10 3
Hipotesis Gamma aminobutyric acid GABA Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid GABA
dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan pada penemuan bahwa beberapa pasien skizofrenia mempunyai kehilangan neuron-neuron GABA-ergic
di hipokampus. GABA memiliki efek regulatory pada aktivitas dopamin dan kehilangan neuron inhibitory GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas
neuron-neuron dopaminergik Sadock dan Sadock, 2007. 4
Hipotesis Serotonin Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai penyebab
gejala positif dan negatif pada skizofrenia Sadock dan Sadock, 2007. 5
Hipotesis Glutamat Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu antagonis
glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa dengan skizofrenia Sadock dan Sadock, 2007.
6 Teori Neurodevelopmental
Dibuktikan dengan adanya migrasi neunoral yang abnormal pada trimester kedua pada masa perkembangan janin. Hal ini mungkin mengarah ke simtom-
simtom skizofrenia yang akan muncul pada masa remaja Sadock and Sadock, 2001.
c. Neuropatologi
Pada akhir abad ke 20, para peneliti telah membuat kemajuan yang signifikan yang memperhatikan suatu dasar neuropatologis potensial untuk
skizofrenia, terutama pada sistem limbik dan ganglia basalis, termasuk
Universitas Sumatera Utara
11 neuropatologi atau abnormalitas neurokimia pada korteks serebri, talamus, dan
batang otak Sadock and Sadock, 2007.
d. Faktor Psikososial
Menurut Sadock dan Sadock 2007, faktor psikososial meliputi teori psikoanalitik, tori belajar, dan dinamika keluarga.
1 Teori psikoanalitik
Sigmund freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi ketidakmampuan mengendalikan rasa takut dalam perkembangan yang terjadi
lebih awal dari yang menyebabkan neurosis ketidakseimbangan mental yang menyebabkan stres dan juga bahwa adanya efek ego berperan dalam gejala
skizofrenia Sadock and Sadock, 2007. 2
Teori belajar Pada teori ini, skizofrenia berkembang oleh karena hubungan interpersonal
yang buruk karena mengikuti contoh atau model yang buruk selama masa kanak- kanak Sadock and Sadock, 2007.
3 Dinamika keluarga
Penelitian di Inggris pada anak berusia 4 tahun yang memiliki hubungan yang buruk dengan ibunya, ternyata berpeluang 6 kali lipat berkembang menjadi
skizofrenia. Akan tetapi tidak ada bukti yang kuat bahwa pola dalam keluarga berperan penting sebagai penyebab terjadinya skizofrenia Sadock and Sadock,
2007.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.4 Gejala klinis
Meskipun belum dikenal secara formal sebagai bagian dari kriteria diagnostik skizofrenia, beberapa penelitian membuat sub kategori dari gejala
penyakit ini kedalam 5 bagian Stahl, 2008, yaitu :
a Gejala positif
Delusi waham keyakinan yang dipegang kuat seseorang namun tidak berdasarkan realitas, halusinasi khayalan persepsi terhadap suatu
peristiwa atau objek yang sebenarnya tidak ada, penyimpangan dan pernyataan yang berlebih-lebihan dalam berbahasa dan berkomunikasi,
pembicaraan perilaku yang tidak beraturan, perilaku katatonik dan agitasi gelisah yang berlebih.
b Gejala negatif
Afek tumpul tidak ada ekspresi, penarikan emosi, rapport yang buruk, ketidakpedulian, menarik diri dari kehidupan sosial, gangguan berfikir
abstrak, alogia tidak mau bicara, avolisi tidak punya motivasi, anhedonia tidak ada kemauan untuk melakukan sesuatu, gangguan pemusatan
perhatian. c
Gejala kognitif Gangguan berpikir, inkoherensia, asosiasi yang longgar, neologisme istilah
baru yang sengaja dibuat, gangguan pengolahan informasi. d
Gejala agresif dan permusuhan Permusuhan, penghinaan verbal, penyiksaan fisik, menyerang, melukai diri
sendiri, merusak barang-barang, impulsif, tindakkan seksual.
