalam arti hanya bersifat kepercayaan keduniawian), dan mereka percaya tidak ada kehidupan setelah mati. Kepercayaan masyarakat inilah yang menjadi dasar orang Jepang untuk mengejar keduniawian dan tidak takut mati (karena tidak percaya pada neraka). Sedangkan di sisi lain, dalam Budha ada kepercyaan tentang kehidupan setelah mati (akhirat) dan ada reinkarnasi. Maka, hampir 98% masyarakat Jepang menggunakan tatacara Budha dalam upacara kematiannya.

Jepang sebagai Negara maju masih sangat percaya dengan hal-hal berbau mistis. Salah satu kepercayaan masyarakat Jepang adalah kepercayaan masyarakat terhadap perjimatan dan yang paling banyak dipakai di dalam perjimatan adalah omamori.

Takhayul Jepang berakar pada budaya dan sejarah Jepang dan rakyat Jepang . Kepercayaan takhayul yang umum di Jepang , sebagian memiliki akar


(13)

dalam sejarah Jepang. Sejumlah takhayul Jepang memiliki dasar mereka dalam adat dan budaya Jepang dan dimaksudkan untuk mengajar atau melayani sebagai nasihat praktis.

Takhayul menurut Mustafa Kamal (2003) berasal dari Tahayalat yang artinya hayalan. Oleh karena itu tahayul adalah merupakan cerita hayalan dari manusia. Takhayul atau mitos atau sesuatu yang tidak nyata (khayali) jadi takhayul itu hanya ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal-usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Sedangkan menurut Yusfitriadi (2007) takhayul adalah sesuatu yang tidak nyata ( Mustafa Kamal dalam M. Mubarak, 2009:18).

Takhayul seseungguhnya hanyalah khayalan belaka. Ia merupakan bayangan yang diimajinasikan. Takhayul adalah semacam system kepercayaan , ada unsure keyakinan terhadap seseuatu yang ada di luar jangkauan nalar dan logika. Lalu keyakinan ini boleh jadi mentradisi ketika ditransformasikan dari generasi ke generasi (http://kompas.com) .

Beberapa takhayul yang umum di Jepang telah diimpor dari budaya lain. Orang Jepang juga berbagi takhayul dengan budaya Asia lainnya, khususnya

Cina , dengan siapa mereka berbagi ikatan sejarah dan budaya yang signifikan.

Sebagian besar takhayul Jepang berkaitan dengan bahasa. Angka dan benda yang memiliki nama yang homofon untuk kata-kata seperti "kematian" dan "penderitaan" biasanya dianggap sial. Takhayul lainnya, berkaitan dengan arti harfiah dari kata-kata. Bagian lain yang signifikan dari takhayul Jepang berakar


(14)

pada tradisi kuno yang menyembah berhala, animisme budaya dan menganggap hidup dan hal-hal alami sebagai memiliki kekuatan tertentu atau alkohol. Dengan demikian, takhayul Jepang banyak melibatkan keyakinan tentang hewan dan penggambaran hewan mewujudkan nasib baik atau buruk.

Diantara fenomena tradisi keagamaan populer di Jepang adalah omamori atau jimat, yang telah mengalami peningkatan popularitas selama dekade terakhir. Dilihat dari dasarnya sebagai media dimana kekuatan suci kehidupan mengalir ke manusia, omamori ini konsisten dan ekspresif dalam beberapa tema lama yang ada dalam tradisi Jepang (Eugene R. Swanger 1981:237). Omamori adalah jimat keberuntungan yang biasanya dijual di kuil-kuil di Jepang. Omamori sendiri berasal dari kata mamori yang berarti “melindungi” atau “memberikan perlindungan”.

Omamori berbentuk sebuah kantung yang terbuat dari kain berdekorasi yang didalamnya terdapat lipatan kertas atau potongan kayu bertuliskan nama dewa yang sudah didoakan agar memberikan perlindungan dan keberuntungan pada si pemiliknya. Karena bentuknya yang kecil, orang Jepang sering menggantungkan omamori pada tas, ponsel, atau dalam kaca spion di dalam mobil. Omamori juga digunakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap permasalahan dalam kehidupan seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran, keselamatan dalam kelahiran bayi, kebangkrutan dan lain-lain.

Secara harfiah, di dalam bahasa Jepang kata omamori berarti “melindungi atau mempertahankan”. Di Jepang sendiri, omamori merupakan jimat keberuntungan yang biasanya hanya dijual di kuil-kuil Budha dan Shinto.


(15)

Adapun pengertian omamori menurut Jeremy Roberts dalam bukunya Japanese Mythology adalah sebagai berikut:

Omamori is a token or amulet that can protect the person who holds it. An omamori extends the blessing and protection of a kami or Buddhist deity. An omamori might be considered a combination religious medal and good luck charm. Today, omamori can be obtained from Shinto and Buddhist temples.

Disebutkan bahwa omamori merupakan sebuah jimat yang dapat memberikan perlindungan kepada seseorang yang memegangnya. Omamori juga dianggap sebagai kombinasi religious dan jimat keberuntungan. Saat ini omamori dapat diperoleh dari kuil Shinto maupun kuil budha.

Omamori berbentuk sebuah kantung terbuat dari kain berdekorasi yang di dalamnya terdapat lipatan kertas atau potongan kayu bertuliskan nama dewa yang sudah didoakan agar memberikan perlindungan dan keberuntungan pada pemiliknya. Omamori ini digunakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap permasalahan dalam kehidupan seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran, keselamatan dalam kelahiran bayi, kebangkrutan dan lain-lain. Karena bentuknya yang kecil, orang Jepang biasanya sering menggantungkan omamori pada tas, ponsel, atau di kaca spion dalam mobil.

Pada awalnya omamori disimpan dalam sebuah tabung bambu kecil dan dikenakan seperti sebuah kalung, sekarang ini telah dibuatkan kantong khusus dari kain (omamori bukuro) dan dikenakan oleh mereka yang menginginkan perlindungan. Biasanya, omamori ini didesain dengan berbagai bentuk khas berdasarkan lokasi pembuatannya, dan terdapat nama kuil tempat dibuatnya beserta fungsi dari omamori tersebut seperti omamori untuk cinta, studi, pekerjaan,


(16)

dan lain-lain. Bahkan belakangan ini telah dibuat juga omamori yang menampilkan gambar karakter tokoh-tokoh kartun.

Warga Jepang khususnya di saat tahun baru berduyun-duyun pergi ke kuil untuk berdoa memohon berkat di tahun yang baru. Sebelum pulang dari kuil mereka membeli jimat pembawa keberuntungan. Bagi mereka selain jimat tersebut sebagai pembawa keberuntungan juga dapat dipercaya sebagai pengusir nasib buruk, penyakit dan malapetaka. Berakar dari Shinto dan adat istiadat kuno yang masih berakar hingga saat ini, orang Jepang pun sampai sekarang masih suka membeli jimat.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul: “Omamori Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam diskursus modern, kata azimah disamakan dengan “jimat”, yaitu sebuah benda tertentu yang diyakini menyimpan energi magis yang mampu untuk membantu para pemiliknya dalam memenuhi segala macam keperluan. Dalam hal ini, azimat diyakini memiliki kekuatan-kekuatan tertentu yang dapat dijadikan sarana yang unik untuk mewujudkan keinginan manusia. Seperti dapat mendatangkan keberuntungan dan menjauhkan kesialan, serta beberapa keampuhan magis lainnya misalkan mendatangkan jodoh, rezeki melimpah, pelaris, benteng rumah, dsb.

Secara umum memang semua jimat memiliki kekuatan magis tersebut yang menarik perhatian sekaligus mengundang banyak pertanyaan mendasar.


(17)

Kekuatan mistik yang ada dalam jimat selama ini belum banyak yang mengetahuinya. Mereka hanya sekedar meyakini bahwa benda-benda itu memiliki kekuatan magis dan mistis yang dapat membantu si pembuat dan pemiliknya untuk mendatangkan segala macam kebutuhan. Atau paling tidak, masyarakat percaya bahwa energi yaitu kekuatan mistik itu memang ada dalam sebuah benda hingga akhirnya dapat terlihat sakti dan sebagainya. Akan tetapi, masyarakat tidak pernah mencari informasi untuk mengetahui rahasia dasar dari kekuatan jimat-jimat itu. Misalkan, bagaimana ia bisa memiliki kekuatan gaib dan mistik seperti itu, kenapa bisa mendatangkan keberuntungan, mendatangkan jodoh, rezeki, menghindarkan dari bala, bahkan konon ada yang bisa menghilang dan muncul lagi.

Karena diberikan latar belakang sejarah yang berpijak pada hal supranatural, tidaklah mengherankan bahwa masyarakat Jepang menawarkan kombinasi dari hal primitif dan maju, dari yang kuno dan yang trendi, dari yang mistik dan yang biasa sehingga membuat penasaran.

