PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL TWO STAY TWO STRAY DAN SNOWBALL THROWING TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS

(1)

(2)

ABSTRACT

Social Studies Learning by Two Stay Two Stray and Snowball Throwing Model Toward The Critical Thinking Skills

By

Apriliani Rahmawati

This study aims to analyze (1) differences of students’ critical thinking skills in social studies (Two Stay Two Stray and Snowball Throwing) learning models and initial ability (high and low) for the 5th grade students of SDN 2 Gedong Air,(2) differences in students’ critical thinking skills in social studies which the learning used Tow Stay Two Stray and Snowball Throwing without regarding to students’ initial ability of the 5th

grade students of SDN 2 Gedong Air,(3) differences in students’s critical thinking skills that have high and low initial ability without considering the learning model used in the 5th grade students of SDN 2 Gedong Air,(4) the interaction between the learning model with initial ability of the students’ critical thingking in the 5th

grade students of SDN 2 Gedong Air.

The method used is the quasi-experimental design to provide treatment to different classes, one class used learning of Two Stay two Stray and other classes used the Snowball Throwing learning by observing students’initial ability. The result showed that (1) there are differences of students’ critical thingking skills in social studies(Two Stay two Stray and Snowball Throwing) learning models and initial ability (high and low) for the 5th grade students of SDN 2 Gedong Air,(2) there are differences in students’ critical thingking skills in social studies which the learning used Two Stay two Stray and Snowball Throwing without regarding to students’ initial ability of the 5th

grade students of SDN 2 Gedong Air,(3) there are differences in students’ critical thingking skills that have high and low initial ability without considering the learning model used in the 5th grade students of SDN2 Gedong Air,(4) there is an interaction between the learning with initial ability of the students’ critical thingking skills in the 5th

grade students of SDN 2 Gedong Air.


(3)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL TWO STAY TWO STRAY DAN SNOWBALL THROWING TERHADAP

KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS Oleh

APRILIANI RAHMAWATI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS antarmodel pembelajaran ( Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing) dan antar kemampuan awal (tinggi dan rendah) bagi siswa kelas V SDN 2 Gedong Air, (2) perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing tanpa memperhatikan kemampuan awal siswa kelas V SDN 2 Gedong Air, (3) perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan pada siswa kelas V SDN 2 Gedong Air, (4) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas V SDN 2 Gedong Air .

Metode yang digunakan yaitu menggunakan rancangan eksperimen semu dengan memberikan perlakuan pada dua kelas yang berbeda, satu kelas menggunakan pembelajaran Two Stay Two Stray dan satu kelas lainnya menggunakan pembelajaran Snowball Throwing dengan memperhatikan kemampuan awal siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS antarmodel pembelajaran ( Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing) dan antar kemampuan awal (tinggi dan rendah) bagi siswa kelas V SDN 2 Gedong Air, (2) ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing tanpa memperhatikan kemampuan awal siswa kelas V SDN 2 Gedong Air, (3) ada perbedaan kemampuan berfikir kritis pada mata pelajaran IPS yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan pada siswa kelas V SDN 2 Gedong Air, (4) ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap kemampuan berfikir kritis pada mata pelajaran IPS siswa kelas V SDN 2 Gedong Air .


(4)

(5)

(6)

(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 13

1.3 Pembatasan Masalah ... 13

1.4 Rumusan Masalah ... 14

1.5 Tujuan Penelitian ... 15

1.6 Manfaat Penelitian ... 17

1.7 Ruang Lingkup 1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 17

1.7.2 Ruang Lingkup Ilmu ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 21

2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 21

2.1.1.1 Pengertian Belajar ... ... 21

2.1.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 24

2.1.2 Teori Belajar ……… 29

2.1.2.1 Teori Belajar Behavioristik ……….. 29

2.1.2.2 Teori Belajar Konstruktivisme ……… 29

2.1.2.3 Teori Belajar Kognitif……… 30

2.1.2.4 Teori Belajar Humanistik ……… 33

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar... 37

2.1.3 Kemampuan Awal ... 39

2.1.4 Konsep Pendidikan IPS ... 42

2.1.5 Pendidikan IPS di Sekolah Dasar ... 45

2.1.6 Konsep Pembelajaran Cooperative ... 51

2.1.7 Konsep Dasar pembelajaran Coopertive tipe Two Stay Two Stray ... 54

2.1.8 Konsep Pembelajaran Snowball Throwing... .. 59

2.1.9 Konsep Kemampuan Berfikir Kritis pada Mata Pelajaran IPS ... 61

2.1.11.Penelitian yang Relevan ... 6

2.2 Kerangka Pikir ... 69


(8)

3.2 Variabel Penelitian ... 80

3.3 Definisi Operasional ... 74

3.3.1 Pembelajaran Cooperative tipe Two Stay two Stray ... 80

3.3.2 Pembelajaran Cooperative tipe Snowball Throwing ... 81

3.3.3 Kemampuan Berfikir Kritis ... 82

3.4 Populasi dan Sampel ... 83

3.4.1. Populasi ... 83

3.4.2. Sampel ... 84

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 86

3.6 Instrumen Pengumpulan data ... 87

3.7 Pengujian Instrumen ... 90

3.7.1 Uji Validitas Instrumen ... 90

3.7.2 Uji Realiabilitas ... 92

3.7.3 Taraf Kesukaran Instrumen ... 92

3.7.4 Daya Beda Instrumen ... 93

3.8 Teknik Analisis Data ... 94

3.8.1. Uji Normalitas Data ... 94

3.8.2. Uji Homogenitas ... 95

3.9 Pengujian Hipotesis ... 96

3.10 Hipotesis Statistik ... 96

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... .... 98

4.1.1 Sejarah Berdirinya SDN 2 Gedong Air ... .... 98

4.1.2 Visi ,Misi dan Tujuan Sekolah ... .... 99

4.1.3 Keadaan Sekolah ... .... 101

4.1.3.1 Data Sekolah ... ... .. 101

4.1.3.2 Jumlah Murid SDN 2 Gedong Air 4 Tahun terakhir ... 101

4.1.4. Struktur Organisasi ... 103

4.1.4.1. Keadaan Guru dan Pegawai... 103

4.2 Deskripsi Data ... 105

4.2.1 Data Hasil Pre Tes dengan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (kelas eskperimen)... .... 105

4.2.2 Data Hasil Pre Tes Kelas dengan Model Pembelajaran Snowball Throwing ( kelas Pembanding) ... 108

4.2.3 Data Hasil Pos Tes dengan Model Pembelajaran Two StayTwo Stray (Eksperimen) ... ... 111


(9)

4.3.1 Uji Normalitas ... 116 4.3.2 Uji Homogenitas ... 117

4.4 Pengujian Hipotesis ... 118

4.4.1 Perbedaan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran IPS antarmodel Pembelajaran

( Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing)

dan Kemampuan Awal ( tinggi dan rendah) bagi siswa kelas V SDN 2 Gedong Air Kecamatan Tanjung

karang Barat Bandar Lampung ... ... 119 4.4.2. Perbedaan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada

Mata Pelajaran IPS yang Pembelajarannya

Menggunakan Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing tanpa memperhatikan Kemampuan Awal Siswa Kelas V SDN 2 Gedong Air

Kecamatan tanjungkara barat bandar lampung ... ... 121 4.4.3. Perbedaaan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa

pada Mata Pelajaran IPS Yang memiliki Kemampuan Awal Tinggi dan Rendah tanpa Mempertimbangkan Model Pembelajaran yang Digunakan pada Siswa Kelas V SDN 2 Gedong Air kecamatan Tanjungkarang Barat

Bandar Lampung ... ... 122 4.4.4. Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan

Awal terhadap Kemampuan Berfikir Kritis IPS siswa Kelas V SDN 2 Gedong Air kecamatan Tanjungkara Barat