Universitas Sumatera Utara
13 e
Gejala depresi dan atau cemas Mood depresi, mood cemas, perasaan bersalah, ketegangan, dan iritabilitas
cemas.
2.1.5 Diagnosa
Berdasarkan pedoman diagnostik menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III PPDGJ III, persyaratan yang normal
untuk skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas : a.
“Thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya tidak keras dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama namun kualitasnya berbeda. “Thought insertion or withdrawl”, yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya insertion
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya. “Thought broadcasting”, yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya. b.
“Delusion of control”, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu kekuatan tertentu dari luar. “ Delusion of influence, yaitu waham
tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekutan tertentu dari luar. “ Delusion of passivity”, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke pergerakan tubuhanggota gerak atau pikiran, tindakan atau pengindraan
khusus. “Delusional perception”, yaitu pengalaman indrawi yang tak wajar,
Universitas Sumatera Utara
14 yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat. c.
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri diantara
berbagai suara yang berbicara, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain.
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide yang berlebihan
over-value ideas yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus break atau yang mengalami sisipan
interpolation, yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah excitement, posisi tubuh
tertentu posturing atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
Universitas Sumatera Utara
15 mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan mennurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan depresi atau neuroleptika.
i. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
overall quality dari beberapa aspek perilaku pribadi personal behaviour, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dan dalam diri sendiri self-absorbed attitude, dan penarikan diri secara sosial.
Pedoman diagnostik: Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom
tersebut di atas yang amat jelas dan biasanya dua simtom atau lebih, apabila simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas dari simtom yang termasuk salah
satu dari kelompok a sampai dengan d tersebut di atas, atau paling sedikit dua simtom dari kelompok e sampai dengan h yang harus selalu ada secara jelas
selama kurun waktu satu bulan atau lebih Depkes, 1993.
2.1.6 Perjalanan Skizofrenia
Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui fase-fase:
1. Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif. 2.
Fase prodromal Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul simtom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata
Universitas Sumatera Utara
16 antara 2 sampai 5 tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran
dalam fungsi-fungsi yang mendasar pekerjaan sosial dan rekreasi dan muncul simtom yang nonspesifik, misal gangguan tidur, ansietas, iritabilitas,
mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan sosial. Simtom positif
seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis.
3. Fase psikotik
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase stabilisasi dan kemudian fase stabil.
a. Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau. Simtom negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya
tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas. b.
Fase stabilisasi berlangsung selama 6 - 18 bulan, setelah dilakukan acute treatment.
c. Pada fase stabil terlihat simtom negatif dan residual dari simtom positif.
Di mana simtom positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai
asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami simtom nonpsikotik misalnya, merasa tegang tension, ansietas, depresi, atau insomnia
Lehman dan Lieberman , 2004.
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.7 Subtipe skizofrenia
Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revised DSM-IV-TR membagi skizofrenia atas subtipe secara klinik,
berdasarkan kumpulan simtom yang paling menonjol First dan Tasman, 2004. Pembagian subtipe skizofrenia:
1. Tipe katatonik, yang menonjol simtom katatonik.
2. Tipe disorganized, adanya kekacauan dalam bicara dan perilaku, dan afek
yang tidak sesuai atau datar. 3.
Tipe paranoid, simtom yang menonjol merupakan adanya preokupasi dengan waham atau halusinasi yang sering.
4. Tipe tak terinci undifferentiated, adanya gambaran simtom fase aktif,
tetapi tidak sesuai dengan kriteria untuk skizofrenia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua kriteria untuk skizofrenia katatonik,
disorganized, dan paranoid terpenuhi. 5.
Tipe residual, merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi simtom fase aktif tidak lagi dijumpai.