Dalam bentuk pertanyaan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

‐ Bagaimana rakyat Jepang dalam memaknai dan memfungsikan jimat dalam kehidupan sehari-hari

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam skripsi ini penulis membatasi pembahasan mengenai fungsi ketujuh jenis jimat yang umum dipakai oleh orang Jepang menurut teori dari buku Eugene R. Swanger dan Peter Takayama dimana di dalam buku tersebut dijelaskan bahwa


(18)

terdapat tujuh jenis jimat atau omamori yang lazim dipakai di Jepang. Di sini tentu nantinya akan dapat dilihat bagaimana masyarakat Jepang sendiri dalam memfungsikan jimat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Agar dalam pembahasan tentang jimat ini lebih jelas dan akurat, maka sebelum bab pembahasan penulis akan menjelaskan sedikit tentang budaya jimat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Selain itu juga akan dibahas mengenai macam-macam jimat di Jepang.

Dan pada bab pembahasan penulis juga akan membahas tentang kegunaan jimat itu sendiri di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Berbicara tentang jimat maka tidak terlepas dari pengaruh kepercayaaan Shinto dan Budha. Meskipun agama yang terbesar di Jepang dewasa ini adala Budha, tetapi Shinto tetaplah menjadi agama asli Jepang. Menurut Mariasusai Davamony bahwa perbedaan antara magis dengan agama harus diterima, tetapi kita tidak dapat menentukan pemisahan yang luas antara keduanya karena memang ada kasus-kasus terjadinya peristiwa dimana magis merupakan isi dari fenomena religius (dikutip dari fenomenologi agama, 1995: 54).

Jimat bagi orang Jepang dipercaya sebagai pelindung manusia dari berbagai hal-hal negatif. Dengan jimat tersebut maka orang Jepang menggunakannya dengan berbagai maksud dan tujuan seperti untuk penangkal musibah, penangkal kebakaran, pelancar usaha, bahkan ada yang untuk pelancar ujian bagi para pelajar.


(19)

Di jaman modern saat ini, jimat di Jepang telah digunakan untuk berbagai maksud. Kadang pula diberikan kepada kerabat atau kenalan yang sedang sakit agar cepat sembuh atau agar anak-anak selalu sehat. Dapat dikatakan pula meskipun Jepang telah mengalami kemajuan tetapi tetap tidak menghilangkan budaya asli mereka yang merupakan karakteristik dari bangsa Jepang sendiri.

Dalam meneliti pembahasan ini penulis menggunakan buku sebagai acuan. Buku-buku tersebut adalah Asian Folklore Studies yang ditulis oleh Eugene R. Swanger dan Peter Takayama. Lalu ada buku Japanese Manners and Customs in the Meiji Era yang ditulis oleh Yanagita. Buku ini digunakan untuk menjelaskan tentang omamori di Jepang. Kemudian buku lain yang dijadikan acuan adalah: Japanese Mythology A to Z yang ditulis oleh Jeremy Roberts, selain itu juga menggunakan buku Folk Religion In Japan yang disusun oleh Hori Ichiro dan diterbitkan oleh University Of Chicago pada tahun 1986.

Selain mengumpulkan dan memanfaatkan buku-buku, penulis juga berusaha mencari data dari situs internet dengan mencantumkan tanggal kapan data-data tersebut diperoleh.

2. 4.1 Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976: 11) berfungsi sebagai pendorong berpikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret, suatu teori yang dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembahasan terhadap fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.


(20)

Yanagita Kunio di dalam bukunya yang berjudul Japanese Manners and customs in the Meiji Era menyebutkan hal sebagai berikut:

Japanese have probably always believed in amulets of one type or another, but the modern printed charms now given out by shrines and temples first became popular in the Tokugawa period or later, and the practice of wearing minature charms on one's person is also new. The latter custom is particularly common in cities (Yanagita 1969: 314-315).

Terjemahan :

Orang Jepang meungkin mempercayai satu macam jimat atau lainnya, tetapi jimat yang cetak modern saat ini yang dibuat oleh kuil pertama sekali popular pada masa Tokugawa atau setelahnya, selain itu pemakaian jimat mini pada seseorang juga tergolong baru. Kebiasaan terakhir ini umum terjadi di daerah perkotaan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa jimat omamori muncul awalnya pada Era Tokugawa atau setelahnya. Penggunaan jimat yang berukuran kecil di Jepang saat ini merupakan kebiasaan yang tergolong baru sehingga bisa dikatakan tidak terlepas dari tradisi keagamaan.

Masing-masing negara, bahkan setiap individu memiliki konsep yang berbeda dalam memahami arti religi (agama) dalam kehidupannya, namun perbedaan itu tetap berpangkal pada satu keyakinan terhadap adanya Tuhan. Mengenai konsep religi bagi masyarakat Jepang, ada dua konsep dasar ketuhanan. Konsep pertama menyatakan tuhan sebagai suatu entitas lebih tinggi yang memelihara, memberikan perlindungan dan cinta, konsep kedua adalah tuhan


(21)

sebagagi dasar dari segala yang ada atau merupakan inti terdalam dari realitas ( Bellah, Robert. N,1992: 81).

Dalam membahas tentang kepercayaan masyarakat Jepang pastilah tidak terlepas dari Shinto. Shinto bukanlah sebuah agama seperti yang selama ini diketahui. Hori Ichiro dalam Folk Religion In Japan mengklasifikasikan Shinto sebagai sebuah kepercayaan rakyat. Pada awalnya, manusia memang meyakini adanya kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Akan tetapi, manusia mengartikan bahwa alamlah yang menjadi Tuhan. Mereka menyembah matahari, pohon, batu, dan ada juga yang meyakini roh leluhurnya.

Dan menurut Robert N. Bellah, religi dapat diartikan sebagai sikap-sikap dan tindakan-tindakan manusia yang bersangkutan dengan keprihatinan yang paling mendasar (Ultimate Concern). Dan tindakan religius adalah setiap tindakan yang terarah kepada yang suci dan ilahi.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan konsep pendekatan religi. Konsep Religi menurut Koentjaraningrat (1974: 137) adalah sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk halus lain yang mendiami alam gaib.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. 5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:


(22)

2. Untuk menjelaskan peranan jimat dalam kepercayaan rakyat Jepang

3. Untuk menjelaskan macam-macam jimat yang ada di Jepang.

1. 5.2 Manfaat Penelitian

1. Agar pelajar bahasa Jepang dapat mengetahui bagaimana sebenarnya fungsi dan makna jimat di Jepang

2. Agar para pelajar bahasa Jepang dapat memperkaya ilmunya dengan membaca karya tulis ini. Karena di dalam karya tulis ini terdapat penjelasan tentang budaya Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Koentjaraningrat, 1974). Fakta yang tampak dihubungkan satu dengan yang lainnya di dalam aspek-aspek yang diselidiki.

Teknik penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu, mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian, khususnya buku-buku yang menyangkut tentang kepercayaan rakyat Jepang dan tentang pendangan-pandangan hidup masyarakat Jepang.


(23)

Penulis mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasi, mengkaji dan akhirnya menginterpretasikan data.


(24)

BAB II

OMAMORI DALAM KEPERCAYAAN JEPANG

2.1 Bentuk Kepercayaan Masyarakat Jepang

Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada yang melakukan secara sungguh-sungguh, namun tidak orang yang hanya menganggap kegiatan tersebut sebagai ritual sehari-hari dan tidak merasakan bahwa itu sebagai kewajiban yang harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh khidmat dan kesungguhan hati.

Masing-masing negara, daerah, bahkan setiap individu pasti memeluk dan meyakini agama atau kepercayaan yang mungkin berbeda satu sama lainnya. Namun, perbedaan yang terlihat hanyalah dari segi pelaksanaan ibadah atau tata cara berdo’a. Karena setiap agama memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menuju kepada kebaikan, perdamaian, kebersamaan dan meraih kasih sayang dari Yang Maha Kuasa, tuhan yang menciptakan seluruh makhluk dan alam semesta ini.

Keyakinan tersebut merupakan kekuatan setiap individu untuk terus bertahan dan menjalankan kehidupan ini dengan baik. Bagi orang-orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup, akan melaksanakan kewajibannya dengan baik sehingga akan mendapatkan ketenangan hidup lahir dan bathin.

Takhayul Jepang berakar pada budaya dan sejarah Jepang dan rakyat Jepang . Kepercayaan takhayul yang umum di Jepang , sebagian memiliki akar dalam sejarah Jepang. Sejumlah takhayul Jepang memiliki dasar mereka dalam


(25)

adat dan budaya Jepang dan dimaksudkan untuk mengajar atau melayani sebagai nasihat praktis.

Takhayul menurut Mustafa Kamal (2003) berasal dari Tahayalat yang artinya hayalan. Oleh karena itu tahayul adalah merupakan cerita hayalan dari manusia. Takhayul atau mitos atau sesuatu yang tidak nyata (khayali) jadi takhayul itu hanya ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal-usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Sedangkan menurut Yusfitriadi (2007) takhayul adalah sesuatu yang tidak nyata ( Mustafa Kamal dalam M. Mubarak, 2009:18).

