Stasiun IV Pengambilan Sampel Produktivitas Primer Pengambilan Sampel Klorofil a Nilai Produktifitas Primer, Faktor Fisik Kimia Perairan, dan Konsentrasi Klorofl a.

c. Stasiun III

Stasiun ini berada ± 3 km dari stasiun I terletak di samping Hotel Danau Toba Internasional, masih berada di Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara geografis berada pada 2 39 ” 50.02 ’ LU dan 98 55 ” 16,5 ’ BT. Pada lokasi ini banyak dijumpai tumbuhan air seperti eceng gondok, hydrilla, dan teratai. Disekitar daerah ini juga dujumpai daerah pemukiman penduduk dan sarana perhotelan.

d. Stasiun IV

Stasiun ini berada ± 4 km dari stasiun I, masih berada di Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara geografis terletak pada titik 2 42 ” 10, 18 ’ LU dan 98 55 ” 12, 72 ’ BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan pertambakan ikan dalam jala apung karamba baik yang dimiliki penduduk maupun yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Disekitar daerah ini juga ditemukan pemukiman penduduk. Universitas Sumatera Utara

3.3 Pengambilan Sampel Produktivitas Primer

Pengukuran nilai produktifitas primer dilakukan dengan menggunakan metode Botol Winkler terang-gelap. Sampel air yang diambil, dimasukkan ke dalam 2 botol terang dan 2 botol gelap dengan volume yang sama dan dilakukan dengan 2 kali ulangan untuk masing-masing stasiun pengamatan, dan terlebih dahulu diukur DO awalnya. Untuk mendapatkan sampel air dari kedalaman 2,5 m dan 5 m digunakan lamnot. Sampel air yang diperoleh direndam pada kedalaman yang berbeda 0 m permukaan, 2,5 m dan 5 m, dimulai pada pukul 10.00 WIB – Pukul 16.00 WIB, dimana penentuan kedalaman berdasarkan batas penetrasi cahaya yaitu 5 meter. Pada masing-masing kedalaman digantungkan satu botol Winkler terang dan satu Winkler gelap. Kemudian botol diangkat keluar dan diukur DO akhirnya yang diperoleh dengan menggunakan metode Winkler.

3.4 Pengambilan Sampel Klorofil a

Sampel air sebanyak 1 L, dibawa ke Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan FMIPA USU, dan diukur konsentrasi klorofil a dengan menggunakan spektrofotometer. Bagan kerja terlampir Lampiran B.

3.5 Pengukuran faktor fisik-kimia perairan

Faktor fisik-kimia perairan yang diukur adalah temperatur, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, pH, dissolved oxygen DO, kejenuhan oksigen, BOD 5 , kandungan fosfat dan nitrat.

3.5.1 Temperatur

o C Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan tabung lamnot, kemudian dituang dalam erlenmeyer dan diukur temperatur dengan menggunakan Universitas Sumatera Utara termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ±10 menit kemudian dibaca skalanya.

3.5.2 Penetrasi cahayaKecerahan cm

Penetrasi cahaya diukur dengan menggunakan keping Secchi yang dimasukkan kedalam badan perairan sampai keping secchi tidak tampak lagi dari permukaan, kemudian dibaca skala yang terdapat pada tali keping secchi tersebut.

3.5.3 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan kearah datangnya cahaya matahari yang lebih banyak tersinari. Ditunggu sampai skala yang ditunjukkan oleh lux meter mulai stabil, dan dicatat skala yang ditunjukkan.

3.5.4 pH Derajat Keasaman

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

3.5.5 Dissolved Oxygen DO mgl

Dissolved Oxygen DO diukur dengan menggunakan metodeWinkler. Sampel air diambil dari dasar perairan, dilakukan pengukuran oksigen terlarut lampiran C Universitas Sumatera Utara

3.5.6 Kejenuhan Oksigen

Harga kejenuhan oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : O 2 u Kejenuhan = x 100 O 2 t O 2 u = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur mgl O 2 t = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya pada tebel sesuai dengan nilai temperatur

3.5.7 BOD

5 Pengukuran BOD 5 dilakukan dengan menggunakan metoda Winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan kedalam botol Winkler. Bagan kerja terlampir lampiran D.

