Perbedaan Rerata Peningkatan Prestasi Belajar Mahasiswa Dengan Strategi Belajar Mandiri dan Gaya Belajar Berbeda Pada Mata Kuliah Ekologi Geografi di Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

(1)

PERBEDAAN RERATA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DENGAN STRATEGI BELAJAR MANDIRI DAN GAYA BELAJAR BERBEDA

PADA MATA KULIAH EKOLOGI GEOGRAFI DI PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN IPS FKIP UNILA

Oleh

RAHMA KURNIA SRI UTAMI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

Oleh

Rahma Kurnia Sri Utami

Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) interaksi antara strategi belajar mandiri (mind map dan learning journal) dan gaya belajar (field dependent dan field independent) terhadap rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa, (2) perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa antara metode mind map dan learning journal, (3) perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa field dependent antara metode mind map dan learning journal, dan (4) perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa field independent antara metode mind map dan learning journal. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen tipe non equivalent control group design dengan desain faktorial. Variabel penelitian adalah prestasi belajar, strategi belajar mandiri serta gaya belajar. Populasi penelitian adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Geografi peserta mata kuliah Ekologi Geografi semester ganjil tahun akademik 2012/2013. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu berdasarkan ranking skor gaya belajar dengan kriteria mahasiswa field dependent (27% kelas bawah) dan field independent (27% kelas atas). Data dikumpulkan menggunakan instrumen tes prestasi belajar dan angket gaya belajar. Hasil data diuji dan dianalisis menggunakan anova faktorial dan uji t sampel bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Ada interaksi signifikan antara strategi belajar mandiri dengan gaya belajar terhadap rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa. Penerapan mind map dan learning journal sama-sama berhasil meningkatkan prestasi belajar mahasiswa dimana besaran peningkatan tersebut akan tergantung pada variabel gaya belajar. Mind map meningkatkan prestasi belajar lebih tinggi pada mahasiswa field independent dibandingkan field dependent sedangkan learning journal justru berlaku sebaliknya, meningkatkan prestasi belajar lebih tinggi pada mahasiswa field dependent dibandingkan field independent. (2) Ada perbedaan signifikan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa yang menggunakan mind map dengan learning journal. Mind map meningkatkan prestasi belajar lebih tinggi daripada learning journal. (3) Tidak ada perbedaan signifikan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa field dependent yang menggunakan mind map dengan learning journal. Rerata peningkatan prestasi belajar pada metode mind map lebih rendah daripada learning journal. (4) Ada perbedaan signifikan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa field independent yang menggunakan mind map dengan learning journal. Rerata peningkatan prestasi belajar pada metode mind map lebih tinggi daripada learning journal.


(3)

(4)

(5)

(6)

Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ……….... 1.2 Identifikasi Masalah ………...

1.3 Pembatasan Masalah ………..

1.4 Perumusan Masalah ………...

1.5 Tujuan Penelitian ………...

1.6 Manfaat Penelitian ……….

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teori ….………..

2.1.1 Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi ………... 2.1.2 Karakteristik Mata Kuliah Ekologi Geografi ………... 2.1.3 Teori Belajar dan Pembelajaran ………... 2.1.3.1Teori Belajar Kognitif ……….. 2.1.3.2Teori Belajar Humanistik ………. 2.1.3.3Teori Belajar Sibernatik ………... 2.1.3.4Teori Pembelajaran Gagne ………...

2.1.4 Prestasi Belajar ……….

2.1.5 Strategi Belajar Mandiri………

2.1.5.1Mind Map……….

2.1.5.2Learning Journal………..

2.1.6 Gaya Belajar ……….

2.1.6.1Field Dependent………... 2.1.6.2Field Independent……….

2.2 Penelitian yang Relevan ……….

2.3 Kerangka Pikir ………...

2.4 Hipotesis ………

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ………..

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian ……….

3.2.2 Waktu Penelitian ………..

3.3 Populasi dan Teknik Sampling

3.3.1 Populasi ………

3.3.2 Teknik Sampling ………..

1 11 12 13 14 14 16 18 21 24 24 27 28 29 31 34 36 39 42 44 46 48 51 57 58 61 61 61 62


(7)

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………. 3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Prestasi Belajar

3.5.1.1 Definisi Konseptual ……….. 3.5.1.2Definisi Operasional ………. 3.5.1.3Kisi-Kisi Tes ………..……….. 3.5.1.4Kalibrasi Tes ………..……….. 3.5.2 Strategi Belajar Mandiri

3.5.2.1Definisi Konseptual ……….. 3.5.2.2Definisi Operasional ………. 3.5.3 Gaya Belajar

3.5.3.1Definisi Konseptual ………..……… 3.5.3.2Definisi Operasional ………..………... 3.5.3.3Kisi-Kisi Angket ………..……… 3.5.3.4Kalibrasi Angket ………..………

3.6 Teknik Analisis Data………..

3.7 Hipotesis Statistik ………..

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Data Penelitian ………. 4.1.2 Data Gaya Belajar ………... 4.1.3 Data Prestasi Belajar ………... 4.1.4 Pengujian Persyaratan Analisis ……… 4.1.5 Pengujian Hipotesis ……….. 4.2 Pembahasan

4.2.1 Hipotesis 1 ………

4.2.2 Hipotesis 2 ………

4.2.3 Hipotesis 3 ………

4.2.4 Hipotesis 4 ………

4.3 Keterbatasan Penelitian ……….. V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan ………

5.2 Implikasi ………

5.3 Saran ………..

Hal 63 64 64 65 67 69 70 72 73 74 75 77 78 81 82 84 85 88 99 101 103 105 107 108 109 109 Daftar Pustaka Lampiran


(8)

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh kemampuannya dalam mengembangkan serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini akan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu negara. Upaya yang tepat dan satu-satunya wadah yang berfungsi sebagai alat untuk membangun sumber daya manusia berkualitas adalah pendidikan (Trianto, 2009: 4). Kualitas tidak pernah terjadi secara kebetulan tetapi berakar dari perencanaan matang, kerja keras individu/lembaga dan komitmen yang kuat. Mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing tinggi melalui ranah pendidikan adalah tantangan tersendiri.

Kata kunci setiap usaha pendidikan adalah „belajar‟, tak akan pernah ada pendidikan tanpa belajar. Namun kenyataannya, institusi pendidikan di Indonesia justru tidak memberikan tekanan utama pada proses belajar peserta didik. Kegiatan pendidikan masih berpusat pada segi administratif-birokratis, finansial, infrastruktur dan cara pembelajaran tradisional. Institusi pendidikan, termasuk didalamnya perguruan tinggi, belum menjadi „ladang‟ bagi kiprah inovasi pembelajaran produktif. Perguruan tinggi belum mampu menghasilkan individu-individu pembelajar sejati, yaitu pribadi „matang‟ yang mandiri dan aktif dalam belajar. Padahal, kepribadian seperti inilah yang menentukan kualitas individu sebagai sumber daya manusia produktif dan mampu bersaing secara global.


(9)

2

Munthe (2009: 1-2) menegaskan bahwa keberhasilan perubahan kualitas pendidikan suatu bangsa akan tergantung pada keberhasilan kualitas proses pembelajaran dosen/guru. Akan tetapi, peningkatan kualitas profesionalisme dosen di perguruan tinggi dalam proses pembelajaran kurang mendapat kepedulian apabila dibandingkan dengan peningkatan kualitas penelitian atau pengabdian masyarakat. Sebagian besar proses perkuliahan masih menampakkan ciri sistem pembelajaran konvensional (ceramah, teacher oriented). Padahal setiap aspek dalam cara pembelajaran ini dinilai mengandung banyak kelemahan serta bersifat kontra-produktif terhadap pengembangan diri dan kompetensi mahasiswa. Fenomena pembelajaran tersebut di atas terjadi pula dalam proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, pada khususnya pembelajaran mata kuliah Ekologi Geografi. Perkuliahan yang berlangsung saat ini masih jauh dari konsep pembelajaran yang aktif dan inovatif. Ada lima kelemahan yang teramati berdasarkan hasil observasi proses perkuliahan Ekologi Geografi semester ganjil tahun akademik 2011/2012.

Pertama, rendahnya prestasi belajar Ekologi Geografi mahasiswa. Hal ini mencerminkan kurangnya kemampuan mahasiswa dalam menguasai kompetensi mata kuliah Ekologi Geografi. Berikut ini adalah data prestasi belajar mahasiswa berupa nilai Ujian Akhir Semester (UAS) yang dijadikan sebagai dasar acuan penelitian karena merupakan representasi kemampuan kognitif mahasiswa terhadap pembelajaran Ekologi Geografi yang telah dilaksanakan:


(10)

Tabel 1.1 Nilai UAS Mata Kuliah Ekologi Geografi Semester Ganjil Tahun Akademik 2011/2012 Mahasiswa Prodi Pendidikan Geografi

Huruf

Mutu Nilai UAS

Kelas Ganjil (orang)

Kelas Genap (orang)

Jumlah Mahasiswa

Persentase (%)

A > 75 8 2 10 11,63

B 66 – 75 8 5 13 15,11 C 55 – 65 9 9 18 20,94 D 50 – 54 4 9 13 15,11 E < 50 11 21 32 37,21

JUMLAH 40 46 86 100,00

Sumber: Dokumen laporan perkuliahan mata kuliah Ekologi Geografi 2012

Perkuliahan Ekologi Geografi Tahun Akademik 2011/2012 diikuti oleh 86 orang mahasiswa, terbagi dalam dua kelas yaitu kelas genap (46 orang) dan kelas ganjil (40 orang). Nilai UAS didominasi kriteria nilai sangat rendah (< 50) yaitu sebesar 37,21% dan sebanyak 52,33% mahasiswa memiliki nilai di bawah rata-rata, yaitu kurang dari 56,14. Mahasiswa memiliki kecenderungan untuk belajar hanya pada saat perkuliahan berlangsung atau menjelang ujian. Belajar tidak menjadi aktivitas yang bersinergi dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa. Tidak ada upaya mahasiswa memperdalam pemahaman materi sehingga ingatan atas informasi tersebut tidak bertahan lama. Hal ini berdampak pada rendahnya prestasi belajar. Kedua, tidak ada strategi pembelajaran yang kreatif dan inovatif dari dosen pengampu mata kuliah Ekologi Geografi. Peran dosen sangat mendominasi aktivitas pembelajaran, mahasiswa cenderung „duduk manis‟ mendengarkan ceramah. Praktek perkuliahan masih menitikberatkan segi pembelajaran, bukan pada mahasiswa yang belajar. Dosen memiliki kecenderungan untuk menekankan transfer informasi sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa. Padahal dalam proses belajar seperti ini, Nurhayati (2011:43) menyatakan bahwa


(11)

4

….. mahasiswa menjadi kurang kreatif, miskin ide dan belajar menjadi „kering‟ tidak bermakna, karena mahasiswa „dipaksa‟ lebih banyak menguasai bahan atau informasi yang diberikan dosen (learning based content), sehingga mengeliminir peran, kreativitas dan tanggung jawab mahasiswa.