Takhayul seseungguhnya hanyalah khayalan belaka. Ia merupakan bayangan yang diimajinasikan. Takhayul adalah semacam system kepercayaan , ada unsure keyakinan terhadap seseuatu yang ada di luar jangkauan nalar dan logika. Lalu keyakinan ini boleh jadi mentradisi ketika ditransformasikan dari generasi ke generasi (http://kompas.com) .

Beberapa takhayul yang umum di Jepang telah diimpor dari budaya lain. Para unluckiness jalan satu kucing hitam melintas adalah salah satu contoh terkenal. Orang Jepang juga berbagi takhayul dengan budaya Asia lainnya, khususnya Cina , dengan siapa mereka berbagi ikatan sejarah dan budaya yang signifikan.

Sebagian besar takhayul Jepang berkaitan dengan bahasa. Angka dan benda yang memiliki nama yang homofon untuk kata-kata seperti "kematian" dan "penderitaan" biasanya dianggap sial. Takhayul lainnya, berkaitan dengan arti


(26)

harfiah dari kata-kata. Bagian lain yang signifikan dari takhayul Jepang berakar pada kuno Jepang kuno Pagan (penyembah berhala), animisme budaya dan menganggap hidup dan hal-hal alami sebagai memiliki kekuatan tertentu atau alkohol. Dengan demikian, takhayul Jepang banyak melibatkan keyakinan tentang hewan dan penggambaran hewan mewujudkan nasib baik atau buruk.

2.2 Fungsi Kepercayaan Jepang

Negara Jepang dikenal sebagai bangsa yang sangat menghargai alam. Masyarakat Jepang memiliki suatu kebudayaan yang mendasar dalam memandang alam sebagai segala sesuatu yang hidup dan humanis. Menurut Brahmantyo (2008), masyarakat Jepang adalah masyarakat yang selalu menghargai leluhur, termasuk leluhur alam. Bagi mereka, semua makhluk memiliki jiwa yang patut dikenang, semua tidak terkecuali, baik itu yang hidup dan bergerak, seperti manusia dan hewan, yang hidup dan yang tidak bergerak, seperti tumbuhan, maupun yang tidak hidup dan tidak bergerak, seperti gunung, sungai, laut, air terjun, batu, semua memiliki jiwa.

Wicaksono (2005), menyatakan bahwa bangsa Jepang memandang alam seperti halnya manusia. Mereka “hidup”, mempunyai “perasaan”, serta “bahasa”. Hal ini sangat berkaitan erat dengan sistem kepercayaan masyarakat Jepang. Dikatakan bahwa tidak ada negara lain di dunia ini yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat yang dimiliki oleh masyarakat Jepang. Hal ini dapat dipahami dari masih kuatnya nilai-nilai tradisional kepercayaan Shinto dalam masyarakat. Menurut Temples in Japan dalam People All Over the World Irasshai (2007), Shinto ( 神道 ), yang secara harafiah berarti “Jalan Dewa”, merupakan


(27)

kepercayaan asli masyarakat Jepang. Shinto didasarkan pada pemikiran yang percaya dengan banyak dewa (politheisme) dan kekuatan alam (matahari, bulan, gunung, laut, angin, ombak, petir, dan sebagainya), sehingga hal ini berpengaruh pada sikap masyarakat Jepang yang menaruh hormat sangat tinggi terhadap alam. Bukan hanya dalam kepercayaan Shinto saja, dalam agama Buddha yang juga merupakan kepercayaan masyarakat Jepang selain Shinto dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Jepang pun mempunyai konsep ajaran yang hampir serupa, yaitu bahwa alam adalah pusat kehidupan.

Masing-masing negara, bahkan setiap individu memiliki konsep yang berbeda dalam memahami arti religi (agama) dalam kehidupannya, namun perbedaan itu tetap berpangkal pada satu keyakinan terhadap adanya Tuhan. Mengenai konsep religi bagi masyarakat Jepang, ada dua konsep dasar ketuhanan. Konsep pertama menyatakan tuhan sebagai suatu entitas lebih tinggi yang memelihara, memberikan perlindungan dan cinta, konsep kedua adalah tuhan sebagagi dasar dari segala yang ada atau merupakan inti terdalam dari realitas ( Bellah, Robert. N,1992: 81).

Maka, dapat diketahui bahwa konsep dasar tentang religi Jepang juga mengajarkan hal yang sama pada seluruh penganutnya. Keberadaan sang Pencipta sudah seharusnya kita yakini dalam hati kita masing-masing. Hal itu dapat kita rasakan, ketika kita merasakan kegelisahan atau kesedihan, dengan keyakinan terhadap Tuhan akan dapat memberi ketenangan.

Begitu juga pada saat hadirnya kebahagian akan timbul rasa syukur atas karunia tersebut. Dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa Jepang


(28)

merupakan salah satu negara religius, dan dalam satu tahun penuh terdapat kegiatan ritual keagamaan yang tetap berlangsung di negara paling timur ini.

Negara Jepang mempunyai keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan negara maju lainnya. Mereka masih mempercayai hal-hal yang berbau supranatural dalam kehidupan sehari-harinya. Pada setiap tahun baru, orang Jepang mempunyai kebiasaan untuk pergi ke kuil dan membeli jimat atau biasanya disebut omamori. Omamori adalah kartu yang telah diberkati oleh kekuatan dewa yang dipuja di jinja.

Bagi mereka, omamori dipercaya bisa membawa keberuntungan baik pada usaha maupun hidup mereka. Banyak orang Jepang menggunakan jimat ini untuk menangkal kesialan seperti kecelakaan mobil dan kebakaran. Bahkan banyak juga atlit yang dating ke kuil untuk berdoa agar ia mendapatkan keberuntungan di awal musim.

Dari banyaknya fenomena seperti ini, kita dapat melihat bahwa masyarakat Jepang masih saja mempercayai dunia lain dan keberadaan supranatural. Menurut Swanger, orang Jepang mempercayai fenomena ini karena dipengaruhi oleh kebudayaan dan tradisi bangsa mereka. Sejak dahulu kala, kepercayaan dan tradisi mereka seperti Shinto telah menanamkan rasa percaya terhadap keberadaan supranatural.

Konsep Shinto mengenai dunia kematian menjadi penyebab kuat mengapa orang Jepang sampai sekarang masih percaya terhadap keberadaan dunia lain.


(29)

2.3 Omamori dalam Kepercayaan Jepang

Diantara fenomena tradisi keagamaan populer di Jepang adalah omamori atau jimat, yang telah mengalami peningkatan popularitas selama dekade terakhir. Dilihat dari dasarnya sebagai media dimana kekuatan suci kehidupan mengalir ke manusia, omamori ini konsisten dan ekspresif dalam beberapa tema lama yang ada dalam tradisi Jepang (Eugene R. Swanger 1981:237). Omamori adalah jimat keberuntungan yang biasanya dijual di kuil-kuil di Jepang. Omamori sendiri berasal dari kata mamori yang berarti “melindungi” atau “memberikan perlindungan”.

Omamori berbentuk sebuah kantung yang terbuat dari kain berdekorasi yang didalamnya terdapat lipatan kertas atau potongan kayu bertuliskan nama dewa yang sudah didoakan agar memberikan perlindungan dan keberuntungan pada si pemiliknya. Karena bentuknya yang kecil, orang Jepang sering menggantungkan omamori pada tas, ponsel, atau dalam kaca spion di dalam mobil. Omamori juga digunakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap permasalahan dalam kehidupan seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran, keselamatan dalam kelahiran bayi, kebangkrutan dan lain-lain.

Saat ini pengguna omamori di Jepang dapat dikatakan cukup merajalela sampai saat ini. Pada hari-hari liburan, khususnya pada tahun baru, banyak orang Jepang yang rela mengantri panjang untuk membeli omamori di kuil-kuil terkenal dengan harapan setahun itu mereka dilindungi dan terhindar dari bencana. Selain menjadi jimat pelindung, omamori juga sering dijadikan hadiah ketika menjenguk


(30)

orang sakit atau melahirkan, bahkan dihadiahkan pada orang yang hendak mengikuti ujian masuk sekolah atau perguruan tinggi.

Menurut sejarahnya, jimat-jimat tradisional semacam ini bermula dari adanya kepercayaan kuno animisme dan kepercayaan panteisme tentang hubungan supranatural yang berasal dari fenomena alam seperti matahari, bulan, gunung, sungai, hutan, dan sebagainya. Semua itu mempengaruhi aura kehidupan manusia dan berefek pada kesehatan,kemakmuran, dan kebahagiaan. Untuk mengingatkan manusia kepada generasi akan kekuatan lain di atas dirinya itu. Jadi buatlah jimat-jimat tersebut yang bahannya bersumber pada alam (kayu, kertas, atau daun). Penggunaan jimat ini ternyata sudah meluas bahkan di zaman modern sekarang.