2.1.8 Skizofrenia paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara manapun. Gambaran klinis didominasi oleh waham yang secara stabil, sering kali
bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi, terutama halusinasi pendengaran dan gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongan kehendak
vilition, dan pembicaraan serta gejala katatonik tidak menonjol. Beberapa contoh dari gejala paranoid yang paling umum :
Universitas Sumatera Utara
18 a
Waham kejaran , rujukan reference, “exalted birth” merasa dirinya tinggi, istimewa, misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan.
b Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit whistling, mendengung humming, atau bunyi tawa laughing.
c Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. Gangguan pikiran mungkin jelas dalam keadaan yang akut, tetapi sekalipun
demikian kelainan atau tidak menghambat diberikannnya deskripsi secara jelas mengenai waham atau halusinasi yang bersifat khas. Keadaan afektif biasanya
kurang menumpul dibandingkan jenis skizofrenia lain, tetapi suatu derajat yang ringan mengenai ketidakserasian incongruity umum dijumpai seperti gangguan
iritabilitas, kemarahan yang tiba-tiba, ketakutan dan kecurigaan. Gejala “negatif” seperti pendataran afektif, hendaya dalam dorongan kehendak volition sering
dijumpai tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya Depkes, 1993. Perjalanan penyakit skizofrenia paranoid dapat terjadi secara episodik,
dengan remisi sebagian atau sempurna, atau bersifat kronis. Pada kasus yang kronis, gejala yang nyata menetap selama bertahun-tahun dan sukar untuk
membedakan antar episode yang terpisah. Onset cenderung terjadi pada usia yang lebih tua dari pada bentuk hebefrenik dan katatonik Depkes, 1993.
Universitas Sumatera Utara
19
2.2 Pengobatan 2.2.1 Antipsikotik
Farmakoterapi dengan antipsikotik merupakan dasar pengobatan skizofrenia. Secara umum antipsikotik dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
antipsikotik tipikal antagonis reseptor dopamin FGA dan antipsikotik atipikal antagonis serotonin-dopaminSGA. Pemilihan antipsikotik umumnya
berdasarkan efikasi dan keamanannya Tamminga, 2009. Menurut Dipiro, dkk., 2008, obat antipsikotik yang biasa digunakan terdapat pada Tabel 2.2 dibawah
ini.
Tabel 2.2 Antipsikotik yang banyak digunakan dalam pengobatan
Obat Antipsikotik Rentang dosis yang
dianjurkan mghari
Ekuivalen Chlorpromazin
mghari Dosis
Maksimum mghari
FGA Tipikal
Klorpromazin Fluphenazin
Perphenazin Thioridazin
Trifluoperazin Haloperidol
Loxapin Molindon
Thiothixen 100 - 800
2 - 20 10 - 64
100 - 800 5 - 40
2 - 20 10 - 80
10 - 100 4 – 40
100 2
10 100
5 2
10 10
4 2000
40 64
800 80
100 250
225 60
SGA Atipikal
Aripiprazol Klozapin
Olanzapin Paliperidon
Quetiapin Risperidon
Ziprasidon 15 - 30
50 - 500 10 - 20
3 -9 250 - 500
2 - 8 40 – 160
30 900
20 12
800 16
200
Penggunaan first-line dari kedua generasi pertama FGA dan generasi kedua SGA obat antipsikotik di bawah dari kisaran dosis standar pengobatan
untuk orang yang mengalami episode pertama skizofrenia Baandrup, dkk., 2010.
Universitas Sumatera Utara
20 Tujuan pengobatan pada episode pertama:
a. Meminimalkan stres pada pasien dan memberikan dukungan untuk
meminimalkan kemungkinan kambuh. b.
Meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan di masyarakat. c.
Mengurangi gejala, peningkatan remisi, dan membantu proses pemulihan.
Sebagian atau Tidak respon
Sebagian atau Tidak respon
Sebagian atau Tidak respon
Sebagian atau Tidak respon
Gambar 2.1 Algoritma farmakoterapi untuk skizofrenia
Sumber: “Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach”Dipiro, dkk., 2008.
