29
booklet,  leaflet,  atau  poster  tentang  rencana
kegiatan  sekolah.  Akan  lebih  serasi  apabila  kepala sekolah  dan  ketua  Komite  Sekolah  dapat  tampil
bersama dalam media tersebut; 3.  Pemerintah  pusat  lebih  memainkan  peran  moni-
toring  dan  evaluasi.  Dengan  kata  lain,  pemerintah pusat  dan  pemerintah  daerah  perlu  melakukan
kegiatan  bersama  dalam  rangka  monitoring  dan evaluasi  pelaksanaan  MBS  di  sekolah,  termasuk
pelaksanaan block grant yang diterima sekolah; 4.  Mengembangkan  model  program  pemberdayaan
sekolah.  Bukan  hanya  sekedar  melakukan  pelatih- an  MBS,  yang  lebih  banyak  dipenuhi  dengan  pem-
berian  informasi  kepada  sekolah.  Model  pember- dayaan  sekolah  berupa  pendampingan  atau  fasili-
tasi  dinilai  lebih  memberikan  hasil  yang  nyata dibandingkan  dengan  pola-pola  lama  berupa  pena-
taran MBS.
2.3.2 Manajemen Berbasis Sekolah
MBS sebagai suatu model implementasi kebijak- an desentralisasi pendidikan merupakan suatu konsep
inovatif,  utamanya  berkaitan  dengan  pengelolaan manajemen.
Dalam  konteks  manajemen  pendidikan menurut  MBS  berpusat  pada  sumber  daya  yang
tersedia di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah yang
semula  diatur  oleh  birokrasi  di  luar  sekolah  dan
30 bersifat  terpusat  menuju  pengelolaan  mandiri  yang
berbasis pada potensi internal sekolah. Otonomi  dengan  azas  desentralisasi,  peningkat-
an  mutu  pendidikan  menuntut  partisipasi  dan  pem- berdayaan  seluruh  komponen  pendidikan.  Hal  terse-
but  selaras  dengan  pendapat  Mulyasa  2003,  yang menyatakan  bahwa:  peningkatan  mutu  pendidikan
memerlukan elemen-elemen pendukung seperti kepala sekolah,  guru,  masyarakat,  dan  komite  sekolah.  Pen-
dapat  tersebut  diperkuat  oleh  Zainuddin  2008,  yang menyatakan  bahwa:  pada  prinsipnya  MBS  bertujuan
untuk  memberdayakan  sekolah  dalam  menetapkan berbagai  kebijakan  internal  sekolah  yang  mengarah
pada  peningkatan  mutu  dan  kinerja  sekolah  secara keseluruhan.
Terdapat  tiga  pilar  dalam  MBS,  yakni  mana- jemen  kepala  sekolah,  pembelajaran  PAKEM,  dan
peranserta.  Manajemen  sekolah  menjadi  tanggung jawab  bersama  stakeholder  yang  ada  di  sekolah
dengan kepala sekolah sebagai pemimpin dan penang- gungjawab  sistem.  Kegiatan  pembelajaran  menjadi
tanggung  jawab  guru  dan  dikembangkan  sesuai dengan  karakteristik  siswa,  dan  didukung  komite
sekolah  sebagai  mediator  sekaligus  evaluator  berlang- sungnya pendidikan di sekolah.
Peran  penting  dalam  MBS  tidak  hanya  oleh Kepala  Sekolah  dengan  5  kompetensi  kepala  sekolah
dan  sebagai  EMASLIM,  sebagai  pemimpin  yang  harus
31 memiliki  tanggung  jawab  untuk  mengajar,  mempe-
ngaruhi semua yang terlibat dalam kegiatan pendidik- an, dan meningkatkan mutu organisasi sekolah untuk
mencapai tujuan. Tetapi guru dan komite sekolah juga memilliki peran penting didalamya.
