Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Konsentrasi Klorofil-a, dan Faktor Fisika Kimia Air Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

43

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DANAU

SIAIS KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

GOKMAN SIANTURI

097030028 / BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DANAU

SIAIS KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

GOKMAN SIANTURI

097030028 / BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DANAU

SIAIS KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi Pada Program

Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

GOKMAN SIANTURI

097030028 / BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER

FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIK KIMIA AIR DANAU SIAIS KABUPATEN TAPANULI SELATAN Nama Mahasiswa : Gokman Sianturi

Nomor Induk : 097030028

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc NIP. 19581016 198703 1 003

Prof. Dr. Ir.B.Sengli J.Damanik,MSc NIP. 19421027196703101

Ketua Program Studi Dekan

Prof.Dr.Syafruddin Ilyas,M.Biomed NIP.196602091992031003

Dr. Sutarman, MSc NIP.196310261991031001


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DANAU

SIAIS KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya Tesis ini Adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang

tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Agustus 2011

GOKMAN SIANTURI NIM. 097030028


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMISI

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a : GOKMAN SIANTURI N I M : 097030028

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembanga ilmu pengetahuan , menyetujui, untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklisif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIFITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KOLROFIL a DENGAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DANAU SIAIS KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini,Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis Saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dngan sesungguhnya.

Medan, Agustus 2011


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmad dan karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya Tesis ini perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM),Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, MSc atas kesempatan menjadi mahasiwa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed, Sekretaris Program Studi Magister Biologi Dr.Suci Rahayu, MSi beserta seluruh Staf Pengajar Pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof.Dr.Ing.Ternala A.Barus,MSc selaku Pembimbing I dan Prof.Dr.Ir.B.Sengli J.Damanik selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan,bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada kesempatan ini kepada Prof.Dr.Syafruddin Ilyas,M.Biomed dan Dr.Suci Rahayu, MSi sebagai penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

Terimakasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Bapeda Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi S-2.

Kepada istri tersayang Rumindu Situmorang dan anak-anakku terkasih (Ferdinan Martin, Laura Glene, John Cristoffel) terimakasi atas pengorbanan,doa dan kesabaran kalian semoga Tuhan senantiasa memberkati keluarga kita.

Akhir kata semoga Tuhan Yang Mahasa Esa memberkati kita sekalian, dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sekian dan terimakasih.

Medan, Agustus 2011


(8)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Konsentrasi Klorofil-a, dan Faktor Fisika Kimia Air Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan” yang bertujuan untuk mengetahui nilai produktifitas primer di Danau Toba sebagai hasil aktifitas fotosintesis fitoplankton dan hubungannya dengan nilai klorofil-a, faktor fisik kimia perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 – Maret 2011 pada 5 lokasi penelitian di Perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan. Lokasi penelitain ditentukan berdasarkan aktifitas yang bervariasi pada masing-masing lokasi penelitian. Produktifitas primer diukur dengan Metode Oksigen yang menggunakan dua botol dengan konsentrasi fitoplankton yang disuspensikan pada kedalaman penelitian yang telah ditentukan. Botol gelap dibungkus dengan alumunium foil untuk menutupi cahaya matahari, sedangkan Botol “Terang” tidak ditutup dengan alumunium foil. Kualitas oksigen sebanding dengan jumlah total bahan organik (produktifitas kotor) yang dihasilkan oleh proses fotosintesis pada botol terang. Pada waktu yang bersamaan juga digunakan untuk respirasi. Analisis lainnya akan dilakukan pengukuran faktor fisik kimia perairan seperti temperatur, pH, DO, penetrasi cahaya, TSS, TDS, BOD5, nitrat, fosfat, dan klorofil

Nilai rata-rata produktifitas primer berkisar antara 150,14 mg C/m3/hari sampai 187,14 mg C/m3/hari, sedangkan nilai rata-rata klorofil tertinggi terdapat pada lokasi 3 sebesar 5,03 mg/m3 dan terendah di lokasi 4 sebesar 1,60 mg/m3. Berdasarkan uji statistik ada perbedaan yang signifikan nilai produktifitas primer antar kedalaman. Sedangkan nilai produktifitas primer berdasarkan stasiun tidak memiliki nilai yang signifikan.


(9)

ABSTRACT

The Research of the “Relationships value of Primary Productivity Fitoplankton with concentration Chlorophil-a, In The Lake Siais Tapanuli Selatan” the aims is for knowing the value of primary Productivity in Lake Siais a result of photosynthesis fitoplankton and activities telated to the value Chorophil-a, water chemistry, physical factors. This research was done on Nopember 2010 – Marct 2011 in 5 locations sites in The Lake Siais. Location is determined based on the research activities, which varios in each location research. Primary productivity is measured by the method Oxygen use two bottles, of a concertration fitoplankton in suspended on the depth of the research that has been determined. Dark bottles were wrapped with aluminium of foil to cover the sun light, while the Light bottle is not covered with aluminium of foil. The qtality of the oxygen comparable to the numver of total organic material (gross productivity) generated bt the process of photosynthesis in the light bottles. At the same time it also used for respitation. Analysis of other factors will be measure of physical chemistry, such as water temperature, pH, DO (Disolved Oxygen), light penetration, BOD5, nitrate,

phosphate, TDS, TSS and chlorophil.

The average value of primary productivity in the range of 150,14 mg/C/m3/ day C/m3 up to 187,14 mg/day, the while the average value klorofil top 3 are on the location of 5,03 mg/m3 and lowest in the location 4 of 1,60 mg/m3. Based on the test statistics there are differences significan in the value of primary productivity compared among the depth, as well not as when compared with the value based on the primary productivity at the station a significant value. Keywords : Primary Productivity, Chlorophil, Fitoplankton, Lakes


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL. ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

Bab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Hipotesis ... 5

1 5 Manfaat Penelitian ... 5

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau ... 6

2.2. Ekosistem Danau Siais ... 9

2.3. Produktivitas Primer ... 10

2.4. Klorofil a ... 14

2.5. Hubungan Antara Produktivitas Primer Dengan Faktor Fisik Kimia ... ... 15

Bab III. BAHAN DAN METODA 3.1. Waktu dan Tempat ……….. 29

3.2. Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ……… 33

3.3. Alat dan Bahan ……….. 36

3.4. Pengamatan Dilapangan ………. 36

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 36

3.4.2 Produktivitas Primer ………. 36

3.4.3 Pengukuran konsentrasi klorofil a ……….... 37

3.4.4 Pengukuran Parameter Fisik Kimia Perairan ………... 37

3.5. Pengamatan di Laboratorium ……… 40

3.6. Analisa Data ………. 40

Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Nilai Produktivitas Primer, Konsentrasi Klorofil a, dan Kelimpahan Fitoplankton……… 43

4.2. Analisis Variance dan uji t……… 47

4.3. Faktor Fisik Kimia Perairan ………. 48


(11)

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ………... 58 5.2. Saran ………... 59 Daftar Pustaka... 60


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Tingkat Kesuburan Perairan Danau 9 2.2 Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan DO 23

2.3 Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 24

2.4 Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Nitrit 27 3.1 Parameter dan Alat yang Dipakai untuk Mengukur Faktor

Biofisik Kimia Perairan 40

4.1 Nilai Produktivitas Primer, Konsentrasi Klorofil a, dan

Kelimpahan Fitoplankton 43

4.2 Analisis Variance Produktivitas Primer antar Stasiun

47 4.3 Analisis Uji t Produktivitas Primer antar Kedalaman

48 4.4 Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan pada Masing-Masing