Tahap 1: Psikosis episode pertama
Mencoba satu antipsikotik Antipsikotik generasi kedua SGA disarankan sebagai first-line. Banyak yang kurang
setuju menggunakan antipsikotik generasi pertama FGA sebagai pilihan pertama. Pasien episode pertama selalu memerlukan antipsikotik dengan dosis rendah dan seharusnya selalu
dimonitor karena sangat sensitif terhadap efek samping obat. FGA = First
generation antipsychotic contoh:
loxapin, perfenazin, molindon, haloperidol,
trifluoroperazin, thiothixin,
Klorpromazin SGA = Second
generation antipsychotic
aripiprazol, olanzapin, quetiapin, risperidon, or
ziprasidon
Tidak Patuh
Jika pasien kurang patuh dalam tahap
apapun, disediakan antipsikotik long-acting,
seperti risperidon microspheres,
haloperidol dekanoat, or fluphenazin dekanoat.
Tahap 2
Gunakan salah satu SGA or FGA yang tidak digunakan pada
tahap 1
Tahap 3
Klozapin Clozapin
disarankan untuk pasien dengan
riwayat bunuh diri Level A, kekerasan
Level B, or penyalahgunaan obat
Level BC. Pasien yang berada dalam
fase stabil, aktif mengkonsumsi obat
secara tekun, akan menghilangkan
gejala lebih dari 2 tahun setelah
digunakan clozapin.
Tahap 4
Klozapin +
FGA, SGA, or ECT Tahap 4–6
berdasarkan pendapat para ahli
dan laporan kasus, tidak berdasarkan
fakta dari penelitian
Tahap 5
Gunakan salah satu SGA or FGA yang tidak digunakan pada
tahap 1 dan 2
Tahap 6
Terapi kombinasi, misalnya: SGA + FGA, kombinasikan dengan SGA, FGA SGA + ECT, FGA SGA + other agen
lain misalnya: obat stabilizier mood
Universitas Sumatera Utara
21 Dapat dilihat pada Gambar 2.1 menguraikan algoritma farmakoterapi yang
disarankan untuk skizofrenia. Tahap 1 dari algoritma pengobatan hanya berlaku untuk pasien yang mengalami episode pertama. Pada pasien ini, mayoritas ahli
skizofrenia merasa bahwa SGA harus digunakan pertama kali karena risiko tardive diskinesia yang lebih rendah dibandingkan dengan FGA. Pasien yang
belum pernah diobati akan lebih sensitif terhadap terjadinya efek samping ekstrapiramidal, sehingga harus menggunakan dosis yang lebih rendah dari dosis
yang dianjurkan Dipiro, dkk., 2008. Jika pasien telah mencapai respon terapi dengan efek samping yang
minimal, maka harus selalu dimonitor obat dan dosis yang sama untuk 6 bulan ke depan. Diskusikan tentang risiko tinggi kambuh dan faktor-faktor yang mungkin
meminimalkan risiko kambuh APA, 2004. Dalam episode pertama skizofrenia, pengobatan farmakologis antipsikotik harus digunakan dengan hati-hati karena
risiko lebih tinggi pada gejala ekstrapiramidal EPS. Strategi yang tepat meliputi penggunaan bertahap obat antipsikotik dengan dosis efektif sekecil mungkin
dengan memberikan penjelasan yang cermat. Antipsikotik harus dipilih secara individual, melihat kondisi mental, dan somatik pasien yang berbeda pada efek
samping. Namun, efek samping ekstrapiramidal pada SGA lebih rendah sehingga sebaiknya digunakan pada tahap pertama pasien skizofrenia Dipiro, dkk., 2008.
Bila menggunakan FGA, memerlukan pemantauan efek samping ekstrapiramidal seperti: reaksi distonik terutama akut, parkinson, akathisia pada
awal pengobatan, dan tardive diskinesia gerakan abnormal yang lambat selama perawatan. Efek samping penggunaan SGA adalah meningkatnya risiko
metabolik, terutama berat badan dengan beberapa SGA. Parameter metabolik
Universitas Sumatera Utara
22 harus dikontrol ketat selama pengobatan antipsikotik. Efek samping dari
penggunaan antipsikotik dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini Dipiro, dkk., 2008.
