c. Stasiun III
Stasiun ini berada ± 3 km dari stasiun I terletak di samping Hotel Danau Toba Internasional, masih berada di Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara
geografis berada pada 2 39
”
50.02
’
LU dan 98 55
”
16,5
’
BT. Pada lokasi ini banyak dijumpai tumbuhan air seperti eceng gondok, hydrilla, dan teratai. Disekitar daerah ini
juga dujumpai daerah pemukiman penduduk dan sarana perhotelan.
d. Stasiun IV
Stasiun ini berada ± 4 km dari stasiun I, masih berada di Kecamatan Girsang Sipangan bolon yang secara geografis terletak pada titik 2
42
”
10, 18
’
LU dan 98 55
”
12, 72
’
BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan pertambakan ikan dalam jala apung karamba baik yang dimiliki penduduk maupun yang dimiliki oleh perusahaan
swasta. Disekitar daerah ini juga ditemukan pemukiman penduduk.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Pengambilan Sampel Produktivitas Primer
Pengukuran nilai produktifitas primer dilakukan dengan menggunakan metode Botol Winkler terang-gelap. Sampel air yang diambil, dimasukkan ke dalam 2 botol
terang dan 2 botol gelap dengan volume yang sama dan dilakukan dengan 2 kali ulangan untuk masing-masing stasiun pengamatan, dan terlebih dahulu diukur DO
awalnya. Untuk mendapatkan sampel air dari kedalaman 2,5 m dan 5 m digunakan lamnot. Sampel air yang diperoleh direndam pada kedalaman yang berbeda 0 m
permukaan, 2,5 m dan 5 m, dimulai pada pukul 10.00 WIB – Pukul 16.00 WIB, dimana penentuan kedalaman berdasarkan batas penetrasi cahaya yaitu 5 meter. Pada
masing-masing kedalaman digantungkan satu botol Winkler terang dan satu Winkler gelap. Kemudian botol diangkat keluar dan diukur DO akhirnya yang diperoleh
dengan menggunakan metode Winkler.
3.4 Pengambilan Sampel Klorofil a
Sampel air sebanyak 1 L, dibawa ke Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan FMIPA USU, dan diukur konsentrasi klorofil a dengan menggunakan
spektrofotometer. Bagan kerja terlampir Lampiran B.
3.5 Pengukuran faktor fisik-kimia perairan
Faktor fisik-kimia perairan yang diukur adalah temperatur, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, pH, dissolved oxygen DO, kejenuhan oksigen, BOD
5
, kandungan fosfat dan nitrat.
3.5.1 Temperatur
o
C
Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan tabung lamnot, kemudian dituang dalam erlenmeyer dan diukur temperatur dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ±10 menit kemudian dibaca skalanya.
3.5.2 Penetrasi cahayaKecerahan cm
Penetrasi cahaya diukur dengan menggunakan keping Secchi yang dimasukkan kedalam badan perairan sampai keping secchi tidak tampak lagi dari permukaan,
kemudian dibaca skala yang terdapat pada tali keping secchi tersebut.
3.5.3 Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan kearah datangnya cahaya matahari yang lebih banyak tersinari. Ditunggu sampai skala
yang ditunjukkan oleh lux meter mulai stabil, dan dicatat skala yang ditunjukkan.
3.5.4 pH Derajat Keasaman
pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan alat konstan
dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.
3.5.5 Dissolved Oxygen DO mgl
Dissolved Oxygen DO diukur dengan menggunakan metodeWinkler. Sampel air diambil dari dasar perairan, dilakukan pengukuran oksigen terlarut lampiran C
Universitas Sumatera Utara
3.5.6 Kejenuhan Oksigen
Harga kejenuhan oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
O
2
u Kejenuhan = x 100
O
2
t O
2
u = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur mgl O
2
t = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya pada tebel sesuai dengan nilai temperatur
3.5.7 BOD
5
Pengukuran BOD
5
dilakukan dengan menggunakan metoda Winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan kedalam botol Winkler. Bagan kerja
terlampir lampiran D.