Stasiun Penelitian 49

4.5 Nilai Analisis Korelasi Produktivitas Primer dengan Faktor


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

3.1 Peta Kabupaten Tapanuli Selatan 30

3.2 Peta Kecamatan Angkola Sangkunur 31

3.3 Google Map Stasiun Penelitian 33

3.4 Gambaran Keseluruhan Danau Siais 27

3.5 Lokasi Penelitian Stasiun 1 33

3.6 Kawasan Wisata dan Pengasapan Ikan Stasiun 2 34 3.7 Lokasi Penelitian Stasiun 3 34 3.8 Lokasi Dermaga Kapal dan Keramba Ikan Stasiun 4 35 3.9 Lokasi Penelitian Stasiun 5 35


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO L-1

B Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 L-2

C Bagan Kerja Untuk Mengukur COD L-3

D Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3) L-4

E Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43-) L-5

F Bagan Kerja Pengukuran absorban Klorofil a L-6

G Peta Sumatera Utara L-7

H I

Peta Kabupaten Tapanuli Selatan

Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada bBerbagai Besaran Temperatur Ait

L-8

J Contoh Perhitungan L-9

K Lampiran Analisis Korelasi SPSS L-10

L Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Kualitas L-11 M

N

Air dan Pengendalian Pencemaran Air No 82 Tahun 2001 Data mentah Fitoplankton danau Siais

Hasil Analisis Laboratorium

L-12 L-13 L-14


(15)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Ing.Ternala A. Barus, MSc

Anggota : 1. Prof.Dr.Ir.B.Sengli J.Damanik, MSc

2. Prof.Dr.Syafruddin Ilyas, M.Biomed

3. Dr. Suci Rahayu, MSi


(16)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Drs.Gokman Sianturi Tempat dan Tanggal Lahir : Tapanuli Utara, 06 Mei 1967

Alamat Rumah : Jl.Enggang Raya No.BB9 P.Mandala Telepon/HP : 0617361043/ 081264908223

e-mail : Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 7 Medan

Alamat Kantor : Jl.Timor No.36 Medan-20235 Telepon : 0614557332 , 0614559527

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Sopobutar Tamat : 1976 SMP : SMP St.Yosef lintongnihuta Tamat : 1983 SMA : SMA Negeri Lintongnihuta Tamat : 1986 D III : FMIPA IKIP Medan Tamat : 1986 Strata-1 : UPBJJ-UT Jakarta Tamat : 1996 Strata-2 : PSMB PPs FMIPA USU Tamat : 2011


(17)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Konsentrasi Klorofil-a, dan Faktor Fisika Kimia Air Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan” yang bertujuan untuk mengetahui nilai produktifitas primer di Danau Toba sebagai hasil aktifitas fotosintesis fitoplankton dan hubungannya dengan nilai klorofil-a, faktor fisik kimia perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 – Maret 2011 pada 5 lokasi penelitian di Perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan. Lokasi penelitain ditentukan berdasarkan aktifitas yang bervariasi pada masing-masing lokasi penelitian. Produktifitas primer diukur dengan Metode Oksigen yang menggunakan dua botol dengan konsentrasi fitoplankton yang disuspensikan pada kedalaman penelitian yang telah ditentukan. Botol gelap dibungkus dengan alumunium foil untuk menutupi cahaya matahari, sedangkan Botol “Terang” tidak ditutup dengan alumunium foil. Kualitas oksigen sebanding dengan jumlah total bahan organik (produktifitas kotor) yang dihasilkan oleh proses fotosintesis pada botol terang. Pada waktu yang bersamaan juga digunakan untuk respirasi. Analisis lainnya akan dilakukan pengukuran faktor fisik kimia perairan seperti temperatur, pH, DO, penetrasi cahaya, TSS, TDS, BOD5, nitrat, fosfat, dan klorofil

Nilai rata-rata produktifitas primer berkisar antara 150,14 mg C/m3/hari sampai 187,14 mg C/m3/hari, sedangkan nilai rata-rata klorofil tertinggi terdapat pada lokasi 3 sebesar 5,03 mg/m3 dan terendah di lokasi 4 sebesar 1,60 mg/m3. Berdasarkan uji statistik ada perbedaan yang signifikan nilai produktifitas primer antar kedalaman. Sedangkan nilai produktifitas primer berdasarkan stasiun tidak memiliki nilai yang signifikan.


(18)

ABSTRACT

The Research of the “Relationships value of Primary Productivity Fitoplankton with concentration Chlorophil-a, In The Lake Siais Tapanuli Selatan” the aims is for knowing the value of primary Productivity in Lake Siais a result of photosynthesis fitoplankton and activities telated to the value Chorophil-a, water chemistry, physical factors. This research was done on Nopember 2010 – Marct 2011 in 5 locations sites in The Lake Siais. Location is determined based on the research activities, which varios in each location research. Primary productivity is measured by the method Oxygen use two bottles, of a concertration fitoplankton in suspended on the depth of the research that has been determined. Dark bottles were wrapped with aluminium of foil to cover the sun light, while the Light bottle is not covered with aluminium of foil. The qtality of the oxygen comparable to the numver of total organic material (gross productivity) generated bt the process of photosynthesis in the light bottles. At the same time it also used for respitation. Analysis of other factors will be measure of physical chemistry, such as water temperature, pH, DO (Disolved Oxygen), light penetration, BOD5, nitrate,

phosphate, TDS, TSS and chlorophil.

The average value of primary productivity in the range of 150,14 mg/C/m3/ day C/m3 up to 187,14 mg/day, the while the average value klorofil top 3 are on the location of 5,03 mg/m3 and lowest in the location 4 of 1,60 mg/m3. Based on the test statistics there are differences significan in the value of primary productivity compared among the depth, as well not as when compared with the value based on the primary productivity at the station a significant value. Keywords : Primary Productivity, Chlorophil, Fitoplankton, Lakes


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun keperluan pertanian dan lain sebagainya (Wardahana, 2001).

Banyak air tawar yang tercemar berat oleh sisa-sisa pembuangan kotoran dan cairan pembuangan industri yang masuk kedalam sungai-sungai. Hal ini menyebabkan zat-zat beracun yang terdapat pada cairan pembuangan tersebut terlarut dan terbawa masuk ke laut. Cairan buangan adalah sisa-sisa pembuangan dalam bentuk suatu cairan yang dihasilkan dari proses-proses industri dan kegiatan rumah tangga. Pencemaran air oleh cairan ini berupa zat-zat racun, bahan-bahan yang mengendap atau deosigenasi. Cairan buangan hasil industri mancakup benda-benda beracun, kimiawi seperti asam, basa, garam-garam krom, fenol, sianida, insektisida, bahan-bahan kimiawi untuk pertanian, klor, ammonia, hydrogen sulfide, dan garam-garam logam berat seperti tembaga, timbal, seng dan air raksa. Walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, timbale, seng dan tembaga dapat menghilangkan semua bentuk kehidupan hewan di sungai tersebut. Insektisida-insektisida umum seperti DDT dan dieldrin dapat membunuh ikan-ikan dan serangga. Ekosistem air yang terdapat di daratan (island water) secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan perairan lotik (lotic water), disebut juga sebagai perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan


(20)

arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001).

Danau Siais merupakan suatu perairan yang sudah banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat di kawasan Danau Siais. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar danau tersebut yang berasal dari sungai Rianiate dan Batangtoru, menyebabkan Danau Siais mengalami perubahan-perubahan ekologis sehingga kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alamnya, sehingga kelestariannya perlu diperhatikan (Bappeda, 2008).

Dalam danau terdapat biota air yang memiliki peranan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem, biota tersebut adalah fitoplankton. Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen. Dalam peristiwa fotosintesis tersebut akan dihasilkan energi dengan memanfaatkan sinar matahari dan senyawa organik yang mendukung perairan tersebut. Dalam ekosistem air, hasil dari fotositesis yang dilakukan oleh fitoplankton tersebut bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer

(Barus, 2004).