Bandar Lampung ... 124 4.5. Komponen Varian ... 126

4.6. Pembahasan 129

4.6.1. Perbedaan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa

Antar Model Pembelajaran (Two Stay two Stray dan Snowball Throwing) dan Kemampuan Awal Siswa ( Tinggi dan rendah) pada siswa kelas V SDN 2 Gedong Air Kecamatan Tanjungkarang Barat

Bandar Lampung ... 129 4.6.2 Perbedaan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa

antar Model Pembelajaran ( Two Stay two Stray dan Snowball Throwing) Tanpa Melihat Kemampuan Awal Siswa Pada Mata Pelajaran IPS kelas V SDN 2

Gedong Air Kecamatan Tanjungkarang Barat


(10)

Pada Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas V SDN 2 Gedong air Kecamatan tanjungkarang Barat

Bandar Lampung ... 139

4.6.4. Interaksi antarmodel Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Siswa Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Pada Mata pelajaran IPS Kelas V SDN 2 Gedong Air Kecamatan tanjungkarang Barat Bandar Lampung ... 141

4.7. Keterbatasan Penelitian ... 143

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN . SARAN 5.1 Simpulan ………. 145

5.2 Implikasi ……….. 146

5.2.1 Implikasi Teoritis……….. 146

5.2.2 Implikasi Praktis ……….. 147

5.3 Saran ……….... 148 DAFTAR PUSTAKA


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari strategi belajar mengajar yang mencakup mutu, metode atau teknik, media yang digunakan, dan cara guru dalam menciptakan suasana belajar yang aktif , mampu memotivasi siswa agar giat belajar. Salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan yang baik adalah dengan menerapkan pendekatan atau metode dalam proses pembelajaran. Menentukan metode pembelajaran merupakan hal yang dapat menentukan tercapainya suatu proses pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga tercapai hasil belajar yang baik.

SDN 2 Gedong Air dalam proses pembelajaran maupun hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran IPS masih terdapat permasalahan. Pembelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa, karena IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis, sementara berfikir kritis merupakan salah satu aspek berfikir yang dapat


(12)

membantu siswa dalam kehidupan bermasyarakat, namun meskipun demikian pada saat penerimaan siswa baru , SDN 2 Gedong Air berhasil menduduki peringkat ke-2 untuk gugus IV kecamatan Tanjungkarang Barat dengan kondisi siswanya terdiri dari siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda. Jumlah siswa pada tahun 2012/2013 adalah 524 siswa dengan jumlah guru kelas sebanyak 16 orang. Adapun rincian jumlah siswa kelas pada SDN 2 Gedong Air dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1. Jumlah Siswa Siswi SDN 2 Gedong Air Tahun Pelajaran 2012/2013

No Kelas Jumlah

1 I 112

2 II 90

3 III 80

4 IV 85

5 V 92

6 VI 65

Jumlah 524

Sumber : Arsip SDN 2 Gedong Air

SDN 2 Gedong Air merupakan salah satu sekolah yang juga memberikan mata pelajaran IPS pada seluruh siswa SDN 2 Gedong Air dimulai dari kelas 1 (satu) hingga kelas 6 (enam) yang masing-masing kelas dipegang oleh satu guru kelas. Adapun tugas guru kelas adalah membuat program pengajaran, membuat rencana pengajaran pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana yang sudah dibuat, membuat catatan tentang kemajuan siswa dan melakukan evaluasi dan lain lain.


(13)

Mata pelajaran IPS di SDN 2 Gedong Air, selama ini masih memiliki kekurangan yakni siswa hanya berorientasi pada mendengar dan mencatat pelajaran setelah itu menghafal, pembelajaran yang dilaksanakan hanya lebih menekankan siswa untuk menghafal dan mengingat dan kurang memfasilitasi siswa untuk memperoleh hasil belajar yang komprehensif juga tidak mengembangkan kemampuan pemahaman konsep, kurangnya mengembangkan kemampuan berfikir kritis secara baik lebih lanjut sementara melalui kemampuan berfikir kritis pada pembelajaran IPS akan menjadikan siswa terbiasa menggunakan keterampilan intelektualnya dalam mencari solusi untuk memecahkan berbagai permasalahan yang muncul dalam pembelajaran maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar seharusnya merupakan mata pelajaran tematik dan terpadu yaitu untuk mengenal dan mengapresiasi kemampuan berfikir, pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berfikir dan berprilaku ilmiah dan kritis. Sebagaimana dijelaskan dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar yang juga menghendaki agar dalam upaya mencapai tujuan pendidikan IPS ini siswa perlu dibekali dengan berbagai kemapanan dan keterampilan.

Guru-guru yang mengajar di SDN 2 Gedong Air pada dasarnya adalah guru-guru yang berkompeten dibidangnya karena merupakan lulusan dari jurusan pendidikan guru Sekolah Dasar sehingga memang benar-benar kompeten dibidangnya hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan guru-guru di SDN 2 Gedong Air pada tabel 1.2 berikut ini.


(14)

Tabel 1.2. Latar Belakang Pendidikan Guru-Guru SDN 2 Gedong Air

No Nama Guru Pendidikan

1 Hj. Yusni Ulfa,S.Pd,M.Pd S2

2 Mahniar SPG

2 Suyatni,S.Pd S1

3 Kemala Indah D2

4 Sriyati Nicholas,S.Pd S1

5 Zulbahri D2

6 Suhartati Roni D2

7 Heru Suharti,S.Pd S1

8 Yusnar,S.Pd S1

9 Rosita SPG

10 Juairiah,S.Pd S1

11 Dewi setiawati,S.Pd S1

12 Eva Febrianti,S.Pd S1

13 Tri Fitriani,S.Pd S1

14 Samsul D2

15 Maryudi,S.Pd S1

16 Susanti Afriani,S.Pd S1

Sumber : Profil SDN 2 Gedong Air tahun 2012

Penyajian pembelajaran IPS di SDN 2 Gedong Air pada dasarnya telah dilakukan dengan berbagai cara baik itu secara konvensional maupun dengan metode yang baru, namun demikian metode pembelajaran konvensional lebih banyak


(15)

digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat menjadi suatu faktor penyebab kegiatan pembelajaran menjadi monoton dan membosankan serta tidak dapat mengembangkan potensi siswa secara keseluruhan yang pada akhirnya akan berakibat pada kemampuan berfikir serta haasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Seorang guru tidak hanya bertugas untuk mentransfer informasi saja kepada siswa akan tetapi juga harus mampu membangkitkan motivasi serta keaktifan siswa dalam pembelajaran yang baik, sehingga dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya harus memiliki kemampuan dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang baik sesuai dengan karakteristik siswa.

Guru-guru kelas SDN 2 Gedong Air ketika mengajarkan mata pelajaran IPS terlihat keadaan kelas yang pasif, siswa hanya mampu mengembangkan kemampuan mengingat atau hafalan saja kemudian kurangnya keaktifan siswa, siswa kurang mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan suatu masalah ketika proses pembelajaran berlangsung sehingga kemampuan berfikir kritis siswa tidak muncul dan tidak berkembang, siswa kurang mampu menggunakan daya nalar dalam menanggapi informasi yang diterima. Siswa kelas V yang bisa dikatakan aktif hanya sekitar 30 orang dari 92 jumlah siswa keseluruhan. Pada saat proses belajar, siswa tidak banyak bertanya maupun menjawab pertanyaan guru, sehingga dapat menghambat tujuan pembelajaran IPS sedangkan hasil belajar masih rendah, dimana hal ini terlihat dari siswa yang tidak memenuhi nilai ketuntasan minimum sekitar 62% dari jumlah siswa yang dilihat dari hasil tes ulangan tengah semester siswa kelas V tentang materi makna peninggalan-


(16)

peninggalan sejarah yang berskala nasional dan masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia hanya 35 dari 92 orang siswa yang memperoleh nilai diatas rata-rata (KKM) sementara sisanya memperoleh nilai dibawah rata-rata (KKM).

