Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka Berpikir

Istilah semiotika yang muncul pada akhir abad ke-19 oleh filosof aliran pragmatisme Amerika, Charles Sanders Peirce merujuk pada doktrin formal tentang tanda-tanda. Yang menjadi dasar bagi semiotika adalah konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda- tanda, melainkan dunia itu sendiripun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realistis. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda non verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya dapat dipandang sebagai jenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi Sobur, 2003:13.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemaknaan karikatur editorial Clekit Koalisi Oposisi pada Harian Jawa Pos edisi 6 Februari 2010?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan permasalahan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur editorial Clekit Koalisi Oposisi pada Harian Jawa Pos edisi 06 Februari 2010.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, referensi, dan sumbangan ilmu atas wawasan bagi mahasiswa komunikasi pada umumnya untuk perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai studi analisis isi dengan pendekatan semiotik, dan dapat digunakan untuk menambah referensi kepustakaan Universitas Pembangunan Nasional mengenai penelitian yang menggunakan pendekatan semiotik. 2. Kegunaan Praktis. Memberikan landasan pada pengelola media massa dalam hal ini bahwa informasi atau berita tidak hanya bisa dijabarkan melalui tulisan maupun siaran, namun dapat pula berupa bentuk gambar kartun berupa karikatur yang menarik, memiliki nilai humor didalamnya, mengandung kritikan dan mempunya nilai tersendiri. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Karikatur Gambar Karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, seni melukis, psikologis, maupun bagaimana ia memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur merupakan tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur merupakan symbolic speech komunikasi secara tidak langsung artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain makna yang terkandung dalam karikatur adalah makna yang terselubung. Simbol-simbol dalam karikatur tersebut merupakan simbol yang disertai maksud signal yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya komunikator dan mereka yang menerimanya komunikan Van Zoest, 1996:3. Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik Sobur, 2006:40. 10 Sebuah gambar lelucon yang membawa pesan kritik sosial sebagaimana disetiap ruang opini surat kabar biasanya disebut karikatur. Sedangkan gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata tanpa membawa beban kritik sosial apapun biasanya disebut kartun Sobur, 2006:38.

2.1.2. Karikatur Dalam Media Massa

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada komunikan, pada dasarnya pikiran bisa berupa gagasan atau ide, opini, informasi dan lain sebagainya, dimana gagasan, opini, dan informasi muncul dari pemikiran seorang itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran, kemarahan, kepuasan, dan keberanian dimana hal-hal tersebut bisa muncul dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang memberi penjelasan tentang komunikasi massa secara umum, komunikasi massa diartikan sebagai penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media massa adalah komunikasi yang pesannya ditujukan untuk sejumlah besar orang anonym, heterogen dan tersebar luas melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak serta tidak mengenal batas geografis kultural. Dengan kata lain kominkasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada sejumlah orang melalui media massa. Media massa dalam disiplin komunikasi adala sejumlah alat untuk menyampaikan pesan untuk berkimunikasi. Dalam konteks masyarakat modern, ia merupakan instrument dengan apa pelbagai bentuk komunikasi dilangsungkan Budiman, 2002:57. Dalam masyarakat dari yang awam hingga terkompleks komunikasi massa memiliki beberapa fungsi. Menurut laswell ada tiga fungsi komunikasi, Yaitu. 1. The surveilence of the environtment. Fungsi ini biasa disebut pengamatan lingkungan, yaitu pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kejadian- kejadian yang akan terjadi. 2. The corelation of part of society in responding to the environment. Fungsi ini adalah fungsi korelasi, fungsi yang ada dalam masyarakat yang menaggapi lingkungan, yakni dengan menghasilkan atau memiliki alternatif-alternatif solusi dalam menangani masalah sosial. 3. The transmission of the social heritage from one generation to the next. Fungsi ini biasa disebut sosialisasi dan pendidikan yaitu fungsi transmisi nilai dan norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya Winarso, 2005:21. Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat hiburan, karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan mengandung unsur humor dengan membawa pesan sosial. Pada abad XVII di Italia tempat gambar kartun pertama kali muncul di dunia. Perintisnya bernama Amnibale Caricci, seorang karikaturis yang mampu mengubah wajah seseorang menjadi bentuk binatang atau sayuran namun tetap mirip dengan subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan protes ataupun kritik sosial. Di Inggris, karikatur pertama kali muncul oleh Thomas Rowlandson 1756-1872 dan James Gillary 1757-1815. Dalam perkembangan selajutnya karikatur dihubungkan dengan jurnalisme Panuju, 2005:86.