Tidak berlebihan kiranya ketika muncul antitesis dalam dunia pendidikan bahwa pendidikan saat ini menyapu bersih kreativitas dan daya kritis peserta didik (Kartono, 2009: 147).

Kenyataan tersebut bertentangan dengan teori pembelajaran konstruktivisme yang berlandasan bahwa setiap individu secara aktif membangun pengetahuannya. Pembelajaran bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam kepala orang lain tetapi membutuhkan keterlibatan mental dan kegiatan peserta didik sendiri (Silberman dan Auerbach, 2013: 2). Proses belajar bukan semata kegiatan menghapal, banyak hal yang diingat akan hilang dalam hitungan jam. Dosen perlu memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengolah dan memahami materi agar informasi bertahan lebih lama dalam ingatan.

Ketiga, rendahnya tingkat keaktifan dan respon mahasiswa terhadap proses perkuliahan Ekologi Geografi. Belum ada kemasan perkuliahan yang mampu mengaktifkan mahasiswa secara keseluruhan. Mahasiswa masih berlaku pasif dalam proses pembelajaran, hanya beberapa orang saja yang terlibat diskusi pada saat pembelajaran di dalam kelas. Padahal, pada umumnya seorang dosen itu hanya mampu memberikan ilmu pengetahuan berkisar 25 persen saja, sementara 75 persen lagi merupakan tugas mahasiswa secara mandiri menggali ilmu pengetahuan diluar dari perkuliahan (Surya, 2009: 97).


(12)

Keempat, hasil observasi terhadap tugas-tugas mahasiswa selama perkuliahan menunjukkan bahwa sebagian besar karya tulis tersebut tidak mengindikasikan pemahaman mendalam atau hasil pemikiran kritis mahasiswa. Banyak mahasiswa membuat karya tulis dengan sumber dari internet yang disusun sedemikian rupa, bahkan ada yang „copy paste‟ sama persis dengan sumber aslinya. Mahasiswa cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengungkapkan kembali informasi (pengetahuan) yang diperolehnya dalam proses perkuliahan melalui karya tulis, apalagi jika harus membandingkan atau menerapkan hasil belajarnya secara teoritis dengan realitas kehidupan nyata.

Mahasiswa tidak terbiasa membangun pengalaman dan pengetahuan secara mandiri dalam cara pembelajaran tradisional. Kartono (2009: 147) berpendapat bahwa proses pembelajaran yang terjadi saat ini cenderung fokus pada penimbunan informasi dan pengetahuan, tidak ada kesempatan bagi mahasiswa untuk mengendapkannya. Proses refleksi yang terlewatkan dalam perkuliahan membuat mahasiswa tidak dapat menangkap arti dan nilai-nilai yang dipelajari. Kelima, dosen tidak memperhatikan karakteristik individual mahasiswa dalam belajar. Padahal, mahasiswa memiliki latar belakang dan karakteristik pendekatan belajar yang berbeda. Keadaan ini tentunya menuntut perlakuan yang berbeda pula dalam proses pembelajaran. Prawiradilaga (2008: 20) menyebutkan bahwa desain pembelajaran seharusnya mengacu pada peserta didik (student oriented) karena setiap individu dipertimbangkan memiliki ciri khas masing-masing. Salah satu ciri individual yang berbeda pada tiap mahasiswa adalah gaya belajar.


(13)

6

Gaya belajar merupakan aspek psikologis yang berdampak pada penguasaan kemampuan/kompetensi mahasiswa. Edward (2009: 48) menyebutkan bahwa mengetahui gaya belajar merupakan langkah paling tepat untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi. Mengetahui gaya belajar akan membantu mahasiswa mengenali kebutuhan akan strategi belajarnya sendiri. De Porter (2009, 39) menyatakan bahwa apabila mahasiswa mengetahui cara belajar yang disukai otaknya, mereka lebih mudah dan lebih cepat memahami informasi.

Selain fakta observasi pembelajaran di atas, hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan Ekologi Geografi tersebut mengindikasikan bahwa sistem pembelajaran dosen yang monoton membuat mereka jenuh dan tidak termotivasi. Mahasiswa tidak antusias mengikuti proses pembelajaran karena kemasan „belajar‟ yang tidak menarik. Rendahnya nilai ujian merupakan salah satu dampak dari ketidakaktifan mereka dalam belajar.

Mahasiswa berpendapat bahwa perlu adanya cara pembelajaran baru yang dapat membuat mereka tertarik mengikuti jalannya perkuliahan. Desain pembelajaran yang baik berdampak pada pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Rancangan pembelajaran inovatif sangat diperlukan mahasiswa untuk mengatasi kejenuhan cara belajar tradisional serta mempermudah mahasiswa mengingat dan memahami materi perkuliahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari membaca, mencatat dan menghapal (Edward, 2009: 92). Apalagi prestasi belajar mahasiswa sangat identik dengan daya ingat dan pemahaman yang baik.


(14)

Mahasiswa juga menginginkan rancangan pembelajaran yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang dimiliki mahasiswa. Menurut mereka, ada mahasiswa yang memang pintar (cepat belajar) dan ada mahasiswa yang lambat dalam menerima informasi. Perbedaan karakteristik ini sudah seharusnya menjadi perhatian dosen. Munthe (2009: 64) bahkan berpendapat bahwa untuk memuaskan mahasiswa dalam proses pembelajaran, dosen disarankan memperhatikan gaya belajar mahasiswanya.

Tuntutan mahasiswa terhadap kualitas pelayanan pembelajaran adalah hal yang lumrah dan justru merupakan suatu keharusan. Fakta-fakta yang ditemukan dalam proses perkuliahan Ekologi Geografi tersebut menjadi keprihatinan tersendiri dan tentunya membutuhkan solusi yang tepat agar didapatkan pembelajaran berkualitas yang mampu meningkatkan prestasi belajar mahasiswa sekaligus menumbuhkan karakter pembelajar sejati dalam diri mahasiswa. Bagi mahasiswa, strategi pembelajaran sangat penting dalam menentukan prestasi dan pengembangan potensi pribadi (Olivia, 2009: 6).

Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Ekologi Geografi maka dosen perlu menerapkan strategi belajar aktif. Strategi ini dipilih karena dampak dari proses pembelajaran yang tidak „mengaktifkan‟ atau tidak „memandirikan‟ mahasiswa adalah kurangnya pemahaman dan daya ingat terhadap materi perkuliahan sehingga prestasi belajar menjadi rendah. Budiarjo (2005: 1) berpendapat bahwa pembelajar yang aktif dalam proses belajar memiliki kecenderungan untuk berhasil.


(15)

8

Strategi belajar aktif yang sesuai untuk mahasiswa peserta mata kuliah Ekologi Geografi adalah belajar mandiri. Tatap muka di kelas belum cukup untuk menciptakan mahasiswa yang cerdas dan terampil, harus diikuti dengan belajar terstruktur dan belajar mandiri (Yamin dan Ansari , 2012: 18). Ada beberapa alasan perlunya penerapan strategi belajar mandiri dalam perkuliahan Ekologi Geografi, yaitu sebagai berikut:

1. Belajar mandiri membantu mahasiswa memiliki pengetahuan yang memadai mengenai Ekologi Geografi dan cara berpikir yang tepat dalam menghadapi isu-isu ekologis dalam kehidupan nyata.

2. Belajar mandiri sangat sesuai dengan karakteristik mahasiswa yang membutuhkan pendekatan andragogi (pembelajaran orang dewasa).

3. Sistem belajar di perguruan tinggi berupa Sistem Kredit Semester (SKS) menempatkan mahasiswa untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri.

4. Belajar mandiri mengarahkan mahasiswa untuk menjadi subjek belajar yang aktif dan mandiri dalam bertindak dan berpikir sehingga meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis.

5. Belajar mandiri merupakan solusi bagi masalah umum yang dihadapi dosen, yaitu luasnya cakupan materi yang membutuhkan pemahaman mendalam dihadapkan pada waktu perkuliahan tatap muka yang terbatas.

6. Belajar mandiri mampu mengakomodasi perbedaan kecepatan individual mahasiswa dalam menerima dan memproses informasi untuk lebih memahami materi perkuliahan.


(16)

Belajar mandiri bukanlah belajar individual, akan tetapi cara belajar yang menuntut kemandirian seorang mahasiswa untuk belajar (Yamin, 2013: 112). Ditinjau dari segi usia, mahasiswa dianggap mampu belajar secara mandiri tanpa banyak tergantung kendali dosen, meski keberadaan dosen tetap diperlukan sebagai pembimbing/motivator/fasilitator dalam belajar. Belajar mandiri adalah cara belajar aktif dan partisipatif untuk mengembangkan diri masing-masing individu. Yamin (2013: 108) menyebutkan bahwa belajar mandiri memiliki banyak manfaat terhadap kemampuan kognisi, afeksi dan psikomotorik peserta didik. Belajar mandiri memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk memiliki keterampilan belajar (learning to learn).