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas V SDN 2 Gedong Air pada mata pelajaran IPS diketahui hasil belajar siswa terlihat pada tabel. 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3 Hasil Belajar IPS Berdasarkan Nilai UTS Pada Siswa Kelas V Semester Ganjil di SDN 2 Gedong Air TP 2011-2012

No Kelas interval Frekuensi Persentase (100%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 50-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80 81-85 86-90 91-95 96-100 18 15 4 8 12 14 1 0 0 0 18,48 16,30 4,35 8,70 13,04 15,22 1,09 0 0 0

Jumlah 92 100

Sumber : Arsip Nilai SDN 2 Gedong Air

Berdasarkan data Tabel 1.1 terdapat 57 siswa (62%) yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan kriteria KKM 65, sedangkan 35 orang siswa (38%) yang mendapatkan nilai diatas KKM.

Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh siswa maka persentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah (Djamarah, 2006: 107)


(17)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pula terhadap guru- guru di SDN 2 Gedung Air , ditemukan masalah bahwa kemampuan berfikir kritis siswa masih rendah, terbukti dari proses pembelajaran didalam kelas siswa kurang berani dalam menyampaikan pendapat. Saat diberi pertanyaan oleh guru tidak ada yang berani untuk menyampaikan pendapat mereka, dalam menyikapi suatu masalah kemampuan berfikir siswa juga masih rendah, karena saat dihadapkan pada permasalahan untuk didiskusikan, masih banyak yang memilih untuk mengobrol sendiri daripada menyelesaikan masalah tersebut sementara fasilitas yang dimiliki di SDN 2 Gedong Air dapat dikatakan sudah cukup baik untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Adapun fasilitas belajar yang tersedia di SDN 2 Gedong Air dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut ini.

Tabel 1.4. Fasilitas-Fasilitas Belajar yang Mendukung Pembelajaran di SDN 2 Gedong Air

No Fasilitas Kondisi

1 Ruang belajar/kelas Baik

2 Ruang perpustakaan Baik

3 Ruang laboratorium komputer Baik

4 Ruang Mushola Baik

5 Ruang UKS Baik

6 Globe dan Peta Baik

7 Buku-buku perpustakaan Baik

8 CD Pembelajaran (IPA,IPS,Bahasa Inggris,Bahasa Indonesia, Agama, Matematika)

Baik

9 Kit IPA Baik

10 ICT Baik


(18)

Faktor-faktor penyebab kurang berhasilnya siswa dalam pembelajaran IPS juga sebagai akibat dari jarangnya guru mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak mengkondisikan kelas sebagai tempat untuk belajar dengan bermain yang menyenangkan, sehingga siswa merasa jenuh ketika berada didalam kelas. Kenyataan ini berdampak pada hasil belajar IPS setiap semester yang belum mencapai standar yang ditetapkan. Tercatat hasil ulangan siswa pada mata pelajaran IPS pada dua tahun terakhir masih dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 65 yang dimana nilai rata-rata yang diperoleh 58 pada tahun 2009-2010 dan nilai rata-rata 60 pada tahun 2010-2011 yang berarti ketuntasan secara klasikal belum tercapai, juga terlihat dari hasil ujian akhir sekolah pada 5 (lima) tahun terakhir. Adapaun data hasil ujian akhir sekolah mata pelajaran IPS di SDN 2 Gedong Air lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.5 berikut ini.

Tabel 1.5 Nilai Rata-Rata Hasil Ujian Akhir Sekolah Mata Pelajaran IPS Lima Tahun terakhir

No Tahun pelajaran Nilai

1 2007/2008 58

2 2008/2009 60

3 2009/2010 62

4 2010/2011 65

5 2011/2012 65


(19)

Kesulitan-kesulitan yang tampak pada siswa didalam pembelajaran IPS terpadu antara lain, siswa kurang mampu memberikan contoh kasus didalam masyarakat, siswa kurang bergairah dalam pelajaran, malu bertanya dan mengungkapkan pendapat serta bersifat individu satu sama lain serta kurangnya minat siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Apabila diadakan diskusi, siswa kurang memahami apa yang disampaikan oleh kelompok lain, siswa cenderung terpaku pada satu bahasan yang ada di kelompoknya sendiri dan kelompok lain tidak memahami apa yang disampaikan bahkan hanya ramai sendiri saja. Konsep-konsep yang seharusnya diterapkan guru secara nyata ternyata belum dikuasai siswa secara baik. Guru jarang menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Pembelajaran yang seharusnya menitikberatkan pada keterlibatan siswa secara aktif kurang diterapkan guru. Komunikasi yang terjadi cenderung secara satu arah yaitu pemberian informasi dan contoh-contoh secara abstrak. Penggunaan tekhnik pembelajaran yang dipadu dengan model-model pembelajaran yang diperkiraakan menghasilkan pemahaman dan kemampuan berfikir kritis secara baik ternyata belum berhasil.

Berdasarkan hal tersebut, model pembelajaran yang dipilih hendaknya yang mampu memotivasi siswa secara optimal dan sesuai dengan teori perkembangan anak. Mengingat pentingnya kemampuan berfikir kritis siswa , guru dalam pembelajaran IPS harus mampu membangkitkan minat siswa untuk belajar dan berfikir kritis. Guru harus mampu menerapkan strategi yang mampu meningkatkan aktivitas siswa untuk belajar. Dalam mengembangkan model


(20)

pembelajaran seorang guru harus dapat menyesuaikan antara model yang dipilihnya dengan kondisi siswa, materi pelajaran dan sarana yang ada. Oleh karena itu, guru harus menguasai beberapa jenis model pembelajaran agar proses belajar mengajar berjalan lancar dan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud. Agar pembelajaran dapat berlangsung secara baik, guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan pengetahuan sebagai salah satu alternatif model dalam membelajarkan siswa agar dapat melakukan pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu guru perlu menggunakan pendekatan yang sesuai dengan konsep berfikir kritis sehingga perlu dicarikan alternatif pemecahannya. Pembelajaran yang efektif tersebut harus diimbangi pula dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan, seiring diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berkarakter bangsa diharapkan guru dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa khususnya pada pembelajaran IPS terpadu dengan berkreasi dan berinovasi menggunakan berbagai macam tekhnik pembelajaran yang berkembang saat ini, seperti yang diungkap Perkins bahwa berbicara tentang keterampilan berfikir dalam semua bidang kurikulum, siswa harus dilatih untuk memperoleh dan menyimpan pengetahuan, memahaminya dengan membangun konsep, kemudian menerapkannya agar nanti mereka bisa menjadi seorang pemikir generatif (produktif) (Joyce,Weil dan Calhoun, 2009:15).

Dengan demikian siswa tidak hanya menjadi objek yang pasif yang hanya menerima informasi dari guru, akan tetapi siswa berperan aktif dalam


(21)

pembelajaran IPS terpadu dengan menggunakan pembelajaran yang sesuai dengan konsep konsep ke IPS an yang dipelajarai. Maka siswa tidak akan merasa kesulitan dalam memahami materi.

Berdasarkan hal-hal diatas penulis menerapkan pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray dalam pembelajaran IPS terpadu. Pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray ini dianggap penulis memiliki efektivitas yang tinggi karena pendekatan tersebut siswa lebih aktif, kritis dan terlibat langsung dalam pembelajaran, lebih menyenangkan, lebih bermakna dan memberikan kesempatan kepada siswa seluas-luasnya untuk terlibat secara aktif dan berfikir kritis dalam pembelajaran.

Dengan pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray ini, siswa diharapkan bersemangat untuk belajar. Siswa akan giat belajar, berkonsentrasi dalam mengikuti proses pembelajaran termasuk memperhatikan penjelasan guru, dan aktif menjawab, apabila siswa diberitahu sebelumnya bahwa pada setiap akhir pembelajaran diadakan latihan atau pemberian tugas atau ulangan yang nilai-nilainya merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan nilai akhir atau rapor, sehingga dengan metode ini siswa akan aktif di kelas dan juga siswa lebih giat belajar baik disekolah maupun di rumah. Pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan metode pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.


