Hubungan Nilai Produktifitas Primer Dengan Konsentrasi klorofil a Dan Faktor Kimia Air Di Danau Toba Parapat, Kabupaten Simalungun

(1)

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIFITAS PRIMER DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIK KIMIA AIR DI DANAU TOBA

PARAPAT, KABUPATEN SIMALUNGUN

HASIL PENELITIAN

040805006

SRI SAYRANI SINAGA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan karunia-Nya lah Penulis dimampukan menyelesaikan Hasil penelitian ini yang berjudul ”Hubungan Nilai Produktivitas Primer Dengan Konsentrasi Klorofil a Dan Faktor Fisik Kimia Air Di Danau Toba Parapat Kabupaten Simalungun” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A.Barus, M.Sc dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si , sebagai Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, waktu serta perhatiannya yang besar terutama saat penulis memulai penulisan hingga penyusunan hasil penelitian ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti MS. dan Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni M.Sc selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc selaku dosen Pembimbing Akademik saya dan juga kepada Bapak Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Ketua Departemen Biologi - FMIPA USU dan Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc sebagai Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU.

Ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc yang telah banyak membantu, membimbing, terkhusus dalam dana-dana penelitian penulis hingga selesainya hasil penelitian ini.

Ungkapan terima kasih yang tak ternilai juga penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu tercinta : J. Sinaga & R. Br. Damanik yang memberikan doa, harapan, nasehat, serta kasih sayang sehingga penulis bisa menyelesaikan hasil penelitian ini yang begitu berarti bagi penulis, juga kepada kelurga Ka Hotma Sinaga AMK & Briptu Sahman Purba dan adik John Syamrin Sinaga, terima kasih buat dukungan doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan hasil penelitian ini , untuk itu Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Penulis dan bagi pembaca, sebelum dan sesudahnya Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Nopember 2008

Penulis


(3)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai produktifitas primer di Danau Toba sebagai hasil aktifitas fotosintesis fitoplankton dan hubungannya dengan nilai klorofil, faktor fisik kimia perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret- April 2008 pada 4 lokasi penelitian di Parapat, Danau Toba. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan aktifitas yang bervariasi pada masing- masing lokasi penelitian. Produktifitas primer diukur dengan Metode Oksigen yang menggunakan dua botol dengan konsentrasi fitoplankton yang di suspensikan pada kedalaman penelitian yang telah ditentukan. Botol “ Gelap “ dibungkus dengan alumunium foil untuk menutupi cahaya matahari, sedangkan Botol “Terang “ tidak ditutup dengan alumunium foil. Kualitas oksigen sebanding dengan jumlah total bahan organik (produktifitas kotor) yang dihasilkan oleh proses fotosintesis pada botol terang. Pada waktu yang bersamaan juga digunakan untuk respirasi. Analisis lainnya akan dilakukan pengukuran faktor fisik kimia perairan seperti temperatur, pH, DO ( Oksigen terlarut ), penetrasi cahaya, BOD5, nitrat, fosfat, dan klorofil.

Nilai rata-rata produktifitas primer berkisar antara 387, 873 mg C/ m3/ hari sampai 825,793 mg C/m3 /hari, dengan nilai produktifitas primer terendah sebesar 187, 68 mg C/ m3 /hariyang ditemukan pada permukaan (lokasi 4), sedangkan nilai klorofil tertinggi terdapat pada lokasi 2 sebesar 95,213 mg/m3 dan terendah di lokasi 3 sebesar 14,426 mg/m3. Berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan nilai produktifitas primer jika dibandingkan antar lokasi, tetapi jika dibandingkan dengan nilai produkltifitas primer berdasarkan kedalaman memiliki nilai yang signifikan sebesar 0,014 dimana lebih kecil dari 0,05 yang terdapat pada permukaan dan kedalaman 2,5 meter.

Kata kunci: Produktifitas primer, fitoplankton, danau.


(4)

Abstract

The aim of research was to investigate the value of primary productivity in Lake Toba as result of activity photosynthesis phytoplankton and its relation with the value of chlorophyll, physic and chemical factors of water. This research has been done during March - April 2008 at 4 sampling locations around Parapat, Lake Toba. The sampling location determined depends on various activities in each sampling location.

Primary Production was measured by the Oxygen Method were two bottles with a given concentration of phytoplankton (small aquatic organisms) are suspended at the depth from which the samples were obtained. The "dark" bottle is wrapped in aluminum foil, to exclude light; the "light" bottle is clear. A quantity of oxygen proportional to the total organic matter fixed (gross production) is produced by photosynthesis in the light bottle. At the same time, some of the oxygen is being utilized in respiration. The other analysis would be conducted to measurement the chlorophyll, physic and chemical factors of water, such as the temperature, pH, Dissolved Oxygen, Secchi Disk visibility, BOD5, NO3, PO4.

The mean value of primary productivity range from 387,873 to 825,793 mg C/m3/dy, with the lowest value obtained at location 4 and highest value at location 2. The lowest value of primary productivity equal to 187,68 mg C/m3/dy obtained at surface (location 4). The highest value of chlorophyl equal to 95,213 mg/m3 at location 2 and the lowest value of chlorohyl equal to 14,426 mg/m3 at location 3. According to statistical test obtained that there no significance difference of value of primary productivity which is compared between locations, since the value of primary productivity at surface was different compared with the value obtained at deepness 2,5 m (significance value equal to 0,014 which is smaller than 0,05).


(5)

DAFTAR ISI Persetujuan

Pernyataan

Halaman

ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Lampiran ix

Daftar Gambar x

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1 Ekosistem Danau 4

2.2 Produktifitas Primer 5

2.3 Klorofil a 8

2.4 Hubungan Faktor Fisik Kimia Terhadap Produktifitas Primer 10

2.4.1 Temperatur 10

2.4.2 Penetrasi Cahaya 10

2.4.3 Intensitas Cahaya 11

2.4.4 pH 12

2.4.5 DO ( Dissolved Oxygen) 12

2.4.6 Kejenuhan Oksigen 13

2.4.7 BOD 14

2.4.8 Kandungan fosfat dan Nitrat 14

Bab 3. Bahan dan Metoda 16

3.1 Metoda Penelitian 16

3.2 Deskripsi Area

3.3 Pengambilan Sampel Produktifitas Primer 3.4 Pengambilan Sampel Klorofil a

16 19 19 3.5 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 19

3.5.1 Temperatur 19

3.5.2 Penetrasi Cahaya 19

3.5.3 Intensitas Cahaya 19

3.5.4 pH 19

3.5.5 DO (Dissolved Oxygen) 20

3.5.6 Kejenuhan Oksigen 21

3.5.7 BOD5 20

3.5.8 Kandugan Unsur Fosfat dan Nitrat 20

3.6 Analisis Data 22


(6)

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 25

4.1 Nilai Produktifitas Primer, Konsentrasi Klorofil a, dan Faktor Lingkungan

25

4.2 Nilai Uji T Produktifitas Primer antar Stasiun dan Kedalaman 31 4.3 Nilai Analisa Korelasi Pearson Produktifitas Primer dan

Faktor Fisik Kimia perairan

33

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35


(7)

DAFTAR TABEL Tabel

1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan.

21

2 Nilai Produktifitas Primer, konsentrasi Klorofil a dan Faktor Fisik Kimia Perairan

25

3 Nilai Uji T, Produktifitas Primer dengan Faktor Fisik Kimia Perairan 4 Nilai Analisa Korelasi Pearson Dengan Program SPSS Ver.13.00

31 33 5 Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor 34


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Peta Lokasi Penelitian dan Peta lokasi Penelitian dan Sekitarnya

37

Lampiran B Bagan Kerja Pengukuran Konsentrasi Klorofil a 39 Lampiran C Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 40 Lampiran D Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur

BOD5

41

Lampiran E Bagan Kerja Analisis Nitrat 42 Lampiran F Bagan Kerja Analisis Fosfat 43 Lampiran G Nilai Oksigen Terlarut Maksimum Pada Berbagai Besaran

Temperatur Air

44

Lampiran H Nilai Pengukuran Konsentrasi klorofil a 45 Lampiran I Pengukuran Nilai Produktifitas Primer 46 Lampiran J Nilai Uji T Produktifitas Primer antar Stasiun dan Kedalaman 47 Lampiran K Analisa Korelasi Pearson SPSS.13.00. 48

Lampiran L Contoh Perhitungan 49


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5 Botol Winkler 52


(10)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai produktifitas primer di Danau Toba sebagai hasil aktifitas fotosintesis fitoplankton dan hubungannya dengan nilai klorofil, faktor fisik kimia perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret- April 2008 pada 4 lokasi penelitian di Parapat, Danau Toba. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan aktifitas yang bervariasi pada masing- masing lokasi penelitian. Produktifitas primer diukur dengan Metode Oksigen yang menggunakan dua botol dengan konsentrasi fitoplankton yang di suspensikan pada kedalaman penelitian yang telah ditentukan. Botol “ Gelap “ dibungkus dengan alumunium foil untuk menutupi cahaya matahari, sedangkan Botol “Terang “ tidak ditutup dengan alumunium foil. Kualitas oksigen sebanding dengan jumlah total bahan organik (produktifitas kotor) yang dihasilkan oleh proses fotosintesis pada botol terang. Pada waktu yang bersamaan juga digunakan untuk respirasi. Analisis lainnya akan dilakukan pengukuran faktor fisik kimia perairan seperti temperatur, pH, DO ( Oksigen terlarut ), penetrasi cahaya, BOD5, nitrat, fosfat, dan klorofil.