Di tengah-tengah modernitas bangsa Jepang memang penggunaan jimat dapat dikatakan merupakan sebuah tradisi yang sudah turun-temurun diwariskan oleh leluhur mereka. tradisi menggunakan jimat ini mulai ada sejak masa Tokugawa dan setelahnya. Pada masa itu jimat-jimat di Jepang berukuran besar-besar dan dipakai oleh para dukun untuk membantu praktek perdukunannya.

Kemudian seiring dengan perkembangan masa, maka bentuk jimat pun mengalami perubahan. Adapun perubahan tersebut muncul dikarenakan kebutuhan maupun situasi serta kondisi masyarakat Jepang sendiri. Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah misalnya pada masa lalu alat angkutan belumlah begitu semodern sekarang ini. Ditinjau dari sisi keamanan pun dulu masih jauh lebih aman untuk bepergian karena belum begitu hebatnya tindak-tindak kejahatan. Kemudian perkembangan teknologi mengakibatkan Jepang


(31)

menjadi Negara yang memiliki alat angkutan yang canggih dan modern seperti yang dapat kita lihat seperti sekarang ini. Sehingga otomatis perkembangan negaranya yang begitu pesat mengurangi angka kemanan untuk bepergian

karena kejahatan yang mungkin dapat ditimbulkan oleh kemodern-an Jepang sendiri.

2.3.1 Jenis Omamori

Bermacam-macam jimat menurut Swanger kira-kira satu setengah dari jenis jimat dimana kekuatan kuil atau candi yang disampaikan melalui kata-kata yang dicetak di tanda, yang hamper berbentuk persegi panjang. Di cetak baik di atas kertas, kayu (biasanya pinus), atau sutra (selalu merah). Kata-kata ini mungkin berasal dari sebuah doa atau merupakan bagian dari sebuah sutra, tetapi lebih sering merupakan nama kuil atau candi.

Omamori yang lain dibagi berdasarkan antara kemunculan gambar gohonzon atau goshintai ( yang terakhir tidak umum) dan yang berada dal wujud benda seperti pedang, panah, permata, katak, penyu, anjing, kuda, drum, palu, buku, koin, penggaruk, boneka, labu, lonceng dan sebagainya. Merupakan hal yang umum untuk tipe bergambar atau omaori bergambar harus disertai dengan lebih dari nama kuil atau candi. Ada banyak cerita tentang gambar kannon, fudomyo, jizo, kongo, nichiren dan lain-lain yang melindungi seseorang sepanjang krisis.

Sebuah cerita menarik dari perlindungan gambar yang disampaikan kepada carmen blacker oleh seorang dukun perempuan kontemporer. Seorang imam menghadapi seekor rubah, yang memilki seorang perempuan, mengancamnya


(32)

dengan sebuah gambar kaisar meiji,” menguranginya (rubah) ke keadaan malu yang hina dan menakutkan” (blacker 1975:4).

Omamori adalah tradisi Jepang dimana memiliki sejarah yang begitu panjang. Adapun tradisi tersebut masih terus berlanjut sampai saat ini. Eugene R. Swanger dan Peter Takayama di dalam buku yang berjudul Asian Folklore Studies menyebutkan bahwa ada tujuh masalah khusus yang umumnya disediakan oleh omamori. Sesuai dengan daftar permintaannya yaitu untuk keselamatan berlalu lintas ( 交 通 安 全), menghindari kejahatan ( 厄 除 ), terbukanya keberuntungan (開運), pendidikan dan lulus ujian (学業成就), kemakmuran dalam bisnis (商 売 繁 盛), memperoleh pasangan dan pernikahan (縁 結 び), kehamilan dan kelahiran yang mudah (安産).

Berikut ini adalah penjelasan tentang ketujuh jenis omamori tersebut.

1. Kōtsū anzen ( 交通安全)

Kōtsu anzen adalah jenis jimat yang digunakan orang Jepang untuk melindungi dari marabahaya saat bepergian atau melancong. Jimat ini biasanya dibawa saat mereka akan bepergian atau berwisata ke suatu tempat.

2. Yaku yoke ( 厄除)

Yaku Yoke merupakan jenis jimat yang digunakan di Jepang agar terhindar dari kejahatan. Di dalam perjalanan hidup ini diperuntukkan bagi orang-orang yang berada pada usia yang dapat dikatakan kritis. Untuk


(33)

laki-laki yaitu yang berada pada usia 25, 41, 42, dan 43. Sedangkan untuk perempuan yaitu yang berusia 19, 32, 33, dan 34. Kekuatan Kami akan mengusir kemalangan yang berhubungan dengan waktu yang berubah-ubah atau ketidakpastian dan juga akan amenambah stabilitas hidup.

3. Kaiun ( 開運)

Kaiun dipakai untuk membuka jalan terbukanya keberuntungan. 4. Gakugyō jōju ( 学業成就)

Jimat ini dipakai oleh kalangan pelajar yang akan melaksanakan ujian sekolah ataupun seseorang yang akan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Dengan memakai jimat ini maka diharapkan akan mempermudah kelancaran dalam ujian.

5. Shōbai hanjō ( 商売繁盛)

Merupakan jimat yang digunakan untuk berbisnis. Jika seseorang memiliki bisnis sendiri maka akan membawa keberuntungan bagi mereka dalam hal usaha yang dimiliki agar mendatangkan keberkahan.

6. En musubi ( 縁結び)

Merupakan jimat yang dipakai dalam dunia percintaan. Jika seseorang tidak memiliki pacar maka efeknya adalah untuk menarik simpati seseorang. Sementara bagi orang yang sudah memiliki pacar, maka efeknya adalah untuk menjalin cinta. Banyak orang muda yang menggunakan jimat yang semacam ini untuk mendapatkan jodoh.


(34)

7. Anzan ( 安産)

Anzan merupakan jimat yang dipakai untuk memudahkan kelahiran. Biasanya dibawa oleh ibu hamil. Ini dapat pula diartikan bahwa si ibu berharap akan melahirkan anak yang baik nantinya. Dengan memakai jimat ini maka menghilangkan kekhawatiran para ibu terhadap anak yang akan dilahirkan.

Adapun sebenarnya jumlah omamori di Jepang itu adalah banyak sekali. Ketujuh jenis omamori di atas adalah omamori yang yang umum dipakai. Selanjutnya berikut ini adalah macam-macam omamori yang merupakan jenis lain dari ketujuh jenis omamori seperti di atas beserta kegunaannya.

1. Shiawase omamori - Dirancang untuk membawa kebahagiaan ke dalam kehidupan pemiliknya.

2. Kanai Anzen - Pastikan kesehatan umum yang baik dan membantu mereka dengan penyakit.

3. Hada Omamori-Ini omamori tujuan umum datang dalam empat warna dan dimaksudkan untuk melindungi dari bahaya, kesialan dan penyakit.

4. Housaiyoke Omamori-Ini memberikan perlindungan dari kemalangan yang terkait dengan pasukan directional sial.

5. Michihiraki Omamori-Ini dimaksudkan sebagai kompas kehidupan, selalu membantu dalam menemukan jalur terbaik dalam hidup.

6. Kosazuke Mamori-Amulet bagi keluarga yang ingin memiliki bayi. 7. Gakutoku Omamori-Sukses studi dengan kedalaman benar dan luas.


(35)

8. Gankake Omamori-Membuat omamori keinginan. Pegang di satu tangan dan berdoa keinginan Anda.

9. Byouki Heyu Omamori-Baik Kesehatan dan Pemulihan Kesehatan

10.Kenkoh Omamori-Jimat Ini berarti untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit

11.Choju Omamori-Jimat ini adalah untuk Panjang Umur (Long Life) 12.Pet Omamori-Pelindung jimat untuk hewan peliharaan Anda.

13.Magatama Omamori-Magatama Omamori, artinya adalah "Kaiun" untuk membuka jalan bagi keberuntungan.

  Adapun tiap kuil di Jepang juga memiliki jenis dan fungsi omamori yang berbeda-beda, seperti Kuil Tenmangu di Dazaifu memiliki 9 jenis omamori berbeda yang melayani fungsi-fungsi yang berbeda pula. Sementara itu candi Sensoji di distrik Asakusa Tokyo, yang sebaliknya mengaku mengeluarkan omamori lebih banyak daripada kuil atau candi candi di tempat lain di Jepang, mempunyai 15 bentuk omamori untuk enam kebutuhan. Tempat omamori lainnya seperti kuil Kompira di Shikoku, menawarkan 77 jenis omamori berbeda untuk 45 kebutuhan, termasuk untuk kebutuhan-kebutuhan khusus seperti agar berhasil dalam pemilu, menghasilkan tanaman tembakau yang baik, melindungi mesin kapal, dan mencegah polusi air.