Tabel 2.3 Efek samping dari antipsikotik
Antipsikotik Sedasi
EPS Anti
Kolinergik Ortostasis
Penambahan Berat Badan
Prolaktin Aripiprazol
Klorpromazin Klozapin
Fluphenazin Haloperidol
Olanzapin Perphenazin
Quetiapin Risperidon
Thioridazin Thiothixen
Ziprasidon +
++++ ++++
+ +
++ ++
++ +
++++ +
++ +
+++ +
++++ ++++
++ ++++
+ ++
+++ ++++
++ +
+++ ++++
+ +
++ ++
+ +
++++ +
+ +
++++ ++++
+ +
++ +
++ ++
++++ +
+ +
++ ++++
+ +
++++ +
++ ++
+ +
+ +
+++ +
++++ ++++
+ ++++
+ ++++
+++ ++++
+
Keterangan: EPS: Extrapyramidal side effects
Resiko: rendah +, sedang ++, sedang tinggi +++, tinggi ++++ Sumber: “Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach”Dipiro, dkk., 2008.
Antipsikotik umumnya memiliki mekanisme kerja masing-masing dalam pengobatan skizofrenia akut. Pemilihan obat antipsikotik harus sesuai dengan
gejala respon dan efek samping yang dialami pasien, rute pemberian, preferensi pasien untuk obat tertentu, adanya kondisi medis penyerta, dan potensi interaksi
dengan obat lain yang diresepkan. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan dosis terapi target sambil memantau efek samping dan status klinis pasien. Pengobatan
dengan memberikan pasien dosis tinggi di atas kisaran dosis lazim terbukti tidak lebih baik daripada memberikan dukungan kepada pasien, ini justru dapat
meningkatkan efek samping obat Hasan, dkk., 2012.
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.2 Fase pengobatan
Fase pengobatan skizofrenia terbagi tiga yaitu: fase akut, fase stabilisasi, dan fase stabilpemeliharaan Marder, dkk., 2009.
a. Fase akut
Tujuan pengobatan selama fase akut adalah untuk mengontrol perilaku terganggu, mengurangi keparahan psikosis ,dan gejala tambahan misalnya:
agitasi, agresi, gejala negatif, dan gejala afektif, serta mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya episode akut APA, 2004. Akut biasanya
berlangsung 4 - 8 minggu, dosis efektif harian sebesar 4 - 6 mg sehari Marder, dkk., 2009.
b. Fase stabilisasi
Tujuan pengobatan fase ini adalah pengurangan gejala yang ada di fase akut serta mencegah relaps. Fase stabilisasi dimana peningkatan kesembuhan selalu
lambat namun harus tetap digunakan selama 6 - 12 minggu. Selama 2 - 3 minggu pertama pengobatan, seharusnya terapi ini dapat meningkatkan sosialisasi,
meningkatkan kebiasaan merawat diri, dan mood Dipiro, dkk., 2008. Pengobatan ini harus dipertahankan selama minimal 6 bulan dengan jenis obat yang sama
pada fase akut, setelah 6 bulan dosis obat dapat diturunkan perlahan-lahan sampai ditemukan dosis efektif terendah dosis pemeliharaan Marder, dkk., 2009.
c. Fase pemeliharaan
Dalam fase pemeliharaan, terapi obat untuk mencegah kekambuhan, mengoptimalkan peran fungsional, dan kualitas hidup pasien Marder, dkk.,
2009. Rata-rata kekambuhan setelah 1 tahun 18 sampai 32 pada obat aktif
Universitas Sumatera Utara
24 termasuk pasien yang tidak patuh dibandingkan dengan plasebo 60 - 80
Dipiro, dkk., 2008. Setelah pengobatan episode pertama psikotik pada pasien skizofrenia,
pengobatan seharusnya dilanjutkan paling tidak 12 bulan setelah remisi. Beberapa pasien skizofrenia yang terampil dalam pengobatannya menjadi sehat sedikitnya
setelah 5 tahun. Pasien kronik, pengobatan perlu dilanjutkan atau dikonsumsi seumur hidup untuk mencegah kekambuhan Dipiro, dkk., 2008.