Produktifitas primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan di mana kandungan zat-zat organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis (Parsons et al.,1984; Nybakken, 1992). Besarnya produktivitas primer fitoplankton merupakan ukuran kualitas suatu perairan. Semakin tinggi produktivitas primer fitoplankton suatu perairan semakin


(21)

besar pula daya dukungnya bagi kehidupan komunitas penghuninya, sebaliknya produktivitas primer fitoplankton yang rendah menunjukkan daya dukung yang rendah pula.

Dalam pelaksanaan pengukuran produktivitas primer fitoplankton, selama ini dilakukan dengan memperhitungkan intensitas matahari saat penyinaran tertinggi. Dengan dasar itu dilakukan pengingkubasian untuk menghitung besarnya produktivitas primer fitoplankton dalam suatu perairan. Dalam pengingkubasian, penentuan selang waktu inkubasi masih berdasarkan keinginan setiap peneliti, sehingga hasil produktivitas primer fitoplankton dalam suatu perairan didapatkan berbeda antara satu peneliti dengan peneliti yang lain.

Adanya perbedaan hasil pengukuran produktifitas primer fitoplankton dalam suatu perairan disebabkan adanya perbedaan selang waktu inkubasi. Hal ini terjadi oleh karena belum ada penelitian tentang hubungan antara Produktivitas Primer dengan konsentrasi Klorofil a diperairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan, sementara hal itu sangat penting diketahui. Ketepatan penentuan besarnya kandungan produktifitas primer fitoplankton dalam suatu perairan sangat berguna dalam menentukan tingkat kesuburan dan kelayakan suatu perairan mendukung kehidupan organisme di perairan itu sendiri. Oleh karena itu, dalam tesis ini akan dibahas tentang hal itu dengan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan di perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.

Klorofil adalah kelom,

menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis.Klorofil a merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada


(22)

tumbuhan darat. Klorofil c terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta. Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhodophyta

1.2.Permasalahan

Perairan Danau Siais khususnya di sekitar kawasan perairan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia antara lain untuk aktivitas pariwisata, transportasi air, aktivitas rumah tangga dan sebagai areal keramba ikan. Aktivitas tersebut dapat menyebabkan perubahan kondisi fisik-kimia dan Produktivitas primer sehingga akan berpengaruh juga terhadap kelangsungan hidup organisme didalamnya. Produktivitas adalah pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik, dimana produktivitas primer ini dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis dan peran klorofil sangat besar dalam proses fotosintesis. Dengan demikian terdapat hubungan antara produktivitas primer dengan klorofil a. Namun sejauh ini belum diperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai ”Hubungan Nilai Produktivitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil a ”,di Danau Siais. Maka perlu dilakukan suatu praktikum lapangan untuk mengetahui hal tersebut di atas. Permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan produktivitas primer fitoplankton dengan konsentrasi klorofil a di perairan Danau Siais Tapanuli Selatan.

2. Bagaimana hubungan nilai produktivitas primer fitoplankton tersebut dengan faktor fisik kimia perairan Danau Siais.


(23)

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui hubungan nilai produktivitas primer fitoplankton dengan konsentrasi klorofil a di kawasan perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.

b. Untuk mengetahui pengaruh faktor fisik-kimia perairan terhadap Produktivitas primer fitoplankton di perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Hipotesis

a. Produktivitas Primer fitoplankton berhubungan dengan Konsentrasi Klorofil a di perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan

b. Faktor Fisik-kimia berhubungan dengan Produktivitas Primer fitoplankton di perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan informasi awal mengenai hubungan nilai produktivitas primer fitoplankton dengan konsentrasi klorofil a di Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.

b. Memberikan informasi mengenai hubungan faktor fisik kimia perairan terhadap nilai produktivitas primer fitoplankton di Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Danau

Danau merupakan ekosistem yang memiliki sumber daya akuatik yang bermanfaat bagi manusia sehingga harus diperhatikan kelestariannya (Dinas Perikanan, 1993). Danau termasuk ke dalam perairan tenang (lentic water), atau di sebut juga sebagai perairan tenang (Barus, 2001).

Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus. Dimana arus pada perairan lentik umumnya sangat lambat sehingga kelihatan seperti air tenang. Menurut Odum, (1994), suatu danau terdiri dari 3 zona yaitu :

a. Zona litoral, yaitu daerah perairan dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar.

b. Zona limnetik, yaitu daerah air terbuka sampai kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, disebut juga tingkat kompensasi, yaitu daerah dimana fotosintesa seimbang dengan respirasi.

c. Zona profundal, yaitu merupakan bagain dasar dan daerah air yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif.

Selanjutnya Payne, (1986) & Smith, (1992), membagi danau atas 3 jenis berdasarkan keadaan nutrisinya yaitu :

a. Danau Oligotrofik

Yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin nutrien), biasanya dalam danau produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar


(25)

kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupu jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi

b. Danau Eutrofik

Yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya Nitrat dan Fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah.

c. Danau Dystrofik

Yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau dystrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau dystrofik ini.

Pada danau juga terjadi stratifikasi thermal yang menyebabkan danau terbagi atas 3 lapisan secara vertikal yaitu lapisan epilimnion (bagian permukaan danau) dimana air lebih hangat dan tersirkulasi; lapisan mesolimnion (bagian tengah danau ) dimana pada lapisan ini terjadi termoklin dan lapisan hipolimnion (bagaian bawah danau) dimana air lebih dingin (Odum,1994; Heddy & Kurniati, 1996)

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satukesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Ekosistem danau termasuk habitat


(26)

air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1–1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bisaberlangsung lebih lama.

Menurut Odum, (1993), pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah tangkapan air di sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultante dari zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk (Payne, 1986). Kualitas perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah aliran sungai (DAS) yang berada di atasnya. Berdasarkan kemampuan penetrasi cahaya matahari menembus ke dalam danau, wilayah danau dapat dibagi menjadi tiga mintakat (zone) yaitu: zone litoral, zone limnetik, dan zone profundal. Zone litoral merupakan daerah pinggiran danau yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar, sedangkan zone limnetik adalah daerah air terbuka dimana penetrasi cahaya bisa mencapai daerah yang cukup dalam, sehingga efektif untuk proses fotosintesis.

Bagian air di zone litoral terdiri dari produsen plantonik, khususnya diatome dan spesies alga hijau-biru. Daerah ini juga merupakan daerah produktif dan kaya akan plankton. Selain itu, daerah ini juga merupakan daerah untuk memijah bagi banyak organisme air seperti insekta. Zone profundal merupakan bagian dasar yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif. Menurut Goldmen dan


(27)

Horne, (1989), berdasarkan kandungan hara (tingkat kesuburan) danau diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu: danau eutrofik, danau oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutropik (kadar hara tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu, danau oligotropik adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam,dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan bagian epilimnion.Semakin dalam danau tersebut semakin tidak subur, tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Danau mesotropik merupakan danau dengan kadar nutrien sedang, juga merupakan peralihan antara kedua sifat danau eutrofik dan danau oligotrofik. Jorgensen, (1990) menambahkan bahwa tingkat trofik (kesuburan) suatu danau juga dapat dinyatakan berdasarkan kandungan total nitrogen (TN), total fosfat (TP), klorofil-a dan biomassa fitoplankton, seperti disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat Kesuburan Perairan Danau (Jorgensen, 1990)

Tipe trofik Biomassa fitoplankton Klorofil a Mg/l TN (µg/l) TP (µg/l) oligotrofik 10 - 30 0,3 - 3 <250 <5 mesotrofik 100 -300 2 - 15 260 - 600 5 – 10 Eutrofik > 300 10 - 500 500 – 1100 10 -30

hipermetrofik - - 500 - 1500 - 5000

2.2. Ekosistem Danau Siais

Danau Siais merupakan danau terbesar kedua di Sumatera Utara memiliki panorama yang dapat dijual, karena belum tertata dan dikelola dengan baik sehingga belum dapat memberikan dampak ekonomi yang positif. Danau Siais merupakan bagian dari Desa Rianiate dengan luas + 4500 ha dan merupakan bagian dari kecamatan Angkola Sangkunur. Berdasarkan kondisi fisik desanya, kawasan Danau Siais memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan kemiringan lahan dari 40%.