Karena di dalam skripsi ini hanya membahas tentang tujuh jenis jimat menurut Swanger maka jimat di atas yang banyaknya tersebut hanya merupakan gambaran bahwa jimat di Jepang itu ada banyak sekali jumlahnya. Pada intinya jumlah jimat di Jepang yang banyak jumlahnya tersebut merupakan jenis ataupun


(36)

variasi lain dari tujuh jenis jimat yang di ungkapkan oleh Swanger di dalam bukunya Asian Folklore Studies yang diterbitkan pada tahun 1981.

2.3.2 Tujuan Omamori

Jimat dimata orang Jepang adalah dianggap sebagai motivator untuk mendorong mereka sukses dalam apapun. Hal ini disebabkan karena orang Jepang sendiri menjadikan jmat-jimat ini sebagai suatu kebutuhan dalam hidup sehari-hari mereka. Selain itu dikarenakan ada semacam sugesti diri yang terbangun dalam diri orang Jepang jika mereka memilih jimat yang tepat. Itulah sebabnya mereka tidak akan sungkan untuk membeli jimat yang diinginkan setiap tahun atau di setiap kesempatan.

Jimat digunakan oleh orang-orang dalam kaitan dengan kekuatan gaib yang mampu melindungi dari marabahaya, dan juga untuk mendapatkan kesejahteraan, kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan. Omamori dalam Nichiren Shu Buddhisme, mempunyai pengertian yang jauh lebih dalam, bahwa;

Omamori tidak hanya semata-mata sebagai media perlindungan saja tetapi juga sebagai upaya untuk peningkatan hati kepercayaan;

Omamori hanya sebuah jalan upaya, sebagai pintu gerbang menuju hati kepercayaan yang sebenarnya;

Omamori mempunyai kekuatan karena hati kepercayaan orang yang bersangkutan, bahwa mereka yang melaksanakan Saddharma Pundarika Sutra pasti akan mendapatkan perlindungan dari para dewa-dewi.


(37)

Omamori dalam Nichiren Shu yang bertuliskan Gohonzon, melambangkan kesempurnaan jiwa manusia yang sebenarnya, artinya dengan mengenakan Omamori, kita hendaknya berusaha mewujudkan kesempurnaan jiwa tersebut.

Omamori juga untuk mengingatkan kita pada ajaran Sang Buddha, agar kita selalu menjaga sikap dan tingkah laku, sehingga selalu sesuai dengan ajaran Buddhisme.

Semua kebudayaan dan religius mempunyai Omamori yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari, hal ini tidak hanya terbatas pada kebudayaan timur tetapi juga kebudayaan barat. Di Jepang sendiri, Omamori begitu populer dan sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Setiap orang berkunjung ke sebuah Kuil Buddha atau Shinto pasti akan menginginkan dan membawa pulang sebuah Omamori baik bagi diri sendiri maupun keluarga.

Omamori sering memiliki tujuan tertentu, seperti untuk kesehatan, studi atau bekerja. Seringkali tempat-tempat suci atau kuil juga dapat memberikan daya tarik generik tujuan semua keberuntungan sementara tempat-tempat suci tertentu mungkin menawarkan pesona unik yang mereka berhubungan dengan misalnya untuk suatu hubungan yang sukses atau kehamilan yang aman.

Sedangkan untuk wisatawan mungkin tampak seperti Anda membeli daya tarik, Omamori sebenarnya proses streamline menyumbang. Selama ada tempat ibadah, orang telah membuat sumbangan dalam pertukaran untuk memiliki doa mereka yang didukung. Omamori (dan ofuda) merupakan cara yang transparan untuk membuat sumbangan tersebut.

Ini juga merupakan pendekatan yang cukup berguna karena di Jepang setidaknya keinginan baik pengunjung sering ditujukan untuk orang lain .Para


(38)

omamori dapat ditularkan ke orang yang dicintai yang dimaksud (www.wikipedia.org).

Di Jepang agama resmi (Shinto dan Budha) tidak dengan sengaja membuat usaha untuk mengakui omamori . Baik kuil Shinto maupun Budha telah menunjukkan dukungan positif bagi penyebaran omamori sepanjang mereka memiliki control terhadap aspek-aspek ritual produksi mereka.

Ada dua alasan utama secara relatif antara kepercayaan resmi dan omamori. Pertama, baik kepercayaan tradisional (khususnya Shinto) dan omamori secara karakteristik tetap ada dan masuk. Kedua, omamori – yang beroperasi di bawah resmi agama – melengkapi prakrek keagamaan dalam dalam hal-hal konkret kebutuhan sehari-hari. Ini bukan untuk menyangkal fakta bahwa telah terjadi ketegangan antara beberapa sekte Budha tentang penggunaan omamori.

Omamori bertahan terus di Jepang untuk dua alasan kemungkinan. Pertama, omamori ternyata mampu memberikan jaminan kepercayaan yang dibutuhkan untuk menahan ketidakpastian moral dan psikologi dan kecemasan dalam kehidupan sehari-hari. Kepercayaan resmi dapat menawarkan pembebasan yang akhir dan total dari dunia penderitaan tetapi memberikan sedikit kenyamanan dan bimbingan untuk di sini dan saat ini. Omamori bekerja karena fokus, praktis, dan yang terpenting masalah pribadi. Sebagian besar orang Jepang, kalau mereka relijius sama sekali, merupakan relijius dalam arti praktis dan arti pribadi. Meskipun kurang rasional, omamori banyak melakukan fungsi-fungsi yang sama sebagai Shinto yang tradisional, mungkin untuk orang yang berbeda dan cara yang berbeda. Mereka yang membawa omamori tidak memiliki kesulitan


(39)

dalam memandag diri mereka sebagai yang terlibat dalam praktek-praktek yang mengikuti selera.

Kedua, omamori membantu untuk memerintahkan moral secara moral, terutama membantu mempertahankan prinsip-prinsip normatif yang terlibat dalam organisasi kekerabatan. Untuk menerima sebuah omamori dari sanak keluarganya yang akan membantu mengingatkan seseorang akan cinta, kewajiban dan solidaritas kekeluargaan yang dia miliki. Ini bukanlah fungsi omamori yang terpendam dan tidak nyata. Saya ingin menyarankan bahwa peranan omamori itu tidak bisa dipahami terpisah dari struktur sosial keluarga dan kekerabatan. Batas-batas sosial dan konteksnya dimana omamori dipertukarkan harus diteliti. Tampaknya seseorang jarang membeli omamori untuk dirinya sendiri, tetapi hampir selalu memperolehnya untuk orang lain, seperti untuk anak, pasangan, teman sekelas, seorang saudara yang akan melakukan perjalanan dan sebagainya. Saya percaya bahwa pemberian omamori pada kesempatan yang khusus menjelaskan kembali cinta dan kewajiban di dalam keluarga dan konteks sosial yang lebih luas dan menyediakan ukuran jaminan dan rasa percaya diri kepada anggota keluarga yang membutuhkan dukungan.


(40)

BAB III

FUNGSI OMAMORI DALAM MASYARAKAT JEPANG

3.1 Fungsi Omamori

Omamori di dalam masyarakat jepang memiliki beragam fungsi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh tujuan dari pemakai omamori itu sendiri. Meskipun sekularisme yang agresif umumnya ditemukan pada kalangan intelektual di Jepang kontemporer, sikap masih ada diantara orang Jepang kebanyakan bahwa penyebab bencana dalam kehidupan manusia seringkali ada pada fenomena dunia. Kecelakaan, badai, dan penyakit bisa terjadi dalam fenomena kelalaian. Dengan kata lain, ada kekuatan yang tidak dapat dipahami yang memilikii kekuatan untuk menghancurkan atau mempertahankan dan yang menunjukkannya secara impalpably pada tempat dan waktu tertentu.

Kekuatan ini tidak transenden tetapi tetap ada dan dapat diwujudkan dalam sebuah jimat yang diperoleh dari tempat suci atau kuil dan ditempatkan di rumah seseorang atau mobil atau dibawa dalam saku seseorang atau dompet.

Kedua kepercayaan pada keberadaan yang tetap ada dari kekuatan penciptaan dan anggapan bahwa ia dapat diundang maupun dibujuk untuk memasukkan objek spesifik yang muncul ke dalam jaman prasejarah Jepang. Syal, cermin, pedang, batu,boneka, dan pilar di antara banyak objek yang selama berabad-abad telah menjadi tempat tinggal sementara kekuatan penciptaan tersebut. Pada abad ke-8 kojiki 古事記 misalnya menceritakan tentang ajakan ritual kami agar tinggal di pohon sakaki 榊berhiaskan strip kain biru dan putih,


(41)

cermin, dan untaian tasbih magatama (philippi 1969:83). Kedua tema ini terus menerus menemukan ekspresi dalam sifat dan fungsi omamori hingga sekarang ini.