(22)

Selain pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray terdapat juga pembelajaran Snowball Throwing yang digunakan guru, yang dianggap juga merupakan salah satu metode yang efektif . tekhnik ini dipilih dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini bisa digunakan dalam beberapa pelajaran salah satunya IPS dan juga cocok bagi semua tingkatan, karena model pembelajaran ini didesain seperti suatu permainan melempar bola, diharapkan siswa akan termotivasi untuk secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan bersemangat, karena siswa tidak akan merasa bosan dengan pembelajaran yang dilakukan. Model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu dan merangsang semangat siswa, dengan cara saling melempar pertanyaan dalam sebuah kertas yang dibentuk seperti bola salju selain itu juga berpedoman pada teori Piaget bahwa untuk menguji bagaimana anak-anak dapat berfikir secara spontan dan anak-anak dapat menyesuaikan konsepnya terhadap berbagai aturan dapat dilihat dari aktivitas bermainnya. Kedua model pembelajaran ini sesuai untuk tingkatan sekolah dasar karena metode yang digunakan belajar dan bermain. Piaget, dalam teorinya mengemukakan bahwasanya meskipun tingkat pengalaman yang dialami anak berbeda beda akan tetapi semua anak akan berkembang melalui tahapan yang sama secara umum.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas , penulis mencoba untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa yang diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray dan pembelajaran Snowball Throwing pada mata pelajaran IPS Terpadu siswa kelas V SD Negeri 2 Gedung Air Kecamatan Tanjungkarang Barat Bandar Lampung.


(23)

1.2 Identifikasi Masalah

Dari Latar Belakang Masalah yang dikemukakan, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Rendahnya kemampuan berfikir kritis siswa

2. Siswa cenderung hafal kata-kata tanpa bisa merangkai dalam kalimat sendiri dengan alternatif jawaban yang berbeda

3. Siswa mengalami kesulitan dalam belajar

4. Model pembelajaran yang digunakan belum efektif

5. Siswa kurang terampil mengembangkan kemampuan berfikir kritis

6. Siswa belum memiliki kemampuan berfikir kritis pada mata pelajaran IPS dengan baik.

7. Dalam pembelajaran di kelas siswa pasif dan belum mampu berfikir kritis 8. Siswa kurang antusias dan tidak kritis dalam belajar IPS dan cenderung

menerima saja informasi yang disampaikan guru.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam identifikasi masalah, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti sehubungan dengan pembelajaran IPS. Namun untuk memfokuskan penelitian ini,adapun batasan permasalahan yang akan dikaji yaitu :

1. Ada dua model pembelajaran yang akan diteliti terhadap kemampuan berfikir kritis siswa yaitu dengan pembelajaran Cooperative tipe Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing


(24)

2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 2 Gedung Air kecamatan Tanjungkarang Barat Kota Bandar Lampung.

3. Kemampuan berfikir kritis siswa merupakan proses berfikir yang meliputi kemampuan membuat penafsiran, analisis, evaluasi dan inferensiasi.

4. Kemampuan awal siswa mencakup kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah. Kemampuan awal siswa diketahui setelah dilakukan pretest. Kemampuan awal siswa dikaji berdasarkan kemampuannya dalam menjawab soal-soal kemampuan pelajaran IPS. Siswa yang mendapat nilai 65 ke atas digolongkan berkemampuan awal tinggi atau lulus standar kelulusan yang diterapkan pada SDN 2 Gedung Air sedangkan siswa yang mendapat nilai kurang dari 65 digolongkan berkemampuan awal rendah

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS antarmodel pembelajaran ( Two Stay two Stray dan Snowball Throwing) dan antar kemampuan awal (tinggi dan rendah) bagi siswa kelas V SDN 2 Gedong Air Kecamatan Tanjungkarang Barat bandar Lampung?

2. Apakah ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing tanpa memperhatikan kemampuan awal siswa kelas V SDN 2 Gedong Air Kecamatan Tanjungkarang Barat Bandar Lampung?


(25)

3. Apakah ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan pada siswa kelas V SD Negeri 2 Gedong Air kecamatan Tanjungkarang Barat Bandar Lampung?

4. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas V SD Negeri 2 Gedong Air kecamatan Tanjungkarang Barat Bandar Lampung?

1.5 Tujuan Penelitian

Penulis menyimpulkan tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan yaitu untuk mengetahui:

1. Perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS antarmodel pembelajaran ( Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing) dan antar kemampuan awal (tinggi dan rendah) bagi siswa kelas V SDN 2 Gedong Air.

2. Perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing tanpa memperhatikan kemampuan awal siswa kelas V SDN 2 Gedong Air.

3. Perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan pada siswa kelas V SD Negeri 2 Gedong Air.

4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas V SD Negeri 2 Gedong Air.


(26)

1.6 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan-perbaikan dalam pengembangan program pembelajaran IPS, utamanya dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa kelas V SDN 2 Gedung Air untuk masa yang akan datang. 2. Bagi guru dapat digunakan sebagai masukan untuk memilih dan

menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan bagi siswa.

3. Meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran.

4. Bagi siswa meningkatkan motivasi, pemahaman dan keterampilan berfikir kritis siswa dalam mempelajari mata pelajaran IPS

5. Penerapan metode pembelajaran yang dilaksanakan dalam pembelajaran diharapakan dapat meningkatkan mutu sekolah

6. Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan peneliti sendiri di bidang pendidikan dan dalam memahami masalah-masalah proses pembelajaran khususnya tentang cara meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS melalui pembelajaran cooperative tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan pembelajaran Snowball Throwing terutama bagi mahasiswa pascasarjana Program studi Pendidikan IPS dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya dengan disiplin Ilmu Pendidikan Sosial.


(27)

1.7 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada ruang lingkup penelitian dan ruang lingkup ilmu. Untuk mengetahui kedudukan keilmuan dalam cakupan pendidikan IPS, rincian lengkapnya sebagai berikut.

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian

Fokus ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Objek penelitian ini adalah modep pembelajaraan cooperative tipe Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing terhadap kemampuan berfikir kritis siswa. 2. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 2 Gedong Air kecamatan

Tanjungkarang Barat kota Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013

3. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Gedong Air

4. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013

1.7.2 Ruang Lingkup Ilmu

Pendidikan IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada lembaga pendidikan yang dimulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang merupakan salah satu program keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang bahannya bersumber dari disiplin ilmu-ilmu sosial baik berupa fakta, konsep ataupun generalisasi dan teori.


(28)

IPS adalah bagian pengajaran yang diberikan di sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, serta keterampilan sosial yang berisikan konsep dan pengalaman belajar diorganisir dalam kerangka pikir keilmuan sosial pada tingkat pengetahuan.

Kajian ilmu IPS terdapat tema utama yang berfungsi sebagai mengatur alur untuk kurikulum social di setiap tingkat sekolah. Sepuluh konsep social studies dari NCSS, yaitu (1) culture; (2) time, continuity and charge; (3) people, places and environment; (4) individual development and identity; (5) individuals, group and institutions; (6) power, authority and government; (7) production, distribution and consumption; (8) science, techonlogy and society; (9) global connections dan (10) civic idealsand practices (Pargito, 2010:35).

Kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup pembelajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pembelajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pembelajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya. Ilmu pengetahuan soail (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu ilmu


(29)

sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner.

Disiplin-disiplin ilmu yang terintegrasi tersebut memiliki keterpaduan yang tinggi. Model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan sistem pendidikan yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3). Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajarannya disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran IPS terpadu dapat mengambil topik dari salah satu cabang ilmu tertentu kemudian dilengkapi, diperdalam dan diperluas dengan cabang-cabang ilmu yang lain.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang ada dalam struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang Sekolah Dasar. Mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya ;(2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi,bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.


