melakukan suatu delik yang unsur-unsurnya disebut dalam Undang-Undang Pidana. Seseorang dapat dipersalahkan membantu melakukan jika ia sengaja
memberikan bantuan tersebut dan waktu atau sebelum delik itu dilakukan.
14
Pertimbangan bahwa pembantu pembuat itu bukan pembuat dalam suatu perbuatan pidana, yaitu bahwa peranannya jauh lebih santun dibandingkan dengan
semua peserta lainnya. Kedudukan yang lebih menguntungkan diri si pembantu pembuat terungkap dalam pengurangan maksimum pidana dan dalam ketentuan
bahwa pembantuan dalam pelanggaran-pelanggaran tak dapat dipidana.
15
Tetapi apakah yang membedakan peranan pembantu pembuat dari peranan peserta-peserta lainnya, sehingga kedudukan yang menguntungkan itu dibenarkan
Bagaimanapun juga, adalah pasti bahwa prakarsa si pembuat harus sudah ada pada saat si pembantu pembuat dalam tahap pembuatan rencana-rencana atau
dalam tahap pelaksanaannya tercampur dalam perkara. Oleh karena itu pembantuan itu secara singkat dapat didefinisikan sebagai kalau diminta,
memberikan bantuan pada atau, dalam suatu bentuk tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, supaya orang lain dapat berbuat kejahatan. Dalam hal ini si
pembantu pembuat berdiri sendiri, yaitu semua peserta lainnya, jadi yang tersebut pada 2, 3 dan 4 telah mengambil prakarsa sendiri.
16
3. Pengertian Kejahatan
Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari
berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita menangkap
14
Ibid., halaman 118
15
J. E. Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, halaman 250
16
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain.
17
Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Usaha memahami kejahatan ini sebenarnya telah berabad-abad lalu
dipikirkan oleh para ilmuan terkenal. Plato misalnya menyatakan dalam bukunya ‘Republik’ menyatakan antara lain bahwa emas, manusia adalah merupakan
sumber dari banyak kejahatan. Sementara Aristoteles menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar
tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Thomas Aquino memberikan beberapa pendapatnya tentang
pengaruh kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah
menjadi pencuri.
18
Pada dasarnya istilah kejahatan ini diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat.
Kejahatan ditinjau dari sudut yuridis, merupakan jenis-jenis kejahatan yang sudah definitif atau menimbulkan akibat hukum karena unsur deliknya. Maksutnya telah
ditentukan secara tertentu dalam suatu ketentuan Undang-Undang bahwa perbuatan jenis-jenis tertentu dianggap sebagai perbuatan jahat, dengan kata lain
17
Topo Santoso, Eva Achjani Zulva, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, halaman 1
18
Ibid., halaman 1
Universitas Sumatera Utara
dalam norma hukum tertentu dalam suatu masyarakat telah ditetapkan berbagai jenis perbuatan yang merupakan kejahatan.
19
Pengertian kejahatan dalam hukum pidana menganut asas legalitas, maksutnya kejahatan pidana harus ditentukan oleh suatu aturan Undang-Undang
yang definitif. Kejahatan adalah delik hukum, dan pelanggaran merupakan delik Undang-Undang. Menurut beberapa ahli hukum, pengertian kejahatan adalah :
a. Paul Mudikdo Muliono menyatakan bahwa kejahatan adalah
perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma, yang dirasa merugikan, menjengkelkan, sehingga tidak boleh dibiarkan.
b. W. A. Bonger menyatakan bahwa kejahatan adalah merupakan
perbuatan yang immoral dan asosial yang tidak dikehendaki oleh masyarakat dan harus dihukum oleh masyarakat.
c. Utrecht mengemukakan bahwa kejahatan adalah perbuatan karena
sifatnya bertentangan
dengan ketertiban
hukum, sedangkan
pelanggaran adalah perbuatan yang oleh undang-undang dicap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban hukum.
20
4. Pengertian Anak