Omamori pada masa lalu di Jepang bentuknya besar. Ada yang seperti labu, lonceng, bel, dan lain sebagainya. Akhirnya sesuai dengan perkembangan jaman muncullah omamori-omamori yang berukuran mini seperti saat ini. Omamori berukuran kecil yang ada di Jepang saat ini lebih praktis karena bisa disimpan dengan nyaman.

Omamori yang muncul di Jepang pada masa lalu tersebut merupakan cikal bakal dari awal munculnya omamori-omamori pada masa saat ini. Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya pula maka muncul omamori-omamori berukuran kecil atau mini seperti sekarang.

Untuk menjelaskan tentang fungsi omamori di Jepang, di sini akan mengambil fungsi omamori yang berasal dari awal munculnya omamori. Hal ini dikarenakan dari sanalah kemudian bermunculan omamori-omamori berukuran kecil yang lazim digunakan di Jepang dewasa ini.

3.3.1 Fungsi omamori untuk keselamatan bepergian

Omamori jenis ini biasanya dipakai oleh orang yang hendak bepergian seperti para pelancong ataupun para wisatawan. Untuk keselamatan mereka menggunakan omamori ini untuk elindungi diri mereka dari marabahaya ataupun kejahatan-kejahatan yang terjadi saat bepergian. Omamori jenis ini bias ditemui di toko penjual omamori ataupun memintanya di kuil Shinto ataupun kuil budha yang ada di jepang.


(42)

Bentuk daripada omamori ini, biasanya berbentuk kantung yang di dalamnya berisi nama dewa yang sudah didoakan. Jadi, sebelum omamori tersebut dikonsumsi maka omamori tersebut didoakan terlebih dahulu oleh pendeta yang ada di kuil.

Bentuk omamori jenis ini adalah berukuran kecil atau mini. Karena ukurannya yang mini ini lah yang memudahkan pemakainya untuk di bawa ke manapun mereka pergi. Kotsu anzen omamori ini lazimnya diapakai oleh orang yang hendak melakukan perjalanan ataupun berwisata ke suatu tempat dengan tujuan memberikan keselamatan dan dipakai kapan saja saat mereka akan bepergian.

Penggunaan jimat kotsu anzen ini adalah diselipkan di saku atau dompet ketika hendak bepergian. Karena ukurannya yang mini tersebut maka jimat ini mudah dan praktis untuk digunakan.

3.3.2 Fungsi omamori agar terhindar dari kejahatan

Omamori ini digunakan oleh orang Jepang agar terhindar dari kejahatan. Di Negara Maju seperti Jepang setiap harinya berlangsung aktifitas kehidupan. Di tengah-tengah aktifitas tersebut juga dapat ditemui bentuk-bentuk kejahatan yang bermacam-macam. Oleh karena itu agar aman dan selamat dari kejahatan yang selalu siap menghadang maka orang Jepang memakai omamori yaitu yaku yoke untuk memperkuat kesadaran dalam melakukan kegiatan sehari-harinya.

Kesadaran yang kuat karena membawa omamori itu menjadikan si pemegang omamori akan lebih berhati-hati dan waspada dari segala hal-hal yang berbentuk kejahatan.


(43)

Bentuk dari omamori ini itu bermacam-macam tetapi pada dasarnya sama yaitu berukuran mini dan dari bahan pembuatnya. Orang Jepang menggunakan omamori ini dengan meletakkannya di saku atau dompet.

Sama halnya dengan yang lain, omamori ini pun dipakai saat beraktifitas sehari-hari. Mereka biasa mendapatkan omamori di kuil ataupun di toko khusus yang menjual omamori.

Jimat ini pun praktis dibawa kemana-mana karena ukurannya yang kecil. Penggunaan jimat ini di Jepang juga sebagai keselamatan dalam hidup.

3.3.3 Fungsi Omamori untuk Keberuntungan

Jimat ini dipakai oleh orang Jepang untuk mendatangkan rezeki atau keberuntungan. Dengan memakai jimat ini maka diharapkan pemakainya akan selalu mendapat keberuntungan.

Siapapun akan menggunakan jimat ini agar dalam hidupnya murah rezeki. Cara memakai jimat ini pun cukup diletakkan di saku atau di dompet dikarenakan ukurannya yang kecil maka penggunaann jimat ini praktis sekali.

3.3.4 Fungsi Omamori untuk tujuan Pendidikan

Di Jepang anak-anak sekolah mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas bahkan perguruan tinggi sering melakukan ujian tes bagi siswa yang hendak masuk ke sekolah tersebut. Karena kekhawatiran takut tidak lulus maka orang Jepang pun menggunakan omamori ini untuk kelancaran dalam ujian.


(44)

Jimat ini disebut gakugyo joju dan dipakai oleh anak sekolah baik yang akan melanjutkan perguruan tinggi maupun yang akan melaksanakan ujian di sekolahnya.

Karena bentuknya yang mini maka jimat ini pun praktis dipakai oleh pelajar. Cukup dimasukkan ke dalam saku atau di selipkan ke dalam dompet.

Jimat ini dapat diperoleh di kuil ataupun di took yang menual omamori.

3.3.5 Fungsi Omamori untuk Kemakmuran dalam Berbisnis

Di dalam perkembangan ekonomi di Jepang maka banyak sekali orang Jepang yang melakukan bisnis atau usaha. Untuk memperlancar usahanya tersebut maka orang Jepang biasa menggunakan jimat yang disebut shobai hanjo.

. Jimat ini biasanya dipakai oleh orang yang memiliki usaha atau bisnis. Mereka memakai jimat ini dengan tujuan agar usaha mereka tersebut lancar dan memperoleh keuntungan yang melimpah.

Adapun jimat ini juga dipakai misalnya bagi para petani yang ingin hasil panennya bisa melimpah. Orang yang menjalankan perusahaan menggunakan jimat ini dengan maksud agar keberutungan menyertai perusahaan mereka.

Jimat seperti ini biasanya disertai bel atau lonceng kecil. Bel atau lonceng kecil ini dimaksudkan sebagai pemanggil datangnya rezeki. Bentuk dan ukuran omamori ini juga kecil atau mini yang dapat dibawa-bawa kemana akan pergi. Atau digantungkan di mobil atau rumah atau tempat dimana sedang membuka usaha.


(45)

3.3.6 Fungsi Omamori untuk memeroleh pasangan atau pernikahan

Jimat ini biasa disebut dengan enmusubi omamori. Omamori ini sering dipakai dalam dunia percintaan.

Misalnya saja bagi orang yang belum memiliki pasangan maka jimat ini dimaksudkan untuk menarik simpati seseorang untuk mendatangkan jodoh. Sementara bagi orang yang sudah memiliki pacar maka jimat ini diangap dapat melanggengkan hubungan.

Jimat ini digunakan oleh orang-orang muda yang sulit mendapatkan jodoh. Para orang muda percaya bahwa bila memakai jimat seperti ini maka akan mudah memperoleh pasangannya.

3.3.7 Fungsi Omamori untuk kehamilan dan kelahiran yang mudah

Jimat ini biasa di sebut dengan anzan omamori. Di jepang banyak perempuan yang takut sakit karena melahirkan, sehingga untuk mengurangi kekhawatiran tersebut maka jimat ini dipakai.

Anzan omamori ini dipakai untuk memudahkan kelahiran. Jimat ini dipakai oleh para ibu hamil yang mengharapakan kelancaran dalam persalinan nantinya. Dapat pula diartikan bahwa si ibu berharap akan melahirkan anak yang baik nantinya.

Jimat ini biasa diselipkan di ikat pinggang atau saku oleh si ibu hamil tersebut. Karena ukurannya yang praktis, maka jimat ini pun mudah untuk dibawa-bawa.


(46)

3.2 Pemegang Jimat

Jimat dipercaya dapat memberikan kekuatan yang lebih kepada pemakainya . Adapun pemakai jimat di Jepang yaitu mulai dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa yang tentunya digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan. Misalnya saja untuk anak-anak ada omamori yang dipakai untuk menjaganya dari gangguan makhlus halus lain.

Untuk kalangan pelajar misalnya ada jimat yang dipakai untuk mempermudah supaya lulus dalam ujian. Mereka menggunakan omamori ini untuk memperkuat kesadaran mereka untuk berpikir sehingga dapat lulus dalam ujian yang mereka ikuti.

Bagi yang sulit jodoh biasanya menggunakan jimat untuk menarik jodoh. Dengan adanya jimat ini pada dasarnya adalah memperkuat keyakinan mereka agar dapat mencari jodohnya .

Wisatawan ataupun pelancong baik yang datang maupun akan bepergian di Jepang juga biasanya akan memakai omamori untuk agar selalu selamat di dalam perjalanannya.

Dengan kata lain bahwa omamori ini dipakai oleh orang-orang mulai dari kalangan anak-anak sampai dewasa juga menggunakan omamori untuk berbagai maksud dan tujuan mereka.