(28)

Danau Siais mempunyai satu karakter penggunaan lahan edisting yaitu sebagai kawasan wisata, namun kawasan ini memiliki bermacam fungsi, antara lain sebagai kawasan penyangga, wisata, permukiman, kegiatan perlindungan, pendidikan, penelitian dan olah raga serta kawasan pengembangan pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan (Bappeda, 2008).

Kawasan Danau Siais memiliki beberapa objek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan, diantaranya adalah panorama alam, kawasan Danau Siais, sumber kehidupan Danau Siais seperti jenis-jenis ikan yang ada di dalamnya. Danau Siais merupakan tempat bermuaranya anak sungai Batangtoru dan sungai Rianiate dimana disekitar sungai merupakan tempat pembuangan limbah rumah tangga masyarakat yang ada disekitar sungai tersebut.

2.3. Produktivitas Primer

Setiap ekosistem, atau komunitas, atau bagian-bagiannya memiliki produktivitas dasar atau disebut produktivitas Primer. Batasan Produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen, melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Dapat dikenal pula kategori produktivitas, yaitu :

1. Produktivitas Primer kotor yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran.

2. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan yang dipakai untuk respirasi oleh tumbuhan itu selama pengukuran. Kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik konsumen dan pengurai, disebut Produktivitas Sekunder


(29)

Produktivitas Primer bersih adalah ukuran yang penting, karena Produktivitas Primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen dalam suatu ekosistem. Antara 50% dan 90% dari Produktivitas primer kotor pada sebagian besar produsen primer tersisa sebagai produktivitas primer bersih setelah kebutuhan energinya terpenuhi. Produktivitas Primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu(J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat) vegetasi yang ditambahkan keekosistem per satuan luasan persatuan waktu(g/m2/tahun). Biomassa umumnya dinyatakan sebagai berat kering bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat digunakan, temperatur kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu singkat(Campbell et al., 2004).

Cara yang umum dipakai dalam mengukur Produktivitas Primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang dipakai untuk mengukur laju fotosintesis yang disebut juga sebagai Produktivitas Primer kotor(= jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya cahaya), sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas Primer dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan atau Produktivitas bersih. Hubungan diantara keduanya dapat dinyatakan sebagai :

Produktivitas bersih (PN) = Produktivitas Kotor (Pg) – Respirasi (R)

R = (O2)awal – (O2)akhir pada botol gelap

Pg = (O2)akhir pada botol terang – (O2)akhir pada botol gelap

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m3, maka nilai dalam mg/l dikalikan dengan faktor 375,36. hal ini akan menghasilkan mg C/m3 untuk jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan hari, maka nilai perjam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya selama 12 jam per hari (Barus, 2004).


(30)

Menurut Romimohtarto et al, (2001), proses fotosintesis terjadi baik diatas permukaan laut, di darat, di air tawar maupun di dalam laut. Sinar matahari bergabung dengan komponen-komponen kimiawi dalam air untuk menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan hidup dengan reaksi kimia sederhana.

CO2 + H20 

matahari r

a sin

organik + 02 + panas

Klorofil

Reaksi kimia ini terjadi pada semua jasad fotosintetik dan merupakan dasar bagi semua kehidupan di peraiaran, kecuali bakteri tertentu dan biota laut yang mampu berkemosintesis atau membuat makanan tanpa bantuan sinar matahari. Mereka yang dinamakan produktivitas primer, menjadi sumber makanan secara langsung atau tidak bagi semua konsumen. Prosesnya disebut Produksi primer.

Menurut Michael (1994), dalam Barus (2004), hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai Produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas, sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor temperatur. Laju fotosintesis bertambah 2 – 3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 10oC. Meskipun demikian, intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Secara sederhana dapat diuraikan bahwa dalam fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu produk dari fotosintesis tersebut. Sebagai proses kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi. Apabila cahaya tidak ada maka proses fotosintesis akan terhambat, sementara aktivitas respirasi terus berlangsung.


(31)

Energi matahari yang mencapai bumi sebenarnya merupakan kisaran sempit dalam spektrum radiasi elektromagnetik. Energi itu mencakup radiasi dengan panjang gelombang antara 400 dan 700 nm( 1nm = 10-9 m). Intensitas radiasi yang mengenai bumi dengan latituda dan dengan musim tahun. Sumbu bumi menyinggung 23,5o terhadap bidang gerak bumi mengitari matahari. Untuk alasan ini, belahan bumi utara menerima lebih dari 12 jam cahaya matahari selama 6 bulan (kira-kira 21 Maret sampai 23 September), ketika sumbu bumi menyinggung mengarah ke matahari dan kurang dari 12 jam selama bulan-bulan sisanya ketika sumbu itu menjauh. Situasi kebalikannya terjadi dibelahan bumi Selatan. Fenomena ini berakibat keuntungan bersih radiasi matahari selama separuh tahun dan kerugian bersih selama separuh tahun lagi, dan karena itu menentukan musim-musimnya.

Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Dalam ekosistem air hasil dari fotosntesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai Produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis. Kepadatan zooplankton disuatu perairan lotik jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankton. Pengaruh kecepatan arus terhadap zooplankton jauh lebih kuat dibandingkan pada fitoplankton. Disamping itu temperatur yang relatif hangat sangat mendukung keberadaan fitoplankton (Barus, 2004).

Cuaca dapat mempengaruhi Produktivitas primer melalui tutupan awan, dan secara tidak langsung melalui suhu. Awan dapat mengurangi penembusan cahaya kepermukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer. Pada umumnya Produktivitas primer di laut bebas relatif rendah karena jauh dari daratan yang menyediakan zat hara, faktor volume air yang besar yang mengencerkan kadar zat hara. Lingkungan eutrofik adalah lingkungan dengan sejumlah besar zat hara.


(32)

Contohnya danau dangkal, kolam dan rawa-rawa untuk lingkungan air tawar, dan estuaria untuk lingkungan laut. Kombinasi antara kandungan zat hara tinggi dari aliran sungai dan perairan dangkal yang teraduk baik, merupakan keadaan ideal untuk produktivitas tinggi. Lingkungan oligotrofik adalah lingkungan dengan produktivitas rendah, seperti laut lepas, danau besar yang dalam dam goba pantai dimana sirkulasi air terbatas (Romimohtarto et al., 2001).

2.4. Klorofil a

Proses fotosintesis berlangsung dalam kloroplas, suatu organel yang terdapat di dalam sel tumbuhan hijau. Kloroplas memiliki membran atau pembungkus mengelilingi suatu ruas pusat yang besar yang dinamai stroma. Stroma mengandung beberapa banyak enzim larut yang berbeda yang berfungsi untuk menggabungkan sebagian organik. Di dalam stroma, membran juga membentuk granum. Setiap granum terdiri dari satu timbunan kantung atau ceper yang dinamai tilakoid. Granum dihubungkan antara satu sama lain oleh lamella stroma. Klorofil ada pada membran granum, dan menjadikannya sistem penyimpanan energi bagi kloroplas. Setiap tilakoid berbentuk seperti kantung. Pergerakan ion-ion dari ruang ini melintasi membran tilakoid dipercaya penting dalam proses sintesis. Klorofil tidak menyerap panjang gelombang cahaya dengan banyak. Karena itu, cahaya ini dipantulkan ke mata dan kita melihat klorofil sebagai suatu pigmen hijau (Mader, 1995).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memainkan peranan penting pada fotosistem I dan II (dahulu disebut fotoreaksi gelombang pendek dan gelombang panjang). Pada tahun 1957, Bessel Kok menemukan adanya klorofil a khusus yang dinamakan P700 dan menurut pendapatnya bahwa P700 adalah pusat reaksi klorofil a fotosintesis. Selanjutnya diperkirakan keberadaan klorofil a khusus lainnya berada di pusat reaksi lainnya, yakni pusat reaksi P680 dari sistem gelombang pendek. Klorofil a tidak hanya berperan dalam cahaya permanen dan pengubahan energi cahaya


(33)

menjadi energi kimia, juga bertindak sebagai penyumbang elektron utama (P680, P700), maupun penerima elektron utama. Feofitin berasal dari klorofil, dengan penggantian Mg dengan H+ di pusat struktur kimia klorofil (Salisbury dan Ross, 1995). Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Sediadi dan Edward, (2003), terdapat perbedaan kandungan klorofi a pada perairan laut, keadaan ini berkaitan dengan kondisi masing-masing perairan dan proses percampuran air dari bawah ke atas (upwelling) di laut.