Nilai rata-rata produktifitas primer berkisar antara 387, 873 mg C/ m3/ hari sampai 825,793 mg C/m3 /hari, dengan nilai produktifitas primer terendah sebesar 187, 68 mg C/ m3 /hariyang ditemukan pada permukaan (lokasi 4), sedangkan nilai klorofil tertinggi terdapat pada lokasi 2 sebesar 95,213 mg/m3 dan terendah di lokasi 3 sebesar 14,426 mg/m3. Berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan nilai produktifitas primer jika dibandingkan antar lokasi, tetapi jika dibandingkan dengan nilai produkltifitas primer berdasarkan kedalaman memiliki nilai yang signifikan sebesar 0,014 dimana lebih kecil dari 0,05 yang terdapat pada permukaan dan kedalaman 2,5 meter.

Kata kunci: Produktifitas primer, fitoplankton, danau.


(11)

Abstract

The aim of research was to investigate the value of primary productivity in Lake Toba as result of activity photosynthesis phytoplankton and its relation with the value of chlorophyll, physic and chemical factors of water. This research has been done during March - April 2008 at 4 sampling locations around Parapat, Lake Toba. The sampling location determined depends on various activities in each sampling location.

Primary Production was measured by the Oxygen Method were two bottles with a given concentration of phytoplankton (small aquatic organisms) are suspended at the depth from which the samples were obtained. The "dark" bottle is wrapped in aluminum foil, to exclude light; the "light" bottle is clear. A quantity of oxygen proportional to the total organic matter fixed (gross production) is produced by photosynthesis in the light bottle. At the same time, some of the oxygen is being utilized in respiration. The other analysis would be conducted to measurement the chlorophyll, physic and chemical factors of water, such as the temperature, pH, Dissolved Oxygen, Secchi Disk visibility, BOD5, NO3, PO4.

The mean value of primary productivity range from 387,873 to 825,793 mg C/m3/dy, with the lowest value obtained at location 4 and highest value at location 2. The lowest value of primary productivity equal to 187,68 mg C/m3/dy obtained at surface (location 4). The highest value of chlorophyl equal to 95,213 mg/m3 at location 2 and the lowest value of chlorohyl equal to 14,426 mg/m3 at location 3. According to statistical test obtained that there no significance difference of value of primary productivity which is compared between locations, since the value of primary productivity at surface was different compared with the value obtained at deepness 2,5 m (significance value equal to 0,014 which is smaller than 0,05).


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Danau Toba merupakan danau yang terbesar di Indonesia, merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting ditinjau dari segi ekologi, hidrologi, serta fungsi ekonomi. Perairan lentik atau berarus tenang misalnya danau mempunyai kecepatan arus yang lambat dan terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Suwignyo, 1990, dalam Barus, 2004, hlm: 100).

Danau Toba yang merupakan ekosistem perairan memiliki berbagai jenis kehidupan biota air, salah satu biota yang terdapat di dalamnya adalah fitoplankton. Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen. Dalam proses fotosintesis tersebut akan menghasilkan energi dengan memanfaatkan sinar matahari dan senyawa organik yang mendukung perairan tersebut, dimana poduktivitas primer fitoplankton di suatu ekosistem perairan berperan sebagai pembentuk energi. Dalam ekosistem air, hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton tersebut bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer (Barus, 2004, hlm: 37).

Klorofil ditemukan dalam semua tumbuhan hijau dan terdiri dari 2 fraksi, klorofil a dengan kandungan sampai mencapai 72%, dan klorofil b mencapai 28%. Klorofil adalah pigmen tanaman berwarna hijau yang terdapat pada kloroplas. Dalam


(13)

kloroplas energi elektromagnetik (cahaya) diubah menjadi energi kimia melalui proses yang dinamakan fotosintesis, dan molekul klorofil berperan sangat penting untuk terjadinya proses fotosinteis tersebut (Harborne, 1987, hlm: 260). Produktifitas dibatasi oleh jumlah klorofil yang tersedia. Komunitas-komunitas dapat dibandingkan berdasarkan klorofil yang ada pada saat tertentu (Michael, 1984, hlm: 366-370). Klorofil a yang terdapat pada alga dan fitoplankton sangat mempengaruhi terjadinya produktifitas primer. Sampai saat ini penelitian tentang hubungan nilai produktifitas primer dengan konsentrasi klorofil a belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan, penelitian “Hubungan Nilai Produktifitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil a dan faktor fisik kimia air di Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun”.

1.2Permasalahan

Produktivitas primer adalah pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik, terutama melalui proses fotosintesis. Ada hubungan antara produktifitas primer dengan klorofil a dan faktor fisik kimia air. Namun sejauh ini, data dan informasi mengenai hubungan produktifitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia air di perairan Danau Toba belum diketahui, maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan nilai produktifitas primer dengan klorofil a dan faktor fisik kimia air tersebut.

1.3Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui nilai produktifitas primer yang berbeda pada setiap lokasi penelitian dan kedalaman air di perairan Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun.

b. Untuk mengetahui hubungan nilai produktifitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik-kimia air di perairan Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun.


(14)

1.4 Hipotesis

a. Nilai produktifitas primer berbeda pada setiap lokasi penelitian dan kedalaman air di perairan Danau Toba, Parapat, Kabupten Simalungun.

b. Terdapat hubungan nilai produktifitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia air di perairan Danau Toba, Parapar, Kabupaten Simalungun.

1.5 Manfaat.

a. Memberikan informasi awal mengenai hubungan nilai produktifitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia air di perairan Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun.

b. Memberikan informasi mengenai faktor fisik-kimia perairan Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Danau

Ekosistem air daratan (inland water) dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu perairan lentik (berarus tenang misalnya danau, waduk, dan kolam) dan perairan lotik (yang berarus cepat atau perubahan akumulasi massa air terjadi dalam waktu yang cepat misalnya parit, kali, dan sungai). Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lembat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umunya mempunyai kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001, hlm : 82-83).

Menurut Sinambela (1994, hal : 110), ekosistem lentik/danau dibagi menjadi beberapa zona yaitu :

a. Zona Litoral, yaitu daerah perairan yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar, biasanya di kolam dan danau alami ditumbuhi oleh tanaman, tetapi tidak selalu demikian pada kolam yang dikelola.

b. Zona Limnetik, yaitu daerah air terbuka sampai ke dalam penetrasi cahaya yang efektif, disebut tingkat kompensasi, yaitu daerah dimana fotosintesis seimbang dengan respirasi. Pada umumnya, tingkat ini berada pada kedalaman dimana intensitas cahaya kira-kira 1% dari intensitas cahaya penuh. Komunitas di sini hanya terdiri dari plankton, nekton, dan kadang-kadang neuston. Zona ini tidak ada pada kolam yang kecil/dangkal. Istilah zona eufotik berarti zona yang mendapat cahaya termasuk litoral dan limnetik.


(16)

c. Zona Profundal, yaitu bagian dasar dan daerah air yang dalam tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif. Zona ini biasanya tidak ada pada kolam.

Dalam danau zona limnetik dan profundal relatif besar ukurannya dibandingkan dengan zona litoral, bila kebalikannya disebut kolam. Jadi, zona limnetik adalah daerah produsen utama (daerah dimana energi cahaya diikat menjadi makanan) untuk danau secara keseluruhan. Fitoplankton dan keadaan alami dari dasar serta biota yang hidup di sana adalah daerah produsen utama dan komunitas di daerah ini merupakan bahan yang paling menarik untuk diteliti (Nontji, 2005, hlm : 79).

Daya dukung badan air dipengaruhi oleh luas, volume, badan air, dan gerak air. Misalnya, sebuah danau yang luas dan dalam, mempunyai daya dukung yang lebih besar daripada danau yang sempit, dangkal, airnya tenang dan mengalami pergantian air yang pelan. Hal ini disebabkan karena di danau dengan volume air yang besar yang tercampur oleh gelombang atau arus dan mengalami pengenceran dan terbawa keluar danau oleh adanya aliran keluar (Barus, 2004, hlm: 74).

2.2 Nilai Produktivitas Primer

Adanya kehidupan di bumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam menggunakan energi cahaya matahari untuk mensintesis molekul- molekul organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Proses ini disebut fotosintesis, dengan persamaan umum yaitu :

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6O2.

Pangkal semua bentuk kehidupan dalam perairan ialah aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik. Namun, kondisi-kondisi kimia dan fisik tertentu mengakibatkan terdapatnya perbedaan-perbedaan besar dalam bentuk tumbuhan dan lokasi, serta tingkat fotosintetik maksimum (Nybakken, 1992, hlm: 53).


(17)

Produktivitas primer adalah hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai produktivitas primer (Michael, 1984, hlm: 366). Fotosintesis yang memainkan peran sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas, sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor temperatur. Laju fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 10 oC. Meskipun demikian, intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Secara sederhana diuraikan bahwa dalam fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu produk dari fotosintesis tersebut. Sebagai proses kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbon dioksida dan energi. Apabila cahaya tidak ada maka proses fotosintesis akan terhambat, sementara aktivitas respirasi terus berlangsung. Dengan adanya cahaya kedua proses tersebut akan berlangsung secara serentak. Fakta-fakta ini digunakan dalam pengukuran produktivitas primer (Barus, 2004, hlm: 112).