Ada beberapa kelompok yang ikut serta dalam upacara ini. Yaitu masyarakat biasa, sekolah/universitas dan perusahaan -perusahaan.


(47)

Pemakai omamori tidak dibatasi oleh usia, artinya siapapun orang yang memerlukan omamori untuk tujuan-tujuannya dapat mendatangi kuil-kuil untuk mendapatkan omamori atau membelinya di toko-toko omamori yang ada di sekitar kuil terdekat.

Ketika seseorang suatu hajat atau kenginan maka meraka mendatangi kuil-kuil atau toko-toko yang menjual omamori. Misalnya saja seorang pebisnis yang ingin agar memiliki usaha yang lancar di dalam bisnis yang ia jalankan. Begitu pula seorang pelajar yang menginginkan agar memiliki nilai yang baik dalam ujiannya.

Adapun hal yang membedakan tradisi jimat di Jepang dengan di negara lain adalah:

1. Orang Jepang menjadikan jimat-jimat ini seperti suatu kebutuhan dalam hidup sehari-hari mereka.

2. Sementara bagi bangsa lain, mungkin penggunaan jimat seperti ini sudah tidak dianggap terlalu mutlak.

Di Jepang sendiri jimat dapat dikatakan merupakan kebutuhan karena dengan menggunakan jimat maka dapat memperkuat kesadaran seseorang dan memotivasi diri sendiri agar berhasil dalam hidup sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Contohnya saja setiap orang jepang melakuakan perjalanan liburan, mereka menyempatkan diri membeli omamori dari kuil terkenal. Terutama pada saat Tahun Baru dipastikan penjualan jimat melonjak drastis. karna hampir setiap orang membeli jimat baru di setiap pergantian tahun. Bukan berarti orang Jepang


(48)

itu terlalu religius tapi, karna ada semacam sugesti diri yang terbangun dalam orang Jepang, jika mereka memilih jimat yang tepat . Jimat dimata orang Jepang sebagai motivator untuk mendorong mereka sukses dalam apapun. Itu sebabnya mereka tidak akan sungkan mengeluarkan uang untuk membeli jimat yang diinginkan setiap tahun atau di setiap kesempatan.

Di zaman modern ini omamori digunakan untuk berbagai maksud. Kadang omamori diberikan kepada kerabat atau kenalan yang sedang sakit agar cepat sembuh atau agar anak-anak selalu sehat. Remaja Jepang sering kali membeli omamori supaya bisa lulus ujian sekolah yang berat. Bahkan konon ada murid di Jepang yang membawa sepuluh omamori pada saat ujian agar bisa lulus! Omamori juga manis sebagai hadiah untuk orang yang disukai, mendoakan kesehatan dan keberuntungan baginya. Banyak pengendara mobil menggantungkan omamori di mobil mereka agar perjalanan mereka terlindungi. Sementara wisatawan yang berkunjung ke kuil membeli omamori lebih sebagai cenderamata khas Jepang sebagai jimat yang membawa keberuntungan. Karena ukuran dan bentuknya yang unik inilah maka terkadang omamori bisa dijadikan hadiah untuk orang lain.

3.3 Pembuat Jimat

Para penjual omamori tersebut walaupun barang-barang tersebut dibuat sendiri sebelum mereka jual didoakan atau diberkahi dulu oleh kannusi, ada yang membayarnya sampai 50 ribu yen.

Orang-orang menekankan kuil dan candi untuk mengeluarkan omamori dengan maksud-maksud khusus. Kuil besar yang ada di Ise dalam sebagian besar


(49)

sejarahnya menolak mengeluarkan omamori karena pemimpin-pemimpinnya ingin fungsinya untuk melayani bangsa daripada melayani aktivitas tertentu secara individu. Pada tahun 1950-an, akhirnya Ise mengeluarkan sebuah omamori yang tidak diarahkan untuk kebutuhan spesifik. Orang-orang tidak puas dengan praktek ini, sehingaa sekarang ini dibuatlah omamori yang secara khusus untuk melayani kebutuhan-kebutuhan. Meskipun perlawanan Ise adalah sebuah pengecualian. Kuil Aso di Kyushu tiap tahun mensurvei jemaah untuk mengetahui apakah ada apakah ada kebutuhan untuk orang yang ingin memiliki omamori. Selanjutnya siapapun bisa pergi ke kuil dan candi tertentu untuk meminta pendeta membuatkan omamori untuk suatu tujuan, seperti untuk bayi yang menangis, mengalami mimpi buruk atau apapun. Satu catatan penulis adalah sebuah contoh dari seorang pria yang memperoleh omamori untuk melindungi diri dari perempuan (Yabe 1934:6).

Eugene R Swanger dalam paparan bukunya menyebutkan hal sebagai berikut:

…anyone can go to certain shrines and temples and request the priest to make an omamori for any particular concern, such as a crying baby, bad dreams or whatever.

Terjemahan:

Siapapun dapat pergi ke kuil untuk meminta omamori ke pendeta dan membuatkan omamori untuk berbagai maksud seperti untuk bayi yang menangis, mimpi buruk atau apapun.


(50)

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan omamori orang Jepang biasa pergi ke kuil dan meminta pendeta untuk membuatkan mereka sebuah omamori yang sesuai dengan apa yang menjadi keinginan mereka.

Selain itu banyak pula orang-orang yang membeli omamori di toko-toko yang menjual omamori karena alasannya lebih praktis tanpa harus pergi ke kuil. Banyak orang yang membeli omamori untuk berbagai maksud dan tujuan.

Karena peningkatan permintaan untuk omamori banyak tempat-tempat suci dan kuil menemukan diri mereka tidak mampu memproduksi dalam jumlah yang cukup melalui sumber-sumber tradisonal mereka. Wanita jemaah biasa, terutama sejak banyaknya hal seperti ini mengambil kerja paruh waktu di luar rumah. Akibatnya , pabrik-pabrik untuk memproduksi omamori baru-baru ini muncul di Tokyo dan Osaka, dan perwakilan penjualan mereka datang mengunjungi kuil dan candi dari Kyushu ke Hokkaido. Sementara beberapa kuil dan candi seperti Koganji ( 高岩寺) di Tokyo dan kuil besar di Ise menolak membeli pabrik pembuat omamori, Kebanyakan seperti candi Sesoji dan kuil Dazaifu Tenmangu memiliki pesanan tetap yang besar dengan penjual, meskipun pendeta kuil memiliki keluhan tentang kualitas estetik dari omamori yang didesain dan dibuat oleh pabrik. Dengan pergeseran di dalam perubahan tambahan dalam sumber produksi maka bentuk dari omamori dapat diprediksi.

Jika pengunjung kuil atau candi tidak dapat menemukan omamori yang memenuhi kebutuhan mereka, mereka dapat meminta dari seorang imam untuk memiliki satu dibuat khusus untuk daerah mereka perhatian khusus. Jika cukup


(51)

banyak orang meminta untuk jenis yang sama seperti omamori, candi atau kuil mungkin mulai memproduksinya untuk ketersediaan sehari-hari.

Adapun jimat-jimat di ini selain dapat diperoleh baik di kuil Shinto maupun di kuil budha, juga dapat diperoleh di toko-toko yang menjual omamori ataupun di di toko omamori yang ada di sekitar kuil.


(52)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari apa yang penulis temukan bahwa ternyata masyarakat Jepang yang sudah dikatakan negara maju seperti itu pun mampu untuk menjaga nilai-nilai tradisi yang merupakan warisan leluhur mereka. Meskipun di Negara Jepang sendiri masuknya budaya barat yang sangat kental , tidak dapat melunturkan nilai yang terdalam dalam diri mereka untuk senantiasa menjaga apa-apa yang merupakan warisan tradisi nenek moyang mereka.

Adapun dalam pembahasan tentang omamori ini penulis akhirnya menyimpulkan :

1. Bagi orang Jepang sebuah jimat atau omamori itu dapat dikatakan merupakan sebuah kebutuhan.

2. Perkembangan jimat pada masa lalu tidak selalu sama dengan perkembangan jimat pada masa kini di Jepang

3. Bagi orang Jepang sendiri, jimat atau omamori itu memiliki pengertian yang luas. Artinya tidak hanya benda yang memiliki kekuatan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi juga untuk memelihara cinta-kasih.

4. Jimat atau omamori digunakan oleh orang Jepang sebagai motivator untuk memperkuat kesadaran diri mereka.

5. Jimat atau omamori dapat dijadikan sebagai cenderamata untuk sanak keluarga atau kerabat sebagai makna kasih sayang terhadap sesama.


(53)

Hal-hal yang seperti disebutkan di atas itu terus berlangsung hingga saat ini. Sehingga dengan begitu dapat pula disimpulkan bahwa benarlah apa yang selama ini dikatakan banyak orang yang menyebutkan kalau orang Jepang itu kuat mempertahankan tradisi kepercayaan mereka merupakan hal yang benar adanya.