2.3 Kepatuhan
Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan bagaimana pasien mengikuti petunjuk dan rekomendasi terapi dari tenaga kesehatan. Kepatuhan merupakan
keputusan yang diambil oleh pasien setelah membandingkan risiko yang dirasakan jika tidak patuh dan keuntungan dari pengobatan. Dampak yang paling
berat dan harus diwaspadai adalah perilaku bunuh diri 30 pasien skizofrenia pernah berusaha bunuh diri dan 10 meninggal karena bunuh diri. Dampak ini
dapat dikurangi melalui pengobatan yang efektif serta kepatuhan pasien melaksanakan pengobatanAPA, 2006.
Menurut Fleischhacker, dkk., 2007, kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Pengaruh yang berkaitan dengan pasien
Usia masih merupakan masalah yang kontroversial dalam hubungannya dengan ketidakpatuhan. Tampaknya pasien yang berusia lanjut mempunyai
permasalahan tentang kepatuhan terhadap dosis yang diberikan. Dikalangan usia muda, terutama pria, cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang buruk terhadap
pengobatan. Alasan untuk hal ini kemungkinan bahwa pada dewasa muda akibat
Universitas Sumatera Utara
25 banyaknya aktivitas yang harus dilakukan pada usia produktifnya. Sedangkan
pada orangtua, kemungkinan memiliki defisit memori sehingga dapat mempengaruhi kepatuhannya. Selain itu pada orangtua sering mendapat berbagai
macam obat-obatan sehubungan dengan komorbiditas fisik Fleischhacker, dkk., 2007.
Sikap pasien dalam pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap kepatuhan. Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi,
dan jika memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan. Sikap negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan simptom
positif dan efek samping. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa semakin lama pasien akan berubah sikapnya terhadap pengobatan Fleischhacker, dkk., 2007.
Model kepercayaan pasien tentang kesehatannya yang menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang
menilai bahwa skizofrenia dalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibandingkan penyakit lain seperti diabetes, kanker, dan lain-lain sehingga
mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi Fleischhacker, dkk., 2007.
Permasalahan yang lain adalah masalah keuangan. Masalah keuangan dapat juga mengganggu kepatuhan pasien. Beberapa pasien mungkin tidak mampu
untuk membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh dan transportasi dapat menjadi penghalang Fleischhacker, dkk., 2007.
b. Pengaruh yang berkaitan penyakit
Keadaan penyakit pasien sendiri juga mempunyai pengaruh yang kuat dalam penerimaan terhadap pengobatan. Pasien yang merasa tersiksa atau
Universitas Sumatera Utara
26 khawatir akan diracuni, akan merasa enggan untuk menerima pengobatan Tattan
dan Creed, 2001. c.
Pengaruh yang berkaitan dengan dokter Hubungan terapi yang dibangun dokter dengan pasien merupakan suatu
landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Dokter yang memiliki perhatian kepada pasien, mau meluangkan waktu untuk mendengar keluhan-
keluhan pasien, serta memberikan informasi adalah penting agar terciptanya suatu hubungan yang baik. Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik
dalam jadwal konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan
dilakukan. Psikoedukasi telah menunjukkan dalam meningkatkan kepatuhan dan secara signifikan mengurangi angka relaps. Melengkapi informasi juga termasuk
mendiskusikan perencaan pengobatan baik kepada pasien atau keluarga dimana pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya
Fleischhacker, dkk., 2007. Dokter juga dapat melakukan perubahan dalam berkomunikasi dengan
pasien baik dengan gaya atau bahasa yang dapat dimengerti pasien sehingga dapat tercipta hubungan terapi yang baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
Sadock dan Sadock, 2007. d.
