pada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan Siregar dan Amalia, 2004.
2.2.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.1197MenkesSKX2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
RumahSakit, dinyatakan bahwa struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari kepalaIFRS, administrasi IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasiklinik dan manajemen mutu.Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi,misi dan tujuan yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan
filosofipelayanan kefarmasian Depkes RI, 2004.
2.2.2 Sumber Daya Manusia
Personalia pelayanan farmasi rumah sakit adalah sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian dirumah sakit. Penyelenggaraan
pelayanankefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari aspek
hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus
menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Analisa Kebutuhan Tenaga:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga:
1. Apoteker
2. Sarjana farmasi
3. Asisten Apoteker AMF, SMF
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga:
1. Operator komputer teknisi yng memahami kefarmasian
2. Tenaga administrasi
3. Pembantu pelaksana
2.2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.2.3.1 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit dari antara lain: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi.
3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi KIE 4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi. 5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. 7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit Depkes RI, 2004.
2.2.3.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes No. 1197MenkesSKX2004 fungsi Instalasi Farmasi rumah sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta
memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan.
2.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait anatara satu dengan yang
lain. Menurut Kepmenkes No. 1197MENKESSKX2004, kegiatannya
mencakup perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
Gambar 2.2 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi
2.2.4.1 Pemilihan
Semua rumah sakit harus memilih obat-obatan mana yang harus disediakan untuk peresepan dan permintaan oleh para praktisi perawatan
kesehatan. Keputusan ini berdasarkan misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis layanan yang disediakan. Pemilihan obat-obatan merupakan proses yang
mempertimbangkan kebutuhan pasien dan keselamatan sebagaimana nilai-nilai ekonomis JCI, 2011.
PERENCANAAN
PENGADAAN
PENERIMAAN
PENYIMPANAN
DISTRIBUSI PENGENDALIAN
PENGHAPUSAN PENCATATAN
PELAPORAN MONITORING
EVALUASI
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obatDepkes RI, 2004.
2.2.4.2 Perencanaan
Rumah sakit mempunyai metode, misalnya lewat suatu kepanitiaan, untuk mengurus dan memantau daftar obat-obatandan memantau penggunaan obat-
obatan itu di rumah sakit. Keputusan untuk menambah atau mengurangi obat- obatan dari daftar tersebut diatur menurut kriteria yang mencakup indikasi
penggunaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Daftar tersebut diulang setidaknya setahun sekali berdasarkan informasi yag muncul berkaitan dengan keselamatan
dan efikasi kemanjuran-nya serta informasi tentang penggunaan dan efek samping JCI, 2011.
Pedoman perencanaan dapat berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan
medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan.
Proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari
kekosongan obat, dasar-dasar perencanaanditentukan dengan menggunakan metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia Depkes RI, 2004.
2.2.4.3 Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Pembelian
1. Pembelian secara tender oleh panitia pembelian barang farmasi
2. Secara langsung dari pabrikdistributorpedagang besar farmasirekanan.
b. Produksipembuatan sediaan farmasi
1. Produksi steril
2. Produksi non steril
c. SumbangandropinghibahDepkes RI, 2004.
2.2.4.4 Produksi
Merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi
dengan kemasan yang lebih kecil, sedian farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstruksi sediaan
obat kankerDepkes RI, 2004. Jenis sediaan farmasi yang diproduksi:
a. Produksi Steril
1. Sediaan steril
Contoh: pembuatan methylen blue
2. Total parenteral nutrisi
Contoh: campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan.
3. Pencampuran obat suntiksediaan intravena
Contoh: melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai.
4. Rekonstitusi sediaan sitostatika
Contoh: pencampuran obat kemoterapi 5.
Pengemasan kembali Contoh: pembuatan handrub
b. Produksi Non Steril
1. Pembuatan puyer
Contoh: parasetamol tablet 2.
Pembuatan sirup Contoh: OBH, Inadryl loco, kloralhidrat
3. Pembuatan salep
Contoh: salep sulfadiazin, salep 2-4 4.
Pengemasan kembali Contoh: Alkohol, H2O2, povidon iodin
5. Pengenceran
Contoh: antiseptik dan desinfektan
2.2.4.5 Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab.Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari
perbekalan farmasi. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan.Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan
disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah
diterima, perbekalan farmasi harus segera disimpan didalam lemari atau tempat lain yang aman.
Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:
1. Harus mempunyai material safety data sheet MSDS, untuk bahan
berbahaya. 2.
Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin. 3.
Sertifikat Analisa Produk Depkes RI, 2008.
2.2.4.6 Penyimpanan
Menurut JCI, 2011 penyimpanan perbekalan farmasi di rumah sakit menggunakan sistem FEFO First Expired First Out dan FIFO First In First
Out. Obat-obatan disimpan dalam area penyimpanan, dalam layanan farmasi atau
yang berkaitan dengan farmasi, atau pada unit farmasi yang terletak pada unit perawatan pasien atau pos keperawatan dalam unit klinis. Standar Medication
Management and Use MMU menyediakan mekanisme pengawasan untuk semua lokasi di mana obat-obatan disimpan. Di semua lokasi di mana obat-obatan
disimpan, hal-hal berikut dapat terlihat jelas: a
Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk.obatyang termolabil seperti serum, vaksin, insulin dan obat-obatan yang
harus disimpan pada suhu rendahditempatkan dalam lemari pendingin, dengan rentang suhu 2-8
o
C. Lemari pendingin harus dilengkapi dengan alat pengukur suhu termometer.
b Zat-zat yang dikendalikan dicatat secara akurat sesuai dengan undang-
undang dan peraturan yang berlaku. Seperti golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus dan terkunci. Untuk obat golongan narkotika disimpan
dilemari kunci ganda Morfin, codein dll dan psikotropika disimpan dilemari terkunci Lysergid, Diazepam dll.
c Obat-obatan dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan
obat-obatan diberi label secara akurat dengan isi, tanggal kadaluarsa, dan peringatan.Obat Look Alike Sound Alike LASA disimpan dengan pemberian
jarak dan diberi stiker hijau LASA. Contohnya Zyrtec dengan Zyprexa. Dan obat yang perlu mendapatkan perhatian khusus High Alert disimpan didalam lemari
diberi list beri merah dan ditempelkan stiker high alert. Contohnya Dopamin, dobutamin, warfarin dll.
Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan terpisah dengan penyimpanan obat. Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan dilemari terkunci dan tahan api. Bahan
berbahaya ini diberi masing-masing simbol diantaranya ialah: -
Bahan yang mudah meledak E contohnya: Tinitro toluena TNT. -
Bahan yang amat sangat mudah terbakar F contohnya: Aseton, Logam Natrium.
- Bahan pengoksidasi O contohnya: kalium klorat dan kalium
permanganate. -
Bahan yang sangat beracun T contohnya kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene,
- Bahan yang mudah merusak jaringan C contohnya: HCl dan H2SO4 ,
- Bahan yang menyebabkan iritasi Xi contohnya: isopropilamina, kalsium
klorida. -
Bahan berbahaya bagi lingkungan N contohnya: tetraklorometan, dan petroleum hidrokarbon.
d Elektrolit-elektrolit konsentrat tidak disimpan di unit perawatan kecuali
jika dibutuhkan secara klinis, dan apabila disimpan dalam unit perawatan, terdapat pengamanan untuk mencegah pemberian tidak sengaja.
e Semua area penyimpanan obat-obatan diinspeksi secara berkala sesuai
dengan kebijakan rumah sakit untuk memastikan bahwa obat-obatan tersimpan secara tepat.
f Kebijakan rumah sakit menetapkan bagaimana obat-obatan yang dibawa
masuk oleh pasien diidentifikasi dan disimpan.
Terhadap setiap elemen dari a hingga f dalam maksud dan tujuan dilakukan skoring secara terpisah, karena mereka mewakili area kritis atau
berisiko tinggi. Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk.
Tempat penyimpanan obat sebaiknya tertutup, tidak lembab dan tidak langsung terpapar sinar matahari. Penyimpanan perbekalan farmasi disimpan menurut
persyaratan adalah Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan terpisah dengan penyimpanan obat. Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan dilemari terkunci dan
tahan api.
2.2.4.7 Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan: 1.
Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. 2.
Metode sentralisasi atau desentralisasi. 3.
System floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi Depkes, 2004
A. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi, yaitu dengan sistem sebagai berikut:
1 Sistem distribusi resep obat individu.
Resep individual adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Pada sistem ini, kebutuhan barang farmasi individu pasien tidak tersedia di ruang
perawatan, tetapi harus diambil atau diterbus di tempat pelayanan farmasi dengan menbawa resep dengan instruksi pengobatan dari dokter. Tempat pelayanan
farmasi tersebut yaitu di instalasi farmasi rumah sakit, apotik baik yang ada di dalam maupun di luar rumah sakit. Semua obat yang ditebus dibawa ke ruangan
perawatan untuk diserahkan pada perawat untuk disimpan. Biaya pengobatan yang ditanggung oleh pasien tinggi karena setiap sisa obat yang tidak digunakan
tetap harus dibayar. Keuntungan dari sistem ini:
- Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaintan dengan obat pasien. -
Memberi kesempatan inetraksi profesional antara farmasis – dokter – perawat – pasien.
- Memungkikan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.
- Mempermudah penagihan biaya pengobatan pasien.
Keterbatasan dari sistem ini: -
Jumlah kebutuhan personal di IFRS meningkat. -
Kemungkian keterlambatan sediaan obat sampai pada pasien. -
Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat.
- Terjadi kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan
konsumsi. Sistem distribusi obat resep individual kurang sesuai untuk
rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B yang memiliki daerah perawatan penderita yang menyebar sehingga jarak sehinnga jarak antara
IFRS dengan beberapa daerah perawatan penderita sangat jauh. 2
Sistem distribusi obat persediaan perlengkapan diruangan floor stock. Pada sistem ini kebutuhan obat atau perbekalan farmasi dalam jumlah besar
baik dalam kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan individu pasien yang diperoleh dari tempat pelayanan farmasi baik sentralisasi maupun disentralisasi,
disimpan diruangan perawatan. Kebutuhan obat dasar maupun obat individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus atau mengambil dulu
dari tempat penyimpanan farmasi. Proses pengelolaan inventaris, penyiapan dan peracikan obat atau barang farmasi tersebut serta penyampaiannya pada pasien
sepenuhnya dibebankan kepada perawat. Pelayanan dengan sistem ini paling cepat, karena semua barang kebutuhan ada dalam satu ruangan.
Keuntungan sistem ini: -
Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien. -
Tidak ada pengembalikan obat yang tidak terpakai di IFRS. -
Pengurangan penyalinan order obat. -
Pengurangan jumlah personil IFRS yang diperlukan. Keterbatasan sistem ini:
- Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
Disamping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.
- Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan yang
sangat terbatas. Akibatnya, penyimpanan tidak teratur, mutu obat merosok,
dan tanggal kadaluarsa kurang diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan obat yang tak terpakai karena telah kadaluarsa.
- Pencurian obat meningkat.
- Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
- Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
- Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.
3 Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruangan
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi
persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan daerah penderita ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari instalasi
farmasi rumah sakit dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja instalasi farmasi rumah sakit. Obat yang
disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya relative murah,
mencakup obat resep atau obat bebas. Keuntungan sistem ini:
- Semua resep atau order individu dikajioleh apoteker
- Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker – dokter –
perawat – pasien. -
Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien obat persediaan di ruang.
- Beban IFRS dapat berkurang.
Keterbatasan sistem ini:
- Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada pasien obat
resep individual. -
Kesalahan obat dapat terjadi obat dari persediaan di ruang Depkes,2008.
4 Sistem distribusi obat dosis unit
Obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk sewaktu-waktu tertentu. Penderita hanya membayar obat yang di komsumsi saja. Sistem distribusi obat
dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang di koordinasi instalasi farmasi dan rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit yaitu obat dikandung dalam kemasan unit utnggal, di
dispensing dalam bentuk siap konsumsi untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, di antarkan keruang perawatan atau tersedia pada runang
perawatan penderita tiap waktu. Keuntungan dari penerapan sistem ini adalah:
- Pasein hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
- Semua dosis yang diperlukn pada unit perawatan telah disiapkan oleh
IFRS. -
Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi. -
Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan. -
Meningkatkan pemberdayaan tugas profesional dan non profesional yang lebih efisien.
- Mengurangi resiko kehilangan dana pemborosan perbekalan farmasi.
- Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep order sampai pasien menerima dosis unit.
- Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi
bertambah baik. -
Apoteker dapat datang ke unit perawatan ruang pasien, untuk melakukan konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan kepada
tim, sebangai upaya yang diperlukan untuk perawatan pasien yang lebih baik.