2.1.3. Karikatur Editorial

Sebetulnya karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah total. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik dsb. berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul disetiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial atau tajuk rencana dalam versi gambar humor Sobur, 2006:139 Karikatur editorial atau yang disebut juga kartun opini harus dilihat dari cara bagaimana karikatur tersebut dibuat, unsur-unsur apa saja yang perlu dan penting. Semua hal tersebut sangat penting agar karikatur editorial benar-benar baik, cerdas, lucu, kritis, dan tentunya proporsional. Sebagai karikatur editorial yang menyampaikan opini redaksi, karikatur harus mengandung teknis karikatur. 1. Karikatur harus informatif dan komunikatif. Karikatur pada kriteria ini berlaku sebagai penyampai pesan atau informasi berkaitan dengan fenomena tertentu. Informasi tersebut disampaikan dengan gaya bahasa non verbal yang lucu dan sedikit satu atau dua kata verbal disisipkan sebagai penguat sehingga pesan gambar tersebut komunikatif. Tujuannya agar dalam penyampaian pesan gambar tersebut tidak terjadi salah pengertian, walaupun dalam penafsiran karikatur berbeda-beda dan bila tidak ditafsirkan secara benar maka akan terjadi bias. 2. Karikatur harus mengangkat permasalahan yang fenomenal dan sedang ramai dibicarakan publik. Artinya fenomena yang diangkat harus baru teknis ini penting sekali karena jika teknis ini tidak ada maka karikatur sama dengan komik. Seperti diketahui, komik adalah gambar kartun humor yang tidak mengangkat tema kritis atupun fenomenal serta tidak aktual, komik hanya mengangkat tema tentang hal- hal lucu saja. Dengan demikian komik tersegmentasi pada kalangan anak-anak karena isinya yang ringan dan tidak kritis. Berbeda dengan karikatur, muatan isinya lebih pada ranah publik yang fenomenal dan ramai diperbincangkan karena pengaruhnya yang begitu besar bagi semua individu, misalnya karikatur tentang lapindo, BLBI, terorisme, bencana alam dan sebagainya. 3. Supaya karikatur kritis, cerdas, dan lucu adalah memuat kandungan humor. Kelucuan menjadi penetral sekaligus sebagai identitas karikatur. Sifat atau teknis yang humoris menjadi sarana refreshing atau bersantai khalayak meskipun sadar atau tidak mereka tetap kritis terhadap segala permasalahan yang diangkat. 4. Karikatur memiliki gambar yang baik. Maksud dari gambar yang baik adalah gambar harus dibuat semirip mungkin dengan tokoh yang disindir dan permasalahan yang diangkat. Karikatur harus mirip dengan objek yang asli meskipun dalam karikatur terdapat deformasi terhadap tokoh- tokohnya Sobur. 2006 ; 139. Karikatur editorial sebagai opini surat kabar berbentuk humor visual juga memiliki kata-kata sebagai penegas, kata-kata tersebut merupakan onomatopetica, yaitu penggambaran suara dari objek. Onomatopetica itu biasanya suara orang yang bersiul, harimau yang mengaum, teriakan orang marah dan lain-lain Sobur, 2006:138.

2.1.4. Kariaktur Sebagai Kritik Sosial

Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif seperti celaan, namun kata “kecaman” mengandung kemungkinan arti yang positif yaitu dukungan, usulan atau saran, definisi kritik menurut kamus oxford adalah “one who appraise literary or artistic work” atau suatu hal yang membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu. Kritik berasal dari bahasa Yunani yaitu kritike yang artinya pemisahan, dan berkembang dalam bahasa Inggris yaitu critism yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat Masoed, 1999:47. Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, menjadi sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memeperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggungjawab bahwa manusia bersama-sama bertanggungjawab atas perkembangan lingkungan sosialnya Masoed, 1999:49. Bagi pers, menjalankan kritik sosial adalah salah satu cara menjalankan salah satu normatifnya, yakni sebagai satu alat kontrol sosial. Menyampaikan kritik sosial bagi pers juga bermakna sebagi cara bagaimana pers menyalurkan aspirasi masyarakat, begitu pula menyampaikan kritik bagi pers adalah salah satu cara bagaimana menggambarkan kegelisahan, keprihatinan, dan bahkan kemarahan masyarakat Masoed, 1999:50. Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial meriupakan dua sisi mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian. Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan pemerintahan agar mampu dan sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat. Kritik sosial juga merupakan apresiasi dari masyarkat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para designer. Kritik sosial sering kali dijumpai di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka disarankan untuk tidak begitu melecehkan atau mempermalukan Wijana, 2004:4.