3.5.8 Kadar nitrat dan fosfat
Pengukuran nitrat dan fosfat diukur dengan metode Spektrofotometer, bagan kerja terlampir lampiran E dan lampiran F
Tabel 1. Alat dan satuan yang dipergunakan dalam pengukuran faktor fisik kimia perairan.
NO Parameter Fisik-Kimia
Satuan Alat
Tempat Pengukuran
1. Temperatur air
o
C Termometer Air Raksa
In-Situ 2.
Penetrasi Cahaya Cm
Keping Secchii In-Situ
3. Intensitas Cahaya
Candella Lux Meter In-Situ
4. pH Derajat Keasaman -
pH meter In-Situ
5. DO Oksigen terlarut
mgl Metode Winkler
In-Situ 6.
BOD
5
mgl Metode Winkler dan
Inkubasi Laboratorium
7. Kejenuhan Oksigen
- Laboratorium
8. Fosfat
mgl Spektrofotmeter
Laboratorium 9.
Nitrat mgl
Spektrafotometer Laboratorium
Universitas Sumatera Utara
3. 5 Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan menghitung tingkat kejenuhan oksigen, nilai produktifitas primer perairan, nilai konsentrasi klorofil a, serta Uji T dan korelasi
Pearson.
3.5.1 Kejenuhan oksigen
Harga kejenuhan oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
O
2
u Kejenuhan = x 100
O
2
t O
2
u = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur mgl O
2
t = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya pada tebel sesuai dengan nilai temperatur. Tabel nilai oksigen terlarut maksimum
terlampir Lampiran G. Barus, 2004, hlm : 59
3.5.2 Rumus Menghitung Produktivitas Primer PP
Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Produktivitas primer dapat
diukur sebagai produktivitas kotor dan produktivitas bersih. Hubungan diantara keduanya dapat dinyatakan sebagai:
Produktivitas bersih P
N
= Produktivitas kotor P
G
– Respirasi R Keterangan:
R = [O
2
]
awal
- [O
2
]
akhir
pada botol gelap PG = [O
2
]
akhir
pada botol terang - [O
2
]
akhir
pada botol gelap
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengubah nilai mgl oksigen menjadi mg Cm
3
, maka nilai dalam mgl
dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg Cm
3
untuk waktu jangka pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satu hari, nilai per
jam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya diperoleh selama 12 jam per hari Barus, 2004, hlm: 112-113.
3.5.3 Rumus menghitung klorofil a
Klorofil- a mgm
3
= 11,0 2,43 A
1
-A
2
V
1
V
2
d
Keterangan: 11,0 = koefisien absorbsi
2,43 = faktor koreksi A
1
= konsentrasi klorofil a dan Feofitin sampel A
2
= konsentrasi sampel yang diberi HCl V
1
= volume ekstrak aseton liter V
2
= volume sampel yang disaring m
3
d = diameter kuvet Nilai A
1
dan A
2
terlebih dahulu dikoreksi dengan mengurangkan dari konsentrasi blanko 730 nm Soegianto, 2004, hlm: 22.
3.5.4 Uji T
Uji T dilakukan dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS Ver.13.00 Uji ini merupakan uji statistik yang membandingkan produktifitas primer baik antar
stasiun lokasi maupun antar kedalaman.
3.5.5 Analisa korelasi Pearson
Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan metode SPSS Ver.13.00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia perairan
dengan nilai produktifitas primer.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Nilai Produktifitas Primer, Faktor Fisik Kimia Perairan, dan Konsentrasi Klorofl a.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Danau Toba Parapat, Kabupaten Simalungun didapatkan nilai rata-rata faktor fisik kimia, sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai produktivitas primer, faktor fisik kimia perairan , dan konsentrasi klorofil a
S t
a s
i u
n
Kedalaman PP
Klorofil a Temp.
