21
2.3 Strategi Peningkatan Mutu dan MBS
2.3.1 Strategi Peningkatan Mutu
Pada saat ini mutu pendidikan tidak hanya dapat dilihat dari prestasi yang dicapai, tetapi bagai-
mana prestasi tersebut dapat dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, seperti yang tertuang
pada UU No 20 Tahun 2003 pasal 23 tentang Sistem Pendidikan Nasional; PP 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan; dan Permendikbud No 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan. Mutu pendidikan berkaitan erat dengan imple-
mentasi MBS di sekolah. Implementasi MBS akan berbeda antara sekolah satu dengan sekolah lain dan
antara sekolah di daerah satu dengan sekolah di daerah lain. Namun demikian implementasi MBS akan
berhasil apabila bertolak dari strategi yang mengacu pada prinsip-prinsip dan karakteristik MBS.
Menurut Slamet P.H dalam Syaifudin 2007 bahwa strategi utama yang perlu ditempuh dalam
implementasi MBS adalah sebagai berikut:
a. Menyosialisasikan konsep MBS; b. Melakukan analisis situasi;
c. Merumuskan program tahunan yang akan dicapai melalui pelaksanaan MBS;
d. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang dilibatkan untuk mencapai MBS;
e. Menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi melalui analisis SWOT;
22
f. Memiliki langkah-langkah pemecahan masalah atau tantangan;
g. Membuat rencana jangka pendek, menegah, dan jangka panjang;
h. Melaksanakan program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS;
i. Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil proses MBS.
Strategi seperti tersebut di atas dapat ditunjang dengan iklim sekolah yang kondusif, sehingga dapat
terlaksana kegiatan pembelajaran yang tertib, aman, dan menyenangkan. Iklim sekolah juga akan mendo-
rong terwujudnya proses pembelajaran efektif yang lebih menekankan pada learning to now, learning to do,
Learning to be, dan learning to life together. Strategi peningkatan mutu pendidikan di seko-
lah dalam implementasinya tidak lepas dari mana- jemen peningkatan mutu sekolah. Berkaitan dengan
hal tersebut, Usman 2002 mengatakan bahwa mana- jemen peningkatan mutu, terkandung upaya:
a pengendalian proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, b
melibatkan proses diagnose, dan c memerlukan partisipasi semua pihak, kepala sekolah, guru, staf
administrasi, peserta didik, orang tua, dan pakar.
Lebih lanjut dikatakan oleh Usman 2002, bahwa manajemen peningkatan mutu memiliki prinsip:
1 peningkatan mutu harus dlaksanakan di sekolah, 2 peningkatan mutu dapat dilaksankan
dengan adanya kepemimpinan yang baik, 3 pe- ningkatan mutu harus didasarka atas data dan
fakta baik bersifat kualitatif maupaun kuantitatif,
23
4 peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah,
5 peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa se- kolah dapat memberikan kepuasan kepada peserta
didik, orang tua dan masyarakat.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen peningkatan mutu
pendidikan mencakup perencanaan, pelibatan dan pemberdayaan, pengendalian, analisis data dan fakta
yang berkaitan dengan berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan. Perencanaan berupa program yang
dilaksananakan dengan memberdayakan sumberdaya yang dimiliki sebagai pengendali seluruh kegiatan
sehingga dapat menunjukkan data sesuai fakta di lapangan.
Strategi diperlukan oleh suatu lembaga organi- sasi sekolah untuk dapat meningkatkan mutu, seperti
lembaga organisasi sekolah sangat memerlukan stra- tegi yang tepat guna peningkatan kualitas organisasi
sekolahnya. Sekolah juga perlu melakukan analisis untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan atau
kekurangan di internal lembaganya untuk memahami peluang dan ancaman eksternalnya, sehingga lembaga
dapat melakukan antisipasi terhadap perubahan- perubahan yang mungkin terjadi. Strategi dapat
dikembangkan sesuai visi misi sekolah sebagai suatu organisasi. Keberhasilan diperoleh melalui berbagai
macam cara salah satunya adalah dengan member- dayakan sumberdaya yang dimiliki. Hal tersebut
24 selaras dengan pendapat Sanjaya 2006, bahwa stra-
tegi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tuju-
an. Pada kenyataannya ketepatan pemilihan strategi
dalam rangka peningkatan mutu sekolah akan berim- bas pada peningkatan mutu pendidikan secara umum.
Melalui pengelolaan manajemen yang tepat pelaksana- an strategi diharapkan dapat mencapai tujuan secara
efektif, efisien, dan dapat mengarahkan suatu lembaga dalam mencapai target yang diharapkan. Target men-
jadi patokan atau ukuran keberhasilan suatu lembaga. Apabila target lembaga telah tercapai, maka mutu
lembaga tersebut
dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mendapatkan strategi yang tepat, lembaga pendidikan memerlukan pengenalan dan penguasaan
terhadap berbagai informasi lingkungan strategisnya yang senantiasa berubah.
Manajemen pendidikan di sekolah yang efektif, efisien, dan berkualitas dapat menghasilkan keluaran
yang berkualitas pula. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian Balitbang Depdiknas 1991 yang
menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendi-
dikan. Sedangkan menurut pendapat Danang 2010, manajemen sekolah secara langsung akan mempenga-
ruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan
proses pembelajaran.