Seperti halnya dengan benthos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan, dan zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan. Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Hasil dari fotosintesis ini merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lainnya (Barus, 2004, hlm: 25-26). Menurut Lilley et al., (2000, hlm: 174), posisi fitoplankton di dasar piramida makanan adalah mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika komunitas yang lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas air.

Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang dipakai untuk mengukur laju fotosintesis yang disebut juga sebagai produktivitas primer kotor (jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya cahaya), sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas primer


(18)

dapat diukur sebagai produktivitas kotor atau produktivitas bersih. Hubungan diantara keduanya dapat dinyatakan sebagai:

Produktivitas bersih (PN) = Produktivitas kotor (PG ) - Respirasi (R).

Keterangan:

R= ( O2) awal- (O2) akhir botol gelap

PG= (O2) akhir botol terang - (O2) akhir botol gelap

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m3, maka nilai dari mg/l dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini menghasilkan mg C/m3 untuk jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan hari, maka nilai per jam harus dikalikan dengan 12 dengan mengingat cahaya matahari hanya diperoleh 12 jam per hari (Barus, 2004, hlm: 113).

Produktivitas primer dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh (Krebs, 1985, hlm : 610), yakni :

a. Faktor pengontrol dominan yakni cahaya, temperatur, fosfor, dan silikon (untuk diatom).

b. Faktor pengontrol tambahan yakni nitrogen, zat besi, mangan, dan molybdenum. c. Faktor pengontrol yang jarang yakni, karbon, kobalt, sulfur dan sedikitnya nutrient

untuk pertumbuhan.

Tingkatan trofik di suatu ekosistem perairan menunjukan intensitas dari produksi primer. Dengan kata lain besaran nilai produktivitas primer akan menunjukkan tingkatan trofik suatu danau. Tingkatan trofik suatu danau tidak hanya memiliki arti penting sebagai prinsip dasar ilmu limnologi, melainkan juga sangat menentukan pengembangan budidaya perikanan karena tingkatan trofik mencerminkan proses-proses transfer energi dan aliran materi yang terjadi di dalamnya. Tingkatan trofik akan menunjukkan kondisi zat nutrisi yang terkandung dalm air dan dengan demikian akan memberikan indikasi sejauh mana daya dukung perairan tersebut dalam pengembangan budidaya perairan. Peningkatan zat-zat nutrisi di dalam ekosistem akuatik, terutama yang berasal dari limbah yang dibuang disebut sebagai proses eutrofikasi (Barus, 2004, hlm : 114).


(19)

Fotosintesis mempengaruhi penyerapan energi radiasi dan karbondioksida serta pelepasan oksigen. Pernapasan mencakup pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, dan tenaga. Tanpa adanya sinar, fotosintesis tertahan namun pernafasan berlanjut. Dengan adanya sinar, kedua proses terjadi secara serentak. Faktor ini digunakan untuk mencari cara pengukuran produksi primer. Bila satu dari tiga parameter metabolisme, yaitu karbon dioksida, oksigen atau tenaga yang terlibat dalam fotosintesis dapat diukur baik dalam sinar maupun dalam gelap, maka akan mungkin untuk memperkirakan hal-hal berikut:

a. Produksi primer kotor, jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya sinar.

b. Produksi primer bersih, jumlah bahn organik yang disimpan setelah pengeluaran dalam bentuk pernafasan.

c. Pernafasan, pertukaran gas dan panas dengan lingkungan yang berkaitan dengan pemutusan metabolik bahan organik oleh sel-sel hidup (Michael, 1984, hlm: 36).

2.3 Klorofil a

Klorofil merupakan pigmen terpenting dari tumbuhan yang melakukan fotosintesa. Hingga kini telah dapat dibedakan adanya klorofil a, b, c, d, e, bakterioklorofil, dan bakteriviridin. Tetapi yang paling terkenal dan yang paling penting dalam kegiatan fotosintesa adalah klorofil a yang terdapat pada semua organisme yang autotrof. Klorofil merupakan pimen utama dari tetra pirol yang membentuk cincin yang pada bagian tengahnya mengandung metal. Molekul klorofil tersusun oleh unsur C, H, O, N, dan satu atom Mg (Smith, 2002, hlm: 44-45).

Klorofil adalah zat pembawa warna hijau pada tumbuh-tumbuhan, yang berperan melakukan fotosintesis (menyerap dan menggunakan energi sinar matahari untuk mensintesis oksigen dan karbohidrat dari CO2 dan H2O) pada tumbuh-

tumbuhan. Oleh karena itu, besarnya kandungan klorofil berpengaruh besar dalam menentukan laju fotosintesis. Kloroplas mengandung dua golongan pigmen yaitu


(20)

korofil, zat warna ini ada yang berwarna hijau kebiru-biruan (klorofil a), hijau kekuning-kuningan (klorofil b) dan karotenoid, zat warna ini terdiri dari karotin yang berwarna merah jingga dan santofil berwarna kuning (Sutrian, 2004, hlm: 137-140). Dan dari hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memainkan peranan penting pada fotosistem I dan II. Pada tahun 1957, Bessel Kok menemukan adanya klorofil a yang dinamakan P700 dan ia berpendapat bahwa itu adalah pusat reaksi klorofil a fotosintesis. Klorofil a tidak hanya berperan dalam pemanenan cahaya, pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, dan bertindak sebagai penyumbang elektron utama (P680, P700), maupun penerima elektron utama, feofitin berasal dari klorofil dengan penggantian Mg dengan H+ di pusat (Salisbury & Ross, 1995, hlm: 36-37).

Kloroplas mengandung beberapa pigmen, sebagai contoh; klorofil a terutama menyerap cahaya biru violet dan merah, sedangkan klorofil b menyerap cahaya biru dan orange dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang, sedangkan klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang (http : // www. Lablink. Or. Id/ Env/ Bio/ Fotosintesis. Htm. 2008).

Metode yang lazim digunakan untuk mengukur hasil tetap ialah mengukur beberapa komponen yang umum yang terdapat dalam semua tumbuhan, biasanya yang diukur ialah kadar klorofil dalam suatu volume air tertentu. Karena semua tumbuhan mengandung klorofil agar dapat berfotosintesis, kadar klorofil dalam suatu volum air tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan yang terdapat dalam air tersebut. Klorofil dapat diukur dengan memanfaatkan sifatnya yang dapat berpijar bila dirangsang dengan panjang gelombang cahaya tertentu atau mengekstraksi klorofil dari tumbuhan dengan menggunakan aseton dan kemudian mengukur jumlah ekstrak warna yang dihasilkan dengan spektrofotometer. Kandungan klorofil berbeda menurut spesies fitoplankton, dan bahkan berbeda pada individu-individu dari spesies yang sama. Karena kandungan klorofil bergantung pada kondisi individu. Banyaknya klorofil yang terdapat dalam tumbuhan juga bergantung pada waktu dan intensitas cahaya matahari (Ferguson, 1956, hlm: 28-29).


(21)

2.4. Hubungan antara Produktivitas Primer dengan Faktor Fisik Kimia Perairan.

Hubungan nilai produktivitas primer dengan faktor fisik kimia perairan adalah sebagai berikut:

2.4.1 Temperatur

Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktifitas biologis fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 oC (hanya pada kisaran yang masih dapat ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur suatu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi ( Brehm & Meijering 1990 dalam Barus, 1996, hlm: 23-25).

Menurut Soetjipta, (1993), dalam Azwar (2001, hlm: 51), bahwa temperatur yang masih dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara 20-30, dan temperatur yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30oC, sedangkan temperatur yang optimal untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15-35oC.

2.4.2 Penetrasi cahaya

Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses asimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya


(22)

proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan (Barus, 2004, hlm: 40; Suin, 2002, hlm: 42) dan menurut (Haerlina, 1987, hlm: 5-6), penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga kematian pada organisme tertentu.

Kedalaman penetrasi cahaya suatu perairan merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain: absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik, dan musim (Nybakken, 1992, hlm: 59). Fotosintesis oleh fitoplankton jelas tergantung pada adanya cahaya. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intensitas cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya menurun. Sebaliknya, laju respirasi fitoplankton dapat dikatakan konstan di semua kedalaman. Pada tingkat-tingkat intensitas cahaya yang sedang, laju fotosintesis fitoplankton merupakan fungsi linier dari intensitas cahaya (Barus, 2004, hlm: 44).

2.4.3 Intensitas Cahaya Matahari

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kulitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat yang mengalami pembiasan yang menyebabkan kolom air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari , juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda yang lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas


(23)

cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari (Barus, 2004, hlm: 43).

2.4.4 pH (Derajat Keasaman)

Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan ammoniak dalam air akan tergangu, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004, hlm: 60).

Derajat keasaman perairan tawar berkisar dari 5-10 (Dirjen DIKTI Depdikbud, 1994, hlm: 12). Setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya. Perkembangan alga Cyanophyceae akan sangat jarang dalam perairan apabila pH di bawah 5 (Shubert, 1984, hlm: 401- 403).

2.4.5 DO (Dissolved Oxygen).

Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebahagian besar organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air.

Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi (Barus, 2004, hlm: 56).


(24)

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schwrobel, 1987, dalam Barus, 2004, hlm: 57). Sanusi (2004, hlm: 12), mengatakan bahwa niali DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2004, hlm: 25), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.

2.4.6 Kejenuhan Oksigen

Disamping pengukuran konsentrasi, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mangetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen dalam mg/l, diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem air tersebut (Barus, 2004, hlm: 59).