- Peningkatan pengendalian dan pemantuan penggunaan perbekalan farmasi
menyeluruh. -
Memberikan peluang yang lebih besar utuk prosedur komputerisasi. Kelemahan dari penerapan sistem ini adalah:
- Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi.
- Meningkatnya biaya operasional.
B. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Pendistribusian perbekalan rarmasi untuk pasien rawat jalan menggunakan sistem individu atau resep perorangan yang ditulis oleh dokter untuk tiap pasien.
Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep Depkes RI, 2008
2.2.4.8 Evaluasi
Tujuan umum evaluasi, yaitu agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.
Tujuan khusus evaluasi, yaitu untuk menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar, terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan
keamanan pasien, meningkatkan efesiensi pelayanan, meningkatkan mutu obat yang diproduksi dirumah sakit sesuai CPOB Cara Pembuatan Obat yang Baik
1. Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, di bagi tiga jenis program eveluasi: a.
Prospektif: program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan b.
Komkuren: program dijalankan bersama dengan pelayanan dilaksanakan Contoh: memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh
Asisten Apoteker c.
Retrospeksi: pgogram pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang 2.
Metode Evaluasi a.
Audit pengawasan Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
b. Review penilaian
Penilaian terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan resep
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dialkukan dengan angket atau wawancara langsung.
d. Observasi
Terhadap pkecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.
2.2.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalammenjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama denganpasien dan profesi kesehatan lainnya.
Tujuan : a.
Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi dirumah sakit.
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,keamanan
dan efisiensi penggunaan obat. c.
Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lainyang terkait dalam pelayanan farmasi.
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangkameningkatkan
penggunaan obat secara rasional. Kegiatan pelayanan kefarmasian meliputi:
2.2.5.1 Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien untuk anak
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruanganunit asal resep
Persyaratan farmasi meliputi: a.
Bentuk dan kekuatan sediaan b.
Dosis dan Jumlah obat c.
Stabilitas dan ketersediaan d.
Aturan, cara dan tehnik penggunaan Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontraindikasi
e. Efek aditif
2.2.5.2 Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkanmeracik obat, memberikan labeletiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan Dispensing
a. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman.
b. Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan
secara oral atau emperal. c.
Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu. d.
Menurunkan total biaya obat. Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya:
1. Dispensing sediaan farmasi khusus
a. Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan
menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
b. Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai
dengan dosis yang ditetapkan. 2.
Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan
obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian
kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga kecelakaan terkendali.
Kegiatan Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya 1.
Melakukan perhitungan dosis secara akurat. 2.
Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai. 3.
Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan. 4.
Mengemas dalam pengemas tertentu. 5.
Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan 1.
Cara pemberian obat kanker 2.
Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai. 3.
Lemari pencampuran biological safety cabinet. 4.
HEPA filter 5.
Pakaian khusus 6.
Sumber daya manusia yang terlatih
2.2.5.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Monitoring efek samping obat MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang tidak dikehendaki ROTD yang terjadi pada
dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi.Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait
dengan kerja farmakologi. Tujuan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat:
1. Menemukan ESO Efek Samping Obat sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang. 2.
Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkanmempengaruhi
timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.
Kegiatan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat: 1.
Menganalisa laporan Efek Samping Obat
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami Efek Samping Obat 3.
Mengisi formulir Efek Samping Obat 4.
Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
2.2.5.4 Pelayanan lnformasi Obat PIO
Menurut kepmenkes nomor 1197MenkesSKX2004, PIO merupakan
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien
dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, membuat kebijakan yang berhubungan dengan obatperbekalan farmasi
terutama bagi komitesub komite farmasi dan terapi, dan menunjang penggunaan obat yang rasional.Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumensecara aktif
dan pasif. 2.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatanmelalui telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat buletin, leaflet, label obat.
4. Menyediakan informasi bagi KomitePanitia Farmasi dan
Terapisehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
5. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagipasien
rawat jalan dan rawat inap. 6.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dantenaga kesehatan lainnya.
7. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan
pelayanankefarmasian. Depkes RI, 2004. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah sumber informasi obat, tempat,
tenaga dan perlengkapan.
2.2.5.4 Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan
obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Tujuan dari kegiatan konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan
obat-obat lain.