2.1.5. Karikatur Sebagai Proses komunikasi

John Dewey menyatakan bahwa “komunikasi adalah hal yang menakjubkan”. Dalam pandangannya, masyarakat terus berkembang berkat komunikasi. Dengan komunikasi manusia bisa berinteraksi dan bisa saling memahami apa yang telah terjadi maupun apa yang akan terjadi dalam memenuhi tuntutan kebutuhan kehidupan. Karena manusia dapat menciptakan simbol makna, manusia juga mampu mengutarakan suatu minat dan niat dengan komunikasi, dan hal tersebut dapat pula mempengaruhi bentuk kehidupan sosialnya Rivers, 2003:33. Dalam kehidupan modern manusia tidak bisa melepaskan simbolisme dalam komunikasi modern karena penggunaan ini begitu jelas ada disekitarnya. Simbolisme adalah ciri universal yang hakiki dari semua kebudayaan agama. Peradaban tergantung kemampuan manusia untuk menggunakan dan menciptakan simbol-simbol, bahasa itu sendiri merupakan sekumpulan simbol yang dimanipulasi untuk menyampaikan ide. Bila tidak diberi nama maka ide tidak diungkapkan dan nama yang diberikan kepadanya adalah suatu simbol. Simbol-simbol perlu digunakan untuk memberi nama kepada suatu objek yang tidak bisa dijangkau lebih jauh lagi oleh pikiran komunikasi manusia tergantung pada simbolnya Tatt, 1996:3. Simbol-simbol digunakan untuk menyampaikan ide, makna dan simbol juga dikombinasikan untuk membentuk ungkapan-ungkapan baru. Simbolisme kuno dalam bentuk gambaran yang pada akhirnya melahirkan tulisan abjad. Simbolisme adalah sesuatu yang hidup. Simbolisme telah mengambil bentuk baru dengan penggunaan yang baru pula. Dari awal munculnya peradaban hingga masa kontemporer ini simbol merupakan bagian yang hakiki kehidupan sehari-hari. Tanda-tanda lalulintas dan petunjuk arah membimbing seseorang untuk mencapai tujuannya, simbol dilarang merokok atau dilarang membuang sampah memberikan ancaman bagi mereka yang melanggarnya, orang bisa saja melaggar peraturan berupa simbol-simbol atau larangan-larangan yang dapat membahayakan, namun ia harus siap menaggung resiko yang terjadi terhadap simbol-simbol atau larangan-larangan tersebut.

