Bentuk dan Fungsi Implikatur

4. Ajakan dan harapan, jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu. 5. Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu. 6. Pembiaran, jika pembicara minta agar jangan dilarang. Fungsi menyuruh dalam bentuk kalimat imperatif yaitu, yang pertama berfungsi menyuruh dan yang kedua berfungsi melarang. Fungsi kalimat imperatif jika dilihat dari pihak penutur di dalamnya terdapat fungsi melarang, fungsi meminta maaf dan fungsi mengkritik Chaer, 2010:93. c. Kalimat Interogatif Tanya Kalimat interogatif menurut Chaer 2010:18 adalah kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur dan dengan harapan agar pendengar atau lawan tutur memberi jawaban dalam bentuk ujaran juga. Kalimat interogatif juga digunakan ketika lawan tutur membutuhkan informasi yang belum diketahui. Ciri utama kalimat interogatif dalam bahasa Indonesia adalah adanya intonasi naik pada akhir kalimat, sedangkan dalam wacana tulis ditandai dengan digunakannya tanda tanya ?. Senada dengan pendapat di atas, Zamzani 2007:33 juga berpendapat bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung intonasi interogatif, dalam ragam tulis diberi tanda tanya ? dan partikel tanya. Semua tuturan yang berfungsi menanyakan interogatif menghendaki adanaya jawaban, terutama jawaban lisan; meskipun ada kemungkinan jawaban dilakukan dalam bentuk tindakan. Di dalam kajian gramatika, kalimat-kalimat di atas digunakan untuk menyampaikan makna. Sementara itu, di dalam kajian pragmatik kalimat-kalimat di atas digunakan untuk menyampaikan maksud. Kalimat interogatif juga dapat digunakan untuk menyampaikan keperluan lain, seperti untuk meminta alasan atas suatu kejadian, untuk menegaskan, untuk menyuruh atau memerintah secara halus, untuk mengejek menyindir, dan untuk menawarkan suatu hal. d. Kalimat Eksklamatif Seru Kalimat eksklamatif menurut Alwi, dkk. 2003:362 digunakan untuk menyatakan perasaan kagum atau heran. Dalam bahasa lisan biasanya ditandai oleh menaiknya suara, sedangkan dalam bahasa tulis digunakannya tanda seru atau tanda titik. Chaer 2009:193 menjelaskan bahwa seruan dibagi menjadi dua macam, yaitu 1 yang terjadi dari klausa lengkap ditandai oleh partikel seprti: alangkah, mudah-mudahan, dan bukankah; 2 yang terjadi pada struktur bukan klausa ditandai oleh partikel seru, seperti: aduh, wah, dan amboi.