pH DO
BOD
5
NO
3
PO
4
Kej. O
2
Penetrasi Cahaya
Intensitas Cahaya
m mgCm
3
hari mgm3
o
C -
mgL mgL
mgL mgL
cm Cd
525,505 4,81
25 6,9
6,2 0,8
1,1262 0,0358
76,45
1 2,5
713,184 37,68
25 7,2
6,0 0,6
1,1844 0,0483
73,98
5
525,505 60,94
25 7,3
5,4 0,4
1,1553 0,0318
66,58
Rata-rata 588,064
34,47 25
7,13 5,87
0,60 1,1553
0,0386 72,3366
5 279
825,79 39,02
25 7,3
6,9 0,8
1,0971 0,0398
85,08
2 2,5
1.163,62 99,08
24 7,4
5,2 0,6
1,0776 0,0438
63,03
5 487,97
147,54 24
7,4 6,6
0,4 1,1359
0,0996 80,00
Rata-rata 825,793
95,21 24,33
7,37 6,23
0,60 1,1035
0,0611 76,0366
5 965
600,575 14,96
25 7,0
6,6 3,8
1,1553 0,0239
81,38
3 2,5
788,255 11,49
24 7,0
6,0 1,8
1,2038 0,0318
72,72
5 487,97
16,83 24
7,1 6,6
1,2 1,1842
0,0354 80,00
Rata-rata 625,600
14,42 24,33
7,03 6,40
2,27 1,1811
0,0304 78,0333
5 120
187,68 0,53
25 7,1
6,4 1,6
1,1262 0,0318
78,91
4 2,5
337,825 82,32
25 7,0
6,0 1,4
1,0388 0,0159
73,98
5
638,115 45,70
24 7,0
5,4 1,5
1,0582 0,0239
65,45
Rata-rata 387,873
42,85 24,67
7,03 5,93
1,50 1,0744
0,0239 72,7800
5 235
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : ST. 1
: Kontrol 2 39’33,01” LU 98
55’55,8” BT ST 2
: Dermaga hotel 2 39’32” LU 98
55’57,2” BT ST. 3
: Pemukiman penduduk 2 38’50,2” LU 98
55’16,5” BT ST. 4
: Tambak ikan 2 42’10,18” LU 98
55’12,72” BT
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata PP tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 825,793 mgCm
3
hari, sedangkan nilai PP terendah pada stasiun 4 sebesar 387,873 mgC m
3
hari. Sedangkan nilai konsentrasi klorofil a tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai rata - rata 95,213 mgm
3
, dan terendah pada stasiun 3 dengan nilai rata- rata sebesar 14,42 mgm
3
. Tingginya nilai PP pada stasiun 2 karena memiliki intensitas cahaya yang maksimal sehingga aktifitas fotosintasis fitoplankton
berlangsung dengan baik. Tingginya nilai konsentrasi klorofil a di stasiun 2 sangat mendukung untuk proses fotosintesis yang menghasilkan PP yang tinggi. Menurut
Barus 2001, hlm : 113, menyatakan bahwa pengaruh keanekaragaman plankton di suatu ekosistem perairan dapat menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi sehingga
menghasilkan PP yang tinggi. Pada fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu dari
produk fotosintesis tersebut.
Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan PP di danau. Peningkatan PP merupakan hasil proses fotosintesis sebanding dengan jumlah
oksigen yang dihasilkan, dan kandungan oksigen terlarut di perairan dapat memberikan petunjuk tentang tingginya PP di suatu perairan. Klorofil a merupakan
salah satu parameter yang sangat menentukan PP di danau, dimana kelimpahan fitoplankton yang tinggi akan menghasilkan oksigen yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton yang rendah Sverdrup et al., 1961 Jadi kelimpahan fitoplankton yang tinggi cenderung menghasilkan oksigen yang
tinggi sebagai hasil dari proses fotosintesis.
Nilai PP terendah pada lokasi 4 sebesar 387,873 mg Cm
3
hari. Menurut Nybakken 1992, hlm : 29, menyatakan bahwa penurunan PP pada badan perairan
Universitas Sumatera Utara
dapat disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang tidak maksimal sehingga menyebabkan klorofil tumbuhan air rusak dan mempengaruhi fotosintesis.