Pengaruh terkait dengan pengobatan Pasien yang tidak mengalami efek samping terhadap pengobatan
kemungkinan lebih mau melanjutkan pengobatan Jorgensen, 1998. Efek samping obat neuroleptik yang tidak menyenangkan sebaiknya diperhitungkan
sebab dapat berperan dalam menurunkan kepatuhan. Efek samping yang umum
Universitas Sumatera Utara
27 dan penting adalah efek pada ekstrapiramidal, gangguan seksual, dan penambahan
berat badan. Penderita skizofrenia yang menggunakan antipsikotik atipikal lebih mau meneruskan pengobatan dibandingkan penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional Lauriello, dkk., 2005. Sebagian besar obat antipsikotik memiliki masa pencapaian efek terapi yang
lebih lama, sehingga pasien tidak segera merasakan efek positif dari obat. Sebaliknya pasien terkadang justru merasakan efek samping terlebih dahulu
dibanding efek terapi. Pasien skizofrenia juga tidak segera merasakan kekambuhan setelah putus obat cukup lama. Kekambuhan dapat terjadi
berminggu-minggu, bahkan sampai berbulan-bulan sejak pasien putus dari obat. Ini menyebabkan kebanyakkan pasien biasanya tidak menghubungkan
kekambuhan dengan putus obat. Sehingga putus obat harus selalu ditekankan pada pasien Fleischhacker, dkk., 2007. Namun pasien dengan pengalaman yang tidak
nyaman di masa lalu dapat mengembangkan sikap yang lebih positif terhadap antipsikotik jika saat ini pengobatannya tanpa efek samping Hasan, dkk., 2012.
e. Lingkungan psikososial pasien
Dukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai
angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Interaksi sosial yang penuh dengan stres dapat
mengurangi kepatuhan yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contoh adalah situasi emosional yang tinggi dan keluarga yang tidak
mau memperhatikan sikap positif pasien terhadap pengobatan Fleischhacker, dkk., 2007.
Universitas Sumatera Utara
28 Sehubungan dengan skizofrenia, Leff dan Vaughn melaporkan bahwa
bentuk empati merupakan bagian dari sekumpulan sikap dengan pengekspresian emosi yang rendah. Sikap dari keluarga merupakan salah satu prediktor yang kuat
terhadap relaps pada skizofrenia Giron dan Beneyto, 1998. Menurut Kinon, dkk., 2003, kriteria ketidak patuhan terhadap pengobatan
adalah jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini: d.
Pada pasien rawat jalan atau rawat inap dalam 72 jam menunjukkan ≥ dua
episode dari: 1
Menolak obat yang diresepkan baik secara aktif atau pasif. 2
Adanya bukti atau kecurigaan menyimpan atau meludahkan obat yang diberikan.
3 Menunjukkan keragu-raguan terhadap obat yang diberikan.
e. Pasien rawat inap dengan riwayat tidak patuh pada pengobatan sewaktu
rawat jalan minimal tidak patuh selama 7 hari dalam sebulan. f.
Pasien rawat jalan dengan riwayat ketidakpatuhan yang sangat jelas seperti sudah pernah dilakukan keputusan untuk mengawasi dengan ketat oleh
orang lain dalam waktu sebulan. g.
Pasien rawat inap yang mengatakan dirinya tidak dapat menelan obat-obatan walaupun tidak ditemukan kondisi medis yang dapat mengakibatkan hal
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei deskriptif yang menggunakan rancangan potong lintang cross sectional, yaitu pengumpulan data
yang mana variabel bebas dan variabel terikat dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus Notoatmodjo, 2010. Pengumpulan data diperoleh dengan
memberikan kuesioner demografi pasien dan kuesioner MMAS Morisky Medication Adherence Scale untuk mengetahui kepatuhan pasien skizofrenia
paranoid rawat jalan di RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara.
3.2 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia paranoid rawat jalan di RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara. Populasi yang diambil harus memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusinya adalah sebagai berikut:
a. Pasien skizofrenia paranoid rawat jalan yang berada dalam fase stabilisasi.
b. Pasien yang bisa kooperatif dan mampu memberikan informasi.
c. Pasien berusia 18 tahun.
Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusi yang dimaksud adalah:
a. Pasien yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap.
b. Pasien yang menolak untuk mengikuti penelitian.
Universitas Sumatera Utara