2.1.6. Surat kabar

Setiap masyarakat membutuhkan berita kata penulis Inggris Dame Rebecca West, seperti orang membutuhkan mata, ia ingin tahu segala sesuatu yang terjadi. Tapi berita tidak selamanya demikian, menurut William Radolf Hearts salah satu tokoh penerbitan di Amerika punya sinisme. Berita, menurutnya ialah seseorang yang menghentikan sesuatu yang hendak dicetak karena iklan Iebih penting. Dua hal tersebut menyertai perkembangan dunia persurat kabaran modern. Sejalan dengan daya rengkuhnya terhadap jutaan pembaca diberbagai belahan dunia, serta persaingannya dengan radio dan televisi. Teknologi elektronik yang memasok televisi hampir disetiap rumah, ikut mendorong perkembangan proses pencetakan surat kabar. Kehadiran televisi membuat kemunculan koran atau surat kabar dibagikan secara gratis di negara-negara Eropa dan Amerika. Iklan telah menutup biaya produksi cetak. Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lain, karena kesegarannya, karakteristik headlinenya dan keaneka ragaman liputan yang menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Hal ini terkait dengan kebutuhan pembaca, akan sisi menarik informasi yang ingin dibacanya dari surat kabar yang menjadi langganannya. Walau demikian surat kabar bukan sekedar pelapor kisah-kisah human interest dari berbagai peristiwa. Pada abad ke-19, surat kabar independent pertama memberikan kontribusi signifikan bagi penyebaran keaksaraan. Membuat khalayak keluar dari buta huruf dan berbagai konsep hak asasi manusia dan kebebasan demokratis. Surat kabar terus menerus mengasah pandangan-pandangan ihwal global village, perkampungan dunia di akhir abad ke-20. Setiap kejadian international terkait erat dengan kepentingan tiap orang di belahan dunia manapun ia berada. Setiap kisah tragedi perseorangan menjadi milik tiap orang untuk mempersoalkannya ke dalam drama persoalan internasional. Asumsinya, setiap orang memiliki hak untuk mengetahui segala pernak- pernik kejadian. Karena dari bekal informasi itulah setiap orang dapat turut urun, rembug, dan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan tersebut, tiap orang membutuhkan wartawan surat kabar yang bertugas sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan memberi tahu tentang segala peristiwa yang terjadi dan dibutuhkan masyarakat. Pada sisi inilah, mengapa wartawan memiliki hak untuk tahu pada segala informasi publik dan diberi keleluasaan untuk mencari ke mana pun informasi itu berada. Sebab, wartawan bertanggung jawab pada kebutuhan masyarakat akan informasi yang ada di lingkungannya. Surat kabar harian sendiri terbit untuk mewadahi keperluan tersebut. Informasi menjadi instrumen penting dari masyarakat industri. Maka itulah, surat kabar harian bisa disebut sebagai produk dari industri masyarakat. Di samping itu, dalam bentuknya yang independen dalam kemandirian, surat kabar biasanya integral dengan perkembangan paham demokrasi di sebuah masyarakat. Hal itu bisa terlihat dari kondisi kebebasan pers yang terdapat pada suatu masyarakat, dan tingkat keaksaraan membuat khalayak keluar dari buta huruf masyarakat Santana, 2005:87.

2.1.7. Koalisi dan Oposisi Koalisi.

Koalisi dalam kamus partai politik merupakan kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara mayoritas dalam parlemen dalam membentuk satu kabinet atau pemerintah. Koalisi biasanya dibentuk antara partai-partai yang memiliki suara yang hampir sama, bukan partai yang memiliki suara mayoritas. Koalisi multi partai merupakan kerjasama antara beberapa partai untuk memperoleh suara mayoritas di parlemen. Koalisi semacam itu biasanya merupakan pemerintahan yang dipimpin perdana menteri, dengan perajanjian bahwa masing-masing partai yang bergabung dengan koalisi memiliki kesempatan atau peluang untuk menentukan arah kebijakan negara, dan memiliki peluang untuk menduduki pos-pos pemerintahan yang penting sesuai dengan perimbangan dalam koalisi. Oposisi. Oposisi diartikan sebagai kelompok yang mempunyai pendirian yang bertentangan dengan garis kebijakan kelompok yang menjalankan pemerintahan atau pengurusanperusahaan. Tujuan jangka panjang kedua kelompok itu, yakni yang membentuk pemerintah dan yang beroposisi adalah sama : kemajuan dan kemakmuran negara atau organisasi, tetapi terdapat perbedaan tentang cara dan tahap-tahap mencapainya. Maka oposisi bukan musuh, melainkan lawan dalam percaturan politik. Dalam demokrasi, oposisi dianggap sesuatu yang sangat diperlukan, sehingga oposisi dalam parlemen melembaga secara resmi. Sebap, oposisi menjalankan suatu fungsi yang penting, yaitu mengontrol pemerintahan yang didukung oleh mayoritas, menguji kebijaksanaan pemerintah dengan memperlihatkan titik kelemahannya, menganjurkan alternatif.

2.1.8. Konsep Makna

Para ahli mengakui, makna mean memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya Ogden dan Richards yang berjudul “The Meaning of Meaning” telah mengumpulkan telah mengumpulkan tidak kurang dari dua puluh dua batasan mengenai makna Kurniawan, 2008:27. Makna merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama dua ribu tahun silam Fisher dalam Sobur, 2004:248. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan ultrarealitas, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respon yang dikeluarkan oleh Skinner. Berbeda dengan Jerold Katz, menurutnya “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah” Kurniawan, 2008:47. Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah: menjelaskan makna secara alamiah, mendeskripsikan secara alamiah, dan menjelaskan makna dalam proses komunikasi Sobur, 2004:258. Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna, model konsep makna sebagai berikut. 1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi di benak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah. 2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini berubah dan ini khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna. 3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana komunikasi mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4. Penyingkatan berlebihan akan merubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita persahabatan, kebahagiaan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara. 5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada saat-saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. 6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatau kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai Sobur, 2003:285-289.