(30)

Pada hakikatnya perkembangan hidup manusia mulai saat lahir sampai menjadi dewasa tak dapat terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tak asing bagi tiap orang. IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan manusia dan juga tindakan-tindakan empatik yang melahirkan pengetahuan IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang dinamis, karena mempelajari tentang keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan. Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya. Pendidikan IPS diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan IPS dan direalisasikan siswa dalam kehidupan sehari hari.


(31)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1.Tinjauan Pustaka

Dalam mendukung penelitian ini penulis memfokuskan penelitian dengan menggunakan teori-teori serta tinjuan pustaka, kerangka pikir dan hipotesis.

2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran

2.1.1.1 Pengertian Belajar

Kata belajar bukanlah kata yang asing lagi, istilah belajar bukanlah suatu istilah baru yang dimana masing-masing ahli memiliki definisi yang berbeda beda. Secara sederhana Anthony Robbins dalam Trianto (2009:14) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Belajar merupakan salah satu kegiatan yang merupakan keseluruhan proses pendidikan di sekolah yang dapat merupakan proses dimana akan tercipta sesuatu yang baru dari hasil keterciptaannya hubungan antara tentang apa yang memang sudah dipahami oleh


(32)

seseorang dan pengetahuan yang baru diterima. Belajar merupakan aktifitas yang dilakukan siswa di sekolah yang tentunya memerlukaan satu strategi sehingga siswa dapat merasakan dampak positif dari aktifitas yang dilakukannya di sekolah tersebut.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya (Siregar dan Nara , 2010:4). Purwanto ( 1990:85) berbicara tentang belajar adalah merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar.

Pendapat diatas menjelaskan bahwasanya belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pola pikir seseorang yang diakibatkan dari latihan-latihan yang diterima.

Siregar (2010:4) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan. Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah (1) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Belajar merupakan suatu pengalaman ataupun proses yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (2007:37) bahwa


(33)

belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi dan lingkungan, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosial.

Pendapat diatas menjelaskan bahwasanya belajar dilakukan dalam waktu tertentu dan bukanlah bersifat instan untuk dapat terjadi suatu perubahan berupa keterampilan, pengetahuan sikap dan nilai, sehingga belajar dilakukan karena adanya pengalaman pada diri sendiri, latihan dan juga interkasi dengan lingkungan sekitaryang dilakukan dalam waktu tertentu.

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sejak masih bayi hingga liang lahat. (Siregar dan Nara, 2010: 3) Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang. Kegiatan belajar merupakan satu aktivitas yang tidak pernah terlepas dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri maupun didalam kelompok tertentu.

Aunurrahman (2010:36-37) mengemukakan beberapa ciri belajar yaitu (1) Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.(2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya.(3) Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.

Belajar menurut Slameto ( 2003: 2) merupakan usaha untuk mengusai segala sesuatu yang berguna untuk hidup . Sagala ( 2009: 3) berpendapat belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat


(34)

dari pengalaman, selanjutnya H.C.Witherington dalam Educational Psycology menjelaskan belajar sebagai suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian (Siregar dan Nara,2010:4).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku dari yang belum tahu menjadi tahu, dari kurang terampil menjadi lebih terampil dari kebiasaan lama ke kebiasaan yang baru yang dilakukan dari pengalaman serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang mempunyai makna suatu perubahan bentuk tingkah laku seseorang sebagai akibat dari pengalaman yang dirasakan, dijiwai dan diaktualisasikan dengan pola tingkah laku juga merupakan proses yang dapat mempengaruhi daya pikir seseorang dan dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik sebagai bentuk nyata dari pengetahuan yang diperolehnya yang muncul akibat praktek, pengalaman dan latihan dan bukan secara kebetulan. Perubahan yang terjadi tersebut mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, sikap, pemahaman dan apresiasi. Sehingga belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

2.1.1.2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar


(35)

yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya dan lain-lain. (Fefen, 2008). Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa dengan memperhitungkan kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel, 2004). Beberapa prinsip pembelajaran harus diperhatikan agar dicapai hasil yang optimal seperti pembelajaran yang dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutama teori belajar. Teori belajar dapat dijadikan pedoman dalam menentukan proses kegiatan pembelajaran yang baik.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Kunandar,2009: 287). Pembelajaran menurut Isjoni (2009: 11) adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat oleh siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk membantu peserta didik melalui kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Pembelajaran merupakan penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar secara optimal. Hal ini sama dengan pembelajaran adalah usaha guru dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar, sehingga dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan pembelajaran agar siswa dapat belajar lebih efektif sebagai subjek dari pembelajaran ini.

Pendapat diatas menunjukkan bahwasanya pembelajaran merupakan suatu upaya dari guru dalam menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang dapat


(36)

membantu siswa meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya serta belajar secara efektif.

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 20 menyatakan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam proses pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, pengembangan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan guru dan antar siswa yang dilandasi sikap saling menghargai harus perlu secara terus menerus dikembangkan didalam setiap pembelajaran. Pembelajaran pada hakekatnya merupakan usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga pembelajaran merupakan interaksi dua arah antara guru dan peserta didik yang inten dan terarah pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya ( Trianto. 2009:17).

Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata mengajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi pembelajaran yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar dalam pengajaran perumusan tujuan adalah yang utama dan setiap proses pengajaran senantiasa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Dimyati dan Mujiono, 2009 : 55).


(37)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yang dimana terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar yaitu kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Pembelajaran ini melibatkan komponen seperti siswa, guru, tujuan pembelajaran, metode dan media pembelajaran serta evaluasi untuk menilai suatu proses pembelajaran dan hasilnya. Pembelajaran merupakan interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan murid yang dimana terjadi komunikasi yang inten dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya yang bertujuan terjadinya perubahan atau peningkatan perilaku siswa baik itu dari segi afektif, kognitif maupun psikomotor siswa yang lebih baik. Pembelajaran merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan guru dan siswa yang dimana didalamnya terdapat suatu interkasi yang mendukung proses belajar siswa, hubungan timbal balik antara guru dan murid merupakan sesuatu yang harus terjadi, dimana semua siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang efektif adalah apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dengan menghasilkan output yang bermutu tinggi yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan pembangunan.


(38)

Proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau sebagain besar potensi diri siswa ( fisik dan nonfisik) dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan dimasa yang akan datang (Kunandar, 2009: 287). Pembelajaran yang bermakna dapat dilakukan dengan melakukan apersepsi, eksplorasi, pembentukan kompetensi dan prilaku serta penilaian formatif yang sejalan dengan tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan tingkah laku siswa apakah itu dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotor siswa. Gagne (1997: 45) mengemukakan ada sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut.

1. Menarik perhatian (gaining attention): hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks. 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran(informating learner of the objectives):

memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran

3. Mengingatkan konsep yang telah dipelajari (stimulating recall of prior learning): merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru

4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus): menyampaikan mater-materi pemebelajan yang telah direncanakan

5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance): memberikan pertanyaan-ertanyaan yang membimbing proses/alur berfikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik

6. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance): siswa diminta untuk menujukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi

7. Memberikan balikan (providing feedaback): memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa

8. Menilai hasil belajar (assessing performance): memberitahukan tes/tugas untuk menguasai seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.

9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang dipelajari


(39)

2.1.2 Teori Belajar

Belajar adalah salah satu kebutuhan manusia, karena dengan belajar seseorang akan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap yang semuanya itu dapat berguna bagi dirinya maupun dalam kehidpuan masyarakat. Dari belajar seseorang akan dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya, karena belajar sesungguhnya juga adalah perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia.