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa temperatur air pada keempat stasiun penelitian berkisar 24-25 C. Perbedaan temperatur air antara permukaan dan
kedalaman tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba tidak mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi.
Temperatur rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 25 C dan terendah pada
stasiun 2 dan 3 sebesar 24,33 C. Adanya perbedaan temperatur air pada setiap stasiun
penelitian disebabkan perbedaan waktu pengukuran serta kondisi cuaca saat pengukuran dilakukan pada masing-masing stasiun. Menurut Brehm Meijering
1990 dalam Barus 1996, hlm: 45 , pola suhu ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan
udara di sekelilingnya dan juga faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Temperatur air di Danau Toba umumnya homogen
yang berfluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nilai temperatur air pada lapisan permukaaan Danau Toba
tidak berbeda jauh jika dibandingkan pada temperatur pada berbagai kedalaman danau pada kedalaman 200-500 m, perbedaannya didapatkan hanya 1
C. Hal ini menunjukkan sangat sulit menemukan termoklin, terjadi degradasi temperatur dengan
sangat drastis dengan menambah kedalaman suatu badan perairan Barus, 2004, hlm: 107.
Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH pada keempat stasiun penelitian didapatkan nilai pH berkisar 7,03 – 7,37. Nilai pH pada keempat stasiun berbeda-beda
tergantung kondisi perairan pda masing-masing stasiun penelitian. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 7,37 dan terendah pada stasiun 3 dan 4 sebesar 7,03.
Cole 1983, menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO
2
melaui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air. Nilai pH di suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan air untuk melepas atau mengikat sejumlah ion hidrogen yang menunjukan larutan tersebut asam atau basa Barus, 1996; Michael, 1984.
Hawkes 1979 dalam Sinambela 1994, hlm: 33, menyatakan bahwa kehidupan
Universitas Sumatera Utara
dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari keempat stasiun penelitian masih
mendukung kehidupan biota perairan. Dari Tabel 2 bahwa nilai pH perairan Danau Toba rata-rata 7, hal ini menunjukkan perairan masih dalam kisaran normal. Menurut
Barus 2004, hlm: 61, menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 - 8,5.
Nilai dissolved oxygen DO yang diperoleh dari keempat stasiun pengamatan berkisar rata-rata antara 5,87-6,40 mgl, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3
sebesar 6,40 mgl dan terendah pada stasiun I sebesar 5,87 mgl, dengan kisaran kejenuhan O
2
72,33 - 78,03 . Nilai rata-rata kejenuhan oksigen yang paling besar terdapat pada stasiun 3 sebesar 78,03 , hal ini disebabkan badan perairan memiliki
sumber pemasukan oksigen yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton. Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun 3 karena adanya
keberadaan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen sehingga meningkatkan nilai kelarutan oksigen, sedangkan rendahnya nilai oksigen terlarut pada stasiun I
disebabkan karena kurangnya keberadaan tumbuhan air yang menghasilkan oksigen. Schwrobel 1987 dalam Barus 1996, hlm: 111, menyatakan bahwa nilai oksigen
terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis tumbuhan
yang menghasilkan oksigen. Terjadinya penurunan nilai oksigen terlarut menyebabkan kebutuhan DO oleh biota air untuk menguraikan limbah tersebut akan
meningkat, di samping itu terjadi penambahan nilai kejenuhan oksigen yang menunjukkan ada defisit oksigen pada lokasi yang seharusnya dapat diserap oleh air
pada lokasi tersebut.