2.1.9. Komunikasi Non Verbal

Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal Mulyana, 2001:312. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi beberapa bagian, antara lain. 1. Isyarat Tangan. Isyarat tangan atau berbicara dengan tangan termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama. 2. Postur Tubuh. Postur tubuh sering bersifat simbolik. Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau temperamen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan Wiliam misalnya menunjukan hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen. 3. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata. Secara umum dapat dikatakan bahwa maknaekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya.

2.1.10. Pendekatan Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda, berbicara tentang ilmu berarti berbicara tentang teori. Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsiran tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain Eco, 1979:16. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda- tanda. Tanda-tanda merupakan perangkat yang kita kaji dalam upaya mencari jalan di sekitar kita. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memakai hal- hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolatik atas seni logika, retorika, dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dsb. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan arsitektur atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari komunikator. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Menurut Derrida “there is nothing outside language” yang artiya tidak ada sesuatu di dunia ini diluar bahasa. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia, sehingga manusia yang tidak mampu mengenal tanda tidak dapat hidup Kurniawan, 2008:34. Menurut Peirce, semiotika merupakan kata yang sudah digunakan sejak abad ke-18 oleh ahli filsafat Jerman yaitu Lambert, yang merupakan sinonim dari kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran menurut hipotesis Peirce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda membuat manusia menjadi berpikir, berinteraksi dengan orang lain dan memberikan makna tentang apa yang akan ditampilkan oleh alam. Semiotika bagi Peirce adalah suatu tindakan action, pengaruh influence atau kerjasama antara tiga subyek yaitu. Tanda sign, obyek object, dan interpretant interpretant. Semiotik dikenal sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tanda, proses penanda, dan proses menandai. Bahasa merupakan jenis tanda tertentu, dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik. Saussure menggunakan kata “semiologi” yang mempunyai pengertian sama dengan semiotika pada aliran Peirce. Kedua kata ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari semiotika. Tradisi linguistik menunjukan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan nama Saussure sampai Hejamslev dan Barthes yang menggunakan istilah semiologi. Sedangkan yang menggunakan teori umum tentang tanda-tanda yang dikaitkan dengan nama- nama Peirce dan Morris menggunakan istilah semiotika. Kata semiotika kemudian diterima sebagai sinonim dari kata semiologi Sobur, 2003:13. Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotika. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah struktur. Para ahli semiotik yang beraliran ekspansionis menelaah dengan menggunakan konsep yang terdapat di dalam linguistik ditambah dengan konsep semiotik yang beraliran behavioris mengembangkan teori semiotik dengan jalan memanfaatkan pandangan yang berlaku dalam psikologi misalnya pandangan skinner yang tentu saja berpengaruh dalam dunia linguistik. Kaum behavioris dalam linguistik membahas bahasa sebagai siklus stimuli , respon yang jika ditelaah dari segi semiotika adalah persoalan sistem tanda yang berproses pada pengirim dan penerima Pateda, 2001:33. Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, semiotika menurut Charles Morris, memiliki tiga cabang, yakni sintatika yang artinya studi relasi formal tanda- tanda, semantika yang artinya studi relasi dengan penfsirannya, dan pragmantika yang artinya cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan kebahasaan Wijana, 1996:5. Paham mengenai semiotika atau ilmu tentang tanda ini telah menjadi salah satu konsep yang paling bermanfaat di dalam kerja kaum strukturalis sejak beberapa dasawarsa lalu. Basisnya adalah pengertian tanda, yakni segala sesuatu yang secara konvensional dapat menggantikan atau mewakili sesuatau yang lain. Semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematika menjelaskan esensi ciri-ciri dan bentuk suatu tanda, proses signifikansi yang menyertainya. Menurut Jhon Fiske, terdapat tiga area penting dalam studi semiotika yaitu. 1. Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menhubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat di dalam sebuah kebudayaan. 3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi. Maka bisa dikatakan semiotik adalah suatu teori dan analisa dari berbagai tanda sign dan pemaknaan signification. Semiotik mengkaji tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Semua jelas tidak ada yang tidak dapat dijadikan topik penelitian semiotik. Dengan kata lain perangkat-perangkat pengertian semiotik dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratan dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan, dan ada interpretasi Cristomy, 2004:79.