Strategi belajar mandiri yang sesuai untuk diterapkan pada mata kuliah Ekologi Geografi adalah metode mind map (peta pikiran) dan learning journal (jurnal belajar). Mind map adalah sistem belajar yang menjamin mahasiswa untuk dapat menggunakan potensi dan kapasitas otaknya secara lebih efektif dan efisien (Windura, 2010: 19). Mind map sangat berguna dalam menyederhanakan, meringkas dan menyusun kembali format materi (informasi) yang telah dipelajari dalam perkuliahan sesuai dengan pola pikir mahasiswa. Learning journal adalah sejenis buku harian yang berisi refleksi peserta didik terhadap pengalaman belajar yang telah mereka lakukan melalui bahasa tulisan (Silberman, 2007: 193). Kebiasaan menulis jurnal akan membuat mahasiswa terbiasa berpikir kritis, berani mengekspresikan perasaan melalui tulisan serta mampu mengenali kemajuan belajarnya secara mandiri.


(17)

10

Perbaikan kualitas pembelajaran Ekologi Geografi dengan menerapkan strategi belajar mandiri (mind map dan learning journal) tidaklah cukup. Slavin (2009: 13) berpendapat bahwa pelajar yang mandiri adalah siswa yang mempunyai pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif, serta tahu bagaimana dan kapan menggunakannya. Ini berarti bahwa mahasiswa sebagai pelajar mandiri harus mengenal gaya belajarnya. Mengenali gaya belajar tidak otomatis membuat mahasiswa menjadi lebih pandai, tetapi mereka dapat menentukan cara belajar yang lebih efektif untuk mendapatkan hasil maksimal.

Gaya belajar menempati posisi penting dalam proses pembelajaran (Desmita, 2009: 151). Ada banyak macam gaya belajar yang dikemukakan para ahli, salah satunya adalah gaya belajar model Witkin (Ghufron dan Risnawita, 2012: 86). Witkin melakukan kajian mengenai gaya belajar selama 30 tahun dan melibatkan 1600 mahasiswa. Kajian ini menghasilkan dua tipe gaya belajar yaitu field dependent dan field independent. Gaya belajar field dependent adalah ketika individu mempersepsikan diri dikuasai oleh lingkungan. Gaya belajar field independent adalah apabila individu mempersepsikan diri bahwa sebagian besar perilaku tidak dipengaruhi oleh lingkungan.

Edward (2009: 57) menjelaskan bahwa apapun gaya belajar peserta didik, pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengoptimalkan kecerdasannya. Dosen membutuhkan rancangan kegiatan belajar yang memungkinkan setiap mahasiswa memiliki peluang sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.


(18)

Yamin (2013: 130) menyatakan bahwa pemetaan terhadap gaya belajar peserta didik dapat digunakan sebagai landasan bagi pembelajaran yang mengembangkan „rencana pembelajaran mandiri‟. Rancangan inovatif strategi belajar mandiri (mind map dan learning journal) dengan memperhatikan gaya belajar mahasiswa (field dependent dan field independent) diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa secara lebih efektif dan efisien.

Untuk itu, dilaksanakan penelitian berjudul “Perbedaan Rerata Peningkatan Prestasi Belajar Mahasiswa dengan Belajar Mandiri dan Gaya Belajar Berbeda pada Mata Kuliah Ekologi Geografi di Prodi Pendidikan Geografi Jurusan PIPS FKIP Unila”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi permasalahan berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas adalah sebagai berikut:

a. Prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Ekologi Geografi masih rendah (37,21 % tidak lulus ujian dan 52,33% memiliki nilai di bawah rata-rata). b. Rendahnya tingkat kreativitas, respon, aktivitas dan partisipasi mahasiswa

dalam proses pembelajaran.

c. Mahasiswa belajar hanya pada saat perkuliahan di kelas atau menjelang ujian. d. Mahasiswa tidak terbiasa belajar mandiri (menunggu instruksi dosen).

e. Mahasiswa tidak terbiasa memberikan pemaknaan ataupun melakukan refleksi terhadap materi yang sudah dipelajari.


(19)

12

f. Mahasiswa tidak memiliki kemampuan berpikir kritis, ditandai dengan karya tulis mahasiswa yang sebagian besar copy paste dari materi internet.

g. Proses pembelajaran masih teacher oriented, berorientasi pada dosen dengan metode utama ceramah dan tanya-jawab.

h. Dosen belum pernah mengembangkan strategi belajar aktif berupa belajar mandiri dalam pembelajaran di kelas.

i. Dosen belum pernah merancang variasi metode belajar inovatif seperti mind map dan learning journal.

j. Dosen belum memperhatikan karakteristik individual mahasiswa, yaitu gaya belajar, sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

k. Mahasiswa tidak aktif mencari sumber-sumber informasi lain yang berkaitan dengan materi pembelajaran, terpaku pada satu sumber, yaitu dari dosen saja.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut, diperlukan batasan masalah agar penelitian dapat fokus pada hal-hal yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut:

a. Prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Ekologi Geografi masih rendah. b. Strategi belajar aktif berupa belajar mandiri belum pernah diterapkan dalam

rangka meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.

c. Dosen belum pernah menerapkan variasi metode belajar inovatif berupa mind map atau learning journal untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. d. Dosen tidak memperhatikan gaya belajar sebagai aspek penting dalam proses


(20)

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut diatas maka dirumuskan masalah utama penelitian, yaitu rendahnya prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Ekologi Geografi di Prodi Pendidikan Geografi. Masalah ini akan diatasi dengan upaya menerapkan strategi belajar aktif, berupa belajar mandiri melalui metode mind map dan learning journal, dengan memperhatikan gaya belajar sebagai faktor yang turut berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa yaitu tipe Witkin (field dependent dan field independent).

Pertanyaan penelitian yang diajukan berdasarkan rumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Apakah ada interaksi antara strategi belajar mandiri (mind map dan learning journal) dan gaya belajar (field dependent dan field independent) terhadap rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa ?

b. Apakah ada perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa yang menggunakan metode mind map dengan mahasiswa yang menggunakan metode learning journal ?

c. Apakah ada perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa yang menggunakan metode mind map dengan mahasiswa yang menggunakan metode learning journal pada mahasiswa gaya belajar field dependent ? d. Apakah ada perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa

yang menggunakan metode mind map dengan mahasiswa yang menggunakan metode learning journal pada mahasiswa gaya belajar field independent ?


(21)

14

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis tentang:

a. Interaksi antara strategi belajar mandiri (mind map dan learning journal) dan gaya belajar (field dependent dan field independent) terhadap rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa.

b. Perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa yang menggunakan metode mind map dengan mahasiswa yang menggunakan metode learning journal.

c. Perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa yang menggunakan metode mind map dengan mahasiswa yang menggunakan metode learning journal pada mahasiswa gaya belajar field dependent.

d. Perbedaan rerata peningkatan prestasi belajar antara mahasiswa yang menggunakan metode mind map dengan mahasiswa yang menggunakan metode learning journal pada mahasiswa gaya belajar field independent.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan konsep, prinsip, teori dan prosedur teknologi pendidikan untuk memperbaiki proses pembelajaran. 2. Pengembangan teknologi pendidikan kawasan desain pembelajaran melalui

strategi belajar aktif berupa belajar mandiri (metode mind map dan learning journal) yang memperhatikan karakteristik pembelajar, yaitu gaya belajar (field dependent dan field independent), untuk tingkat perguruan tinggi.


(22)

Manfaat praktis penelitian adalah sebagai berikut: a. Bagi Lembaga

Rujukan akademis dan sumber informasi mengenai strategi belajar mandiri, khususnya mind map dan learning journal, serta keterkaitannya dengan gaya belajar tipe Witkin, yaitu field dependent dan field independent, dalam rangka memperkaya strategi pembelajaran efektif di dalam kelas.

b. Bagi Peneliti

Memperluas wawasan, memperdalam pengetahuan ilmiah dan memperkaya pengalaman penelitian dalam bidang pendidikan terutama mengenai desain belajar mandiri dengan metode mind map dan learning journal.

c. Bagi Mahasiswa

Memperkaya pengalaman belajar serta menambah keterampilan belajar yang dimiliki mahasiswa supaya dapat belajar secara lebih efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan prestasi belajar secara optimal.

d. Bagi Guru

Rujukan untuk memahami dan menerapkan strategi belajar aktif berupa belajar mandiri dengan metode mind map dan learning journal yang memperhatikan gaya belajar (field dependent dan field independent) dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.


(23)

II.

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR

DAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teori

Association for Educational, Communication and Technology (AECT, 2004) mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai “the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and

managing appropriate technological processes and resources”. Seels dan Richey (1994:10-13) mengemukakan empat komponen teknologi pendidikan, yaitu:

(1) Teori dan praktek

Teori terdiri dari konsep, bangunan (konstruk), prinsip dan proposisi yang memberikan sumbangan terhadap khasanah pengetahuan. Praktek merupakan penerapan pengetahuan tersebut dalam memecahkan permasalahan.

(2) Desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian

Berhubungan dengan basis pengetahuan maupun tugas yang dilakukan para insan profesi. Merupakan lima kawasan dasar teknologi pendidikan.

(3) Proses dan sumber

Proses adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil tertentu. Sumber ialah asal yang mendukung terjadinya belajar.

(4) Untuk keperluan belajar

Tujuan teknologi pendidikan adalah untuk memacu (merangsang) dan memicu (menumbuhkan) belajar.


(24)

Teknologi pendidikan merupakan sebuah bidang yang berfokus pada upaya-upaya yang dapat digunakan untuk memfasilitasi berlangsungnya proses belajar dalam diri individu (Pribadi, 2009: 60). Teknologi pendidikan memiliki lima kawasan sebagai basis pengetahuan yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: Seels dan Richey (1994:28)

Gambar 2.1 Kawasan Teknologi Pendidikan

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam kawasan desain. Kawasan desain mencakup penerapan berbagai teori, prinsip, dan prosedur dalam melakukan perencanaan suatu program kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan sistemis (Warsita, 2008: 21). Penelitian ini mengkondisikan (manipulasi) situasi belajar dengan menggunakan strategi belajar aktif berupa belajar mandiri (mind map-learning journal) dan memperhatikan karakteristik pembelajar berupa gaya belajar (field dependent-field independent).