Guru  sebagai  ujung  tombak  kegiatan  pembela- jaran,  tenaga  profesional,  pembaharu,  juga  dituntut
menguasi  empat  kompetensi  yang  harus  dimaksimal- kan, sehingga pembelajaran berbasis PAKEM terlaksa-
na  dengan  baik  sebagai  usaha  peningkatan  mutu sekolah.  Komite  dituntut  mampu  berperan  aktif  seba-
gai  mitra  kerja  kepala  sekolah  dengan  melaksanakan evaluasi,  member  masukan,  saran,  dan  menggalang
dana masyarakat demi untuk mencapai mutu sekolah. MBS  sebagai  langkah  dalam  meningkatkan
mutu sekolah harus dapat dipertangungjawabkan baik secara  konsep  operasional,  anggaran,  maupun  hasil
yang dicapai. Akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS di sekolah  sangat  bergantung  pada  pemberdayaan  peran
dan kompetensi masing-masing stakeholder di sekolah sebagai  pelaksana  program  yang  meliputi  kepala
sekolah, guru, dan komite sekolah. Botha  2007  dalam  penelitiannya  tentang  parti-
sipasi stakeholders dalam MBS di Afrika Selatan: “Will need  to  see  democracy  as  the  cornerstone  of  all
activities ”.  Merupakan  prinsip  foundamental  dari
demokrasi  dimana  stakeholder  terlibat  dalam  proses penentuan  kebijakan  dengan  hak  untuk  tidak  setuju
32 dengan  lainnya.  Banyak  sekolah  di  Afrika  Selatan,
terutama  sekolah  yang  disebut  black  school,  memiliki pemikiran  dan  pemahaman  yang  masih  tradisional
dan  terlalu  birokratis  dalam  proses  partisipasi stakeholders dalam MBS.
Dari  kondisi  tersebut  disebutkan  terdapat  tujuh alasan  yang  menyebabkan  terbatasnya  partisipasi
stakeholders, yakni:
1  A  lack  of  accountability:  dalam  MBS  sekolah mengambil  tanggungjawab  yang  lebih  dan
menggunakan  sumber  daya  yang  ada  lebih efisien untuk mencapai tujuan akhi;
2  A  lack  of  financial  control  and  financial management:  MBS  membutuhkan  sekolah
untuk  menangani  keuangan  mereka  sendiri secara bertanggungjawab;
3  Weack  leadership:  MBS  melibatkan  bentuk kepemimpinan yang kuat;
4  A  lack  of  initiation  and  innovation:  MBS mengharuskan  semua  pemangku  kepentingan
terlibat  untuk  menunjukkan  inisiatif  dan untuk menjadi inovatif;
5  Economical  reasons:  stakeholder  dalam  MBS huarus  dapat  melakukan  perjalanan  ke  seko-
lah  secara  teratur  untuk  memberikan  kontri- busi signifikan terhadap proses MBS;
6  Conficts  between  the  school  management  team and  tehe  school  governing  body:  MBS  yang
efektif  mengharuskan  lembaga  untuk  berbagi kekuasaan, tanggungjawab, dan  bekeja sama;
7  Illiteracy  and  a  lack  of  respect  among stakeholders:  para  pemangku  kepentingan
perlu  memiliki  tingkat  kompetensi  dan  ke- terampilan  literasi  tertentu  untuk  dapat  mem-
berikan kontribusi positif bagi proses MBS.
33 Implementasi  MBS  akan  berjalan  efektif  dan
efisien  apabila  didukungoleh  sumber  daya  manusia yang profesional untuk mencapai mutu sekolah.
Strategi  peningkatan  mutu  dalam  MBS  diawali dengan  merencanakan  program  berkelanjutan;  me-
ningkatkan  pemberdayaan  peranserta  dan  peningkat- an  kompetensi  stakeholder;  melakukan  analisis  dan
evaluasi secara transparan dan akuntabel. Penekanan strategi  peningkatan  mutu  melalui  MBS  di  SDN
Ngimbrang  Kecamatan  Bulu  Kabupaten  Temanggung terdapat  pada  pemberdayaan  peran  serta  stakeholder
di sekolah dan peningkatan kompetensi stakeholder di sekolah  yang  meliputi  kepala  sekolah,  guru,  dan
komite sekolah.
2.4  Peran  Stakeholder  dalam  Peningkatan Mutu di Sekolah