2.1.2.1 Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori behavioristik bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih,2005:20). Menurut aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha sadar guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan berupa stimulus dan keluaran berupa respons, faktor lainnya yaitu faktor penguatan, jika penguatan yang diberikan semakin kuat maka semakin kuat pulalah respon begitu pula jika penguatan dikurangi, responpun akan tetap dikuatkan, yang dimaksudkan disini adalah bahwa penguatan itu merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan, ditambah atau dikurangi untuk memungkinkan terjadinya respon. Dicontohkan jika siswa diberikan atau ditambahkan tugas maka siswa tersebut akan semakin giat belajarnya dan jika tugas yang diberikan dikurangi justru akan meningkatkan aktivitas belajarnya. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon


(40)

dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur yang dapat diamati hanya stimulus dan respon.

Dengan demikian menurut teori ini, bila penguatan ditambah maka respons akan semakin kuat sebaliknya begitu pula jika penguatan dikurangi respons akan tetap dikuatkan. Berdasar teori ini, seseorang dianggap telah belajar jika telah dapat menunjukkan perubahan perilakunya dimana yang terpenting adalah stimulus dan responnya sementara proses atau apa yang terjadi antara stimulus dan proses tidaklah penting diperhatikan.

Menurut teori behavioristik bahwa belajar terjadi bila perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan dapat diamati. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000: 143).

2.1.2.2 Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar (Budiningsih, 2005:58). Belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya. Menurut teori konstruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk


(41)

proses ini, memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Nur, 2002:8 dalam Trianto, 2009: 28).

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan sehingga melahirkan perubahan tingkah laku dan dapat dikatakan pula bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada keberhasilan siswa dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan mengorganisasikan pengalaman mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Suparno,1997:29).

Pendapat diatas menegaskan bahwa pengetahuan tidak hanya datang dari guru akan tetapi siswalah yang harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka. Siswa membina sendiri pengetahuannya, mencari makna dari apa yang mereka pelajari melalui pengetahuan yang telah ada dan dimilikinya. Guru dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk membentuk atau


(42)

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Peranan utama dari kegiatan pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah aktivitas yang dilakukan siswa dalam membentuk pengetahuannya berdasarkan pengalaman.

Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan pengetahuan oleh si pebelajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru kepada orang lain (siswa) (Siregar dan Nara,2010:39).

Pernyataan di atas menjelaskan bahwasanya yang terpenting bukanlah terletak pada apa yang dilakukan guru melainkan aktivitas siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri melalui media, peralatan, lingkungan dan fasilitas yang lain yang ada untuk membantu pembentukan tersebut.

Menurut Slavin (2006) teori konstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa peserta didik secara individu harus menemukan dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang lama dan merevisi aturan-aturan yang lama bila tidak sesuai lagi. Santrock (2007) mengemukakan konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran yang menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman. Salah satu asumsi penting dari konstruktivisme adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang.


(43)

2.1.2.3Teori Belajar Kognitif

Belajar menurut pandangan kognitivisme merupakan perubahan persepsi dan pemahaman seseorang yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak (Budiningsih, 2005:34). Hasil perubahan dari belajar meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dimana tingah laku seseorang itu ditentukan dari pemahamannya tentang kondisi yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan proses belajar merupakan hal terpenting dibanding hasil belajar, belajar menurut teori ini melibatkan proses berfikir yang berkesinambungan dengan lingkungan dan tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.

Piaget adalah salah satu tokoh teori belajar kognitif. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf (Budiningsih, 2005:35).

Proses belajar menurut Piaget terdiri dari tiga tahapan yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (Siregar dan Nana,2010: 32).

Proses asimilasi dan akomodasi akan dialami siswa didalam proses pembelajaran. Proses asimilasi yaitu dimana terjadi suatu proses penyatuan antara informasi baru


(44)

yang diterima anak ke dalam struktur kognitif yang telah ada pada diri siswa, sebaliknya proses akomodasi adalah suatu proses dimana struktur kognitif yang sudah dimiliki anak menyesuaikan terhadap informasi baru yang diterima, dan proses penyeimbangan merupakan proses dimana siswa menjaga stabilitas mental dalam dirinya agar dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya. Tahap-tahap kognitif mempunyai kaitan yang sangat erat dengan empat karakteristik yaitu (1). Setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berfikir atau memecahkan permasalahan yang sama, (2) Perbedaan berfikir antara anak satu dengan yang lain seringkali dapat dilihat dari cara mereka menyusun kerangka berfikir yang slaing berbeda. Dalam hal ini ada serangkaian langkah yang konsisten dalam kerangka berfikirnya, dimana tiap-tiap anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan usianya, (3) masing-masing cara berfikir akan membentuk satu kesatuan yang terstruktur. Ini berarti pada tiap tahap berfikir tertentu Piaget mengakui bahwa cara-cara berfikir atau terstruktur tersebut pada dasarnya mengendalikan pemikiran yang berkembang, (4) tiap-tiap urutan dari tahap kognitif pada adasarnya merupakan sutau integrasi hierarkis dari apa yang telah dialami sebelumnya (Aunurrahaman, 2010:58-59).

Kognitif adalah teori yang mendefinisikan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak. Siswa hendaknya diberikan kesempatan untuk melakukan percobaan dengan objek fisik yang ditunjang oleh interaksi antar


(45)

sesama teman serta guru. Implikasi teori perkembangan kognitif piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karean itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendakn dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya (Winataputra, 2001: 22).

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan pada proses belajar. Proses belajar lebih penting dibandingkan hasil belajar yang tidak hanya sekedar melibatkan hubungan respon dan stimulus melainkan juga proses berfikir yang lebih kompleks.

Proses belajar menurut Piaget akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai usianya. Proses belajar juga menurut Piaget harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, dimana setiap siswa tentunya akan mengalami proses belajar yang tidak sama pada tahap satu dengan tahap lainnya. adapun tahap-tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget, yaitu (1) sensorimotor, dimana anak berhadapan langsung dengan lingkungan dengan menggunakan refleks bawaan mereka, (2) pra-operasional, dimana anak mulai menyusun konsep sederhana, (3) operasi konkret, dimana anak menggunakan masalah didalam pengalaman mereka dan, (4) operasi formal, dimana anak dapat memikirkan situasi hipotesis secara penuh (Hergenhahn dan Matthew, 2010:325).


(46)

2.1.2.4 Teori Belajar Humanistik

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal (Budiningsih, 2005:68). Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.

Dengan demikian, dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma yang berlaku.

Teori humanistik menjelaskan bahwa belajar itu merupakan suatu proses yanag dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia, sehingga disini siswa dituntut untuk mampu mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar sehingga apabila siswa itu telah mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal terhadap diri dan lingkungannya artinya proses belajar itu dianggap berhasil.


(47)

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan salah satu aktifitas positif yang terjadi pada siswa yaitu suatu perubahan tingkah laku siswa sebagai akibat dari adanya pengalaman yang diperolehnya sebagai hasil dari praktek dan latihan. Dalam belajar tentunya siswa akan mengalami kesulitan, kesulitan –kesulitan yang dihadapi siswa tersebut dapat disebabkan baik dari dalam diri siswa ataupun dari luar diri siswa.

Menurut Slameto belajar siswa dipengaruhi oleh: a. Faktor-faktor intern, yaitu

1. Faktor jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu pula, agar seseorang dapat belajar denngan baik haruslah mengusaahakan kesehatan badaannya tetap terjamin. Hendaknya siswa yang mengalami cacat tubuh, belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya.

2. Faktor psikologi yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah, perhatian juga berpengaruh dimana untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Minat mempunyai pengaruh besar terhadap belajar, karena bila bahan yang dipelajarinya tidak sesuai dengan minat siswa maka, siswa tidak akan belajar dengan baik. Bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih


(48)

baik, karena siswa menyukai pelajaran tersebut. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat dengan baik atau dalam diri siswa mempunyai motif untuk berfikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar selanjutnya belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang), jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar sehingga kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan memiliki kesiapan maka hasil belajar akan lebih baik.