PENGEMBANGAN

Teknologi Cetak Teknologi Audiovisual Teknologi Berbasis Komputer Teknologi Terpadu

PEMANFAATAN

Pemanfaatan Media Difusi Inovasi

Implementasi dan Institusonalisasi Kebijakan dan Regulasi

PENGELOLAAN

Manajemen Proyek Manajemen Sumber

Manajemen Sistem Penyampaian Manajemen Informasi

PENILAIAN

Analisis Masalah Pengukuran Acuan Patokan Evaluasi Formatif Evaluasi Sumatif

DESAIN

Desain Sistem Pembelajaran Desain Pesan

Strategi Pembelajaran Karakteristik Pembelajar

TEORI PRAKTEK


(25)

18

2.1.1 Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi

Belajar di perguruan tinggi tentu sangat berbeda dengan cara belajar di sekolah menengah (Surya, 2009: 4). Perguruan tinggi menggunakan sistem kredit semester (SKS) yang menuntut mahasiswa untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Mahasiswa memiliki hak individual dalam menentukan beban studi ataupun rencana waktu penyelesaian studi secara mandiri sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.

Usia mahasiswa pada umumnya berkisar antara 17-25 tahun pada jenjang Strata-1 (S1). Mahasiswa secara psikologis berada pada masa remaja akhir/dewasa awal. Cara berpikir mahasiswa berada pada tahap „operasional formal‟ menurut kategori perkembangan kognitif Piaget, yaitu memiliki kemampuan berpikir abstrak, hipotesis, kritis, reflektif dan konstruktif. Salah satu aspek psikososial yang penting untuk dimiliki setiap individu yang menginjak dewasa adalah memperoleh kemandirian, sebagaimana pendapat Fasick (dalam Nurhayati, 2011: 52-53) bahwa “one goal of every adolescent is to be accepted as an autonomous adult”. Pendekatan pembelajaran yang sesuai bagi karakteristik psikologis mahasiswa adalah andragogi. Andragogi merupakan suatu seni dan pengetahuan yang dapat membantu orang dewasa untuk belajar (Knowles dalam Munthe, 2009: 77). Dosen sebagai pengelola pembelajaran di perguruan tinggi harus mendekati mahasiswa dengan kekayaan asumsi tentang mahasiswa sebagai orang dewasa (andragogi). Silberman dan Auerbach (2013: 2) menyatakan bahwa dalam sifat pembelajaran orang dewasa terdapat pentingnya pembelajaran aktif.


(26)

Semua orang dewasa pada saat ini menghadapi dunia yang dicirikan oleh ledakan pengetahuan, perubahan cepat dan ketidakpastian. Modus aktif dalam pembelajaran menghasilkan pasangan paling cocok bagi para orang dewasa muda masa kini (Schroeder, 1993 dalam Silberman dan Auerbach, 2013: 8). Ada beberapa alasan untuk memilih penerapan strategi belajar aktif, baik dari kepentingan mahasiswa maupun kepentingan dosen, menurut Munthe (2009: 63-69), antara lain sebagai berikut:

(1) Learning styles

Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan potensi diri, karena berkaitan dengan kesenangan dalam mengembangkan diri.

(2) How the brain works

Menurut perspektif kepentingan mahasiswa, pembelajar aktif atau inovatif sangat membantu kemampuan mereka dalam menyimpan informasi hasil belajar ke dalam ingatan jangka panjang (long term memory) otak mereka. (3) Teori belajar Confusius

Strategi pembelajaran yang paling baik adalah yang melibatkan mahasiswa berlaku aktif dalam praktik (berbuat).

(4) Teori belajar Mel Silberman

Strategi yang melibatkan kemampuan secara sinergis dapat membantu mahasiswa memperoleh pengetahuan dan kecakapan.

(5) Teori mengajar

Pengetahuan adalah hasil konstruksi mahasiswa, strategi pembelajaran paling tepat adalah belajar aktif yang sesuai tingkat kompetensi yang diharapkan.


(27)

20

Surya (2009: 93) menyebutkan bahwa penentu keberhasilan dan kemampuan penguasaan materi perkuliahan mutlak ditentukan oleh kemandirian mahasiswa yang bersangkutan. Perkuliahan diperguruan tinggi harus dirancang sedemikian rupa dengan prinsip-prinsip desain pembelajaran untuk menciptakan program belajar aktif (mandiri) yang efektif, efisien dan menarik. Model desain pembelajaran yang tepat diterapkan pada kelas perkuliahan adalah ASSURE. ASSURE adalah model desain pembelajaran yang lebih difokuskan pada perencanaan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di dalam kelas secara aktual (Pribadi, 2009: 83). Model ASSURE bersifat praktis dan mudah diimplementasikan untuk mendesain aktivitas pembelajaran, baik yang bersifat individual maupun klasikal.

Langkah-langkah model desain sistem pembelajaran ASSURE meliputi: (1) Analyze Learners, yaitu melakukan analisis karakteristik mahasiswa. (2) State Objectives,yaitu menetapkan tujuan pembelajaran.

(3) Select Methods, Media and Materials, yaitu proses memilih media, metode pembelajaran dan bahan ajar yang akan digunakan.

(4) Utilize Materials, yaitu menggunakan atau memanfaatkan metode, media dan bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran.

(5) Require Learners Participation, yaitu melibatkan mahasiswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran.


(28)

2.1.2 Karakteristik Mata Kuliah Ekologi Geografi

Ekologi Geografi merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Lampung yang berbobot 2 (dua) SKS. Pada tahun akademik 2012/2013, perkuliahan Ekologi Geografi dilaksanakan pada semester ganjil dengan kode mata kuliah KGE 356. Materi perkuliahan secara umum yang dipelajari dalam Ekologi Geografi adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Silabus Mata Kuliah Ekologi Geografi

1. KONSEP DASAR

1.1.Pengertian ekologi, geografi dan ekologi geografi

1.2.Tingkatan komponen ekologi 1.3.Pembagian ekologi

6. EKOLOGI AIR TAWAR

6.1.Lingkungan air tawar

6.2.Klasifikasi ekologis organisme air tawar

6.3.Biota air tawar

6.4.Klasifikasi ekologi air tawar

2. EKOSISTEM

2.1.Pengertian ekosistem 2.2.Komponen ekosistem 2.3.Tipe-tipe ekosistem 2.4.Prinsip-prinsip ekosistem

7. EKOLOGI LAUT DAN PESISIR

7.1.Lingkungan laut & pesisir 7.2.Biota laut & pesisir 7.3.Zonasi laut & pesisir

Komunitas lingkungan laut & pesisir

3. MATERI DAN ENERGI

3.1.Konsep materi 3.2.Konsep energi 3.3.Piramida Ekologi

8. EKOLOGI DARAT

8.1.Lingkungan darat

8.2.Biota darat & daerah-daerah biogeografi

8.3.Komunitas darat

8.4.Penyebaran komunitas darat utama

4. DAUR BIOGEOKIMIA

4.1.Konsep daur biogeokimia 4.2.Daur air

4.3.Daur sulfur dan fosfor

4.4.Daur Nitrogen, Karbon dan Oksigen

9. ESTUARIA

9.1.Definisi dan macamnya. 9.2.Biota & produktifitas. 9.3.Potensi produksi makanan

5. FAKTOR PEMBATAS

5.1.Hukum minimum Liebig 5.2.Hukum toleransi Shelford

5.3.Konsep gabungan faktor pembatas 5.4.Indikator-indikator ekologis


(29)

22

Ekologi dan Geografi pada dasarnya merupakan dua ilmu yang berbeda satu sama lain (Sumarmi, 2012: 10). Namun, ada kesamaan objek yang digarap keduanya sehingga kedua ilmu tersebut pada pelaksanaan kerjanya dapat saling menunjang dan membantu. Ekologi membantu memberikan pemahaman pada mahasiswa tentang komponen-komponen yang ada di alam, bagaimana interaksinya dan bagaimana alam bekerja dalam konteksnya menurut keilmuan Geografi. Kompetensi mahasiswa secara umum yang diharapkan pada mata kuliah Ekologi Geografi adalah memperoleh pengetahuan (materi/informasi), kecakapan (keterampilan) belajar dan sikap secara aktif dalam proses pembelajaran.

Materi Ekologi Geografi yang digunakan dalam penelitian adalah konsep dasar, ekosistem, materi dan energi, serta daur biogeokimia. Materi ini bersifat kajian teoritis yang bertujuan agar mahasiswa memahami konsep umum Ekologi Geografi. Strategi pembelajaran yang tepat sangat diperlukan supaya mahasiswa dapat menguasai kompetensi yang diharapkan. Munthe (2009: 53) menyatakan bahwa desain strategi pembelajaran mutlak untuk dikontekstualisasikan dengan desain kompetensi, desain materi mata kuliah dan desain evaluasi yang fair. Desain strategi pembelajaran sangat strategis karena merupakan cara dosen melakukan usaha nyata mencapai kompetensi. Strategi pembelajaran dikatakan tepat jika sesuai dengan kecenderungan kompetensi sebagai totalitas hasil belajar yang dikembangkan. Menurut karakteristik psikologis mahasiswa (andragogi) dan teori belajar konstruktivisme maka desain strategi pembelajaran Ekologi Geografi yang tepat adalah strategi belajar aktif, berupa belajar mandiri.


(30)

Strategi tersebut didukung oleh pendapat Munthe (2009: 80-83) yang menjelaskan kesesuaian antara kompetensi dan aktivitas dengan strategi pembelajaran, antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kesesuaian antara Kompetensi dan Aktivitas dengan Strategi Pembelajaran

Kompetensi Aktivitas Strategi Pembelajaran

Bagaimana memperoleh pengetahuan, kecakapan dan sikap secara aktif

1.Ceramah aktif atau

full class learning

Listening team Guided note taking Lecture bingo

2. E-learning aktif E-mail exchanges Dear Joko letters Application questions

3. Stimulasi diskusi Debat aktif Pertemuan desa

Point-counterpoint

4. Mendorong pertanyaan

Learning start with a question Planet questions

Role reversal question

5. Tim belajar atau belajar kolaboratif

Information research The study group Card sort

6. Mengajar teman Jigsaw learning Peer lesson Poster session 7. Belajar mandiri Imagine

Mind maps Learning journals

8. Belajar afektif Seeing how it is Role models

9. Pengembangan kecakapan

The firing line Rotating roles

Tak ada pemahaman tanpa menggambarkan, sesederhana itu (De Porter, 2009: 22). Peningkatan pemahaman materi Ekologi Geografi dapat ditempuh dengan melakukan penggambaran. Dalam berpikir, obyek hadir dalam bentuk suatu representasi (Winkel, 2009: 75-76). Mind map dan learning journal adalah bentuk dari proses representasi tersebut. Bentuk penggambaran mind map adalah sistem grafis (gambar-kata) sedangkan learning journal adalah bahasa tulisan (karangan).