3.5.8 Kadar nitrat dan fosfat

Pengukuran nitrat dan fosfat diukur dengan metode Spektrofotometer, bagan kerja terlampir lampiran E dan lampiran F Tabel 1. Alat dan satuan yang dipergunakan dalam pengukuran faktor fisik kimia perairan. NO Parameter Fisik-Kimia Satuan Alat Tempat Pengukuran 1. Temperatur air o C Termometer Air Raksa In-Situ 2. Penetrasi Cahaya Cm Keping Secchii In-Situ 3. Intensitas Cahaya Candella Lux Meter In-Situ 4. pH Derajat Keasaman - pH meter In-Situ 5. DO Oksigen terlarut mgl Metode Winkler In-Situ 6. BOD 5 mgl Metode Winkler dan Inkubasi Laboratorium 7. Kejenuhan Oksigen - Laboratorium 8. Fosfat mgl Spektrofotmeter Laboratorium 9. Nitrat mgl Spektrafotometer Laboratorium Universitas Sumatera Utara

3. 5 Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menghitung tingkat kejenuhan oksigen, nilai produktifitas primer perairan, nilai konsentrasi klorofil a, serta Uji T dan korelasi Pearson.

3.5.1 Kejenuhan oksigen

Harga kejenuhan oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: O 2 u Kejenuhan = x 100 O 2 t O 2 u = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur mgl O 2 t = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya pada tebel sesuai dengan nilai temperatur. Tabel nilai oksigen terlarut maksimum terlampir Lampiran G. Barus, 2004, hlm : 59

3.5.2 Rumus Menghitung Produktivitas Primer PP

Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Produktivitas primer dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan produktivitas bersih. Hubungan diantara keduanya dapat dinyatakan sebagai: Produktivitas bersih P N = Produktivitas kotor P G – Respirasi R Keterangan: R = [O 2 ] awal - [O 2 ] akhir pada botol gelap PG = [O 2 ] akhir pada botol terang - [O 2 ] akhir pada botol gelap Universitas Sumatera Utara Untuk mengubah nilai mgl oksigen menjadi mg Cm 3 , maka nilai dalam mgl dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg Cm 3 untuk waktu jangka pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satu hari, nilai per jam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya diperoleh selama 12 jam per hari Barus, 2004, hlm: 112-113.

3.5.3 Rumus menghitung klorofil a

Klorofil- a mgm 3 = 11,0 2,43 A 1 -A 2 V 1 V 2 d Keterangan: 11,0 = koefisien absorbsi 2,43 = faktor koreksi A 1 = konsentrasi klorofil a dan Feofitin sampel A 2 = konsentrasi sampel yang diberi HCl V 1 = volume ekstrak aseton liter V 2 = volume sampel yang disaring m 3 d = diameter kuvet Nilai A 1 dan A 2 terlebih dahulu dikoreksi dengan mengurangkan dari konsentrasi blanko 730 nm Soegianto, 2004, hlm: 22.

3.5.4 Uji T

Uji T dilakukan dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS Ver.13.00 Uji ini merupakan uji statistik yang membandingkan produktifitas primer baik antar stasiun lokasi maupun antar kedalaman.