D. Gaya Bahasa

Gaya bahasa menurut Tarigan 2009:4 adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Keraf 2002: 113 beranggapan bahwa gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa. Menurut Kridalaksana 2008:70 gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Sementara itu Widyamartaya 1991:53 menjelaskan bahwa gaya bahasa adalah bagaimana mendayagunakan bahasa agar dapat menyampaikan maksud dengan baik. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan memanfaatkan kekayaan bahasa seseorang dalam bentuk tulis maupun tuturan untuk dapat menyampaikan maksud dengan baik kepada pembaca atau pendengar. Ragam gaya bahasa menurut Tarigan 2009:5 dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1 gaya bahasa perbandingan, 2 gaya bahasa pertentangan, 3 gaya bahasa pertautan, dan 4 gaya bahasa pengulangan. Lain halnya dengan Keraf 2002:116, dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu: 1 gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, 2 gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, 3 gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan 4 gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Dalam penelitian ini, akan digunakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari langsung tidaknya makna, maksudnya apakah acuan yang digunakan masih mempertahankan makna denotatif atau sudah ada penyimpangannya Keraf, 2002:129. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna oleh Keraf 2002:130 dibedakan menjadi dua bagian, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa berupa penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Sementara itu, gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal dari kelas yang berlainan. a. Gaya Bahasa Retoris Macam-macam gaya bahasa retoris seperti yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut. 1. Aliterasi Aliterasi menurut Keraf 2002:130 adalah semacam gaya bahasa yang berwujud pengulangan konsonan yang sama. Hal senada juga dikatakan oleh Tarigan 2009:221, aliterasi adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan konsonan yang sama pada awal kata. Gaya bahasa aliterasi, seperti yang dicontohkan Keraf 2002:130 adalah sebagai berikut. 7 Takut titik lalu tumpah. 8 Keras-keras kerak kena air lembut juga. 2. Asonansi Asonansi menurut Keraf 2002:130 adalah semacam gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama. Tarigan 2009:224 juga berpendapat, asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama. Gaya bahasa asonansi, seperti yang dicontohkan Keraf 2002:130 adalah sebagai berikut. 9 Ini muka penuh luka siapa punya. 10 Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu. 3. Anastrof Anastrof atau inversi menurut Keraf 2002:130 dan Tarigan 2009:222 adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Gaya bahasa anastrof, seperti yang dicontohkan Keraf 2002:130 adalah sebagai berikut. 11 Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya. 12 Bersorak-sorak orang di tepi jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar. 4. Apofasis atau Preterisio Apofasis atau disebut juga preterisio menurut Keraf 2002:130 merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Menurut Tarigan 2009:224 apofasis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi justru tampaknya menyangkalnya. Gaya bahasa apofasis, seperti yang dicontohkan Keraf 2002:131 adalah sebagai berikut. 13 Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa Anda pasti membiarkan Anda menipu diri sendiri. 5. Apostrof Menurut Keraf 2002:131 dan Tarigan 2009:224 apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Gaya bahasa apostrof, seperti yang dicontohkan Keraf 2002:131 adalah sebagai berikut. 14 Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini. 6. Asindeton Menurut Keraf 2002:131 dan Tarigan 2009:224, asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, tetapi biasanya dipisahkan oleh tanda koma saja. Gaya bahasa asyndeton, seperti yang dicontohkan Keraf 2002:131 adalah sebagai berikut. 15 Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa. 7. Polisindeton Polisindeton menurut Keraf 2002:131 adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Menurut Tarigan 2009:233 yaitu gaya bahasa yang berupa penghubung beberapa kata,

Dokumen yang terkait

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DI BALIK TUTURAN PEJABAT PEMERINTAH PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS Implikatur Percakapan Di Balik Tuturan Pejabat Pemerintah Pada Surat Kabar Harian Jawa Pos Radar Solo dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di S

0 3 18

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DI BALIK TUTURAN PEJABAT PEMERINTAH PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS Implikatur Percakapan Di Balik Tuturan Pejabat Pemerintah Pada Surat Kabar Harian Jawa Pos Radar Solo dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SM

0 1 19

PENDAHULUAN Implikatur Pada Kolom Pojok “Mang Usil” Dalam Surat Kabar Kompas Edisi November 2014.

0 5 6

DEIKSIS SOSIAL PADA OPINI SURAT KABAR HARIAN Deiksis Sosial Pada Opini Surat Kabar Harian Jawa Pos Edisi April 2012.

0 2 11

DEIKSIS SOSIAL PADA OPINI SURAT KABAR HARIAN Deiksis Sosial Pada Opini Surat Kabar Harian Jawa Pos Edisi April 2012.

0 2 13

REFERENSI PADA JAGAD JAWA DALAM SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS Referensi Pada Jagad Jawa Dalam Surat Kabar Harian Solopos.

0 6 11

Implikatur wacana semarangan pada surat kabar harian Suara Merdeka edisi Januari--Maret 2014.

0 0 146

Implikatur pojok Mang Usil dalam Surat Kabar Kompas edisi Juli - September 2011.

0 0 149

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Implikatur Dalam Wacana Pojok “Berabe” Pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Edisi September 2017 - repository perpustakaan

0 0 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian dengan judul Implikatur dalam Wacana pojok - Implikatur Dalam Wacana Pojok “Berabe” Pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Edisi September 2017 - repository perpustakaan

0 0 27