(31)

24

2.1.3 Teori Belajar dan Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran merupakan dua konsep terkait yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar merujuk pada aktivitas mahasiswa sedangkan pembelajaran lebih dekat pada aktivitas dosen merancang pembelajaran supaya terjadi proses „belajar‟ pada mahasiswa. Teori belajar menekankan pada bagaimana seseorang belajar serta memperhatikan hubungan antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar (Bruner, dalam Budiningsih 2005: 11).

Teori belajar perlu dipahami agar dosen dapat merancang proses pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Pribadi (2009: 73) menyebutkan bahwa untuk mendukung kondisi berlangsungnya proses pembelajaran secara efektif diperlukan kontribusi teori pembelajaran berupa studi dan preskripsi. Berikut ini adalah teori belajar dan teori pembelajaran yang mendukung strategi pembelajaran aktif berupa belajar mandiri (metode mind map dan learning journal).

2.1.3.1Teori Belajar Kognitif (1) Teori Piaget

Teori Piaget (1896-1980) mewakili pembelajaran konstruktivisme, pandangan tentang perkembangan kognisi sebagai proses, yaitu dimana anak secara aktif membangun sistem pengertian dan pemahaman tentang realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka (Slavin, 2011: 44). Belajar semestinya menjadi proses penemuan aktif dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Piaget menyatakan bahwa “children have a built-in desire to learn” (Barlow, 1985 dalam Syah, 2010: 104).


(32)

Piaget sangat terkemuka dengan teorinya mengenai tahapan perkembangan kognitif manusia yang meliputi empat fase, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap sensori motor (0-2 tahun)

Bayi membangun pemahaman tentang dunia melalui koordinasi pengalaman sensor dengan tindakan fisik.

b. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

Anak merepresentasikan dunia dengan kata dan gambar, ada peningkatan pemikiran simbol, melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik. c. Tahap konkret (7-11 tahun)

Anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa konkret dan mengklasifikasikan tanda-tanda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

d. Tahap operasional formal (>11 tahun)

Remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis dan lebih idealistik (Sagala, 2010: 27-28).

Piaget memiliki ide-ide dasar dalam teorinya sebagaimana dikemukakan Desmita (2009: 98-99), yaitu:

a. Anak adalah pembelajar yang aktif

Anak memiliki rasa ingin tahu dan secara aktif mencari informasi untuk membantu pemahamannya tentang realita dunia.

b. Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya

c. Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi d. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk


(33)

26

(2) Teori Ausubel

David Paul Ausubel berpendapat bahwa belajar seharusnya merupakan asimilasi bermakna bagi siswa, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif (Budiningsih, 2005: 43). Belajar diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama, berhubungan dengan cara informasi disajikan pada mahasiswa melalui penerimaan/penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara mahasiswa mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika mahasiswa mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitifnya maka terjadi belajar bermakna.

Ausubel mengembangkan cara yang disebut sebagai ”Advance Organizer”, cara ini berguna untuk mengorientasikan mahasiswa pada materi yang akan dipelajari. Advance Organizer membantu mahasiswa mengingat kembali informasi-informasi yang berkaitan dan yang dapat digunakan untuk membantu dalam menyatukan informasi baru yang akan dipelajari. Ada tiga tujuan yang dapat dicapai oleh advance organizers, yaitu:

a. memberikan kerangka konseptual untuk belajar berikutnya,

b. penghubung antara simpanan informasi saat ini dan belajar yang baru, c. jembatan antara struktur kognitif lama dan yang masih akan diperoleh.

Winkel (2009: 406) mengemukakan bahwa cara belajar yang lebih terorganisasi akan membantu mahasiswa menguasai pokok bahasan baru dengan lebih baik. Para pakar teori kognitif mengembangkan model yang lebih eksplisit berdasarkan konsepsi organisasi kognitif Ausubel berupa skemata (Budiningsih, 2005: 44-45).


(34)

2.1.3.2Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik dikemukakan oleh David A. Kolb. Teori Kolb muncul akibat gerakan pendidikan humanistik yang fokus pada hasil afektif, belajar tentang bagaimana belajar serta belajar untuk meningkatkan kreativitas dan potensi manusia. Belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia, yakni mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar.

Dalam prakteknya, teori humanistik cenderung mementingkan keterlibatan mahasiswa secara aktif. Kolb mengembangkan teori “experiential learning” yang menjadi dasar model pembelajaran holistik. Pengalaman memiliki peran sentral dalam proses belajar. Experiential Learning memperhatikan perbedaan yang dimiliki siswa serta bertujuan mengakomodasi perbedaan dan keunikan individu. Kolb (dalam Budiningsih, 2005: 70) membagi tahap-tahap belajar sebagai berikut: a. Tahap pengalaman kongkret (Concrete Experience)

Seseorang mampu mengalami suatu peristiwa sebagaimana adanya. b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif (Reflection Observation)

Seseorang mampu melakukan observasi aktif terhadap peristiwa yang dialami. c. Tahap konseptualisasi (Abstract Conseptualization)

Seseorang mulai berupaya membuat abstraksi, mengembangkan teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatian. d. Tahap eksperimentasi aktif (Active Experimentation)


(35)

28

2.1.3.3Teori Belajar Sibernatik

Teori sibernetik merupakan dampak perkembangan teknologi dan informasi. Teori sibernatik menganggap bahwa cara belajar akan sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sejumlah teori pemrosesan informasi dikembangkan dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan.

Budiningsih (2005: 93) menyebutkan salah satu teori proses pengolahan informasi dalam ingatan, yaitu: dimulai dari proses penyajian informasi (encoding), penyimpanan (storage) dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Komponen pemrosesan informasi dipilah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi serta proses terjadinya „lupa‟ sebagai berikut:

(1) Sensory Receptor (2) Working Memory (3) Long Term Memory

Jika informasi ditata dengan baik akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan (Budiningsih, 2005: 82-84). Winkel (2009: 122-123) menyebutkan bahwa hasil pengolahan informasi menjadi masukan bagi ingatan jangka panjang. Bila informasi tersimpan dengan susunan yang baik, teratur rapi sangat mudah untuk ditemukan kembali. Namun bilamana informasi tidak tersimpan dalam bentuk sistematika yang baik, infromasi akan sukar ditemukan dan penggalian tidak berhasil.


(36)

2.1.3.4Teori Pembelajaran Gagne

Robert M. Gagne adalah perintis awal konsep desain pembelajaran yang sistemik dan sistematis. Rangkaian rancangan kegiatan pembelajaran akan mempengaruhi proses belajar dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling berinteraksi (Sagala, 2010: 17). Belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi ekternal (stimulus), kondisi internal dan hasil belajar. Berikut ini adalah skemanya:

Gambar 2.2 Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran

Peristiwa pembelajaran diasumsikan sebagai cara-cara menciptakan suatu kondisi pembelajaran (eksternal) dengan tujuan untuk mendukung terjadinya proses belajar (internal) dalam diri mahasiswa. Gagne (dalam Smith, 2009: 125) mengemukakan sembilan peristiwa pembelajaran yang perlu diterapkan yaitu:

Kondisi Internal Belajar Hasil Belajar

Informasi verbal

Keterampilan intelektual Keterampilan motorik Sikap

Siasat kognitif Keadaan internal dan proses

kognitif siswa

Stimulus dari lingkungan Acara Pembelajaran

Kondisi Eksternal Belajar Berinteraksi dengan


(37)

30

a. Mendapatkan perhatian

b. Menginformasikan tujuan pembelajaran kepada mahasiswa c. Menstimulasi ingatan mengenai prasyarat pembelajaran d. Menyajikan materi baru

e. Memberikan panduan (bimbingan) belajar f. Mendapatkan prestasi

g. Memberikan umpan balik h. Menilai prestasi

i. Memperluas ingatan dan memori.

Gagne juga mengemukakan teori mengenai delapan tipe belajar yang sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran, yaitu:

a. Belajar tanda-tanda atau isyarat (signal learning)

b. Belajar hubungan stimulus-respon (stimulus-respon learning) c. Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (chaining learning) d. Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (verbal association) e. Belajar membedakan atau diskriminasi (discrimination learning) f. Belajar konsep (concept learning)

g. Belajar aturan atau hukum (rule learning) h. Belajar memecahkan masalah (problem solving)

Tipe-tipe belajar ini dipandang sebagai hirarki dimana setiap tipe belajar yang lebih rendah merupakan syarat bagi bentuk belajar yang lebih tinggi. Inti dari pembelajaran tersebut adalah interaksi dan proses untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan hasil belajar.


(38)

2.1.4 Prestasi Belajar

Berbagai macam strategi pembelajaran dirancang oleh dosen dengan tujuan meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Prestasi akan diraih jika teknik belajarnya efektif (Edward, 2009: 89). Belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

Syah (2010: 216) menyatakan bahwa pada prinsipnya, pengungkapan prestasi belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Prestasi belajar yang dievaluasi dalam diri mahasiswa akan meliputi prestasi kognitif, prestasi afektif dan prestasi psikomotor sesuai dengan taksonomi hasil belajar Bloom (dalam Uno, 2008: 211), yaitu:

(1) Ranah kognitif (cognitive domain), mengacu pada respon intelektual seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analitis, sintesis dan evaluasi.

(2) Ranah afektif (affective domain), mengacu pada respon sikap.

(3) Ranah psikomotor (motor skill domain), mengacu perbuatan fisik (action).