2.4.7 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 200 C (Forsner, 1990, dalam Barus, 2004). Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan


(25)

sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari ( BOD5 ) (Barus, 2001, hlm: 65).

Brower et al (1990), mengatakan bahwa nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l oksigen maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l -20 mg/l oksigen akan menunjukkan tingakat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/l. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya yang terdapat dalam limbah rumah tangga.

2.4.8 Kandungan Unsur Fosfat dan Nitrat

Fosfat dan nitrat merupakan senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme dalam suatu perairan antara lain fitoplankton yang digunakan sebagai makanan berbagai jenis ikan (Muchtar, 1980, hlm: 21). Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992, hlm: 39-42). Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, K, dan S, sangat penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan Klorofil, dan Si dan Ca merupakan bahan untuk dinding sel atau cangkang. Disamping itu silikat (Si) lebih banyak digunakan oleh diatom dalam pembentukan didnding sel (Raymont, 1963 dalam Hutauruk, 1984, hlm: 46). Nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing-masing 3,9 mg/l – 15,5 mg/L dan 0,27 mg/l – 5,51 mg/l (Mackentum, 1969 dalam Haerlina, 1987, hlm: 6-7).


(26)

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrient bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur hara yang sangat penting dalam pertukaran energi dari organisme yang sangat dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrient), sehingga fosfat berfungsi sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkatan pertumbuhan alga dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan fosfat akan menyebabkan timbulnya proses eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi aerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004, hlm: 43).

Nitrat adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, piroteknik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987, hlm: 159-161).


(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2008 di Perairan Danau Toba Parapat, Kabupaten Simalungun. Metode yang digunakan dalam penentuan titik stasiun adalah dengan metode “Purposive Random Sampling” dengan menggunakan empat stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga kedalaman, yaitu 0 m (permukaan), 2,5 m dan 5 m. Pada setiap stasiun dilakukan pengukuran dengan 2 kali ulangan. Pembagian kedalaman ini didasarkan pada batas penetrasi cahaya yaitu 5 m.

3.2 Deskripsi Area

Lokasi penelitian ini berada di perairan Danau Toba Parapat Kabupaten, Simalungun. (Peta lokasi ditunjukkan pada lampiran A). Perairan ini banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat antara lain: pertambakan, daerah objek wisata, perhotelan, transportasi air, dan pemukiman penduduk.

a. Stasiun I

Stasiun ini berada di Kecamatan Ajibata yang secara geografis terletak pada titik 20 39” 33,01’ LU dan 980 55” 55,8’ BT. Pada lokasi ini tidak ditemukan keramba atau jala apung dan juga tidak ditemukan adanya tumbuhan air seperti eceng gondok.


(28)

Lokasi ini agak jauh dari pemukiman penduduk maupun sarana perhotelan dan dijadikan sebagai lokasi kontrol.

b. Stasiun II

Stasiun ini berada ± 2 km dari stasiun I terletak di pantai hotel Darma Agung di dekat dermaga kapal ferry pengangkut penumpang. Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara geografis terletak pada titik 20 39” 32’ LU dan 980 55” 57,2’ BT. Pada lokasi ini banyak dijumpai tumbuhan eceng gondok dan tumbuhan air lainnya. Disekitar daerah ini merupakan daerah pemukiman penduduk, sarana perhotelan, dan pelabuhan. Pada permukaan air banyak ditemukan sampah yang berupa limbah organik yang berasal dari rumah tangga dan sarana perhotelan di sekitarnya serta minyak yang berasal dari transportasi air.


(29)

c. Stasiun III

Stasiun ini berada ± 3 km dari stasiun I terletak di samping Hotel Danau Toba Internasional, masih berada di Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara geografis berada pada 20 39” 50.02’ LU dan 980 55” 16,5’ BT. Pada lokasi ini banyak dijumpai tumbuhan air seperti eceng gondok, hydrilla, dan teratai. Disekitar daerah ini juga dujumpai daerah pemukiman penduduk dan sarana perhotelan.

d. Stasiun IV

Stasiun ini berada ± 4 km dari stasiun I, masih berada di Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara geografis terletak pada titik 20 42” 10, 18’ LU dan 980 55” 12, 72’ BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan pertambakan ikan dalam jala apung (karamba) baik yang dimiliki penduduk maupun yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Disekitar daerah ini juga ditemukan pemukiman penduduk.


(30)

3.3 Pengambilan Sampel Produktivitas Primer

Pengukuran nilai produktifitas primer dilakukan dengan menggunakan metode Botol Winkler terang-gelap. Sampel air yang diambil, dimasukkan ke dalam 2 botol terang dan 2 botol gelap dengan volume yang sama dan dilakukan dengan 2 kali ulangan untuk masing-masing stasiun pengamatan, dan terlebih dahulu diukur DO awalnya. Untuk mendapatkan sampel air dari kedalaman 2,5 m dan 5 m digunakan lamnot. Sampel air yang diperoleh direndam pada kedalaman yang berbeda 0 m (permukaan), 2,5 m dan 5 m, dimulai pada pukul 10.00 WIB – Pukul 16.00 WIB, dimana penentuan kedalaman berdasarkan batas penetrasi cahaya yaitu 5 meter. Pada masing-masing kedalaman digantungkan satu botol Winkler terang dan satu Winkler gelap. Kemudian botol diangkat keluar dan diukur DO akhirnya yang diperoleh dengan menggunakan metode Winkler.

3.4 Pengambilan Sampel Klorofil a

Sampel air sebanyak 1 L, dibawa ke Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan FMIPA USU, dan diukur konsentrasi klorofil a dengan menggunakan spektrofotometer. Bagan kerja terlampir (Lampiran B).

3.5 Pengukuran faktor fisik-kimia perairan

Faktor fisik-kimia perairan yang diukur adalah temperatur, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, pH, dissolved oxygen (DO), kejenuhan oksigen, BOD5 , kandungan fosfat dan

nitrat.

3.5.1 Temperatur (oC)

Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan tabung lamnot, kemudian dituang dalam erlenmeyer dan diukur temperatur dengan menggunakan


(31)

termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ±10 menit kemudian dibaca skalanya.

3.5.2 Penetrasi cahaya/Kecerahan (cm)

Penetrasi cahaya diukur dengan menggunakan keping Secchi yang dimasukkan kedalam badan perairan sampai keping secchi tidak tampak lagi dari permukaan, kemudian dibaca skala yang terdapat pada tali keping secchi tersebut.

3.5.3 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan kearah datangnya cahaya matahari yang lebih banyak tersinari. Ditunggu sampai skala yang ditunjukkan oleh lux meter mulai stabil, dan dicatat skala yang ditunjukkan.

3.5.4 pH (Derajat Keasaman)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

3.5.5 Dissolved Oxygen (DO) (mg/l)

Dissolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metodeWinkler. Sampel air diambil dari dasar perairan, dilakukan pengukuran oksigen terlarut (lampiran C)


(32)

3.5.6 Kejenuhan Oksigen

Harga kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

O2 (u)

Kejenuhan (%) = x 100 O2 (t)

O2 (u) = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

O2 (t) = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tebel)

sesuai dengan nilai temperatur

3.5.7 BOD5

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda Winkler. Sampel

air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan kedalam botol Winkler. Bagan kerja terlampir (lampiran D).

3.5.8 Kadar nitrat dan fosfat

Pengukuran nitrat dan fosfat diukur dengan metode Spektrofotometer, bagan kerja terlampir (lampiran E dan lampiran F)

Tabel 1. Alat dan satuan yang dipergunakan dalam pengukuran faktor fisik kimia perairan.

NO Parameter Fisik-Kimia Satuan Alat Tempat

Pengukuran 1. Temperatur air oC Termometer Air Raksa In-Situ 2. Penetrasi Cahaya Cm Keping Secchii In-Situ 3. Intensitas Cahaya Candella Lux Meter In-Situ 4. pH (Derajat Keasaman) - pH meter In-Situ 5. DO (Oksigen terlarut) mg/l Metode Winkler In-Situ

6. BOD5 mg/l Metode Winkler dan

Inkubasi

Laboratorium

7. Kejenuhan Oksigen % - Laboratorium

8. Fosfat mg/l Spektrofotmeter Laboratorium


(33)

3. 5 Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menghitung tingkat kejenuhan oksigen, nilai produktifitas primer perairan, nilai konsentrasi klorofil a, serta Uji T dan korelasi Pearson.

3.5.1 Kejenuhan oksigen

Harga kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

O2 (u)

Kejenuhan (%) = x 100 O2 (t)

O2 (u) = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

O2 (t) = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tebel)

sesuai dengan nilai temperatur. Tabel nilai oksigen terlarut maksimum terlampir (Lampiran G).

(Barus, 2004, hlm : 59)

3.5.2 Rumus Menghitung Produktivitas Primer (PP)

Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Produktivitas primer dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan produktivitas bersih. Hubungan diantara keduanya dapat dinyatakan sebagai:

Produktivitas bersih (PN ) = Produktivitas kotor (PG) – Respirasi (R)

Keterangan:

R = [O2]awal - [O2]akhir pada botol gelap


(34)

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m3, maka nilai dalam mg/l dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg C/m3 untuk waktu jangka pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satu hari, nilai per jam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya diperoleh selama 12 jam per hari (Barus, 2004, hlm: 112-113).