3.5.5 Analisa korelasi Pearson

Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan metode SPSS Ver.13.00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan nilai produktifitas primer. Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai Produktifitas Primer, Faktor Fisik Kimia Perairan, dan Konsentrasi Klorofl a.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Danau Toba Parapat, Kabupaten Simalungun didapatkan nilai rata-rata faktor fisik kimia, sebagai berikut: Tabel 2. Nilai produktivitas primer, faktor fisik kimia perairan , dan konsentrasi klorofil a S t a s i u n Kedalaman PP Klorofil a Temp. pH DO BOD 5 NO 3 PO 4 Kej. O 2 Penetrasi Cahaya Intensitas Cahaya m mgCm 3 hari mgm3 o C - mgL mgL mgL mgL cm Cd 525,505 4,81 25 6,9 6,2 0,8 1,1262 0,0358 76,45 1 2,5 713,184 37,68 25 7,2 6,0 0,6 1,1844 0,0483 73,98 5 525,505 60,94 25 7,3 5,4 0,4 1,1553 0,0318 66,58 Rata-rata 588,064 34,47 25 7,13 5,87 0,60 1,1553 0,0386 72,3366 5 279 825,79 39,02 25 7,3 6,9 0,8 1,0971 0,0398 85,08 2 2,5 1.163,62 99,08 24 7,4 5,2 0,6 1,0776 0,0438 63,03 5 487,97 147,54 24 7,4 6,6 0,4 1,1359 0,0996 80,00 Rata-rata 825,793 95,21 24,33 7,37 6,23 0,60 1,1035 0,0611 76,0366 5 965 600,575 14,96 25 7,0 6,6 3,8 1,1553 0,0239 81,38 3 2,5 788,255 11,49 24 7,0 6,0 1,8 1,2038 0,0318 72,72 5 487,97 16,83 24 7,1 6,6 1,2 1,1842 0,0354 80,00 Rata-rata 625,600 14,42 24,33 7,03 6,40 2,27 1,1811 0,0304 78,0333 5 120 187,68 0,53 25 7,1 6,4 1,6 1,1262 0,0318 78,91 4 2,5 337,825 82,32 25 7,0 6,0 1,4 1,0388 0,0159 73,98 5 638,115 45,70 24 7,0 5,4 1,5 1,0582 0,0239 65,45 Rata-rata 387,873 42,85 24,67 7,03 5,93 1,50 1,0744 0,0239 72,7800 5 235 Universitas Sumatera Utara Keterangan : ST. 1 : Kontrol 2 39’33,01” LU 98 55’55,8” BT ST 2 : Dermaga hotel 2 39’32” LU 98 55’57,2” BT ST. 3 : Pemukiman penduduk 2 38’50,2” LU 98 55’16,5” BT ST. 4 : Tambak ikan 2 42’10,18” LU 98 55’12,72” BT Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata PP tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 825,793 mgCm 3 hari, sedangkan nilai PP terendah pada stasiun 4 sebesar 387,873 mgC m 3 hari. Sedangkan nilai konsentrasi klorofil a tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai rata - rata 95,213 mgm 3 , dan terendah pada stasiun 3 dengan nilai rata- rata sebesar 14,42 mgm 3 . Tingginya nilai PP pada stasiun 2 karena memiliki intensitas cahaya yang maksimal sehingga aktifitas fotosintasis fitoplankton berlangsung dengan baik. Tingginya nilai konsentrasi klorofil a di stasiun 2 sangat mendukung untuk proses fotosintesis yang menghasilkan PP yang tinggi. Menurut Barus 2001, hlm : 113, menyatakan bahwa pengaruh keanekaragaman plankton di suatu ekosistem perairan dapat menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi sehingga menghasilkan PP yang tinggi. Pada fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu dari produk fotosintesis tersebut. Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan PP di danau. Peningkatan PP merupakan hasil proses fotosintesis sebanding dengan jumlah oksigen yang dihasilkan, dan kandungan oksigen terlarut di perairan dapat memberikan petunjuk tentang tingginya PP di suatu perairan. Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan PP di danau, dimana kelimpahan fitoplankton yang tinggi akan menghasilkan oksigen yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton yang rendah Sverdrup et al., 1961 Jadi kelimpahan fitoplankton yang tinggi cenderung menghasilkan oksigen yang tinggi sebagai hasil dari proses fotosintesis. Nilai PP terendah pada lokasi 4 sebesar 387,873 mg Cm 3 hari. Menurut Nybakken 1992, hlm : 29, menyatakan bahwa penurunan PP pada badan perairan Universitas Sumatera Utara dapat disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang tidak maksimal sehingga menyebabkan klorofil tumbuhan air rusak dan mempengaruhi fotosintesis. Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa temperatur air pada keempat stasiun penelitian berkisar 24-25 C. Perbedaan temperatur air antara permukaan dan kedalaman tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba tidak mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Temperatur rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 25 C dan terendah pada stasiun 2 dan 3 sebesar 24,33 C. Adanya perbedaan temperatur air pada setiap stasiun penelitian disebabkan perbedaan waktu pengukuran serta kondisi cuaca saat pengukuran dilakukan pada masing-masing stasiun. Menurut Brehm Meijering 1990 dalam Barus 1996, hlm: 45 , pola suhu ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara di sekelilingnya dan juga faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Temperatur air di Danau Toba umumnya homogen yang berfluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nilai temperatur air pada lapisan permukaaan Danau Toba tidak berbeda jauh jika dibandingkan pada temperatur pada berbagai kedalaman danau pada kedalaman 200-500 m, perbedaannya didapatkan hanya 1 C. Hal ini menunjukkan sangat sulit menemukan termoklin, terjadi degradasi temperatur dengan sangat drastis dengan menambah kedalaman suatu badan perairan Barus, 2004, hlm: 107. Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH pada keempat stasiun penelitian didapatkan nilai pH berkisar 7,03 – 7,37. Nilai pH pada keempat stasiun berbeda-beda tergantung kondisi perairan pda masing-masing stasiun penelitian. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 7,37 dan terendah pada stasiun 3 dan 4 sebesar 7,03. Cole 1983, menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO 2 melaui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air. Nilai pH di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kemampuan air untuk melepas atau mengikat sejumlah ion hidrogen yang menunjukan larutan tersebut asam atau basa Barus, 1996; Michael, 1984. Hawkes 1979 dalam Sinambela 1994, hlm: 33, menyatakan bahwa kehidupan Universitas Sumatera Utara dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari keempat stasiun penelitian masih mendukung kehidupan biota perairan. Dari Tabel 2 bahwa nilai pH perairan Danau Toba rata-rata 7, hal ini menunjukkan perairan masih dalam kisaran normal. Menurut Barus 2004, hlm: 61, menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 - 8,5. Nilai dissolved oxygen DO yang diperoleh dari keempat stasiun pengamatan berkisar rata-rata antara 5,87-6,40 mgl, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 6,40 mgl dan terendah pada stasiun I sebesar 5,87 mgl, dengan kisaran kejenuhan O 2 72,33 - 78,03 . Nilai rata-rata kejenuhan oksigen yang paling besar terdapat pada stasiun 3 sebesar 78,03 , hal ini disebabkan badan perairan memiliki sumber pemasukan oksigen yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton. Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun 3 karena adanya keberadaan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen sehingga meningkatkan nilai kelarutan oksigen, sedangkan rendahnya nilai oksigen terlarut pada stasiun I disebabkan karena kurangnya keberadaan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen. Schwrobel 1987 dalam Barus 1996, hlm: 111, menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Terjadinya penurunan nilai oksigen terlarut menyebabkan kebutuhan DO oleh biota air untuk menguraikan limbah tersebut akan meningkat, di samping itu terjadi penambahan nilai kejenuhan oksigen yang menunjukkan ada defisit oksigen pada lokasi yang seharusnya dapat diserap oleh air pada lokasi tersebut. Nilai BOD 5 pada keempat stasiun penelitian berbeda, berkisar 0,60 – 2,27 mgl. Nilai BOD 5 yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2,27 mgl dan terendah pada stasiun 1dan 2 sebesar 0,60 mgl. Adanya perbedaan nilai BOD 5 di setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun, yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan niali BOD 5 meningkat. Tingginya nilai BOD 5 pada stasiun 3 Universitas Sumatera Utara dikarenakan adanya berbagai