Bloom juga menyusun klasifikasi objektif kognitif pendidikan serta teori belajar tuntas (mastery learning). Taksonomi kognitif Bloom diklasifikasikan berdasar urutan keterampilan berpikir dalam suatu proses yang semakin lama semakin tinggi tingkatannya. Klasifikasi ini direvisi oleh Anderson (murid Bloom) pada tahun 1990 dan dipublikasikan tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Berikut ini adalah tabel revisi taksonomi Bloom:


(39)

32

Tabel 2.3 Taksonomi Bloom Revisi Anderson

Dimensi Pengetahuan Bloom Dimensi Proses Kognitif Anderson 1. Pengetahuan faktual

Elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut.

a. Pengetahuan tentang terminologi b. Pengetahuan tentang detail-detail

elemen-elemen yang spesifik

2. Pengetahuan konseptual

Hubungan antar elemen dalam sebuah struktur besar yang memungkinkan elemen berfungsi secara bersama.

a. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori

b. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi

c. Pengetahuan tentang teori, model dan struktur

3. Pengetahuan prosedural

Bagaimana melakukan sesuatu,

mempraktikkan metode penelitian dan kriteria untuk menggunakan keterampilan, algoritme, teknik dan metode.

a. Pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan algoritme

b. Pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu

c. Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat.

4. Pengetahuan metakognitif

Pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran dan pengetahuan tentng kognisi diri sendiri.

a. Pengetahuan strategis

b. Pengetahuan tentang tugas kognitif c. Pengetahuan diri

C.1. Mengingat

Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang

1.1 Mengenali

1.2 Mengingat kembali

C.2. Memahami

Membangun makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru

2.1 Menafsirkan 2.2 Mencontohkan 2.3 Mengklasifikasikan 2.4 Merangkum 2.5 Menyimpulkan 2.6 Membandingkan 2.7 Menjelaskan C.3. Mengaplikasikan

Menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu

3.1 Menjalankan

3.2 Mengimplementasikan

C.4. Menganalisis

Memecah materi menjadi bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

4.1 Membedakan 4.2 Mengorganisasi 4.3 Mengatribusikan

C.5. Evaluasi

Mengambil keputusan berdasarkan kriteria danatau standar

5.1 Memeriksa 5.2 Mengkritik

C.6. Mencipta

Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil.

6.1 Merumuskan 6.2 Merencanakan 6.3 Memproduksi


(40)

Prestasi belajar dapat diukur dengan cara tes, yaitu tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar merupakan tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai materi yang telah diajarkan (Anwar, 2011:9). Ada dua macam pendekatan yang populer digunakan dalam mengevaluasi tingkat prestasi belajar menurut Syah (2010: 216-219), yaitu:

a.Norm Referenced Assesment, Penilaian Acuan Norma (PAN). b.Criterion Referenced Assesment, Penilaian Acuan Patokan (PAK).

Slameto (2010: 54-72) menyatakan bahwa prestasi belajar siswa sebagai hasil proses belajar dipengaruhi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu:

(1) Faktor intern (dalam diri siswa), meliputi:

a. Faktor jasmaniah, mencakup kesehatan dan cacat tubuh.

b. Faktor psikologis, berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat dan motivasi. c. Faktor kelelahan, mencakup kelelahan jasmani dan rohani.

(2) Faktor ekstern (dari luar diri siswa), terdiri dari:

a. Faktor keluarga, antara lain: cara orangtua mendidik, keadaan ekonomi. b. Faktor sekolah, antara lain: guru dan cara mengajar, model pembelajaran,

alat-alat pelajaran, kurikulum dan media pendidikan

c. Faktor masyarakat, antara lain: kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa dan teman bergaul.

Disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil pengukuran usaha belajar mahasiswa pada domain kognitif yang dinyatakan dalam bentuk angka dan dipengaruhi oleh faktor intern (gaya belajar) dan faktor ekstern (strategi belajar).


(41)

34

2.1.5 Strategi Belajar Mandiri

Piaget (dalam Budiningsih, 2005: 97) berpendapat bahwa keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Kehadiran mahasiswa di dalam kelas belum berarti bahwa mahasiswa sedang belajar, selama mahasiswa tidak melibatkan diri, dia tidak akan belajar (Winkel, 2009: 59-60). Teori konstruktivisme menerapkan student centered learning strategies, salah satunya adalah melalui belajar aktif. Belajar aktif adalah strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dan melibatkan berbagai potensi siswa. Karakteristik pembelajaran orang dewasa di tingkat perguruan tinggi dipadu dengan teori belajar konstruktivisme menghasilkan salah satu bentuk strategi belajar aktif berupa belajar mandiri (independent learning). Berikut ini skemanya:

Sumber: Cahyo (2013: halaman 193)

Gambar 2.3 Perpaduan Teori Pembelajaran Konstruktivisme dengan Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogi)

Andragogi

(Knowles, Brookfield) - Belajar cara sendiri - Refleksi kritis

- Belajar dari pengalaman - Belajar sepanjang hidup - Memiliki kekhasan

individu

- Memiliki motivasi belajar mandiri

- Kesiapan belajar

Studi kasus

Pembelajaran berdasarkan masalah Peta konsep

Pembelajaran berdasarkan penelitian

Indirect and Independent

Learning

Konstruktivisme

(Dewey, Bruner, Vigotsky) - Belajar aktif

- Belajar pengalaman langsung

- Pengetahuan awal - Belajar proses penalaran - Interaksi sosial


(42)

Salah satu konsep utama teori pembelajaran konstruktivisme adalah visi siswa ideal sebagai pelajar yang mandiri (Paris & Paris, 2001 dalam Slavin, 2009: 13). Belajar mandiri merupakan salah satu bentuk strategi belajar aktif Silberman (2007: 182). Ketika mahasiswa belajar atas kemauan sendiri, mahasiswa mengembangkan kemampuan memfokuskan dan merefleksikan. Pengulangan kembali/repetisi akan sangat membantu mahasiswa untuk memperdalam pemahamannya (Winkel, 2009: 12).

Suatu cara yang memungkinkan mahasiswa mencapai tujuan instruksional sesuai gaya belajar masing-masing adalah dengan melakukan pendekatan sistem yang mengindividualisasikan pembelajaran, yaitu belajar mandiri. Winkel (2009: 458-459) menyatakan bahwa pembelajaran individual diusahakan dengan menciptakan kondisi eksternal yang optimal bagi mahasiswa agar dapat melibatkan diri sepenuhnya dalam belajar dan mencapai taraf keberhasilan memuaskan. Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri (Yamin, 2013: 105). Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan maupun tanpa bantuan orang lain.

Seseorang memerlukan belajar mandiri karena dapat memperkaya wawasan, mendapatkan pengalaman dan memiliki pengetahuan secara mandiri (Yamin, 2013: 122).Ada dua fakta yang mendukung pentingnya belajar mandiri, yaitu: 1. Siswa dalam ruang kuliah akademik tidak memperhatikan kurang lebih 40%

dari waktu yang tersedia (Pollio, 1984 dalam Silberman, 2007: 3).

2. Siswa mencapai 70% pada 10 menit pertama kuliah dan hanya bertahan 20 % pada 10 menit terakhir (McKeachie, 1986 dalam Silberman, 2007: 3).


(43)

36

Penelitian ini menggunakan strategi belajar aktif Silberman (2007: 182-194) berupa belajar mandiri dengan metode mind map dan learning journal.

2.1.5.1Mind Map

Riset-riset terbaru tentang otak dan bagaimana cara otak menyimpan informasi membuahkan teknik belajar baru yang merangsang mahasiswa meningkatkan daya ingat secara efektif. Teknik yang dimaksud adalah mind map, yaitu cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan „memetakan‟ pikiran kita (Buzan, 2009:4). Proses penciptaan tayangan visual peta pikiran sebuah objek melukiskan relasi kunci, dengan simbol, warna dan kata-kata yang didengungkan, menciptakan arti bagi pemelajar (Jensen, 2011: 232).

Peta pikiran adalah cara kreatif bagi mahasiswa secara individual untuk menghasilkan ide-ide ataupun mencatat pelajaran sehingga mahasiswa menemukan kemudahan mengidentifikasi secara jelas dan kreatif apa yang mereka pelajari dan apa yang sedang mereka rencanakan (Silberman, 2007: 59). Tidak seperti teks linier, peta pikiran tidak hanya menunjukkan fakta tapi juga menunjukkan hubungan antara fakta-fakta tersebut.

Peta pikiran merupakan bentuk pengungkapan seseorang terhadap tingkat pemahaman atas suatu pengetahuan (Sumarmi, 2012: 77). Pembelajaran menggunakan peta pikiran dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas belajar mahasiswa dibandingkan dengan cara belajar lain. Mind map adalah cara paling efektif untuk meningkatkan prestasi mahasiswa (Edward, 2009: 63).


(44)

Mind map begitu mudah dan alami. Bahan-bahan yang harus disiapkan untuk membuat mind map sangat sederhana, yaitu: kertas kosong tak bergaris; pena dan pensil warna; otak serta imajinasi. Ada tujuh langkah dalam membuat mind map menurut Buzan (2009:15-16), yaitu:

(1) mulai dari bagian tengah kertas kosong (sisi panjang diletakkan mendatar), (2) gunakan gambar atau foto untuk ide pusat,

(3) gunakan warna,

(4) hubungkan cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya,

(5) buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus, (6) gunakan satu kata kunci untuk setiap garis,

(7) gunakan gambar.

Berikut ini adalah contoh produk hasil proses belajar menggunakan mind map:

Sumber: Priyatmoko Nugroho (2009) dalam www.moko.staff.umy.ac.id


(45)

38

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode mind map menurut Silberman (2007: 188-189) adalah sebagai berikut:

1. Pilih topik untuk pemetaan pikiran.

2. Konstruksikan pemetaan pikiran yang sederhana.

3. Berikanlah tugas kepada peserta didik untuk membuat peta pikiran.

4. Beri banyak waktu bagi peserta didik mengembangkan peta pikiran mereka. 5. Perintahkan pada peserta didik untuk saling membagi peta pikirannya. 6. Lakukan diskusi tentang nilai cara kreatif untuk menggambarkan ide.