Nilai BOD
5
pada keempat stasiun penelitian berbeda, berkisar 0,60 – 2,27 mgl. Nilai BOD
5
yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2,27 mgl dan terendah pada stasiun 1dan 2 sebesar 0,60 mgl. Adanya perbedaan nilai BOD
5
di setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada
masing-masing stasiun, yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik
sehingga mengakibatkan niali BOD
5
meningkat. Tingginya nilai BOD
5
pada stasiun 3
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan adanya berbagai aktivitas masyarakat yang terdapat pada stasiun tersebut, sedangkan pada stasiun 1 tidak ditemukan adanya aktivitas masyarakat dan
merupakan lokasi yang yang belum terkena masukan limbah organik. Terjadinya penambahan nilai BOD
5
pada lokasi pemukiman penduduk karena buangan limbah organik yang memberikan fluktuasi terhadap nilai BOD
5
tersebut. Hal ini disebabkan masuknya limbah organik ke badan perairan, sehingga menyebabkan kebutuhan
oksigen terlarut oleh biota air bakteri untuk mengurainya akan meningkat. Nilai BOD
5
yang diperoleh pada lokasi pengamatan pada prinsipnya menunjukkan indikasi tentang rendahnya kadar bahan organik di dalam air, karena nilai BOD
5
merupakan parameter indikator pencemaran oleh zat organik, dimana semakin tinggi nilainya
semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan sebaliknya Barus, 2001, hlm: 65, dan Sukmawati, dkk, 2005, hlm: 33-34.
Dari Tabel 2 dapat dilihat kadar Nitrat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 1,0744 - 1,1811. Kadar nitrat tertinggi dijumpai pada stasiun 3 dengan
rata-rata 1,1811 dan terendah pada stasiun 4 dengan rata-rata 1,0744 mgliter. Hal ini disebabkan adanya mikroorganisme yang mengoksidasi amoniumamoniak menjadi
nitrit dan akhirnya menjadi nitrat pada setiap stasiun yang berbeda. Menurut Mackentum, 1969 dalam Haerlina 1987, hal : 8, menyatakan bahwa kadar nitrat
yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9-15,5 mgl. Tingginya unsur nitrat pada stasiun 3 disebabkan lokasi ini merupakan lokasi pemukiman penduduk
dan banyaknya aktifitas masyarakat yang menghasilkan limbah domestik yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrat di badan perairan. Konsentrasinya di dalam
perairan akan semakin bertambah bila semakin dekat dari titik pembuangan semakin berkurang bila jauh dari titik pembuangan yang disebabkan aktifitas mikroorganisme.
Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit yang akhirnya menjadi nitrat.
Dari Tabel 2 dapat dilihat konsentrasi kadar fospat pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 0,0239-0,0611 mgl. Nilai kadar fospat tertinggi dijumpai
pada stasiun 2 dengan nilai 0,0611 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai 0,0239 mgl. Hal ini disebabkan masuknya limbah-limbah dari hasil pertanian seperti pupuk
yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat meningkatkan nilai fospat di lokasi ini.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Alaerts 1987, hal : 234, terjadinya penambahan konsentrasi fospat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian dan akitivitas
masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka
badan perairan. Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan Barus, 2004, hlm: 68.
Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa penetrasi antara keempat stasiun penelitian ini rata-rata sebesar 5 m. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air
antara keempat stasiun ini masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat yang tersuspensi pada perairan tersebut.
Menurut Nybakken 1992, hlm : 62, menyatakan bahwa adanya zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan
kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok. Menurut Odum 1998, hlm : 370, bahwa penetrasi cahaya
sering kali dihalangi oleh zat-zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 965 Cd pada stasiun II. Sedangkan intensitas cahaya terendah sebesar 120 Cd pada
stasiun III. Perbedaan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan waktu pengukuran.
Faktor cahaya matahari yang masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi
akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan megalami perubahan yang signifikan baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif Barus, 2004, hlm: 43.
Secara umum nilai parameter abiotik baik fisik maupun kimia yang terdapat di seluruh stasiun maupun kedalaman di perairan Danau Toba Parapat masih cukup baik
untuk kelangsungan hidup biota air yang terdapat di dalamnya termasuk organisma fitoplankton.
Universitas Sumatera Utara
4.2. Nilai Uji T Produktifitas Primer Antar Stasiun dan Kedalaman