Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai manusia kita mempercayai adanya kekuatan tak tampak yang mengatur segala aktivitas ataupun kegiatan kita sehari-hari. Hal ini tentu saja kita sadari sebagai suatu kepercayaan yang diyakini sekaligus dirasakan dalam kehidupan ini. Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam dan isinya, sehingga manusia dapat bertemu dan berkomunikasi dengan sesama manusia atau makhluk lainnya. Kepercayaan pada “yang adikodrati”, dengan siapa manusia berhubungan dalam pengalaman religiusnya, merupakan gambaran khas semua agama dan dianggap sebagai yang umum dan merata ada dalam setiap agama. Kendati demikian, kepercayaan pada Tuhan ada dalam banyak manifestasi yang berbeda dalam hampir semua agama. Di mana satu Tuhan dipercayai dan disembah sebagai Yang Mahatinggi, secara implisit dan eksplisit hal itu mengesampingkan Yang Mahatinggi lainnya Mariasusai Dhavamony, 1995: 121. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari aktivitas keagamaan atau biasa yang disebut dengan kegiatan religi. Berbagai kegiatan bahkan upacara peringatan dilakukan di berbagai wilayah setiap Negara, dengan tujuan yang sama, yaitu untuk memperoleh kasih sayang dan kebahagiaan dari sang pencipta. Demikian halnya dengan negara Jepang yang memiliki berbagai macam kegiatan keagamaan. Masyarakat berpikir serta merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan religi pada tenaga-tanaga gaib yang diyakini mengisi, Universitas Sumatera Utara menghuni seluruh alam semesta dalam keadaan yang seimbang. Tiap tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos dan bagian dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rohaniah. Keseimbangan inilah yang harus ada dan tetap dijaga, apabila terganggu maka harus dipulihkan. Memulihkan keseimbangan ini berwujud dalam beberapa upacara, pantangan dan ritus-ritus. Kegiatan –kegiatan upacara atau perayaan yang dilakukan tidak selalu dilaksanakan dari segi religi saja, tetapi berdampingan dengan kegiatan budaya. Karena antara religi dan budaya hampir memiliki kesamaan, namun berbeda antara pengertian maupun pelaksanaannya. Kebudayaan merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba dan ada dalam pikiran manusia, misalnya: gagasan, ide, norma, religi dan sebagainya Koentjaraningrat, 1974: 376-377. Hori Ichiro 1968: 1 mengatakan bahwa agama-agama yang beraneka ragam yang tumbuh dan berkembang di dunia secara umum dapat dibagi dua, yaitu agama yang terlembaga Institusionalized Religion dan agama rakyat Folk Religion. Yang termasuk ke dalam agama yang terlembaga ini antara lain seperti: Agama Kristen, Agama Budha dan Shinto, sementara yang termasuk ke dalam agama yang tidak terlembaga Folk Religion adalah pemujaan leluhur dan pemujaan alam Natural Religion. Agama Jepang adalah Shomin Shinko Kepercayaan Rakyat, yang dipengaruhi oleh agama Budha dan konfusionisme. Ajaran ini termasuk ke dalam kehidupan masyarakat Jepang. Sehingga tatakrama dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Konfusionisme. Ajaran ini menekankan tatanan alam yang rasional dan manusia adalah suatu unsur harmonis yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan etika. Universitas Sumatera Utara Dalam hal sistem kepercayaan masyarakat Jepang, dapat dikatakan bahwa tidak ada Negara lain yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang. Hal ini bisa dipahami dari masih kuatnya nilai-nilai tradisional kepercayaan Shinto dalam masyarakat. Sebagai Negara yang telah berhasil membangun hampir semua bidang kehidupannya, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya. Keberhasilan Jepang khususnya tampak dalam bidang kebudayaan material yaitu dengan mengikuti beberapa kebudayaan barat dalam prilaku kehidupannya sehari-hari, tetapi dalam prilaku budaya spiritual Jepang tidak mengalami perubahan sehingga Jepang sering dikenal sebagai Negara yang mempunyai kebudayaan yang berwajah dua. Yang dimaksud dengan kebudayaan yang berwajah dua, yaitu pertama wajah modern yang diartikan