Mind map sebagai metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan mind map menurut Kurniawati (2010:23 dalam Ningsih dkk, 2012: 3) antara lain adalah sebagai berikut: (1) catatan lebih padat dan jelas, (2) lebih fokus pada inti materi, (3) mudah melihat gambaran keseluruhan materi, (4) membantu otak mengatur, mengingat, membandingkan dan membuat hubungan, (5) mudah menambah informasi baru, (6) lebih cepat mengkaji ulang dan (7) bersifat unik. Sedangkan kelemahan mind map adalah:

1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat. 2. Tidak sepenuhnya murid yang belajar.

3. Sulit memeriksa mind map yang bervariasi (unik).

Dapat disimpulkan bahwa mind map adalah teknik grafik word-image dalam kemasan menarik sebagai bentuk pengungkapan mahasiswa terhadap pemahaman atas pengetahuan (informasi) hasil refleksi yang secara harfiah „memetakan‟ pikiran-pikiran mahasiswa.


(46)

2.1.5.2Learning Journal

Learning journal adalah sebuah catatan reflektif yang dibuat oleh mahasiswa dari hari ke hari (Silberman, 2013: 205). Learning journal diprediksi memberikan kontribusi positif dalam pengembangan disiplin akademik di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (www.mgmpipacimahi.wordpress.com diakses pada 16 Agustus 2013 pukul 11.44). Learning journal merupakan kumpulan catatan yang berisi tentang proses belajar seseorang dengan tujuan agar mahasiswa dapat belajar dari pengalamannya selama menjalani proses pembelajaran (www.akhmadsudrajat.wordpress.com diakses pada 11 September 2012 pukul 20.15).

Learning journal dipandang sebagai alat komunikasi dan diseminasi informasi, temuan, pemikiran, hasil pengamatan mahasiswa tentang pembelajaran. Silberman (2007, 99) menyebutkan bahwa apabila mahasiswa diminta untuk merefleksikan secara tertulis tentang pengalaman belajar yang telah mereka jalani, mereka akan terdorong untuk menyadari apa yang mereka alami dan mampu mengungkapkannya dalam bahasa tulisan.

Kunci untuk mendapatkan nilai memuaskan bagi mahasiswa adalah dengan cara membuat catatan pribadi (Khoo, 2012: 73). Edward (2009: 98) menjelaskan bahwa dengan mencatat berarti mahasiswa mempunyai dokumentasi yang dapat menjadi media untuk memahami apa yang sedang dipelajari. Catatan pribadi seperti learning journal akan membantu mahasiswa mengatur informasi, memahami dan mengingat informasi.


(47)

40

Isi learning journal antara lain adalah sebagai berikut:

1. Hal-hal yang menarik dan ingin ditindaklanjuti secara lebih dalam. 2. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar materi yang dipelajari. 3. Hal-hal utama yang baru saja diketahui.

4. Cara belajar yang dilakukan.

5. Penemuan terkait dengan materi yang sedang dipelajari.

6. Refleksi atas apa yang telah dipelajari (www.akhmadsudrajat.wordpress.com diakses pada 11 September 2012 pukul 20.15).

Prosedur pembelajaran dengan metode learning journal menurut Silberman (2007: 193-194) adalah sebagai berikut:

1. Jelaskan pada mahasiswa bahwa merefleksikan pengalaman sangat penting. 2. Ajak mahasiswa membuat jurnal belajar.

3. Sarankan mahasiswa menulis dua kali seminggu.

4. Perintahkan pada peserta didik untuk memfokuskan pada kategori berikut: (a) Apa yang tidak jelas bagi mereka atau apa yang tidak mereka setujui. (b) Bagaimana pengalaman belajar berhubungan dengan kehidupan pribadi. (c) Bagaimana pengalaman belajar direfleksikan.

(d) Apa yang telah mereka amati sejak pengalaman belajar. (e) Apa yang mereka simpulkan dari pengalaman belajar.

(f) Apa yang mereka lakukan sebagai akibat pengalaman belajar.

5. Kumpulkan, baca dan komentari jurnal secara periodik sehingga peserta didik bertanggung jawab menjaganya dan anda menerima feedback belajar mereka.


(48)

Learning journal sebagai metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan learning journal adalah:

1. Membantu mengidentifikasi apa yang telah dipelajari. 2. Membantu melihat pola belajar dan gaya belajar.

3. Memberikan gambaran mengenai kemajuan yang didapat, masalah yang dihadapi dan bagaimana menyelesaikannya.

4. Membantu pengorganisasian belajar.

5. Memiliki catatan tentang segala aktivitas yang telah dilakukan, catatan yang dapat dibaca kembali sebagai pelajaran di masa yang akan datang.

6. Melatih kemampuan menulis pertanyaan.

7. Melatih kemampuan komunikasi respon dengan cara yang dirasa nyaman (www.ariermawan.blogspot.com diakses pada 16 Agustus 2013 pukul 11.44). Sedangkan kelemahan learning journal adalah sebagai berikut:

1. Standar penilaian tiap anak beda (penilaian bersifat individualis). 2. Refleksi yang dihasilkan anak bisa sangat kompleks.

3. Dapat mengganggu fokus belajar anak dalam suatu materi.

4. Tidak efisien jika pelaksanaan tidak terintegrasi dengan waktu penyampaian materi.

Dapat disimpulkan bahwa learning journal adalah sebuah dokumen berupa buku yang berisi kumpulan catatan hasil pemikiran dan refleksi yang ditulis oleh mahasiswa atas pengalaman belajarnya untuk meningkatkan pemahaman.


(49)

42

Berdasarkan karakteristik catatannya, metode belajar mandiri mind map dan learning journal bisa dibedakan sebagai berikut:

Tabel 2.4 Perbedaan Catatan Mind Map dan Learning Journal

No Mind Map Learning Journal

1 2 3 4 5

Berupa tulisan, simbol dan gambar Warna-warni

Memerlukan waktu singkat untuk

review ulang

Waktu untuk belajar lebih cepat Kreatif

Berupa tulisan saja Dalam satu warna

Memerlukan waktu lama untuk review

ulang

Waktu untuk belajar lebih lama Statis

Sumber: http://mahmuddin.wordpress.com diakses pada tanggal 30 Oktober pukul 15.50

2.1.6 Gaya Belajar

Setiap mahasiswa dipertimbangkan memiliki karakter masing-masing. Salah satu yang membedakan karakteristik individu peserta didik adalah gaya belajar (Smaldino, 2005 dalam Prawiradilaga, 2008: 20). Gaya belajar merupakan berbagai aspek psikologis yang berdampak terhadap penguasaan kemampuan atau kompetensi. Brown (2000) dalam Desmita (2009: 146) mendefinisikan gaya belajar berikut ini:

Learning styles might be thought of as ‘cognitive, affective, and

physiological traits that are relatively stable indicators of how learners perceive, interact with, and respond to the learning environment.’ Or more

simply, as ‘a general predisposition, voluntary or not, toward processing information in a particular way’.

Dalam berbagai situasi, kemungkinan ada individu yang memberikan respon lebih cepat, ada yang lebih lambat. Kemampuan seseorang memahami dan menyerap pelajaran berbeda tingkatannya. Morisson (2001: 49) menyebutkan bahwa usaha mengidentifikasi pilihan gaya belajar seseorang yang unik merupakan bantuan bagi perencanaan pembelajaran, baik pada kelompok kecil maupun individu.


(50)

Memahami gaya dan cara belajar mahasiswa sangat bermanfaat bagi seorang dosen, paling tidak karena tiga alasan menurut Hamruni (2012: 156), yaitu:

1. Membantu dosen mengerti perbedaan yang ditemukan pada mahasiswa. 2. Dosen mungkin ingin mengembangkan berbagai strategi mengajar untuk

membangun kelebihan individual yang berbeda yang dimiliki mahasiswa. 3. Membantu dosen mengembangkan strategi belajar tepat bagi mahasiswa. Mahasiswa mengikuti pembelajaran di kelas dengan strategi yang sama, padahal mereka mempunyai tingkat penguasaan pemahaman berbeda. Untuk memuaskan mahasiswa dalam proses pembelajaran, dosen disarankan memperhatikan gaya belajar mahasiswanya (Munthe, 2009: 64). Dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah berbagai aspek psikologis mahasiswa yang berdampak terhadap penguasaan kemampuan atau kompetensi dalam suatu perkuliahan.

Claxton dan Murrel (1987, dalam Ghufron dan Risnawita, 2012: 44-45) membagi gaya belajar menjadi empat kelompok besar, yaitu:

1. Model kepribadian, antara lain: Field Dependent-Field Independent (Witkin dkk, 1971) dan Personality Types (Myers dan Briggs, 1985).

2. Model pemrosesan informasi, antara lain: Holist-Serialist (Pask, 1975) dan Sequencing (McDade, 1978).

3. Model interaksi sosial, antara lain: Clusters Based on Behaviour (Mann dkk, 1967) dan Students Respons Styles (Grasha, 1972).

4. Model pilihan pengajaran, antara lain: Cognitive Style Mapping (Hill dan Nunnery, 1973) dan Motivasi berprestasi (McClelland).


(51)

44

Penelitian ini mengkaji gaya belajar mahasiswa dengan model kepribadian, yaitu model Witkin yang membagi gaya belajar menjadi tipe field dependent dan field independent. Gaya belajar model Witkin dipilih karena kajian gaya belajar ini telah dilakukan selama 30 tahun dan melibatkan 1600 mahasiswa.

2.1.6.1Field Dependent

Ghufron dan Risnawita (2012: 87-88) menjelaskan bahwa beberapa karakteristik khas yang dimiliki individu dengan gaya belajar field dependent adalah individu tersebut mempunyai sifat yang ekstrovert, cenderung dimotivasi dari luar dan banyak dipengaruhi oleh kelompok masyarakat atau belajar dan figur otoritas, mengalami perisiwa yang lebih global.

