22
yang terjadi di masyarakat dan menarik perhatian siswa. Semuanya bergantung pada kreativitas guru untuk membawa sesuatu dari lingkungan ke dalam kelas dan
dari kelas ke lingkungan luar sehingga siswa dapat menikmati belajar dengan lingkungannya. Bahkan dalam Sociocultural Theory of Learning yang diajukan
Vygofsky Seth Chaiklin, 2003 menyatakan bahwa anak didik berada pada rentangan Zone of Proximal Development -the gray area between the things the
learner can do alone and the things the learner can with help from a more knowledgeable person or peer group- dimana dengan mediasi yang tepat,
bantuan guru, peran teman sebaya, serta eksplorasi alam sekitar, belajar akan optimal.
2.4 Alat Peraga Manipulatif
Menurut Encyclopedia of Educational Research, alat peraga sebagai media pendidikan hendaknya memiliki nilai meletakkan dasar- dasar konkret untuk
berpikir, memperbesar perhatian siswa, serta membuat pelajaran lebih mudah dipahami. Dalam hal pemilihan alat peraga, menurut William, beberapa hal yang
perlu diperhatikan adalah sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok, mudah digunakan, telah direncanakan dan
diteliti terlebih dahulu, sesuai dengan batas biaya serta disertai kelanjutan. Pada prinsipnya, pemanfaatan media adalah “the right aid at the right time in the right
place in the right manner”, dengan dipenuhinya hal-hal tersebut maka belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga karena semakin banyak indera
23
yang dimanfaatkan oleh siswa, semakin baik retensi daya ingat siswa seperti kerucut pengalaman E. Dale Fajar Shadiq, 2002: 75.
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Alat peraga manipulatif atau alat peraga benda riil merupakan alat peraga
yang dapat dimanipulasikan diraba, dipegang, dipindah-pindahkan, diotak-atik, atau dibongkar pasang. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
membuat alat peraga manipulatif yaitu tahan lama, bentuk dan warnanya menarik, sederhana dan mudah digunakan, ukurannya sesuai dengan fisik anak, dapat
menyajikan konsep matematika, serta penggunaannya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep yang abstrak.
2.5 Student Centered Learning
Menurut Aris Pongtuluran dalam Arlinah: 2004, SCL adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat dari proses belajar. Model
pembelajaran ini berbeda dari model belajar Instructor Centered Learning ICL yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif
24
bersikap pasif. SCL yang menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk
membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Sebelum usia sekolah, anak jarang menerima pendidikan secara formal.
Orang tua menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh anak-anak secara alami yang membawa anak dari satu pertanyaan ke pertanyaan lain yang berkaitan
dengan apa yang ingin diketahui olehnya. Kadang anak menolak bantuan dalam mengerjakan sesuatu hingga benar-benar tak mampu mengerjakannya sendiri.
Mereka lebih suka mencoba mengerjakan sendiri. Orang tua yang bijak akan membiarkan tetapi selalu siap sedia jika anak bertanya atau membutuhkan
pertolongan. Dengan demikian anak memegang kontrol atas cara belajarnya sendiri. Mereka tidak belajar karena disuruh. Bimbingan secara individu, ketika
dibutuhkan, adalah dasar dari pendidikan yang diterima anak sebelum masuk sekolah, sehingga mereka merasa sedang bermain, tidak merasa terpaksa untuk
belajar. Dari proses itu, motivasi intrinsik anak untuk belajar akan tergali dan berkembang secara alami.
Beberapa hal utama yang perlu disiapkan untuk menjalankan SCL adalah: 1
Perubahan sikap dan peran pendidik Pendidik akan lebih dituntut sebagai motivator, dinamisator dan
fasilitator, yang membimbing, mendorong, serta mengarahkan siswa untuk menggali persoalan, mencari sumber jawaban, menyatakan pendapat serta
membangun pengetahuan sendiri.
25
2 Perubahan metode belajar
Jika seorang berpikir bahwa ia sedang bersenang-senang ketika ia sedang belajar, maka ia akan lupa bahwa ia sedang belajar dan dengan
sendirinya akan menikmati dan mendapatkan banyak manfaat. Beberapa metode belajar yang mengacu pada belajar secara alamiah
dan mengacu pada keunikan individu yang perlu dikembangkan adalah collaborative learning, problem-based learning, portfolio, team project,
resource-based learning. Metode-metode ini menekankan pada hal-hal seperti kerjasama tim, diskusi, jawaban-jawaban terbuka open-ended
answer, interaktivitas, mengerjakan proyek nyata bukan hanya menghafal, serta belajar cara untuk belajar, bukan hanya memperoleh ilmu pengetahuan
dan sebagainya. 3
Akses berbagai sumber belajar Untuk menunjang metode belajar yang memberi kesempatan bagi
siswa untuk mengenali permasalahan, serta menggali informasi sebanyak mungkin secara mandiri, akses informasi tidak boleh lagi dibatasi hanya
pada guru, buku wajib serta perpustakaan lokal saja. 4
Penyediaan Infrastruktur yang menunjang Fasilitas pendamping pendidikan seperti perpustakaan, museum
sekolah, laboratorium, pusat komputer maupun media pembelajaran akan sangat mendukung terciptanya budaya Student Centered Learning.
26
2.6 Kemampuan Eksplorasi