2.1.11. Semiotika Charles Sanders Peirce

Semiotika untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis Sobur, 2004:83. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna triangel of meaning menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce disebut “ground”. Konsekuensinya, tanda sign atau representamen selalu terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object, interpretant Sobur, 2004:41. Menurut Barthes interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dakam benak seseorang, maka muncul makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi Kurniawan, 2008:37. Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga-tiganya adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebap akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvesi atau perjanjian masyarakat Sobur, 2004:42. Peirce membagi tanda atas sepuluh jenis. 1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. 2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. 3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan sesuatu. 4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. 5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. 6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu. 7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. 8. Rhematic Symbol, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. 9. Dicent Symbol atau Proposition, yakni tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. 10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferent seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu Sobur, 2004:42-43. Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, jadi adanya tanda menajadikan adanya suatu bentuk pemikiran dari seseorang akan tanda tersebut, hasil dari pemikiran seseorang menjadikan adanya komentar dari seseorang berbentuk pemaknaan dari tanda tersebut. Maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang dikupas dalam teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna tersebut muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan seseorang pada waktu berkomunikasi Sobur, 2002:115. Gb. 1.1. Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce Triangle of meaning. Charles S. Peirce membagi antara objek menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut. Gb. 1.2. Model Kategori Tanda Oleh Peirce.

2.2. Kerangka Berpikir

Menurut Van Zoest, manusia adalah homo semioticus dimana masing- masing individu mempunyai latar belakang pemikiran yang berbeda, dalam memaknai suatu objek atau peristiwa. Manusia dapat memproklamasikan sesuatu, apa saja, sebagai tanda karena hal itu dapat dilakukan oleh semua manusia Sobur, 2003:13. Pada penelitian ini melakukan pemaknaan atau menginterpretasikan dengan cara mengidentifikasi secara keseluruhan. Makna yang akan diidentifikasi pertama adalah makna denotatif, yaitu mencatat semua tanda visual atau makna mengambang dan bisa dibaca di permukaan. Selanjutnya akan diidentifikasi makna-makna yang tersembunyi yaitu makna konotatif atau kita membaca yang tersirat yang memungkinkan terbacanya nilai- nilai yang digunakan sebagai referensi untuk mengkonstruksikan makna karikatur. Alur pemikiran ini akan dianalisa menggunakan metode semiotika Peirce untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai gambar karikatur Clekit “Koalisi, Oposisi” pada surat kabar Jawa Pos. Yang diutamakan disini adalah pemaknaan yang mendalam dari karikatur tersebut, sehingga peristiwa yang melatar belakangi pembuatan karikatur ini terungkap. Peirce menggunkan istilah sign yang merupakan representasi dari sesuatu di luar tanda, yaitu objek dan dipahami oleh peserta komunikasi interpretant. Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui makna-makna yang terdapat dalam karikatur Clekit tersebut baik dari makna denotatif maupun dari konotatif. Maka dari itu tanda-tanda yang akan diuraikan berdasarkan struktur penanda dan petanda, agar dapat diperoleh dan terbaca makna denotatif maupun makna konotatif. Dari hasil interpretasi tersebut akan dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam karikatur tersebut, apa saja kandungan faktual yang terdapat dalam karikatur, siapa yang menjadi sasaran kritik serta bagaimanakah pandangan seorang karikaturis dalam menanggapi permasalahan atau fenomena yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang tertuang dalam karikatur yang diciptakannya. Gb. 1.3. Sistematika Kerangka Berpikir Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pers Yang Berkuasa”Edisi 09 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 0 103

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika tentang Pemaknaan Karikatur Clekit “Belepotan Lumpur” Edisi 11 Februari 2012 di Harian Jawa Pos).

0 0 96

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pegawai Honorer” Edisi 21 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 1 94

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010).

0 0 81

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT LPI VS PSSI DI HARIAN JAWA POS (Studi semiotika tentang pemaknaan karikatur editorial Clekit LPI vs PSSI edisi 8 Januari 2011 di Harian Jawa Pos).

0 0 92

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)

0 0 18

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010).

0 0 19

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika tentang Pemaknaan Karikatur Clekit “Belepotan Lumpur” Edisi 11 Februari 2012 di Harian Jawa Pos)

0 0 23

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pegawai Honorer” Edisi 21 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 0 23

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pers Yang Berkuasa”Edisi 09 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos)

0 0 22