aktivitas masyarakat yang terdapat pada stasiun tersebut, sedangkan pada stasiun 1 tidak ditemukan adanya aktivitas masyarakat dan merupakan lokasi yang yang belum terkena masukan limbah organik. Terjadinya penambahan nilai BOD 5 pada lokasi pemukiman penduduk karena buangan limbah organik yang memberikan fluktuasi terhadap nilai BOD 5 tersebut. Hal ini disebabkan masuknya limbah organik ke badan perairan, sehingga menyebabkan kebutuhan oksigen terlarut oleh biota air bakteri untuk mengurainya akan meningkat. Nilai BOD 5 yang diperoleh pada lokasi pengamatan pada prinsipnya menunjukkan indikasi tentang rendahnya kadar bahan organik di dalam air, karena nilai BOD 5 merupakan parameter indikator pencemaran oleh zat organik, dimana semakin tinggi nilainya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan sebaliknya Barus, 2001, hlm: 65, dan Sukmawati, dkk, 2005, hlm: 33-34. Dari Tabel 2 dapat dilihat kadar Nitrat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 1,0744 - 1,1811. Kadar nitrat tertinggi dijumpai pada stasiun 3 dengan rata-rata 1,1811 dan terendah pada stasiun 4 dengan rata-rata 1,0744 mgliter. Hal ini disebabkan adanya mikroorganisme yang mengoksidasi amoniumamoniak menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat pada setiap stasiun yang berbeda. Menurut Mackentum, 1969 dalam Haerlina 1987, hal : 8, menyatakan bahwa kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9-15,5 mgl. Tingginya unsur nitrat pada stasiun 3 disebabkan lokasi ini merupakan lokasi pemukiman penduduk dan banyaknya aktifitas masyarakat yang menghasilkan limbah domestik yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrat di badan perairan. Konsentrasinya di dalam perairan akan semakin bertambah bila semakin dekat dari titik pembuangan semakin berkurang bila jauh dari titik pembuangan yang disebabkan aktifitas mikroorganisme. Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit yang akhirnya menjadi nitrat. Dari Tabel 2 dapat dilihat konsentrasi kadar fospat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 0,0239-0,0611 mgl. Nilai kadar fospat tertinggi dijumpai pada stasiun 2 dengan nilai 0,0611 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai 0,0239 mgl. Hal ini disebabkan masuknya limbah-limbah dari hasil pertanian seperti pupuk yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat meningkatkan nilai fospat di lokasi ini. Universitas Sumatera Utara Menurut Alaerts 1987, hal : 234, terjadinya penambahan konsentrasi fospat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian dan akitivitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka badan perairan. Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan Barus, 2004, hlm: 68. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa penetrasi antara keempat stasiun penelitian ini rata-rata sebesar 5 m. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara keempat stasiun ini masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat yang tersuspensi pada perairan tersebut. Menurut Nybakken 1992, hlm : 62, menyatakan bahwa adanya zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok. Menurut Odum 1998, hlm : 370, bahwa penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat-zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 965 Cd pada stasiun II. Sedangkan intensitas cahaya terendah sebesar 120 Cd pada stasiun III. Perbedaan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan waktu pengukuran. Faktor cahaya matahari yang masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan megalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif Barus, 2004, hlm: 43. Secara umum nilai parameter abiotik baik fisik maupun kimia yang terdapat di seluruh stasiun maupun kedalaman di perairan Danau Toba Parapat masih cukup baik untuk kelangsungan hidup biota air yang terdapat di dalamnya termasuk organisma fitoplankton. Universitas Sumatera Utara

4.2. Nilai Uji T Produktifitas Primer Antar Stasiun dan Kedalaman