Witkin (dalam www.saptarigeg.blogspot.com yang diakses pada 2 Juli 2012 pukul 22.05) mengemukakan beberapa karakteristik individu dengan gaya field dependent, yaitu sebagai berikut:

1. Berpikir global, memandang objek sebagai kesatuan dengan lingkungannya sehingga persepsinya mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan.

2. Menerima struktur yang sudah ada karena kurang mampu merestrukturisasi. 3. Memiliki orientasi sosial, sehingga tampak baik hati, ramah, bijaksana, baik

budi dan penuh kasih sayang terhadap individu lain.

4. Cenderung memilih profesi yang menekankan pada keterampilan sosial. 5. Cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada.

6. Bekerja dengan mengutamakan motivasi eksternal dan lebih tertarik pada penguatan eksternal, berupa hadiah, pujian atau dorongan dari orang lain.


(52)

Pribadi field dependent lebih tertarik mengamati kerangka situasi sosial, tertarik pesan verbal, bersifat hangat, ramah, dan rasa ingin tahu yang lebih banyak (Cahyono, 2008: 22). Individu tipe field dependent belajar dengan cara mencatat seluruh isi materi perkuliahan tanpa memilah mana bagian yang penting dan bagian yang kurang penting (www.biobaru.blogspot.com diakses pada 16 Agustus 2013 pukul 12.46). Dalam membuat rangkuman materi, mereka tidak fokus pada struktur tetapi lebih memusatkan pada hal-hal yang lebih rinci. Mereka menikmati suasana belajar yang melibatkan orang lain, diskusi dan berkelompok.

Woolfolk (2004, 119) menjelaskan beberapa ciri mengenai seseorang yang memiliki gaya belajar field dependent, yaitu sebagai berikut:

1. Cenderung menerima suatu pola informasi secara menyeluruh. 2. Tidak memisahkan satu bagian dari total keseluruhan.

3. Mereka memiliki kesulitan untuk fokus pada satu aspek situasi. 4. Mengambil hal-hal rinci yang penting.

5. Menganalisis suatu pola ke dalam bagian-bagian yang berbeda. 6. Mengamati strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah.

Disimpulkan bahwa gaya belajar field depedent adalah karakteristik mahasiswa yang berpengaruh terhadap kompetensi, berupa cara berpikir global, menikmati susana belajar yang melibatkan orang lain, tertarik mengamati kerangka situasi sosial, motivasi bersifat eksternal dan memiliki kebiasaan mencatat materi perkuliahan tanpa memperhatikan struktur dan hal-hal yang penting.


(1)

109

3. Tidak ada perbedaan signifikan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa field dependent yang menggunakan metode mind map dengan yang menggunakan metode learning journal. Rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang menggunakan metode mind map lebih rendah daripada mahasiswa yang menggunakan metode learning journal.

4. Ada perbedaan signifikan rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa field independent yang menggunakan metode mind map dengan yang menggunakan metode learning journal. Rerata peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang menggunakan metode mind map lebih tinggi daripada mahasiswa yang menggunakan metode learning journal

5.2 Implikasi

Implikasi penelitian ini adalah:

1. Penerapan strategi belajar mandiri secara optimal dalam proses pembelajaran memerlukan pemetaan gaya belajar agar dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa secara maksimal.

2. Mahasiswa gaya belajar field dependent lebih tepat menerapkan strategi belajar mandiri dengan metode learning journal dalam rangka meningkatkan prestasi belajar maksimal.

3. Mahasiswa gaya belajar field independent lebih tepat menerapkan strategi belajar mandiri dengan metode mind map dalam rangka meningkatkan prestasi belajar maksimal.


(2)

110

5.3 Saran

Saran yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Kegiatan perkuliahan full class dapat diperkaya dengan menerapkan strategi belajar mandiri.

2. Pemetaan gaya belajar mahasiswa sangat diperlukan oleh dosen rangka menentukan strategi belajar yang tepat bagi mahasiswa untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien.

3. Desain pembelajaran dalam perkuliahan memerlukan inovasi-inovasi kreatif untuk dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa secara optimal, antara lain dengan menerapkan strategi belajar mandiri metode mind map dan learning journal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Lorin W. dan Karthwool, David R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Anwar, Saifuddin. 2011. Tes Prestasi, Fungsi dan Pengembangan Pengukuran

Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Budiardjo, Lily. 2005. Hakikat Metode Instruksional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Buzan, Tony. 2009. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Cahyo, Agus. N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. Yogyakarta: Diva Press.

Cahyono, Ibnu Budi. 2009. Hubungan Gaya Belajar, Sikap Siswa terhadap Pelajaran dan Pemanfaatan Sumber Belajar dengan Prestasi Belajar Sosiologi Kelas XI IPS Semester Ganjil SMA Negeri 3 Metro (Tesis). Bandar Lampung: Program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

Cassidy, Simon. 2004. Learning Styles: An Overview of Theories, Models and Measures. Educational Psychology Vol. 24 No.1 August 2004. University of Salford, UK. ISSN 0144-3410.

Efektivitas Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIII. Jurnal Humanitas Volume IX Nomor 1 Januari 2012. Halaman 62-75. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

DePorter, Bobbi. 2009. Quantum Learner, Fokuskan Energimu, Dapatkan yang Kamu Inginkan. Bandung: Kaifa.

DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2010. Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(4)

Edward, Caroline. 2009. Mind Mapping untuk Anak Sehat dan Cerdas. Yogyakarta: Wangun Printika.

Ghufron, Nur dan Risnawita, Rini. 2012. Gaya Belajar, Kajian Teoretik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Imaduddin, Chomsi dan Utomo, Unggul. 2012. Efektivitas Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIII. Jurnal Humanitas Volume IX Nomor 1 Januari 2012. Halaman 62-75. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Imtihan, Nurul. 2011. Efektivitas Learning Journal (Jurnal Belajar) Terhadap Kemandirian dan Prestasi Belajar Siswa (Tesis). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Jones, Brett D. 2012. The Effect of Mind Mapping Activities on Student Motivation. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning Volume 6 No.1 January 2012. Georgia Southern University. ISSN 1931-4744.

Joyce, Bruce; Well, Marsha and Calhoun, Emily. 2009. Models of Teaching. USA: Pearson.

Kartono. 2009. Sekolah Bukan Pasar. Jakarta: Kompas.

Kerlinger, Fred N. 1990. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Khoo, Adam. 2012. I’Am Gifted, So Are You. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Morisson, Gary R. dkk. 2001. Designing Effective Instruction, 3rd Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Munthe, Bermawy. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Ningsih, Wulan Cahya dkk. 2011. Pengaruh Sistem Pembelajaran Mind Map Terhadap Pemerolehan Belajar IPS Kelas V SDN 11 Pontianak. www.jurnal.untan.ac.id. Diakses tanggal 31 Oktober 2013 pukul 14.45 Nurhayati, Eti. 2011. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

Olivia, Femi. 2009. Teknik Mencatat. Jakarta: PT Elex Media Komuputindo. Prawiradilaga, Dewi Salma. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta:

Kencana.

Pribadi, Benny A. 2009. Model-Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Pendidikan PPS UNJ.

Priyatno, Duwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Rubaithy, 2011. Perbedaan Peningkatan Prestasi Belajar Peserta Didik pada Pembelajaran IPA dengan Refleksi dan Kebiasaan Belajar di SMP Negeri 6 Terbanggi Besar (Tesis). Bandarlampung: FKIP Universitas Lampung. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran, Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta. Seels, Barbara, dan Richey, Rita. 1994. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan

Kawasannya. Jakarta: Unit Percetakan UNJ.

Silberman, Melvin L. 2007. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Silberman, Mel dan Auerbach, Carol. 2013. Active Training: Pedoman Praktis tentang Teknik, Desain, Contoh Kasus dan Kiat. Bandung: Nusa Media. Slavin, Robert E. 2009. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik. Edisi ke-8.

Jakarta: PT. Indeks.

Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik. Edisi ke-9. Jakarta: PT. Indeks.

Smith, Mark dkk. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka.

Solihatin, Etin. 2011. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, Volume 10, Nomor 2, April 2011 Halaman 1-18. ISSN 1412-1875. Jurusan Ilmu Sosial Politik, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.


(6)

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.

Surya, Hendra. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Windura, Sutanto. 2010. Brain Management Series, Memory Champion @School. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Woolfolk, Anita. 2004. Educational Psychology 9th Edition. United States of America: Pearson.

Yamin, Martinis dan Ansari Bansu. 2012. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Referensi (GP Press Group).

Yamin, Martinis. 2013. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group).


Dokumen yang terkait

Hubungan Motivasi Mahasiswa/i Memilih Jurusan Pendidikan IPS dengan Prestasi Belajar angkatan Tahun 2012 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 14 0

PERBANDINGAN DAN HUBUNGAN MOTIVASI, AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR ANTARA MAHASISWA YANG DITERIMA MELALUI JALUR PKAB DAN SNMPTN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN IPS FKIP UNIVERSITAS LAMPUNG ANGKATAN 2008 DAN 2009

0 11 83

Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) I Geografi Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran Kontekstual dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Geografi

1 8 79

KONTRIBUSI PEMANFAATAN MEDIA MASSA SEBAGAI SUMBER BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH STUDI BENCANA MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI TAHUN 2015

0 5 85

Pengaruh Aktivitas Belajar Terhadap Hasil Belajar Mata Kuliah Penginderaan Jauh Mahasiswa Semester II Prodi Pendidikan Geografi Tahun Akademik 2010 2011

1 18 152

HUBUNGAN KEAKTIFAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA YANG MENGIKUTI MATA KULIAH EKOLOGI TUMBUHAN PADA PROGRAM STUDI Hubungan Keaktifan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Yang Mengikuti Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan Pada Pr

0 2 14

STRATEGI PEMBELAJARAN DAN GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA MINAT MENJADI GURU DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH MICRO TEACHING (Penelitian Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi FKIP-UMS Angkatan 2004).

0 0 19

PENGARUH MULTIMEDIA, GAYA BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MIKRO EKONOMI MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI FKIP UNLAM 2012/2013.

0 0 20

perbedaan prestasi belajar mahasiswa jurusan pendidikan ips fis uny studi pada mahasiswa angkatan 20

0 2 63