2.5 Hubungan antara Produktivitas Primer dengan Faktor Fisik Kimia

Menurut Nybakken (1988), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Bermacam-macam faktor fisik dan kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan kelangsungan hidup, dan produktivitas tumbuhan teresterial maupun perairan. Faktor – faktor yang sangat penting bagi tumbuhan tersebut ialah cahaya, suhu, kadar zat-zat hara. Jelas kiranya bahwa bagi suatu tumbuhan yang hidup tersuspensi dalam air, baik air maupun tanah tidak penting artinya. Kisaran suhu di Biosfer teresterial dapat mencapai suatu tingkat yang dapat mempengaruhi produktivitas.

Hubungan Nilai Produktivitas Primer dengan faktor fisik kimia perairan adalah sebagai berikut :

1) Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4.


(34)

Beberapa sifat thermal air seperti panas jenis, nilai kalor penguapan dan nilai peleburan air mengakibatkan minimnya perubahan suhu air, sehingga variasi suhu air lebih kecil bila dibandingkan dengan variasi suhu udara. Danau di daerah tropik mempunyai kisaran suhu yang tinggi yaitu antara 20-30 0C, dan menunjukkan sedikit penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman. Oleh karena itu perubahan suhu dapat menghasilkan stratifikasi yang mantap sepanjang tahun, sehingga pada danau yang amat dalam cenderung hanya sebagian yang tercampur (Effendi, 2003; Hadi, 2005).Adanya penyerapan cahaya oleh air danau akan menyebabkan terjadinya lapisan air yang mempunyai suhu yang berbeda. Bagian lapisan yang lebih hangat biasanya berada pada daerah eufotik, sedangkan lapisan yang lebih dingin biasanya berada di bagian afotik (bagian bawah).

Menurut Goldman & Horne (1989), bila pada danau tersebut tidak mengalami pengadukan oleh angin, maka kolam air danau terbagi menjadi beberapa lapisan, yaitu: (1) epilimnion, lapisan yang hangat dengan kerapatan jenis air kurang, (2) hipolimnion, merupakan lapisan yang lebih dingin dengan kerapatan air kurang, dan (3) metalimnion adalah lapisan yang berada antara lapisan epilimnion dan hipolimnion.Pada daerah metalimnion terdapat lapisan termoklin yaitu lapisan dimana suhu akan turun sekurang-kurangnya 10C dalam setiap 1 meter. Suhu merupakan controling factor (faktor pengendali) bagi proses respirasi dan metabolisme biota akuatik yang berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologi serta siklus reproduksinya (Hutabarat dan Evans, 1986).

Menurut hukum Vant Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkat laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2004).


(35)

Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak langsung terhadap kelarutan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2

yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan laut.

Daya larut O2 akan berkurang dengan meningkatnya suhu perairan (Ruyitno,

1980). Suhu yang sesuai untuk kehidupan fitoplankton berkisar 20-30oC, sedangkan suhu yang baik untuk menumbuhkan plankton adalah 25-30oC. Pengamatan tentang suhu secara umum hampir merata di seluruh kolom air. Hal ini dapat dimengerti oleh karena daerah penelitian masih dikategorikan perairan pantai dan dangkal.

Selanjutnya, seiring dengan semakin besarnya sudut datang matahari, secara berkelanjutan intensitas cahaya semakin kuat masuk ke kolam perairan. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap aktivitas fitoplankton untuk membelah/memperbanyak diri, sehingga pada kolam air yang mendapat penyinaran yang lebih besar akan mempunyai jumlah fitoplankton lebih banyak. Oleh karena kedalaman dekat permukaan mendapatkan penyinaran yang lebih banyak tentunya akan semakin banyak ditemukan kelimpahan fitoplankton lebih tinggi dari pada kedalam yang lebih dalam. Hal ini terlihat pada selang waku inkubasi kedua dan ketiga yang mendapatkan kelimpahan tertinggi pada kedalaman 0 m. Di samping itu pada kedalaman 0 m intensitas cahaya yang masuk ke perairan sangat cocok untuk perkembangan fitoplankton dan bukan merupakan faktor penghambat,sehingga dengan kondisi seperti itu fitoplankton cenderung semakin aktif berkembang biak dan bertahan pada kedalaman 0 m (adanya kesesuaian intensitas cahaya).

2) Penetrasi Cahaya dan Intensitas Cahaya Matahari

Menurut Barus (2004). Faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan


(36)

diabsorpsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Dengan bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang mengakibatkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Sedangkan menurut Herlina, (1987) penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisma fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.

Menurut Nybakken, (1988), fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai kesuatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan.

Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Fardiaz, (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat.

Mahida, (1993), mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat,


(37)

lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesbiono, (1979), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendi, (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partike-lpartikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).

3) Total Suspended Solid (TSS)

Tingkat kekeruhan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan suspensi massa air yang berasal dari sungai . Kandungan zat padat tersuspensi yang tinggi dapat menghalangi penetrasi cahaya matahari kedalam perairan (Prayitno dan Edward, 2003).


(38)

Ditambahkan oleh Nybakken, (1992), peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik, sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air,buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.

4) Total Dissolved Solid (TDS)

Total Dissolved Solid merupakan jumlah kandungan zat padat terlarut dalam air juga mempengaruhi penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam badan perairan. Jika nilai TDS tinggi maka penetrasi cahaya matahari akan berkurang, akibatnya proses fotosintesis juga akan berkurang yang akhirnya mengurangi tingkat produktifitas perairan (Sastrawijaya, 2000).

Menurut Hutter, (1990) dalam Barus, (2004) menyatakan pada perairan yang konsentrasi mineralnya sedikit mempunyai harga total dissolved solid berkisar antara 50 mg/l – 400 mg/l, sementara pada perairan yang kaya akan mineral mempunyai harga total dissolved solid pada kisaran antara 500 mg/l – 2000 mg/l. Keputusan Gubernur Bali No 8 tahun 2007 menetapkan Baku mutu TDS adalah 2000 mg/l. Dari hasil pengukuran bahwa nilai TDS pada ketiga stasiun melebihi baku mutu air.

5) pH Air (Derajat Keasaman)

pH merupakan suatu ekspresi dari konsentarsi ion hidrogen (H+) didalam air. Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentasi ion H. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu. Sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu


(39)

apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjung kehidupan organisme air (Rifai,1993).

Organisme dapat hidup dalam suatu perairan yang mempuyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme, karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Setiap organisme membutuhkan derajat keasaman (pH) yang optimum bagi kehidupannya. Pescod, (1973), mengatakan bahwa batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi bergantung pada faktor fisika, kimia dan biologi. pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar antara 6.5-8.0.

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan.

Sejalan dengan pernyataan tersebut Mahida, (1993) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak


(40)

6) Oksigen Terlarut (DO = Disolved Oxygen)

Oksigen diperlukan oleh organisme air untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan pemeliharaan keseimbangan osmotik, dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen terlarut di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan makhluk hidup lainnya yang hidup di perairan,karena akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan organisme air tersebut. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l, sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal (Warhdana, 1995).

Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis air terutama adalah dalam proses respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang tidak mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya.Konsumsi oksigen bagi organisme air berfluktuasi mengikuti proses-proses hidup yang dilaluinya. Pada umumnya konsumsi oksigen bagi organisme air ini akan mencapai maksimum pada masa-masa reproduksi berlangsung. Konsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut itu sendiri (Barus, 2004).

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton . Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air atau gelombang. sebagian besar oksigen pada perairan danau dan waduk merupakan hasil sampingan aktivitas fotosintesis. Pada proses fotosintesis, karbondioksida direduksi menjadi karbohidrat dan air mengalami dehidrogenasi menjadi oksigen.


(41)

CO2 + 6 H2O  12O6 + 6 O2

Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada zone epilimnion, sedangkan pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zone litoral, keberadaaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan tekanan atmosfer.

Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut alam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari barbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan rumah tangga. Menurut Connel and Miller (1995), sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Menurut Lee et al., (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan DO (Lee et al., 1978)

No Kadar oksigen terlarut(mg/l) status kualitas air

1 1 > 6,5 Tidak tercemar sampai

tercemar sangat ringan

2 2 4,5 – 6,4 Tercemar ringan

3 3 2,0 – 4,4 Tercemar sedang

4 4 < 2,0 Tercemar berat

7) Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD (kebutuhan oksigen biologis) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh organisme dalam lingkungan air, pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya


(42)

hanya terhadap senyawa yang terdapat yang mudah diuaraikan secara biologis seperti senyawa yang terdapat dalam rumah tangga. Untuk produk- produk kimiawi, seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit dan bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme (Barus, 2004).

BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu

perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut

tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik.

Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al., (1978) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya, seperti disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 (Lee et al., 1978)

No Nilai BOD5 (ppm) Status kualitas air

1

 2,9 Tidak tercemar

2 3,0 – 5,0 Tercemar ringan

3 5,1 – 14,9 Tercemar sedang

4  15 Tercemar berat

Selain BOD5, kadar bahan organik juga dapat diketahui melalui nilai COD.

Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan

kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.


(43)

8) Chemycal Oxygen Demand (COD)

COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan

diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan sacara biologis (Barus, 2004).

9) Kandungan Nitrat dan Fosfat

Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3-, NH3

danNH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks (Haryadi, 2003). Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-),ion nitrat (NO3 -), ammonia (NH3), ion

ammonium (NH4 +) dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik

berupa protein, asam amino dan urea akan mengendap dalam air. Effendi, (2003) menyatakan bahwa bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi (ada yang melibatkan mikrobiologi dan ada yang tidak) sebagai bagian dari siklus nitrogen. Transformasi nitrogen secara mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan mikroorganisme (bakteri autotrof) untuk membentuk nitrogen organik misalnya asam amino dan protein.

2. Fiksasi gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh mikroorganisme. Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan oleh beberapa jenis alga Cyanophyta (alga biru) dan bakteri.


(44)

Ion ammonium yang tidak berbahaya adalah bentuk nitrogen hasil hidrolisis ammonia yang berlangsung dalam kesetimbangan seperti reaksi berikut: H2O + NH3  NH4OH NH4+ + OH-

Kondisi pada pH tinggi (suasana basa) akan menyebabkan ion ammonium menjadi ammonium hidroksida yang tidak berdisosiasi dan bersifat racun (Goldman and Horne, 1989).

3. Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dapat dilakukan oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH 8 dan berkurang secara nyata pada pH < 7.

NH4+ + 3/2 O2 2 H+ + NO2- + H2O

Nitrosomonas

NO2- + ½ O2 NO3

Nitrosobacter

Hasil oksidasi ini sangat reaktif dan mudah sekali larut, sehingga dapat langsung digunakan dalam proses biologis (Hendersen-Seller, 1987).

4. Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawa anorganik menjadi karbondioksida (Hendersend-Seller, 1987). Selain itu, autolisasi atau pecahnya sel dan eksresi ammonia oleh zooplankton dan ikan juga berperan sebagai pemasok ammonia.

5. Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2-), dinitrogen oksida (N2O)

dan molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal pada

kondisi anoksik (tak ada oksigen). Dinitrogen oksida (N2O) adalah produk utama

dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2) adalah produk utama dari proses denitrifikasi pada kondisi

anaerob. Proses denitrifikasi akan berkurang pada kondisi pH dan suhu rendah, tetapi akan berjalan optimum pada suhu rata-rata danau pada umumnya. Kondisi


(45)

anaerob di sedimen membuat proses denitrifikasi lebih besar, yaitu dengan laju rata-rata 1 mg/ l/ hari (Jorgensen, 1980).

Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat merangsang pertumbuhan algae secara tak terkendali (blooming). Konsentrasi nitrogen organik di perairan berkisar 0,1 sampai 5 mg/l, sedangkan di perairan tercemar berat kadar nitrogen bisa mencapai 100 mg/l . Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Schmit, (1978) dalam Wardoyo, (1989) menyatakan bahwa pencemaran perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nitritnya (Tabel 2.4).

Tabel 2.4. Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Nitrit (Schmit,197 dalam Wardoyo, 1989)

No Kadar nitrit (mg/l) Status kualitas air

1 1 < 0,003 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan 2 0,003 – 0,014 Tercemar sedang

3 0,014 < Tercemar berat

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsidalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1982). Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut:

H3PO4  H+ + H2PO

4-H2PO4-  H+ + HPO4

2-HPO4-  H+ + PO4

3-Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada umumnya dalam bentuk fosfat, yaitu ortofosfat, fosfat terkondensasi seperti pirofosfat (P2O74-), metafosfat


(46)

(adenosin monofosfat). Senyawa ini berada sebagai larutan,partikel atau detritus atau berada di dalam tubuh organisme akuatik (Ferguson, M.N,1996).

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Menurut Perkins (1974), kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi.


(47)

BAB III

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Siais Kecamatan Angkola Sangkunur Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Berdasarkan zona lingkungan yang ada ditetapkan 5 stasiun pengamatan yang berbeda. Perairan Danau Siais banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat antara lain budidaya ikan, transportasi air, pariwisata, pemukiman penduduk, peternakan dan pertanian juga tempat bermuaranya sungai anak Batangtoru dan sungai Rianiate.

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan November 2010 sampai dengan Maret 2011 di Perairan Danau Siais Kecamatan Angkola Sangkunur Kabupaten Tapanuli Selatan. Penentuan lokasi pengambilan sampling didasarkan atas rona lingkungan dengan menggunakan Metode "Purposive Sampling", yaitu dengan menentukan 5 stasiun pengamatan/ pengambilan sampel


(48)

Gambar 3.1. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan

Keterangan gambar :

- Tanda panah menunjukkan Lokasi Penelitian Danau Siais.

- Warna Coklat Muda merupakan wilayah kecamatan Angkola Sangkunur tempat Danau Siais berada


(49)

Gambar 3.2. Peta Kecamatan Angkola Sangkunur

Keterangan gambar :


(50)

Gambar 3.3. Google Map Stasiun Penelitian

Keterangan Gambar

- Stasiun 1 dimulai dari ujung seberang Danau sampai stasiun 5 berlawanan arah jarum jam .


(51)

3.2. Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Gambaran Umum Danau Siais

Danau Siais dengan luas ± 450 Ha terletak di Kecamatan Angkola Sangkunur Kabupaten Tapanuli Selatan. Sistem hidrologi berupa sistem hidrologi alami, yaitu berasal dari anak sungai Batang Toru dan Rianiate.

Gambar 3. 4. Gambaran Keseluruhan Danau Siais Keterangan Gambar :

- View Danau Siais

b. Stasiun 1 :

Terletak diujung sebrang Danau secara geografis terletak pada 1019’22,3” LU & 99000’56,5” BT (Gambar 3.5).