sebagai wajah barat dengan pola hidup sehari-hari yang tampak mirip dengan bangsa Barat. Kedua, wajah tradisional, yaitu dengan masih banyaknya kegiatan masyarakat Jepang yang tampak dalam bidang ritual dengan penyelenggaraan matsuri atau ritual, maupun berbagai kesenian yang masih dipertahankan sebagai bagian dari budaya tradisional yang telah ada sejak zaman kuno. Masyarakat Jepang memang terkenal sebagai masyarakat yang patuh dan taat terhadap adat istiadat, mereka begitu menghargai dan memelihara budaya yang telah diturunkan oleh para leluhur, sehingga bagaimanapun majunya Negara Jepang saat ini mereka tetap saja melestarikan kebiasaan dan ritual-ritual rutin yang telah ditetapkan sejak dahulu. Dalam penyelenggaraan ritus atau upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Jepang, banyak hal yang dipersiapkan seperti halnya dalam penyambutan kehadiran dewa-dewa di bumi. Universitas Sumatera Utara Shinto, yang berarti “jalan dewa” merupakan kepercayaan asli Jepang. Shinto didasarkan pada pemikiran yang percaya dengan banyak dewa polytheisme dan kekuatan alam matahari, bulan, gunung, laut, ombak, angin, petir, dll. Sehingga hal ini berpengaruh pada sikap hormat yang sangat tinggi masyarakat Jepang kepada alam, yang ditunjukkan dengan sikap merawat alam hingga saat ini. Shinto pada dasarnya merupakan keyakinan yang terbentuk karena adanya pengaruh Budha yang masuk dari Cina dan Korea, sehingga Butsudo jalan Budha disebut sebagai kepercayaan dari “luar”. Pada prosesnnya, nilai-nilai Budha disesuaikan dengan nilai-nilai Jepang di-Jepangkan. Sebenarnya, kepercayaan Shinto sangat sekuler dalam arti hanya bersifat kepercayaan keduniawian, dan mereka percaya tidak ada kehidupan setelah mati. Kepercayaan masyarakat inilah yang menjadi dasar orang Jepang untuk mengejar keduniawian dan tidak takut mati karena tidak percaya pada neraka. Sedangkan di sisi lain, dalam Budha ada kepercyaan tentang kehidupan setelah mati akhirat dan ada reinkarnasi. Maka, hampir 98 masyarakat Jepang menggunakan tatacara Budha dalam upacara kematiannya. Jepang sebagai Negara maju masih sangat percaya dengan hal-hal berbau mistis. Salah satu kepercayaan masyarakat Jepang adalah kepercayaan masyarakat terhadap perjimatan dan yang paling banyak dipakai di dalam perjimatan adalah omamori . Takhayul Jepang berakar pada budaya dan sejarah Jepang dan rakyat Jepang . Kepercayaan takhayul yang umum di Jepang , sebagian memiliki akar Universitas Sumatera Utara dalam sejarah Jepang. Sejumlah takhayul Jepang memiliki dasar mereka dalam adat dan budaya Jepang dan dimaksudkan untuk mengajar atau melayani sebagai nasihat praktis. Takhayul menurut Mustafa Kamal 2003 berasal dari Tahayalat yang artinya hayalan. Oleh karena itu tahayul adalah merupakan cerita hayalan dari manusia. Takhayul atau mitos atau sesuatu yang tidak nyata khayali jadi takhayul itu hanya ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal-usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Sedangkan menurut Yusfitriadi 2007 takhayul adalah sesuatu yang tidak nyata Mustafa Kamal dalam M. Mubarak, 2009:18. Takhayul seseungguhnya hanyalah khayalan belaka. Ia merupakan bayangan yang diimajinasikan. Takhayul adalah semacam system kepercayaan , ada unsure keyakinan terhadap seseuatu yang ada di luar jangkauan nalar dan logika. Lalu keyakinan ini boleh jadi mentradisi ketika ditransformasikan dari generasi ke generasi http:kompas.com . Beberapa takhayul yang umum di Jepang telah diimpor dari budaya lain. Orang Jepang juga berbagi takhayul dengan budaya Asia lainnya, khususnya Cina , dengan siapa mereka berbagi ikatan sejarah dan budaya yang signifikan. Sebagian besar takhayul Jepang berkaitan dengan bahasa. Angka dan benda yang memiliki nama yang homofon untuk kata-kata seperti kematian dan penderitaan biasanya dianggap sial. Takhayul lainnya, berkaitan dengan arti harfiah dari kata-kata. Bagian lain yang signifikan dari takhayul Jepang berakar Universitas Sumatera Utara pada tradisi kuno yang menyembah berhala, animisme