3.5.3 Rumus menghitung klorofil a

Klorofil- a (mg/m3) = (11,0) (2,43) (A1-A2 ) (V1/V2)/d

Keterangan:

11,0 = koefisien absorbsi 2,43 = faktor koreksi

A1 = konsentrasi klorofil a dan Feofitin sampel

A2 = konsentrasi sampel yang diberi HCl

V1 = volume ekstrak aseton (liter)

V2 = volume sampel yang disaring (m3)

d = diameter kuvet

Nilai A1 dan A2 terlebih dahulu dikoreksi dengan mengurangkan dari konsentrasi

blanko 730 nm (Soegianto, 2004, hlm: 22).

3.5.4 Uji T

Uji T dilakukan dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS Ver.13.00 Uji ini merupakan uji statistik yang membandingkan produktifitas primer baik antar stasiun / lokasi maupun antar kedalaman.

3.5.5 Analisa korelasi Pearson

Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan metode SPSS Ver.13.00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan nilai produktifitas primer.


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai Produktifitas Primer, Faktor Fisik Kimia Perairan, dan Konsentrasi Klorofl a.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Danau Toba Parapat, Kabupaten Simalungun didapatkan nilai rata-rata faktor fisik kimia, sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai produktivitas primer, faktor fisik kimia perairan , dan konsentrasi klorofil a

S t a s i u n

Kedalaman PP Klorofil a Temp. pH DO BOD5 NO3 PO4 Kej. O2

Penetrasi Cahaya

Intensitas Cahaya (m) mgC/m3/hari (mg/m3) (oC) - (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) % cm Cd

0 525,505 4,81 25 6,9 6,2 0,8 1,1262 0,0358 76,45

1 2,5 713,184 37,68 25 7,2 6,0 0,6 1,1844 0,0483 73,98

5 525,505 60,94 25 7,3 5,4 0,4 1,1553 0,0318 66,58

Rata-rata 588,064 34,47 25 7,13 5,87 0,60 1,1553 0,0386 72,3366 5 279

0 825,79 39,02 25 7,3 6,9 0,8 1,0971 0,0398 85,08

2 2,5 1.163,62 99,08 24 7,4 5,2 0,6 1,0776 0,0438 63,03

5 487,97 147,54 24 7,4 6,6 0,4 1,1359 0,0996 80,00

Rata-rata 825,793 95,21 24,33 7,37 6,23 0,60 1,1035 0,0611 76,0366 5 965

0 600,575 14,96 25 7,0 6,6 3,8 1,1553 0,0239 81,38

3 2,5 788,255 11,49 24 7,0 6,0 1,8 1,2038 0,0318 72,72

5 487,97 16,83 24 7,1 6,6 1,2 1,1842 0,0354 80,00

Rata-rata 625,600 14,42 24,33 7,03 6,40 2,27 1,1811 0,0304 78,0333 5 120

0 187,68 0,53 25 7,1 6,4 1,6 1,1262 0,0318 78,91

4 2,5 337,825 82,32 25 7,0 6,0 1,4 1,0388 0,0159 73,98

5 638,115 45,70 24 7,0 5,4 1,5 1,0582 0,0239 65,45


(36)

Keterangan :

ST. 1 : Kontrol ( 2039’33,01” LU / 98055’55,8” BT ) ST 2 : Dermaga / hotel ( 2039’32” LU/ 98055’57,2” BT )

ST. 3 : Pemukiman penduduk ( 2038’50,2” LU / 98055’16,5” BT ) ST. 4 : Tambak ikan ( 2042’10,18” LU/ 98055’12,72” BT )

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata PP tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 825,793 mgC/m3 /hari, sedangkan nilai PP terendah pada stasiun 4 sebesar 387,873 mgC /m3/ hari. Sedangkan nilai konsentrasi klorofil a tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai rata - rata 95,213 mg/m3, dan terendah pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata sebesar 14,42 mg/m3. Tingginya nilai PP pada stasiun 2 karena memiliki intensitas cahaya yang maksimal sehingga aktifitas fotosintasis fitoplankton berlangsung dengan baik. Tingginya nilai konsentrasi klorofil a di stasiun 2 sangat mendukung untuk proses fotosintesis yang menghasilkan PP yang tinggi. Menurut Barus (2001, hlm : 113), menyatakan bahwa pengaruh keanekaragaman plankton di suatu ekosistem perairan dapat menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi sehingga menghasilkan PP yang tinggi. Pada fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu dari produk fotosintesis tersebut.

Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan PP di danau. Peningkatan PP merupakan hasil proses fotosintesis sebanding dengan jumlah oksigen yang dihasilkan, dan kandungan oksigen terlarut di perairan dapat memberikan petunjuk tentang tingginya PP di suatu perairan. Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan PP di danau, dimana kelimpahan fitoplankton yang tinggi akan menghasilkan oksigen yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton yang rendah (Sverdrup et al., 1961) Jadi kelimpahan fitoplankton yang tinggi cenderung menghasilkan oksigen yang tinggi sebagai hasil dari proses fotosintesis.

Nilai PP terendah pada lokasi 4 sebesar 387,873 mg C/m3/hari. Menurut Nybakken (1992, hlm : 29), menyatakan bahwa penurunan PP pada badan perairan


(37)

dapat disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang tidak maksimal sehingga menyebabkan klorofil tumbuhan air rusak dan mempengaruhi fotosintesis.

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa temperatur air pada keempat stasiun penelitian berkisar 24-25 C. Perbedaan temperatur air antara permukaan dan kedalaman tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba tidak mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Temperatur rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 250 C dan terendah pada stasiun 2 dan 3 sebesar 24,330C. Adanya perbedaan temperatur air pada setiap stasiun penelitian disebabkan perbedaan waktu pengukuran serta kondisi cuaca saat pengukuran dilakukan pada masing-masing stasiun. Menurut Brehm & Meijering (1990) dalam Barus ( 1996, hlm: 45 ), pola suhu ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara di sekelilingnya dan juga faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Temperatur air di Danau Toba umumnya homogen yang berfluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nilai temperatur air pada lapisan permukaaan Danau Toba tidak berbeda jauh jika dibandingkan pada temperatur pada berbagai kedalaman danau (pada kedalaman 200-500 m), perbedaannya didapatkan hanya 10C. Hal ini menunjukkan sangat sulit menemukan termoklin, terjadi degradasi temperatur dengan sangat drastis dengan menambah kedalaman suatu badan perairan (Barus, 2004, hlm: 107).

Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH pada keempat stasiun penelitian didapatkan nilai pH berkisar 7,03 – 7,37. Nilai pH pada keempat stasiun berbeda-beda tergantung kondisi perairan pda masing-masing stasiun penelitian. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 7,37 dan terendah pada stasiun 3 dan 4 sebesar 7,03. Cole (1983), menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO2 melaui proses fotosintesis yang akan

menyebabkan perubahan pH di dalam air. Nilai pH di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kemampuan air untuk melepas atau mengikat sejumlah ion hidrogen yang menunjukan larutan tersebut asam atau basa (Barus, 1996; Michael, 1984). Hawkes (1979) dalam Sinambela (1994, hlm: 33), menyatakan bahwa kehidupan


(38)

dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari keempat stasiun penelitian masih mendukung kehidupan biota perairan. Dari Tabel 2 bahwa nilai pH perairan Danau Toba rata-rata 7, hal ini menunjukkan perairan masih dalam kisaran normal. Menurut Barus (2004, hlm: 61), menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 - 8,5.

Nilai dissolved oxygen (DO) yang diperoleh dari keempat stasiun pengamatan berkisar rata-rata antara 5,87-6,40 mg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 6,40 mg/l dan terendah pada stasiun I sebesar 5,87 mg/l, dengan kisaran kejenuhan O2 72,33 %- 78,03 %. Nilai rata-rata kejenuhan oksigen yang paling besar

terdapat pada stasiun 3 sebesar 78,03 %, hal ini disebabkan badan perairan memiliki sumber pemasukan oksigen yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton. Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun 3 karena adanya keberadaan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen sehingga meningkatkan nilai kelarutan oksigen, sedangkan rendahnya nilai oksigen terlarut pada stasiun I disebabkan karena kurangnya keberadaan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen. Schwrobel (1987) dalam Barus (1996, hlm: 111), menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Terjadinya penurunan nilai oksigen terlarut menyebabkan kebutuhan DO oleh biota air untuk menguraikan limbah tersebut akan meningkat, di samping itu terjadi penambahan nilai kejenuhan oksigen yang menunjukkan ada defisit oksigen pada lokasi yang seharusnya dapat diserap oleh air pada lokasi tersebut.

Nilai BOD5 pada keempat stasiun penelitian berbeda, berkisar 0,60 – 2,27

mg/l. Nilai BOD5 yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2,27 mg/l dan

terendah pada stasiun 1dan 2 sebesar 0,60 mg/l. Adanya perbedaan nilai BOD5 di

setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun, yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan niali BOD5 meningkat. Tingginya nilai BOD5 pada stasiun 3


(39)

dikarenakan adanya berbagai aktivitas masyarakat yang terdapat pada stasiun tersebut, sedangkan pada stasiun 1 tidak ditemukan adanya aktivitas masyarakat dan merupakan lokasi yang yang belum terkena masukan limbah organik. Terjadinya penambahan nilai BOD5 pada lokasi pemukiman penduduk karena buangan limbah

organik yang memberikan fluktuasi terhadap nilai BOD5 tersebut. Hal ini disebabkan

masuknya limbah organik ke badan perairan, sehingga menyebabkan kebutuhan oksigen terlarut oleh biota air (bakteri) untuk mengurainya akan meningkat. Nilai BOD5 yang diperoleh pada lokasi pengamatan pada prinsipnya menunjukkan indikasi

tentang rendahnya kadar bahan organik di dalam air, karena nilai BOD5 merupakan

parameter indikator pencemaran oleh zat organik, dimana semakin tinggi nilainya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan sebaliknya (Barus, 2001, hlm: 65), dan (Sukmawati, dkk, 2005, hlm: 33-34).