3. Faktor kelelahan seperti kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kekelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran didalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.

b. Faktor-faktor ekstern

1. Faktor keluarga seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya.

1 Faktor sekolah seperti metode belajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat sekolah, waktu belajar, keadaan gedung, dan tugas rumah juga akan sangat berpengaruh terhadap belajar.


(49)

2 Faktor masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat. Perlu kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan samapai mengganggu belajarnya siswa juga perlu mendapatkan bimbingan dan kontrol terhadap media masa yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan

pendidik, baik didalam keluarga dan masyarakat selain itu juga agar siswa dapat belajar dengan baik, maka siswa perlu memiliki teman bergaul yang baik dan pembinaan pergaulan yang baik pula serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana (Slameto, 2003: 54-71).

2.1.4 Kemampuan Awal

Pada proses pembelajaran untuk memahami hal-hal baru orang memerlukan modal berupa kemampuan yang telah melekat padanya dan yang terkait dengan hal baru yang akan dipelajarainya. Kemampuan yang telah melekat pada seseorang dan yang terkait dengan hal baru yang akan dipelajari selanjutnya disebut kemampuan awal. Pandangan Anthony Robbins senada dengan yang dikemukakan oleh jerome Bruner bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun ( mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman yang sudah dimilikinya ( Romberg dan Kaput, 1996 dalam Trianto, 2009; 15).

Pandangan konstruktivisme menyatakan belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya tetapi belajar dari bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan


(50)

pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format baru. Proses pembangunan ini bisa melalui asilimasi dan akomodasi.

Kemampuan awal siswa didapat dari pengalaman belajar siswa pada masa lampau turut menentukan kesiapan belajar siswa tersebut dalam menerima pengetahuan baru yang akan dipelajari. Kemampuan awal siswa merupakan kemampuan dasar siswa sebelum mempelajari suatu materi untuk menuju jenjang yang lebih tinggi diperlukan pengalaman dasar dan kemampuan yang cukup ditingkat sebelumnya, hal ini seperti yang dikutip pada pendapat Ali ( 1987;54) “ seseorang dapat memiliki kemampuan (hasil belajar) dengan baik bila sebelumnya telah menguasai kemampuan yang mendahuluinya pada bidang yang sama kemampuan awal siswa sebelum mulai mempelajari suatu bahan bahwa pengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai”

Dengan demikian kemampuan awal adalah kemampuan atau potensi yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran dengan harapan berbekal kemampuan awal siswa yang dimiliki pemahaman materi yang sebelumnya dan akan menciptakan hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa tersebut dengan pengetahuan yang akan dipelajari.

Siswa dalam proses belajar bukan berangkat dari sesuatu yang belum diketahui (nol) tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru, dengan demikian sebelum pembelajaran dilakukan peserta didik sudah memiliki modal awal pengetahuan atau disebut kemampuan awal. Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Kemampuan


(51)

awal siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum ia mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono ( 2009, 27) bahwa siswa yang akan belajar akan memperbaiki kemampuan internalnya. Dari kemampuan-kemampuan awal pada pra belajar, meningkat memperoleh kemampuan-kemampuan yang tergolong pada keenam jenis perilaku yang dididikkan di sekolah.

Kemampuan awal setiap orang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor kemampuan seseorang dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam meliputi faktor-faktor fisiologis dan psikologis sedangkan faktor dari luar terdiri dari faktor non sosial dan faktor sosial (Davitandriansyah, 2012).

Pendapat ini menjelaskan bahwa kemampuan awal setiap orang heterogen. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendukung baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di masyarakat. Semakin baik faktor-faktor yang mendukung siswa dalam kegiatan pembelajaran maka semakin baik pula prestasi belajar siswa, jika pada lingkungannya dihadapkan pada sekelompok orang dengan kemampuan tinggi maka siswa akan terbawa dalam proses pembelajaran, semangat belajarnya akan muncul dan terpengaruh oleh teman-teman yang ada disekitarnya, dengan bantuan lingkungan yang kondusif motivasi anak untuk belajar juga akan muncul.


(52)

Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum ia mulai dengan pembelajarannya sehingga guru dapat merancang pembelajaran dengan lebih baik, mengingat setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Siswa juga tidak akan merasa dengan mudah bosan dengan materi pembelajaran yang diberikan guru, jika guru telah mengetahui kemampuan awal siswa dan merancang pembelajaran dengan baik.

Penetapan yang dimiliki siswa yang berkemampuan awal tinggi dan rendah dengan didasarkan pengetahuan awal IPS yang diperoleh dengan menghitung atas dasar pembagian testee ke dalam dua kelompok yaitu kelompok atas yakni yang tergolong pandai dan kelompok bawah yaitu kelompok testee yang tergolong bodoh. Adapun cara menentukan dua kelompok ini dengan menggunakan median sehingga pembagian menjadi dua kelompok yang terdiri atas 50 % testee kelompok atas dan 50 % testee kelompok bawah, Sudjiono ( 2007:385).

Berdasarkan pembagian kelompok itu maka akan diketahui apakah seorang peserta didik itu berada pada urutan atas, sehingga dapat disebut sebagai siswa yang pandai atau berada pada urutan bawah sehingga peserta didik tersebut dinyatakan sebagai siswa yang mempunyai kemampuan rendah (Sudjiono, 2007: 441).

2.1.5 Konsep Pendidikan IPS

Dalam bukunya Pargito mengatakan bahwa pendidikan IPS (Social Studies) adalah suatu kajian terpadu terhadap masalah-masalah sosial yang dikemas secara


(53)

sosial psikologis untuk tujuan pendidikan . sehingga disini IPS yang merupakan kepanjangan dari Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial yang disajikan secara terpadu.

Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Social studies adalah mata pelajaran yang bersifat dasar yang ada di dalam kurikulum TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

Social studies bertujuan mendidik siswa menjadi warga negara yang baik. Warga

negara yang baik adalah “ idaman” kita semua, guru, dosen, pimpinan, anggota

masyarakat, agar masyarakat menajdi lebih teratur, mapan, bisa berfikir kritis, menghormati pendapat orang lain, disiplin, bertanggungjawab, menjunjung tinggi demokrasi dan sebagainya ( Alma, 2010; 3).

IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. IPS dimaknai sebagai seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu IPS yang diorganisasikan dan disajikan secara alamiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila (Soemantri, 2001; 103).


(54)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-ilmu Sosial. Pengertian fusi disini adalah bahwa IPS merupakan bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Sejalan dengan apa yang diutarakan dalam buku Trianto (2010,171) bahwa Ilmu Pengethuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, politik, ekonomi, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu

pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial ( sosilogi, sejarah, politik, ekonomi, hukum dan budaya).

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial, sehingga IPS merupakan suatu ilmu sosial yang membahas tetntang realita dan fenomena sosial yang ada di masyarakat. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat, istilah tersebut pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1913 mengadopsi lembaga social studies yang mengembangkan kurikulum di AS. (Trianto, 2010; 172)

Jerolemik dalam Hazar (2011) menjelaskan bahwasanya tujuan pokok pendidikan IPS adalah membantu anak belajar tentang dunia sosial dimana mereka tinggal dan bagaimana mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk membantu pembentukan pencerahan masyarakat yang maksudnya belajar berpartisipasi didalam hidup masyarakat global.


(1)

148

5.3. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi diatas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut.

a. Untuk pelajaran IPS guru hendaknya lebih selektif lagi dalam memili model pembelajaran yang paling cocok dan sesuai dengan standaar kompetensi dan kompetensi dasar padaa mata pelajaran tersebut.

b. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, guru sebaiknya melakukan tes pengetahuan awal agar dapat mengetahui kemampuan awal siswa sehingga dapat memilih strategi yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran. c. Sebaiknya dalam kegiatan pembelajaran guru menciptakan suasana belajar

yang efektif dan menyenangkan agar siswa dapat saling berinteraksi dengan teman-temannya secara aktif untuk dapat saaling bertukar pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok, saling bekerja sama dan menghargai setiap perbedaan.

d. Hendaknya guru selalu memberikan penilaian terhadap siswa pada setiap akhir materi yang telah disampaikan dengan membuat bank soal.

e. Guru juga memperhatikan kondisi psikologis siswa dalam menyampaikan materi dan pemilihan model pembelajaran agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik daan hasil pembelajaranpun akan sesuai dengan apa yang diharapkan.