budaya dan menganggap hidup dan hal-hal alami sebagai memiliki kekuatan tertentu atau alkohol. Dengan demikian, takhayul Jepang banyak melibatkan keyakinan tentang hewan dan penggambaran hewan mewujudkan nasib baik atau buruk. Diantara fenomena tradisi keagamaan populer di Jepang adalah omamori atau jimat, yang telah mengalami peningkatan popularitas selama dekade terakhir. Dilihat dari dasarnya sebagai media dimana kekuatan suci kehidupan mengalir ke manusia, omamori ini konsisten dan ekspresif dalam beberapa tema lama yang ada dalam tradisi Jepang Eugene R. Swanger 1981:237. Omamori adalah jimat keberuntungan yang biasanya dijual di kuil-kuil di Jepang. Omamori sendiri berasal dari kata mamori yang berarti “melindungi” atau “memberikan perlindungan”. Omamori berbentuk sebuah kantung yang terbuat dari kain berdekorasi yang didalamnya terdapat lipatan kertas atau potongan kayu bertuliskan nama dewa yang sudah didoakan agar memberikan perlindungan dan keberuntungan pada si pemiliknya. Karena bentuknya yang kecil, orang Jepang sering menggantungkan omamori pada tas, ponsel, atau dalam kaca spion di dalam mobil. Omamori juga digunakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap permasalahan dalam kehidupan seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran, keselamatan dalam kelahiran bayi, kebangkrutan dan lain-lain. Secara harfiah, di dalam bahasa Jepang kata omamori berarti “melindungi atau mempertahankan”. Di Jepang sendiri, omamori merupakan jimat keberuntungan yang biasanya hanya dijual di kuil-kuil Budha dan Shinto. Universitas Sumatera Utara Adapun pengertian omamori menurut Jeremy Roberts dalam bukunya Japanese Mythology adalah sebagai berikut: Omamori is a token or amulet that can protect the person who holds it. An omamori extends the blessing and protection of a kami or Buddhist deity. An omamori might be considered a combination religious medal and good luck charm. Today, omamori can be obtained from Shinto and Buddhist temples. Disebutkan bahwa omamori merupakan sebuah jimat yang dapat memberikan perlindungan kepada seseorang yang memegangnya. Omamori juga dianggap sebagai kombinasi religious dan jimat keberuntungan. Saat ini omamori dapat diperoleh dari kuil Shinto maupun kuil budha. Omamori berbentuk sebuah kantung terbuat dari kain berdekorasi yang di dalamnya terdapat lipatan kertas atau potongan kayu bertuliskan nama dewa yang sudah didoakan agar memberikan perlindungan dan keberuntungan pada pemiliknya. Omamori ini digunakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap permasalahan dalam kehidupan seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran, keselamatan dalam kelahiran bayi, kebangkrutan dan lain-lain. Karena bentuknya yang kecil, orang Jepang biasanya sering menggantungkan omamori pada tas, ponsel, atau di kaca spion dalam mobil. Pada awalnya omamori disimpan dalam sebuah tabung bambu kecil dan dikenakan seperti sebuah kalung, sekarang ini telah dibuatkan kantong khusus dari kain omamori bukuro dan dikenakan oleh mereka yang menginginkan perlindungan. Biasanya, omamori ini didesain dengan berbagai bentuk khas berdasarkan lokasi pembuatannya, dan terdapat nama kuil tempat dibuatnya beserta fungsi dari omamori tersebut seperti omamori untuk cinta, studi, pekerjaan, Universitas Sumatera Utara dan lain-lain. Bahkan belakangan ini telah dibuat juga omamori yang menampilkan gambar karakter tokoh-tokoh kartun. Warga Jepang khususnya di saat tahun baru berduyun-duyun pergi ke kuil untuk berdoa memohon berkat di tahun yang baru. Sebelum pulang dari kuil mereka membeli jimat pembawa keberuntungan. Bagi mereka selain jimat tersebut sebagai pembawa keberuntungan juga dapat dipercaya sebagai pengusir nasib buruk, penyakit dan malapetaka. Berakar dari Shinto dan adat istiadat kuno yang masih berakar hingga saat ini, orang Jepang pun sampai sekarang masih suka membeli jimat. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul: “Omamori Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.

1.2 Perumusan Masalah