Dari Tabel 2 dapat dilihat kadar Nitrat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 1,0744 - 1,1811. Kadar nitrat tertinggi dijumpai pada stasiun 3 dengan rata-rata 1,1811 dan terendah pada stasiun 4 dengan rata-rata 1,0744 mg/liter. Hal ini disebabkan adanya mikroorganisme yang mengoksidasi amonium/amoniak menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat pada setiap stasiun yang berbeda. Menurut Mackentum, (1969) dalam Haerlina (1987, hal : 8), menyatakan bahwa kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9-15,5 mg/l. Tingginya unsur nitrat pada stasiun 3 disebabkan lokasi ini merupakan lokasi pemukiman penduduk dan banyaknya aktifitas masyarakat yang menghasilkan limbah domestik yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrat di badan perairan. Konsentrasinya di dalam perairan akan semakin bertambah bila semakin dekat dari titik pembuangan (semakin berkurang bila jauh dari titik pembuangan yang disebabkan aktifitas mikroorganisme). Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit yang akhirnya menjadi nitrat.

Dari Tabel 2 dapat dilihat konsentrasi kadar fospat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 0,0239-0,0611 mg/l. Nilai kadar fospat tertinggi dijumpai pada stasiun 2 dengan nilai 0,0611 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai 0,0239 mg/l. Hal ini disebabkan masuknya limbah-limbah dari hasil pertanian seperti pupuk yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat meningkatkan nilai fospat di lokasi ini.


(40)

Menurut Alaerts (1987, hal : 234), terjadinya penambahan konsentrasi fospat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian dan akitivitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka (badan perairan). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2004, hlm: 68).

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa penetrasi antara keempat stasiun penelitian ini rata-rata sebesar 5 m. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara keempat stasiun ini masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat yang tersuspensi pada perairan tersebut.

Menurut Nybakken (1992, hlm : 62), menyatakan bahwa adanya zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok. Menurut Odum (1998, hlm : 370), bahwa penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat-zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 965 Cd pada stasiun II. Sedangkan intensitas cahaya terendah sebesar 120 Cd pada stasiun III. Perbedaan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan waktu pengukuran.

Faktor cahaya matahari yang masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan megalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Barus, 2004, hlm: 43).

Secara umum nilai parameter abiotik baik fisik maupun kimia yang terdapat di seluruh stasiun maupun kedalaman di perairan Danau Toba Parapat masih cukup baik untuk kelangsungan hidup biota air yang terdapat di dalamnya termasuk organisma fitoplankton.


(41)

4.2. Nilai Uji T Produktifitas Primer Antar Stasiun dan Kedalaman

Berdasarkan nilai produktifitas primer antar lokasi dan kedalaman diperoleh nilai uji T seperti terlihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Uji T Pada Produktivitas Primer Berdasarkan Lokasi dan Kedalaman.

Parameter t df Pasangan sig nifikan Rata-rata Std. deviasi Rata-rata galat Tingkat kepercayaan

bawah atas Antar Lokasi/ Stasiun

pasangan 1 pp1 - pp2 -237.7286 249.92778 144.2958 -858.5836 383.1263 -1.648 2 .241 Pasangan 2 pp1 - pp3 -37.53533 65.01282 37.53517 -199.0361 123.9654 -1.000 2 .423 Pasangan 3 pp1 - pp4 200.1923 271.54147 156.7745 -474.3540 874.7387 1.277 2 .330 Pasangan 4 pp2 - pp3 200.1933 188.92931 109.0783 -269.1330 669.5197 1.835 2 .208 Pasangan 5 pp2 - pp4 437.9210 517.85131 298.9816 -848.4929 1724.334 1.465 2 .281 Pasangan 6 pp3 - pp4 237.7276 336.42886 194.2372 -598.0079 1073.463 1.224 2 .346 Antar Kedalaman

Pasangan 7 pp0m -

pp2.5m -215.8335 83.23345 41.61672 -348.2764 -83.39051 -5.186 3 .014 Pasangan 8 pp0m -

pp5m -.00175 331.50728 165.7536 -527.5038 527.5003 .000 3 1.00 Pasangan 9 pp2.5m -

pp5m 215.8317 402.38303 201.1915 -424.4494 856.1129 1.073 3 .362

Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa pada kedalaman 2,5 m, adalah kedalaman yang sangat optimal untuk proses berlangsungnya fotosintesis. Keberadaan berbagai aktivitas masyarakat di sekitar danau yang berada di permukaan sangat menggangu berlangsungnya fotosintesis, walaupun pada permukaan air, intensitas cahaya matahari merupakan salah satu faktor pendukung proses fotosintesis, namun pada kedalaman 2,5 m merupakan kedalaman yang lebih baik untuk proses fotosintesis.

Produktivitas Primer berkaitan dengan proses biokimia fotosintesis yang mengubah karbondioksida dan air menjadi zat-zat nutrisi berupa senyawa organik, dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil. Dalam suatu ekosistem akuatik proses fotosintesis dapat berlangsung dengan adanya berbagai jenis organisme akuatik yang


(42)

bersifat tumbuhan, terutama fitoplankton serta berbagai bakteri yang bersifat fotoautotrof (Michael, 1984, hlm : 366 ; Barus, 1996, hlm : 24). Keberadaan berbagai aktivitas masyarakat di sekitar danau yang berada di permukaan sangat menggangu berlangsungnya fotosintesis, walaupun sebenarnya pada permukaan air, intensitas cahaya matahari merupakan faktor penentu berlansungnya proses fotosintesis, tetapi pada kedalaman 2,5 m lebih baik dibandingkan dengan kedalaman lainnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman mengakibatkan perbedaan produktivitas. Hal ini disebabkan perbedaan intensitas cahaya matahari atau energi radiasi sinar matahari yang diterima pada setiap lapisan kedalaman.

Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa berdasarkan uji statistik yang dilakukan tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai produktifitas primer antar lokasi/ stasiun, sedangkan nilai produktifitas primer berdasarkan kedalaman memiliki nilai yang signifikan yaitu pada permukaan berbeda dengan nilai yang didapatkan pada kedalaman 2,5 m (nilai signifikan sama dengan 0,014 lebih kecil dari 0,05). Hal ini mengindikasikan umumnya kehomogenan dari Danau Toba sangat tinggi. Kehomogenan dari Danau Toba ini memperkuat dari hasil penelitian sebelumnya, adanya pola temperatur air di danau toba yang berfluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air (Barus, 2004, hlm : 104 ). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nilai temperatur air pada lapisan permukaan Danau Toba tidak berbeda jauh jika dibandingkan pada temperatur pada berbagai kedalaman danau (pada kedalaman 200-500 m), perbedaannya didapatkan hanya 10C. Hal ini menunjukkan sangat sulit menemukan termoklin, dimana terjadi degradasi temperatur dengan sangat drastis dengan menambah kedalaman suatu badan perairan. Hal ini berhubungan dengan perbedaan bobot air pada besaran temperatur yang berbeda. Kondisi seperti ini juga merupakan ciri dari pola temperatur di danau-danau tropis, yaitu terjadi suatu stratifikasi termal yang menyebabkan air danau tidak dapat bercampur secara vertikal. Dengan kata lain, Danau Toba memiliki karakter yang unik dengan keberadaan proses pencampuran air yang baik.


(43)

4.3. Analisis Korelasi Pearson Dengan Program SPSS Ver. 13. 00

Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia perairan yang telah dilakukan pada stasiun penelitian dan kedalaman yang dikorelasikan antara produktivitas primer dengan faktor lingkungan, maka diperoleh indeks korelasi seperti pada tabel berikut.

Tabel 4. Nilai Korelasi Pearson Dengan Menggunakan Program SPSS Ver. 13. 00 Korelasi

Pearson

Klorofil Suhu pH DO BOD5 Kej.O2 Nitrat Fospat

pp 0.158 -0.374 0.402 -0.362 -0.159 -0.384 -0.016 0.093 Keterangan :

Nilai + : Arah korelasi searah Nilai - : Arah korelasi berlawanan

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa hasil uji korelasi antara beberapa faktor fisik kimia perairan berbeda tingkat dan arah korelasinya. Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai produktivitas primer, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimianya maka nilai produktivitas primer akan semakin besar pula. Sedangkan nilai (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik-kimia perairan dengan produktivitas primer, artinya semakin besar nilai faktor fisik-kimia perairan maka produktivitas primer akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik-kimia maka nilai produktivitas primer akan semakin besar. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa klorofil a, pH, dan fosfat berkorelasi searah dengan PP. Sementara suhu, DO, BOD5, Kejenuhan O2 dan Nitrat berkorelasi berlawanan arah dengan produktivitas

primer.

Dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa klorofil a, pH, fosfat, berkorelasi searah

dengan Produktifitas Primer. Berdasarkan Interval koefisien korelasi menurut ( Sugiyono, 2005 ), seperti pada Tabel berikut:


(44)

Tabel 5. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0.40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat kuat

Nilai korelasi antara produktifitas primer dengan klorofil a sebesar 0,158, maka hubungan korelasi antara klorofil a dengan produktifitas primer memiliki tingkat hubungan yang sangat rendah, sedangkan pH dengan produktifitas primer memiliki tingkat hubungan yang sedang dengan nilai 0,402 dan fosfat memiliki tingkat hubungan yang sangat rendah dengan nilai 0,93.

Selanjutnya dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa parameter suhu, DO, BOD5,

kejenuhan oksigen, dan nitrat berkorelasi berlawanan dengan produktifitas primer. Ber dasarkan interval korelasi koefisien menurut ( Sugiyono, 2005 ), maka hubungan korelasi antara suhu dengan produktifitas primer memiliki tingkat hubungan rendah dengan nilai sebesar 0,374, sedangkan DO dengan nilai 0,362 memiliki tingkat hubungan rendah. BOD5 dengan nilai 0,159 memiliki tingkat hubungan sangat rendah.

Kejenuhan oksigen dengan nilai sebesar 0,384 memiliki tingkat hubungan rendah. Nitrat dengan nilai korelasi sebesar 0.016 memiliki tingkat hubungan sangat rendah, sehingga dapat disimpulkan pengaruh klorofil a dan faktor fisik kimia perairan terhadap produktifitas primer dikategorikan sangat rendah-sedang, artinya tidak ada salah satu faktor fisik kimia perairan yang mendominasi terhadap produktifitas primer, tetapi memiliki pengaruh yang sama terhadap produktifitas primer.


(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian “ Hubungan Nilai Produktifitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil-a dan faktor fisik kimia air di Perairan Danau Toba Parapat, Kabupaten Simalungun “, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai produktivitas primer tertinggi di stasiun 2 sebesar 825,793 mg C/ m3/ hari. Terendah di lokasi 4 yaitu 387,793 mg C/ m3/ hari.

2. Berdasarkan kedalaman (uji statistik) terdapat nilai signifikan antara permukaan dengan produktifitas primer pada kedalaman 2,5 m.

3. Nilai konsentrasi klorofil a tertinggi di stasiun 2 sebesar 95,213 mg/m3, dan terendah di stasiun 3 sebesar 14,4266 mg/m3.

4. Ada hubungan nilai produktifitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia air.

5. Ada korelasi faktor fisik kimia perairan terhadap produktifitas primer.

5.2. Saran

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan dan melanjutkan penelitian mengenai produktifitas primer, dan hubunggannya dengan fitoplankton di perairan Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. & Sri, S. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.

Azwar, E. 2001. Pengaruh Aktivitas Semen Andalas Terhadap Penyimpangan, Diversitas dan Produktivitas Plankton di Perairan Pantai Lhoknga Kabupaten

Aceh Besar. Fakultas MIPA UNSYAH.

Barus, T. A. 1996. Metode Ekologis Untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lentik.

Program Studi Biologi. Fakultas MIPA USU, Medan.

--- .2001. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan

Fakultas MIPA USU Medan.

---. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau, Fakultas MIPA USU. Medan.

Brower, J. E., Jerrold H. Z., Car I.N. V. E., 1990. Field and Laboratory Methods For

General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publisher, USA, New York.

Cole, G. A.1983. Buku Teks Limnologi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1994. Analisa Kimia Dari Limbah Industri. Laporan Pelaksanaan Kursus Analisa Limbah Industri Angkatan II Staff akademik PTN Indonesia Bagian Timur 7-12 Juli 1994.

Ferguson, M. N. 1956.A Text Book of Parnacognasy.The Macmillan Company, New York.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokomia. Terbitan ke -2, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit ITB. Bandung.

Herlina, E. 1987. Komposisi dan Distribusi Vertikal Harian Fitplankton Pada Siang

Dan Malam Hari Di Perairan Pantai Bojonegoro, Teluk Banten. Fakultas

Perikanan, IPB Bogor.

Hutauruk, S. 1984. Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton Serta Produktivitas

Primer Di Sungai Anakan, Cilacap Jawa Tengah, Fakultas Perikanan IPB

Bogor.

Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abudance. Third Edition. New York: Harper & Row Publisher.

Lilley, et al. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Penerbit Prenhallindo. Jakarta.


(47)

Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Penerjemah : Yanti R, Koestoer, Jakarta: UI Press. Jakarta.

Muchtar, M. 1980. Kandungan Silikon-Silikon Di Teluk Jakarta. Dalam : Teluk

Jakarta Pengkajian Fisika, Kimia, Biologi, Dan Geologi, Tahun 1975-1979

LON-LIPI, Jakarta.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Jembatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Bilogi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah : H. Muhammad Eidman, Jakarta : PT Gramedia.

Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Edisi ke-4. Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung.

Sanusi, H. 2004. Karekteristi Kimia Dan Kesuburan Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Musim Barat Dan Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan Dan Perikanan Indonesia. Jilid II, No. 2. Departemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB Bogor.

Shubert, E. L. 1984. Algae Ecoligal Indicators. Academis Press Inc., London.

Smith. E. Y. 2002. Terapi Sayuran. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Sinambela, M.M. 1994. Kenakeragaman Makrozebenhos Sebagai Indikator Kualitas

Sungai Babura, Program Pasca Sarjana IPB Bogor.

Soegianto, A. 2004. Metoda Pendugaan Pencemaran Perairan Dengan Indikator Biologis. Airlangga University Press. Surabaya.

Sukmawati & Tantowi. 2005.Penelitian kualitas air sungai di lokasi –lokasi alamiah dalam rangka pemanfaatan air dan kajian terhadap criteria dalam mutu air yang berlaku. Jurnal Penelitian dan Pengairan Vol. No.55. Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian Pengembangan Pekerjaan Umum.

Sugiyono, 2005. Analisa Statistik ‘korelasi Linear Sederhana’. 06 november 2008.

Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Unversitas Andalas, Padang.

Sutrian, Y. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan Tentang Sel dan Jaringan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Sverdrup, H. U., M. Johnson., R. H. Flemming. 1961. The Ocean, The Phisics, Chemistry, and General Biology. Plentice Hall. New Jersey.


(48)

(49)

(50)

Lampiran B. Bagan Kerja Pengukuran Konsentrasi Klorofil a 1000 ml sampel Air

Disaring dengan kain kasa

Hasil Filtrasi

Dipindahkan ke dalam lumpang Ditambah 5 ml aseton

Digiling dengan alu

Dituang ke dalam tabung sentrifus

Dicuci kain kasa penyaring filtrat dengan 5 ml aseton

Dituang ke dalam tabung aseton yang sama Ekstrak aseton dalam

tabung sentrifus

Didiamkan selama 0,5-1 jam

Disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm/speed selama 5 menit

Dituang ke dalam kuvet Eksrak aseton

dalam kuvet

Diukur konsentrasi klorofil a dengan spektrofotometer pada λ665 nm & 730 nm. Dipindahkan ke dalam tabung sentrifus Eksrak dalam

tabung sentrifus

Ditambah 0,1 ml HCl 4 N Disentrifus selama 30 detik Dipindahkan ke dalam kuvet Eksrak dalam kuvet

Diukur konsentrasi klorofil a dengan spektrofotometer padaλ665 nm & 730 nm. Hasil


(51)

Lampiran C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

Sampel Air

1 ml MnSO4 2,15 N

1 ml KOH-KI dikocok didiamkan Sampel Dengan

Endapan Putih/Coklat

1 ml H2SO4

dikocok didiamkan Larutan Sampel

Berwarna Coklat

diambil sebanyak 100 ml ditetesi Na2S2O3 0,0125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

ditambahkan 5 tetes amilum Sampel Berwarna

Biru

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125N

Sampel Bening

Dihitung volume Na2S2O3 yang

terpakai ( = nilai DO awal ) Hasil


(52)

Lampiran D. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

diinkubasi selama 5 hari

pada temperatur 20 0C dihitung nilai DO awal dihitung nilai DO akhir

DO Akhir DO Awal

Keterangan:

· Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan nilai DO


(53)

Lampiran E. Bagan Kerja Kandungan Nitrat ( NO3- )

5 ml sampel air

1 ml NaCl (dengan pipet volum) 5 ml H2SO4 75%

4 tetes asam Brucine Sulfat Sulfanic

Larutan

Dipanaskan selama 25 menit suhu 95 oC

Larutan

Didinginkan

Diukur dengan spektrofotometer pada λ = 410

nm

Hasil

(Konsentrasi Nitrat)


(54)

Lampiran F. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43- )

5 ml sampel air

2 ml Reagen Amstrong 1 ml asam askorbat

Larutan

Dibiarkan selama 20 menit

Diukur dengan spektrofotometer pada λ = 880 nm

Hasil

(konsentrasi Fosfat)


(55)

Lampiran G. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran Temperatur Air