2.2.5.6 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah PKOD
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah PKOD meliputi:
i. mengetahui kadar obat dalam darah
ii. memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Kegiatan yang dilakukan meliputi: i.
memisahkan serum dan plasma darah ii.
memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat TDM
iii. membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: i.
alat therapeutic drug monitoringinstrument untuk mengukur kadar obat ii.
reagen sesuai obat yang diperiksa. efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah untuk mendapatkan gambaran
keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatandokter tertentu, membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatandokter
satu dengan yang lain, penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan pada pengkajian penggunaan obat meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas
Depkes RI, 2004.
2.2.5.7 Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan Visite Pasien adalah a.
Pemilihan obat b.
Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik c.
Menilai kemajuan pasien. d.
Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
2.2.5.8 Pengkajian Penggunaan Obat
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi.
2.2.5.9 Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.Dispensing
sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik.
Faktor yang perlu diperhatikan: tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi, sarana dan prasarana, ruangan khusus, lemari pencampuran
biological safety cabinet dan kantong khusus untuk nutrisi parenteral. Penanganan obat sitotoksik kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan
obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada
pasien sampai kepada pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat
pelindung diri yang memadai. Kegiatan yang dilakukan meliputi: i.
Melakukan perhitungan dosis secara akurat
ii. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
iii. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
iv. Mengemas dalam pengemas tertentu
v. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah: i.
Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai ii.
Lemari pencampuran biological safety cabinet iii.
HEPA filter iv.
Alat pelindung diri v.
Sumber daya manusia yang terlatih vi.
Cara pemberian obat kanker.
2.3 Instalasi Central Sterile Supply Department CSSD
Instalasi CSSD atau pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non structural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan
standarpedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit Depkes, 2009.
1. Tujuan CSSD: a.
Membantu unit lain dirumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi
b. Menurunkan angka kejadian infeksi
c. Efisiensi tenaga medisparamedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien. d.
Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.
2. Tugas utama CSSD adalah:
a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien
b. Melakukan proses sterilisasi alat bahan.
c. Mendistribusikan alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar
operasi maupun ruangan lain. d.
Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan bermutu.
e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan
perawatan pasien. f.
Mempertahankan standar yang telah ditetapkan. g.
Mendokumentasikan setiap kegiatan yang dilakukan sebagai bagian dari upaya pengendalian mutu.
h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan
dan pengendalian infeksi bersama dengan pengendalian infeksi nosokomial.
i. Memberi penyuluhan tentang hal – hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi. j.
menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi.
k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
l. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang
pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan barang steril Depkes RI, 2009.
2.4 Instalasi Gas Medis
Definisi istilah mengenai gas medis dan instalasinya terdapat dalam pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1439MenkesSKXI2002
tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa :
a. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk
pelayanan medis pada sarana kesehatan b.
Instalasi Pipa Gas Medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk
menyalurkan gas medis ketitik outlet diruang tindakan dan perawatan c.
Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana beserta peralatan dan atau tabung gasliquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat
disalurkan melalui pipa instalasi gas medis d.
Instalasi Gas Medis selanjutnya disingkat IGM adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas medis sampai outlet.
Berdasarkan definisi istilah diatas maka dapat disimpulkan bahwa gas medis maupun instalasinya harus memiliki spesifikasi yang khusus atau memiliki
standar-standar keamanan yang lebih tinggi dari gas maupun instalasi gas lainnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan dan penyaluran gas medis di sarana
pelayanan kesehatan digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
2.4.1 Jenis gas medis
Sesuai dengan SK MenKes No. 1439MenkesSKXI2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain:
- Gas Oksigen tabung 1m
3
, 2m
3
, 6m
3
- Oksigen cair tangki
- Gas N
2
O tabung 25 kg -
Gas CO
2
- Udara Tekan UT
- Siklopropana C
3
H
6
- Helium
- Vaccum suction
- Mixture gas yang terdiri dari O
2
+ N
2
;O
2
+ CO
2
;He + O
2
; N
2
O + O
2
+ N
2.
2.4.2 Penyimpanan gas medis
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439MenkesSKXI2002, penyimpanan gas medis harus memenuhi syarat
penyimpanan gas medis, yaitu : a.
Tabung-tabung gas harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi goncangan
b. Lokasi penyimpanan harus khusu dan masing-masing gas medis dibedakan
tempatnya c.
Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian
d. Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau
sejenisnya e.
Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut.
2.4.3 Pendistribusian gas medis