4.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Keakuratan data dalam pembahasan tentang “Fungsi Omamori dalam Kehidupan Masyarakat Jepang” ini sangat perlu sehingga penulis merekomendasikan agar penelitian yang akan dilakukan berikutnya pada masalah yang terkait dengan ini agar lebih aktif dalam pengumpulan data baik berupa buku, maupun data dari internet sehingga menunjang kelengkapan data atau paling tidak mewakili data yang dibutuhkan.

2. Kebenaran atau tidak benarnya mitos dalam penulisan ini tergantung keyakinan masing-masing penulis tidak memaksa untuk meyakininya 100%, penulis manyarankan agar lebih dalam untuk mencari kebenarannya. 3. Sebelum melakukan penelitian, pengumpulan data sebaiknya dilakukan beberapa bulan sebelum menentukan bahasan (judul) sehingga dapat ditentukan poin-poin yang akan dibahas dan batasan-batasannya.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Bellah, Robert, N. 1992. Religi Tokugawa “Akar-akar Budaya Jepang”. Jakarta: PT. Pustaka Grafity

Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius Hori, Ichiro. 1983. Folk Religion In Japan. The United States of America: The

University of Chicago Press

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia

--- 1981. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia

.Roberts, Jeremy.1956. “Japanese Mythology A to Z, Second Edition. New York: Chelsea House Publishers

Swanger, Eugene and Peter Takayama. 1981. “A Preliminary Examination of the ‘Omamori’ Phenomenon,” Asian Folklore Studies 40(2): 237-52

Yanagita Kunio, 1969: Japanese Manners and Customs in the Meiji Era, Vol. IV. Charles S. Terry, trans. Tokyo.

http://bloodysweetz.blogspot.com/2010/04/omamori.html

http://dian-masniari.blogspot.com/2010/06/pengaruh-shinto-terhadap- 

pemikiran.html

jimat-pusaka


(1)

sejarahnya menolak mengeluarkan omamori karena pemimpin-pemimpinnya ingin fungsinya untuk melayani bangsa daripada melayani aktivitas tertentu secara individu. Pada tahun 1950-an, akhirnya Ise mengeluarkan sebuah omamori yang tidak diarahkan untuk kebutuhan spesifik. Orang-orang tidak puas dengan praktek ini, sehingaa sekarang ini dibuatlah omamori yang secara khusus untuk melayani kebutuhan-kebutuhan. Meskipun perlawanan Ise adalah sebuah pengecualian. Kuil Aso di Kyushu tiap tahun mensurvei jemaah untuk mengetahui apakah ada apakah ada kebutuhan untuk orang yang ingin memiliki omamori. Selanjutnya siapapun bisa pergi ke kuil dan candi tertentu untuk meminta pendeta membuatkan omamori untuk suatu tujuan, seperti untuk bayi yang menangis, mengalami mimpi buruk atau apapun. Satu catatan penulis adalah sebuah contoh dari seorang pria yang memperoleh omamori untuk melindungi diri dari perempuan (Yabe 1934:6).

Eugene R Swanger dalam paparan bukunya menyebutkan hal sebagai berikut:

…anyone can go to certain shrines and temples and request the priest to make an omamori for any particular concern, such as a crying baby, bad dreams or whatever.

Terjemahan:

Siapapun dapat pergi ke kuil untuk meminta omamori ke pendeta dan membuatkan omamori untuk berbagai maksud seperti untuk bayi yang menangis, mimpi buruk atau apapun.


(2)

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan omamori orang Jepang biasa pergi ke kuil dan meminta pendeta untuk membuatkan mereka sebuah omamori yang sesuai dengan apa yang menjadi keinginan mereka.

Selain itu banyak pula orang-orang yang membeli omamori di toko-toko yang menjual omamori karena alasannya lebih praktis tanpa harus pergi ke kuil. Banyak orang yang membeli omamori untuk berbagai maksud dan tujuan.

Karena peningkatan permintaan untuk omamori banyak tempat-tempat suci dan kuil menemukan diri mereka tidak mampu memproduksi dalam jumlah yang cukup melalui sumber-sumber tradisonal mereka. Wanita jemaah biasa, terutama sejak banyaknya hal seperti ini mengambil kerja paruh waktu di luar rumah. Akibatnya , pabrik-pabrik untuk memproduksi omamori baru-baru ini muncul di Tokyo dan Osaka, dan perwakilan penjualan mereka datang mengunjungi kuil dan candi dari Kyushu ke Hokkaido. Sementara beberapa kuil dan candi seperti Koganji ( 高岩寺) di Tokyo dan kuil besar di Ise menolak membeli pabrik pembuat omamori, Kebanyakan seperti candi Sesoji dan kuil Dazaifu Tenmangu memiliki pesanan tetap yang besar dengan penjual, meskipun pendeta kuil memiliki keluhan tentang kualitas estetik dari omamori yang didesain dan dibuat oleh pabrik. Dengan pergeseran di dalam perubahan tambahan dalam sumber produksi maka bentuk dari omamori dapat diprediksi.

Jika pengunjung kuil atau candi tidak dapat menemukan omamori yang memenuhi kebutuhan mereka, mereka dapat meminta dari seorang imam untuk memiliki satu dibuat khusus untuk daerah mereka perhatian khusus. Jika cukup


(3)

banyak orang meminta untuk jenis yang sama seperti omamori, candi atau kuil mungkin mulai memproduksinya untuk ketersediaan sehari-hari.

Adapun jimat-jimat di ini selain dapat diperoleh baik di kuil Shinto maupun di kuil budha, juga dapat diperoleh di toko-toko yang menjual omamori ataupun di di toko omamori yang ada di sekitar kuil.


(4)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari apa yang penulis temukan bahwa ternyata masyarakat Jepang yang sudah dikatakan negara maju seperti itu pun mampu untuk menjaga nilai-nilai tradisi yang merupakan warisan leluhur mereka. Meskipun di Negara Jepang sendiri masuknya budaya barat yang sangat kental , tidak dapat melunturkan nilai yang terdalam dalam diri mereka untuk senantiasa menjaga apa-apa yang merupakan warisan tradisi nenek moyang mereka.

Adapun dalam pembahasan tentang omamori ini penulis akhirnya menyimpulkan :

1. Bagi orang Jepang sebuah jimat atau omamori itu dapat dikatakan merupakan sebuah kebutuhan.

2. Perkembangan jimat pada masa lalu tidak selalu sama dengan perkembangan jimat pada masa kini di Jepang

3. Bagi orang Jepang sendiri, jimat atau omamori itu memiliki pengertian yang luas. Artinya tidak hanya benda yang memiliki kekuatan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi juga untuk memelihara cinta-kasih.

4. Jimat atau omamori digunakan oleh orang Jepang sebagai motivator untuk memperkuat kesadaran diri mereka.


(5)

Hal-hal yang seperti disebutkan di atas itu terus berlangsung hingga saat ini. Sehingga dengan begitu dapat pula disimpulkan bahwa benarlah apa yang selama ini dikatakan banyak orang yang menyebutkan kalau orang Jepang itu kuat mempertahankan tradisi kepercayaan mereka merupakan hal yang benar adanya.

4.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Keakuratan data dalam pembahasan tentang “Fungsi Omamori dalam Kehidupan Masyarakat Jepang” ini sangat perlu sehingga penulis merekomendasikan agar penelitian yang akan dilakukan berikutnya pada masalah yang terkait dengan ini agar lebih aktif dalam pengumpulan data baik berupa buku, maupun data dari internet sehingga menunjang kelengkapan data atau paling tidak mewakili data yang dibutuhkan.

2. Kebenaran atau tidak benarnya mitos dalam penulisan ini tergantung keyakinan masing-masing penulis tidak memaksa untuk meyakininya 100%, penulis manyarankan agar lebih dalam untuk mencari kebenarannya. 3. Sebelum melakukan penelitian, pengumpulan data sebaiknya dilakukan beberapa bulan sebelum menentukan bahasan (judul) sehingga dapat ditentukan poin-poin yang akan dibahas dan batasan-batasannya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bellah, Robert, N. 1992. Religi Tokugawa “Akar-akar Budaya Jepang”. Jakarta: PT. Pustaka Grafity

Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius Hori, Ichiro. 1983. Folk Religion In Japan. The United States of America: The

University of Chicago Press

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia

--- 1981. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia

.Roberts, Jeremy.1956. “Japanese Mythology A to Z, Second Edition. New York:

Chelsea House Publishers

Swanger, Eugene and Peter Takayama. 1981. “A Preliminary Examination of the ‘Omamori’ Phenomenon,” Asian Folklore Studies 40(2): 237-52

Yanagita Kunio, 1969: Japanese Manners and Customs in the Meiji Era, Vol. IV. Charles S. Terry, trans. Tokyo.

http://bloodysweetz.blogspot.com/2010/04/omamori.html

http://dian-masniari.blogspot.com/2010/06/pengaruh-shinto-terhadap- 

pemikiran.html

jimat-pusaka