(52)

c. Stasiun 2 :

Tempat penyalehan ikan (pengasapan ikan) dan tempat wisata secara geografis terletak pada 1019’51,2” LU & 98059’43,9” BT (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Kawasan Wisata dan Pengasapan Ikan Lokasi Penelitian Stasiun 2

d. Stasiun 3 :

Merupakan muara anak sungai Batang Toru dan Rianiate secara geografis terletak pada 1019’14,5” LU & 98059’8,9” BT (Gambar 3.7).

Gambar 3.7. Lokasi Penelitian Stasiun 3


(53)

e. Stasiun 4 :

Merupakan dermaga tempat berlabuh kapal – kapal. Secara geografis terletak pada 1018’12,8” LU & 99000’48,4” BT (Gambar 3.8).

Gambar 3. 8. Lokasi Penelitian Stasiun 4 Dermaga Kapal dan Keramba Ikan

f. Stasiun 5 : 

Secara geografis terletak pada 1018’8,1” LU & 9901’30,5” BT (Gambar 3. 9).


(54)

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel di lokasi penelitian adalah botol terang, botol gelap, botol alkohol, tool box, cool box, keping secchi, luxmeter, dan plankton net. Alat yang digunakan saat analisis sampel adalah kuvet, erlenmeyer, buret, mikroskop, gelas objek, spektrofotometer, pipet tetes, pipet serologi, alu, lumping, kain kasa, dan tabung sentrifus.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel air sebagai bahan utama. Beberapa bahan pendukung untuk analisis parameter kimia adalah asam sulfat pekat, natrium thiosulfat, HCl, aseton, MnSO4, KOH-KI, H2SO4,amilum dan larutan

lugol 1%.

3.4. Pengamatan di Lapangan 3.4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan ember ukuran 5 liter untuk kedalaman 0 m , pengambilan sampel air untuk kedalaman 2 m dilakukan dengan menggunakan Tabung Lamnot dengan ulangan masing-masing kedalaman sebanyak dua kali. Pada pengambilan sampel air diupayakan tidak terjadi goncangan pada permukaan air, hal ini bertujuan supaya tidak terjadi percampuran air permukaan dengan air dikedalaman 2 m tersebut.

3.4.2 Produktivitas Primer

Untuk pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan reagen-reagen kimia sesuai dengan metode winkler dan disesuaikan dengan rumus produktivitas primer. Pengukuran nilai produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan botol Winkler gelap dan terang. Sampel air yang diambil, terlebih dahulu diukur DO nya (DO awal) sebelum direndam. Kemudian sampel dimasukkan kedalam 2 botol Winkler gelap dan 2 botol winkler terang dengan volume yang sama sebagai ulangan untuk masing-masing stasiun pengamatan. Kemudian direndam


(55)

dalam kedalaman yang berbeda yakni 0 m (permukaan), dan 2 m selama 6 jam secara bersamaan.

Penentuan kedalaman didasarkan pada batas penetrasi cahaya dimana setelah dilakukan survey pada lokasi penelitian diperoleh batas penetrasi cahaya sebesar 2 m. Botol-botol Winkler gelap dan terang yang telah diinkubasi selama 6 jam diangkat dan dihitung nilai oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode Winkler dan dihitung nilai produktivitasnya.

3.4.3 Pengukuran Konsentrasi Klorofil a

Sampel air diambil dari setiap kedalaman masing-masing sebanyak 1000 ml, kemudian diukur dengan metode spektrometri di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran F)

3.4.4 Pengukuran Parameter Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:

a. Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan Lux meter. Lux meter tersebut diletakkan kearah datangnya cahaya matahari dan ditunggu sampai nilai intesitas cahaya tersebut tertera pada lux meter (Suin, 2002).

b. Suhu

Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa berskala 0- 50 ºC, termometer tersebut dimasukkan ke dalam badan perairan selama ± 10 cm dan dibiarkan selama 3 menit. Setelah itu termometer tersebut diangkat dan


(56)

untuk menghindari perubahan temperatur maka nilai temperatur tersebut harus langsung dilihat (Barus, 2004).

c. Penetrasi Cahaya

Untuk pengukuran penetrasi cahaya menggunakan keping sechii. Keping sechii dimasukkan kedalam danau, sampai keping sechii tersebut tidak kelihatan, kemudian diukur panjang talinya.

d. Total Dissolved Solid (TDS)

Total Dissolved Solid (TDS) diukur dengan metode spektrometri di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan.

e. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) diukur dengan metode spektrometri di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan.

f. pH Air

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter berskala 1-14. pH meter dimasukkan kedalam sampel air yang diambil dari bahan perairan dan ditunggu sampai nilai pH air tersebut tertera pada skala pH meter (Barus, 2004).

g. DO (Oksigen terlarut)

Untuk pengukuran DO dilakukan dengan metode winkler dengan menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, dan


(57)

h. BOD5

Untuk pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan reagen-reagen

kimia yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, dan amilum. Sampel yang diambil

dari setiap kedalaman dimasukkan kedalam botol alkohol kemudian dibawa kelaboratorium. Diinkubasi pada suhu 200C selama 5 hari. Setelah itu dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Alur kerja BOD5 dapat dilihat pada lampiran B.

i. COD (Chemycal Oxygen Demand)

Pengukuran COD dilakukan dengan metoda refluks di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran C).

j. Nitrat (NO3)

Nitrat diukur dengan metode spektrometri di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran D).

k. Fospat (PO4)

Nitrat diukur dengan metode spektrometri di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran E).


(58)

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 3.1. Parameter dan Alat yang Dipakai untuk Mengukur Faktor Biofisik Kimia Perairan

No Parameter Satuan Alat Uji Tempat

A Fisika

1 Intensitas cahaya Candela Luxmeter In-situ

2 Suhu °C Termometer In-situ

3 Penetrasi Cahaya Cm Keping Secchi In-situ

4 TDS mg/l Spektrofotometer Lab

5 TSS mg/l Spektrofotometer Lab

B Kimia

1 pH - pH meter In-situ

2 DO mg/l Metode Winkler In-situ

3 COD mg/l Metode Refluks In-situ

4 BOD5 mg/l Metode Winkler Lab

5 Fospat mg/l Spektrofotometer Lab

6 Nitrat mg/l Spektrofotometer Lab

C Biologi

1 Klorofil-a mg/m3 Metode oksigen Lab

2 Produktivitas primer

mgCm-3 Teknik oksigen, titrasi In-situ

3 Fitoplankton Ind./l Pencacahan/mikroskop Lab

Keterangan :

1. TDS : Total Dissolved Solid 2. TSS : Total Suspended Solid

3. DO : Dissolved Oxygen

4. BOD : Biological Oxygen Demand

5. COD : Chemical Oxygen Demand

3.5. Pengamatan di Laboratorium

Sampel air yang telah diperoleh dari lapangan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Ekologi Tumbuhan FMIPA USU untuk diproses lebih lanjut. Pemeriksaan dan identifikasi plankton dilakukan dengan mengacu kepada pustaka Edmondson (1963), Bold dan Wynne (1985), serta Pennak (1989). Uji faktor fisika dan kimia dilakukan di Laboratorium Puslit-LP USU.


(59)

3.6. Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dengan menghitung Nilai Produktivitas Primer, Klorofil a, Kelimpahan Fitoplankton, Analisis Varian (uji F),Uji t dan Analisis Korelasi.

1) Produktivitas Primer

Untuk menghitung produktivitas primer digunakan rumus :

Produktivitas bersih (PN) = Produktivitas Kotor (Pg) – Respirasi (R)

R = (O2)awal – (O2)akhir pada botol gelap

Pg = (O2)akhir pada botol terang – (O2)akhir pada

botol gelap

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m3, maka nilai dalam mg/l dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg C/m3 untuk jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan hari, maka nilai perjam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya selama 12 jam per hari (Barus; 2004).