T oC 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0 14,16 14,12 14,08 14,04 14,00 13,97 13,93 13,89 13,85 13,81 1 13,77 13,74 13,70 13,66 13,63 13,59 13,55 13,51 13,48 13,44 2 13,40 13,37 13,33 13,30 13,26 13,22 13,19 13,15 13,12 13,08 3 13,05 13,01 12,98 12,94 12,91 12,87 12,84 12,81 12,77 12,74 4 12,70 12,67 12,64 12,60 12,57 12,54 12,51 12,47 12,44 12,09 5 12,37 12,34 12,31 12,28 12,25 12,22 12,18 12,15 12,12 12,09 6 12,06 12,03 12,00 11,97 11,94 11,91 11,88 11,85 11,82 11,79 7 11,76 11,73 11,70 11,67 11,64 11,61 11,58 11,55 11,52 11,50 8 11,47 11,44 11,41 11,38 11,36 11,33 11,30 11,27 11,25 11,22 9 11,19 11,16 11,14 11,11 11,08 11,06 11,03 11,00 10,98 10,95 10 10,92 10,90 10,87 10,85 10,82 10,80 10,77 10,75 10,72 10,70 11 10,67 10,65 10,62 10,60 10,57 10,55 10,53 10,50 10,48 10,45 12 10,43 10,40 10,38 10,36 10,34 10,31 10,29 10,27 10,24 10,21 13 10,20 10,17 10,15 10,13 10,11 10,09 10,06 10,04 10,02 10,00 14 9,98 9,95 9,93 9,91 9,89 9,87 9,85 9,83 9,81 9,78 15 9,76 9,74 9,72 9,70 9,68 9,66 9,64 9,62 9,60 9,58 16 9,56 9,54 9,52 9,50 9,48 9,46 9,45 9,43 9,41 9,39 17 9,37 9,35 9,33 9,31 9,30 9,28 9,26 9,24 9,22 9,20 18 9,18 9,18 9,15 9,13 9,12 9,10 9,08 9,06 9,04 9,03 19 9,01 8,99 8,98 8,96 8,94 8,93 8,91 8,89 8,88 8,86 20 8,84 8,83 8,81 8,79 8,78 8,76 8,75 8,73 8,71 8,70 21 8,68 8,67 8,65 8,64 8,62 8,61 8,59 8,58 8,56 8,55 22 8,53 8,52 8,50 8,49 8,47 8,46 8,44 8,43 8,41 8,40 23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26 24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13 25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00 26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88 27 7,86 7,85 7,84 7,83 7,82 7,81 7,79 7,78 7,77 7,76 28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65 29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54 30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43


(1)

LAMPIRAN I. Nilai Pengukuran Produktifitas Primer

stasiun kedalaman DO awal DO akhir botol gelap DO akhir botol terang Respirasi ( R )

Produktivitas kotor ( Pg )

Produktivitas bersih( PN )

I

0 m

6.20 4.90 6.80 1.30 1.90 0.60

0.80

6.20 5.20 7.00 1.00 1.80

2.5 m 6.00 5.40 6.40 0.60 1.00 0.40

1.50

6.00 5.80 7.50 0.20 1.70

5 m 5.40 5.20 6.00 0.20 0.80 0.60

0.80

5.40 5.20 6.20 0.20 1.00

II

0 m

6.90 6.60 8.00 0.30 1.40 1.10

1.10

6.90 6.40 8.00 0.50 1.60

2.5 m

5.20 4.20 6.50 1.00 2.30 1.30

1.80

5.20 4.80 7.00 0.40 2.20

5 m

6.60 6.20 7.00 0.40 0.80 0.40

0.90

6.60 6.40 7.50 0.20 1.10

III

0 m

6.60 6.20 7.50 0.40 1.30 0.90

0.70

6.60 6.00 7.30 0.60 1.30

2.5 m

6.00 5.80 7.00 0.20 1.20 1.00

1.10

6.00 5.70 7.10 0.30 1.40

5 m

6.60 5.50 7.50 1.10 2.00 0.90

0.40

6.60 5.40 7.00 1.20 1.60

IV

0 m

6.40 6.10 6.80 0.30 0.70 0.40

0.10

6.40 6.00 6.50 0.40 0.50

2.5 m

6.00 5.50 6.50 0.50 1.00 0.50

0.40

6.00 5.50 6.40 0.50 0.90


(2)

Lampiran J. Nilai Uji –T Metode Komputerisasi Antar Stasiun dan Kedalaman

Parameter

t df

2 Pasangan sig

nifikan Rata-rata Std. Deviasi

Rata-rata galat

Tingkat kepercayaan

bawah atas Antar Lokasi/ Stasiun

Pasangan 1 pp1 - pp2 -237.7286 249.92778 144.2958 -858.5836 383.1263 -1.648 2 .241

Pasangan 2 pp1 - pp3 -37.53533 65.01282 37.53517 -199.0361 123.9654 -1.000 2 .423

Pasangan 3 pp1 - pp4 200.1923 271.54147 156.7745 -474.3540 874.7387 1.277 2 .330

Pasangan 4 pp2 - pp3 200.1933 188.92931 109.0783 -269.1330 669.5197 1.835 2 .208

Pasangan 5 pp2 - pp4 437.9210 517.85131 298.9816 -848.4929 1724.334 1.465 2 .281

Pasangan 6 pp3 - pp4 237.7276 336.42886 194.2372 -598.0079 1073.463 1.224 2 .346

Antar Kedalaman

Pasangan 7

pp0m -

pp2.5m -215.8335 83.23345 41.61672 -348.2764 -83.39051 -5.186 3 .014

Pasangan 8 pp0m -

pp5m -.00175 331.50728 165.7536 -527.5038 527.5003 .000 3 1.00 Pasangan 9 pp2.5m -

pp5m 215.8317 402.38303 201.1915 -424.4494 856.1129 1.073 3 .362


(3)

LAMPIRAN K. Nilai Korelasi Pearson Ver.13.00

1 .158 -.374 .402 -.362 -.159 -.384 -.016 .093

.624 .231 .195 .247 .622 .218 .959 .773

12 12 12 12 12 12 12 12 12

.158 1 -.332 .675* -.198 -.464 -.226 -.379 .655*

.624 .291 .016 .537 .129 .479 .224 .021

12 12 12 12 12 12 12 12 12

-.374 -.332 1 -.196 .239 .133 .328 -.057 -.350

.231 .291 .542 .455 .680 .298 .861 .264

12 12 12 12 12 12 12 12 12

.402 .675* -.196 1 -.090 -.577* -.107 -.022 .650*

.195 .016 .542 .780 .050 .741 .946 .022

12 12 12 12 12 12 12 12 12

-.362 -.198 .239 -.090 1 .269 .996** .289 .254

.247 .537 .455 .780 .398 .000 .362 .425

12 12 12 12 12 12 12 12 12

-.159 -.464 .133 -.577* .269 1 .277 .108 -.482

.622 .129 .680 .050 .398 .383 .739 .113

12 12 12 12 12 12 12 12 12

-.384 -.226 .328 -.107 .996** .277 1 .272 .212

.218 .479 .298 .741 .000 .383 .392 .508

12 12 12 12 12 12 12 12 12

-.016 -.379 -.057 -.022 .289 .108 .272 1 .207

.959 .224 .861 .946 .362 .739 .392 .519

12 12 12 12 12 12 12 12 12

.093 .655* -.350 .650* .254 -.482 .212 .207 1

.773 .021 .264 .022 .425 .113 .508 .519

12 12 12 12 12 12 12 12 12

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N pp klorofil suhu pH DO BOD5 kejO2 NO3 PO4

pp klorofil suhu pH DO BOD5 kejO2 NO3 PO4

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(4)

LAMPIRAN L. Contoh Perhitungan

1

. Produktifitas Primer ( Stasiun 1 )

Produktivitas bersih (P

N

) = Produktivitas kotor (P

G

) – Respirasi (R)

Keterangan:

R = [O

2

]

awal

- [O

2

]

akhir

pada botol gelap

PG = [O

2

]

akhir

pada botol terang - [O

2

]

akhir

pada botol gelap

Ulangan 1:

PG = 6,8 - 4,9 = 1,9

R = 6,2 – 4,9 = 1,3

PN = PG - R

= 1,9 – 1,3 = 0,6 X 375, 36 = 225, 216 mg C/ m3/ hari.

Ulangan 2:

PG = 7,0 – 5,2 = 1,8

R = 6,2 - 5,2 = 1,0

PN = PG - R

= 1,8 – 1,0 = 0,8 X 375, 36 = 300, 288 mg C/ m3/ hari.

2. Klorofil a

Klorofil- a (mg/m

3

) = (11,0) (2,43) (A

1

-A

2

) (V

1

/V

2

)/d

A

1 =

0,480 - 0,272 = 0,208

A

2

= 0,540 – 0,314 = 0,226

A

1

– A

2

= 0,208 – 0,226

= 0,018

Klorofil- a (mg/m

3

) = (11,0) (2,43) (0,018) ( 0,001/1000)/1

= 4,81 mg/ m

3

Keterangan:

11,0 = koefisien absorbsi

2,43 = faktor koreksi

A

1

= konsentrasi klorofil a dan Feofitin sampel

A

2

= konsentrasi sampel yang diberi HCl

V

1

= volume ekstrak aseton ( liter )

V

2

= volume sampel yang disaring ( m

3

)

d = diameter kuvet

Nilai A

1

dan A

2

terlebih dahulu dikoreksi dengan mengurangkan dari konsentrasi

blanko 730 nm (Soegianto, 2004, hlm: 22)


(5)

3. Kejenuhan oksigen

Harga kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

O

2

(u)

Kejenuhan (%) = x 100

O

2

(t)

O

2

(u) = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

O

2

(t) = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tebel)

sesuai dengan harga temperatur. Tabel nilai oksigen terlarut maksimum

terlampir (Lampiran G ).

=

(6,2 / 8,11) x 100 %

= 76,45


(6)

Gambar 5. Winkler Terang dan Gelap

Gambar 6. Spektrofotometer