25 Kondisi demikian didukung terselengaranya
sistem pendidikan nasional yakni berdasarkan BSNP- SNP Permendiknas RI No.19 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendi- dikan Dasar dan Menengah yang pengelolaannya
meliputi delapan standar, yakni: 1 standar isi yang mencakup pengembangan kurikulum sesuai dengan
analisis kebutuhan, pelaksanaan kegiatan ektrakuri- kuler, dan bimbingan; 2 standar proses berkaitan
dengan kompetensi guru dan profesionalisme dalam kegiatan pembelajaran; 3 standar sarana prasarana
berkaitan dengan alat dan kondisi lingkungan sekolah secara umum; 4 standar tenaga kependidikan, ber-
kaitan dengan jumlah pendidik dan kualifikasi pendi- dikan; 5 standar pengelolaan, berkaitan dengan
pengelolaan akademik dan non akademik; 6 standar kompetensi lulusan, berkaitan dengan hasil keluaran
output; 7 standar penilaian, berkaitan dengan profesionalisme guru dalam bidang penilaian; dan
8 standar pembiayaan, berkaitan dengan penggunaan anggaran keuangan.
Selanjutnya Mulyana 2009, berpendapat bahwa manajemen atau pengelolaan merupakan komponen
integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan alasan tanpa
manajemen tidak mungkin tujuan dan mutu pendi- dikan dapat tercapai optimal, efektif, dan efisien.
Dalam rangka inilah maka tumbuh kesadaran akan pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah MBS, yang
26 memberikan kewenangan penuh terhadap stakeholder
di sekoklah dalam mengatur pendidikan dan pengajar- an, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mem-
pertanggungjawabkan, mengatur, serta melaksanakan pengembangan sumberdaya dan sarana prasarana
guna membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. Dalam praktiknya
manajemen pendidikan pada umumnya meliputi perencanaan planning, pengorganisasian organizing,
penggerakan actuating, dan pengawasan controlling, Kurniadin dan Machali 2012.
Perencanaan adalah proses kegiaatan yang menyiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu Kurniadin dan Machali, 2012. Pengorganisasian
adalah proses membagi kerja ke dalam tugas yang lebih kecil, memberikan tugas kepada orang yang
mempunyai keahlian dibidanngnya dan mengalokasi- kan sumber daya, serta mengoordinasikannya dalam
rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi Fattah, 2004. Sedangkan penggerakan merupakan
upaya untuk menggerakkan tenaga kerja serta menda- yagunakan fasilitas yang ada untuk melaksanakan
pekerjaan secara bersama Kurniadain dan Machali, 2012. Adapun pengawasan merupakan proses penga-
matan dan pengukuran suatu kegiatan operasional dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya yang terlihat dalam rencana Kurniadin dan Machali, 2012 .
27 Upaya peningkatan mutu pendidikan dimulai
dengan melakukan penyusunan program sesuai dengan manajemen yang dilaksanakan di sekolah,
pemberdayaan peran dan kompetensi stakeholder di sekolah, dan pengembangan sumber belajar untuk
mencapai tujuan. Dengan melihat manajemen pendi- dikan sebagai alat untuk mencapai tujuan, maka hal
tersebut selaras dengan tujuan dan manfaat mana- jemen pendidikan menurut Kurniadin dan Machali
2012, yaitu:
1 Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan PAIKEM; 2 Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keaga- maan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara; 3 Ter-
penuhinya salah satu dari empat kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan; 4 Tercapainya
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; 5 Terbekalinya tenaga pendidikan dengan teori
tentang proses dan tugas administrasi pendidikan; dan 6 Teratasinya masalah mutu pendidikan.
Tujuan tersebut akan tercapai apabila sekolah mampu memberdayakan peran stakeholder di
sekolah secara maksimal, yakni: pemberdayaan peran kepala sekolah, pemberdayaan peran guru,
dan pemberdayaan peran komite sekolah sekolah.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk peningkatan mutu sekolah, namun sejauh ini hasilnya
belum menggembirakan, karena pusat upaya pening- katan masih bermuara di luar sekolah. Oleh sebab itu
usaha peningkatan mutu pendidikan haruslah dapat diletakkan kembali ke tempat yang semestinya, yaitu
28 di sekolah. Dalam upaya meningkatkan mutu pendi-
dikan, sekolah dikembangkan menjadi suatu sistem yang mandiri, melibatkan semua personil yang di
dalam prosesnya menuntut komitmen bersama terha- dap mutu pendidikan.
Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam peme-
rintahan. Strategi yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendi-
dikan adalah: 1. Menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat
menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk
masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi
kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and
teachers will need capacity building if school –based
management is to work ”. Demikian De grouwe
menegaskan; 2. Membangun budaya sekolah school culture yang
demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman seko-
lah yang dilakukan oleh Managing Basic Education MBE merupakan tahap awal yang sangat positif.
Juga membuat laporan secara insidental berupa
29
booklet, leaflet, atau poster tentang rencana
kegiatan sekolah. Akan lebih serasi apabila kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil
bersama dalam media tersebut; 3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran moni-
toring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan
kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk
pelaksanaan block grant yang diterima sekolah; 4. Mengembangkan model program pemberdayaan
sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatih- an MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pem-
berian informasi kepada sekolah. Model pember- dayaan sekolah berupa pendampingan atau fasili-
tasi dinilai lebih memberikan hasil yang nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa pena-
taran MBS.
2.3.2 Manajemen Berbasis Sekolah