2) Klorofil a

Untuk menghitung konsentrasi klorofil a digunakan rumus :

Klorofil a (mg/m3) = (11,0)(2,43)(A1 – A2)(V1/V2)/d

Dengan catatan :

11,0 = koefisien absorsi 2,43 = faktor koreksi

A1 = absorbsi klorofil a dan pheophytin sampel

A2 = absorban sampel yang disaring (m3)

V1 = volume ekstrak aseton (liter)

V2 = volume sampel yang disaring (m3)

D = Diameter kuvet (cm)

Nilai A1 dan A2 terlebih dahulu dikoreksi dengan mengurangkan dari absorban blanko


(1)

Lampiran H.

Peta. Kabupaten TAPANULI SEL


(2)

Lampiran I. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai Besaran

Temperatur Air (Barus, 2004)

T °C 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0

1 14,08 14,04 14,00 13,97 13,93 13,89 13,85 13,81

2 13,70 13,66 13,63 13,59 13,55 13,51 13,48 13,44 13,12 13,08 3 13,05 13,01 12,98 12,94 12,91 12,87 12,84 12,81 12,77 12,74 4 12,70 12,67 12,64 12,60 12,57 12,54 12,51 12,47 12,44 12,41 5 12,37 12,34 12,31 12,28 12,25 12,22 12,18 12,15 12,12 12,09 6 12,06 12,03 12,00 11,97 11,94 11,91 11,88 11,85 11,82 11,79 7 11,76 11,73 11,70 11,67 11,64 11,61 11,58 11,55 11,52 11,50 8 11,47 11,44 11,41 11,38 11,36 11,33 11,30 11,27 11,25 11,22 9 11,19 11,16 11,14 11,11 11,08 11,06 11,03 11,00 10,98 10,95 10 10,92 10,90 10,87 10,85 10,82 10,80 10,77 10,75 10,72 10,70 11 10,67 10,65 10,62 10,60 10,57 10,55 10,53 10,50 10,48 10,45 12 10,43 10,40 10,38 10,36 10,34 10,31 10,29 10,27 10,24 10,22 13 10,20 10,17 10,15 10,13 10,11 10,09 10,06 10,04 10,02 10,00 14 9,98 9,95 9,93 9,91 9,89 9,87 9,85 9,83 9,81 9,78 15 9,76 9,74 9,72 9,70 9,68 9,66 9,64 9,62 9,60 9,58 16 9,56 9,54 9,52 9,50 9,48 9,46 9,45 9,43 9,41 9,39 17 9,37 9,35 9,33 9,31 9,30 9,28 9,26 9,24 9,22 9,20 18 9,18 9,17 9,15 9,13 9,12 9,10 9,08 9,06 9,04 9,03 19 9,01 8,99 8,98 8,96 8,94 8,93 8,91 8,89 8,88 8,86 20 8,84 8,83 8,81 8,79 8,78 8,76 8,75 8,73 8,71 8,70 21 8,68 8,67 8,65 8,64 8,62 8,61 8,59 8,58 8,56 8,55 22 8,53 8,52 8,50 8,49 8,47 8,46 8,44 8,43 8,41 8,40 23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26 24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13 25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00 26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88


(3)

28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65 29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54 30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43

Lampiran J. Contoh Hasil Perhitungan

Produktivitas Primer Perairan Pada Stasiun 1 Kedalaman 0 meter

PG

=

7,9 – 7,4 = 0,5

R

=

7,6 – 7,4 = 0,2

PN

=

0,5 – 0,2 = 0,3

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m

3

, maka nilai dalam mg/l

dikalikan dengan faktor 375,36, sehingga menghasilkan mg C/m

3

untuk jangka waktu

pengukuran. Hasil di atas merupakan nilai produktivitas primer selama 6 jam. Karena

lama penyinaran matahari dalam satu hari adalah selama 12 jam, maka untuk

memperoleh nilai produktivitas primer per hari, nilai di atas harus dikali dua.

PN

=

0,3 X 375,36 mgC/m

3

=

112,608

mgC/m

3

X 2

=

225,216

mgC/m

3


(4)

Lampiran K. Analisis Korelasi SPSS

PP

Suhu

Pearson Correlation

-.542

Sig. (2-tailed)

.346

N

5

P.cahaya

Pearson Correlation

+.408

Sig. (2-tailed)

.495

N

5

I.cahaya

Pearson Correlation

.843

Sig. (2-tailed)

.073

N

5

TDS

Pearson Correlation

.586

Sig. (2-tailed)

.299

N

5

TSS

Pearson Correlation

.167

Sig. (2-tailed)

.789

N

5

pH

Pearson Correlation

.515

Sig. (2-tailed)

.375

N

5

DO

Pearson Correlation

.304

Sig. (2-tailed)

.619

N

5

BOD

5

Pearson Correlation

.033

Sig. (2-tailed)

.958

N

5

COD

Pearson Correlation

-.247

Sig. (2-tailed)

.689

N

5

Nitrat

Pearson Correlation

-.632

Sig. (2-tailed)

.252

N

5

Fosfat

Pearson Correlation

-.815

Sig. (2-tailed)

.093

N

5

Klorofil a

Pearson Correlation

.776

Sig. (2-tailed)

.123

N

5

Fitoplankton

Pearson Correlation

.711

Sig. (2-tailed)

.178


(5)

Lampiran L. Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air No 82 Tahun 2001

No

Parameter

Satuan

Baku Mutu

Kelas I

Keterangan

1 Temperature

°C

Deviasi

3 Deviasi

temperature dari keadaan alaminya

2 Residu

Terlarut

mg/l

1000

3 Residu

tersuspensi

mg/l

50

Pengelolaan air minum secara konvensional

5000 mg/l

4 pH

6-9

5 BOD5 mg/l

2

6 COD

mg/l

10

7 DO

mg/l

6

Angka

batas

minimum

8 PO4

-3

sebagai P

mg/l

0,2

9 NO3 sebagai N

mg/l

10

10 NH3-N mg/l

0,5

11 NH2-N mg/l

0,06

Pengolahan air minum secara konvensional

1 mg/l

12 Arsen

mg/l

0,05

13 Kobalt

mg/l

0,2

14 Barium

mg/l

1

15 Cadmium

mg/l

0,01

16 Khrom

(VI)

mg/l

0,05

17 Tembaga

mg/l

0,02

Pengolahan air minum secara konvensional

1 mg/l

18 Besi

mg/l

0,3

Pengolahan air minum secara konvensional

1 mg/l

19 Timbal

mg/l

0,03

Pengolahan air minum secara konvensional

1 mg/l

20 Mangan

mg/l

0,1

21 Air

raksa

mg/l

0,001

22 Seng

mg/l

0,05

Pengolahan air minum secara konvensional

1 mg/l

23 Khlorida

mg/l

24 Sianida

mg/l

0,02

25 Flourida

mg/l

0,5

26 Sulfat

mg/l

400

27 Khlorida

bebas

mg/l

0,03

28 S

sebagai

H2S mg/l

0,002

Pengolahan air minum secara konvensional

1 mg/l

29

Fecal Coliform

Jml/100 ml 100

30

Total coliform

Jml/100 ml 1000

31 Gross_A

Bg/l

0,1

32 Gross_B

Bg/l

1

33 Minyak

dan

Lemak

µg/l

1000

34

Deterjen sebagai MBAS

µg/l

200

35 Fenol

µg/l

1

36 BHC

µg/l

210

37 Aldrin/Dieldrin

µg/l

17

38 Clicordame

µg/l

3

39 DDT

µg/l

2

40 Heptachlor

dan

Heptachlor epoxide

µg/l 14

41 Lindane

µg/l

50

42 Methoxychlor

µg/l

35

43 Endrin

µg/l

1


(6)