(2)

DAFTAR PUSTKA

Ali, Moh. 1987. Guru dalam Proses Belajar mengajar. Sinar Baru. Jakarta

Alma, Buchori. 2010. Kewirausahaan Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung. Alfabeta

Anandra. 2012. Tujuan Pembelajaran IPS (online). http//Anandra. Blogspot.com.tujuan_pembelajaran IPS ( diakses tanggal 2 Agustus 2012)

Anderson,T.Garrison. 2004. Critical Thinking Cognitive Presence, Computer

Conferencing indistance Learning (online).

http//communityofinquiry.com/files/cogress-final.pdf

Arnyana. Ida Bagus Putu. 2004. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdaasarkan Masalah Dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruh Implementasinya terhadap Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas pada Pelajaran Ekosistem

(online)Universitas Negeri Malang PPS Program Studi Pendidikan

Biologi.

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rhieneka Cipta. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi pembelajaran Kontekstual

(inovatif). YramaWidya. Bandung

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung.Alfabeta

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk SD Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta

Dahar,R.W. 1983. Teori-Teori Belajar. Depdikbud, Dirjen Dikti.P2LPTK. Jakarta


(3)

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta

Daviat, Andriansyah. 2012. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Belajar

Siswa. http//daviatandriansyah.wordpress.com.faktor-kemampuan

belajar siswa.( diakses tanggal 11 September 2012)

Depdiknas. 2007. Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ). Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta

Dewanti,Shinta Sih. 2011. Mengembangkan Kemampuan berfikir Kritis Mahasiswa Pendidikan Matematika Sebagai Calon pendidik Karakter

Bangsa melalui Pemecahan Masalah.Prosiding Seminar Nasional

Matematika. Yogyakarta.

Denis K. 1995. Menguak Rahasia Berfikir Kritis (online). http//searchengines.com//1007f3.html. diakses tanggal 12 feb 2013 Didin W. 1996. Pengembangan Berfikir Kritis di Kalangan Mahasiswa(online).

http//didinunics.blogspot.com) diakses tanggal 15 Mei 2013

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rhineka Cipta. Jakarta Fefen, Dwiardianto. 2008. Arti dan Makna Pembelajaran (online).

http//fefefndwiardianto. Wodrpres.com. arti pembelajaran // 2/9/2008 (diakses tanggal 20 Juli 2012)

Filsaime, D.K. 2008. Menguak Rahasia Berfikir Kritis dan Kreatif. Prestasi Pustaka. Jakarta

Gagne, Ellen,D. 1997. The Coognitif Psycology of School Learning. Boston Little, Brown and Company.

Hamalik, Oemar. 2007. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hassoubah, Zaleha Ishab. 2007. Mengarah Pikiran Kreatif dan Kritis. Nuansa. Bandung

Hassoubah, Zaleha Ishab. 2004. Creative and Critical Thinking Skill Cara

Berfikir Kreatif dan Kritis. Yayasan Nuansaa Cendekia. Bandung

Hazar, Ibnu. 2011. Pendekatan Konstruktive Untuk Meningkatkan Kemampuan

Berfikir Kritis (online). http//wordpress.com. berfikir-kritis (diakses

tanggal 20 juli 2012)

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning. Metode, Tekhnik,Struktur dan


(4)

Isjoni. 2009. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok.Alfabeta. Bandung

Jhonson. B. Elanie. 2007. Contextual Teaching and Learning. Mcc. Bandung Kadir. 2010. Statistika untu Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Rosemata Sampurna.

Jakarta

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1998. Definisi Pendidikan. Balai Pustaka. Jakarta

Kunandar. 2009. Guru Profesional. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Rajawali Pers.

Jakarta.

Kurniawan, Eri. 2011. Pembelajaran Pendekatan...(online). http//arjumutiah.

Blog.erej.ac.id/ 2011/10/05/ konsep-berfikir-dan-berfikir-kritis (diakses

tgl 12/05/2013)

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta

Liliasari. 2005. Berfikir Kritis dan Pembelajaran Sains_04.pdf (online)//http//blogspot.

Maufur, Hasan Fauzi. 2009. Sejuta Jurus mengajar dan Mengasyikan. PT. Sindua Press. Semarang

Muhfaroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berfikir Kritis (online) tersedia: http//Muhfaroyin. Blogspot-kritis.html. (diakses pada tanggal 2 September 2012)

Muhammad, Kholik. 2012. Definisi Metode Pembelajaran (online). http//www.

Wordpress.com. definisi-metode-pembelajaran. (Diakses tanggal 20

agustus 2012).

Mulyasa E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik dan

Implementasi. P.T. Remaja Rosdakarya. Bandung

Mustaji. 2012. Pengembangan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran (online).

http//pasca.tp.ac.id/site/pengemabngan-kemampuan-berfikir-kritis-dan-kretaif-dalam-pembelajaran. ( Diakses

tanggal 20 agustus 2012)

Nining, Syafitri. 2011. Konsep Pembelajaran (online). http//www.wordpress.com.

konsep-pembelajaran. post on Jun, 10 2011 (diakses tanggal 2 Juli 2012)

Pargito. 2010. IPS Terpadu.FKIP. Universitas Lampung. Bandar Lampung Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung


(5)

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan University of texas at Dallas. Kencana Prenata Media Group. Jakarta

Sapriya. 2008. Pendidikan IPS. Konsep dan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Siregar,Evelin dan Nara,Hartini. 2010. Teori Belajar dan pembelajaran. Ghalia Indonesia. Bogor

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta

Slavin, Robert. 2000. Cooperative Learning: Theory, reasearch and Practice,

(Second Edition). Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers

Slavin, RE. 2006. Educational Psycology: Theory and Practice Eight Edition. USA. Allyn and Bacon

Solihatin, Etin Raharjo. 2011. Cooperative Learning Analisis Model

Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta

Soemantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Remadja Rosda Karya. PPS-FPIPS UPI.

Sudjiono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudradjat, Ahmad. 2009. Pembelajaran Interaktif (online). http//www.wordpress//ahmadsudradjat.blogspot.com_Pembelajaran_Inter aktif. Diakses tanggal 21 Januari 2013

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif

dan R&D. Alfabetha. Bandung

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah

Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen ). Refika Aditama.

Bandung

Supraptojiel. 2009. Menggunakan Keterampilan berfikir untuk meningkatkan

mutu Pembelajaran (online). http//wodpress.com/2009/11/15/

keterampilan-berfikir-kritis. Diakses tanggal 21 januari 2013

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode,

Tekhnik. Tarsito. Bandung

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana. Jakarta


(6)

Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, strategi dan

Implementasinya dalam KTSP. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Kencana. Jakarta

Undang- Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta

Winataputra,Udin.S,dkk. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Pusat penerbit Universitas Terbuka. Jakarta.

Winkel, W.S. 2007. Psikologi pengajaran. PT.Gramedia. Jakarta

--- 2010. Definisi Berfikir (online). http//www.psikologi.or.id//definisi-berfikir . Post on 26/4/2010 diakses tanggal 2 Juli 2012


Dokumen yang terkait

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

The influence of using two stay two stray in learning reading comprehension of recount text: a quasi experimental research at second grade students of SMP Dharma Karya UT Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.

2 16 106

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY(TS-TS) DAN SNOWBALL THROWINGTERHADAP HASIL BELAJAR Pengaruh Strategi Pembelajaran Two Stay Two Stray (Ts-Ts) dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Ke

0 2 19

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DAN SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL Pengaruh Strategi Pembelajaran Two Stay Two Stray (Ts-Ts) dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar S

0 4 16