Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARMASI RUMAH SAKIT

di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan

Disusun Oleh: Meri Silfira Sari, S.Farm.

NIM 123202143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT. karena atas berkah dan rahmat-Nya dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker di RSUP H. Adam Malik Medan. Laporan ini ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan PKP di RSUP H. Adam Malik Medan.

Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Salmi dan Ibunda Hj. Siti Priatim, S. Pd atas doa, dukungan dan cinta kasih kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Drs. Saiful Bahri, M. S., Apt., dan Ibu Dra. Ellia Puspawati, Apt., selaku Pembimbing Praktik Kerja Profesi, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama praktik kerja profesi hingga selesainya penulisan laporan ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp.K.K., selaku Direktur Utama RSUP H. Adam Malik.

2. Bapak dr. Mardianto, Sp.PD., selaku Direktur Medik dan Keperawatan RSUP H. Adam Malik.

3. Ibu dr. Purnamawati, MARS., selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik.

4. Bapak Syamsuddin Angkat, S.H., S.E., selaku Direktur Umum dan Operasional RSUP H. Adam Malik.


(3)

5. Bapak Drs. Bastian, M.M., selaku Direktur Keuangan RSUP H. Adam Malik. 6. Ibu Dra. Rosmawaty, Apt., selaku Kepala Instalasi Diklat RSUP H. Adam

Malik dan beserta staf.

7. Ibu Dra. Hj. Isma Sani Pane, M.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik.

8. Ibu Dra. Ratna Panggabean, Apt., selaku Kepala Instalasi Gas Medis RSUP H. Adam Malik.

9. Ibu Dra. Helena Gultom, Apt., selaku Kepala Instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik.

10. Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt., selaku kepala Pokja Farmasi Klinis dan Instruktur Klinis RSUP H. Adam Malik.

11. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

12. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU.

13. Seluruh Apoteker, Asisten Apoteker dan Staf Instalasi Farmasi yang telah banyak membantu penulis selama melakukan Praktik Kerja Profesi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis berharap semoga laporan Praktik Kerja Profesi ini dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang farmasi, khususnya farmasi rumah sakit dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Desember 2013


(4)

RINGKASAN

Telah selesai dilakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) farmasi rumah sakit di RSUP H. Adam Malik. Praktik kerja profesi apoteker (PKPA) ini bertujuan agar apoteker mampu mengelola farmasi rumah sakit sesuai dengan etik dan ketentuan yang berlaku didalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Praktik kerja profesi apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 01 Oktober sampai 30 November 2013 dengan jumlah jam efektif 7 jam per hari. Kegiatan PKPA di rumah sakit meliputi melihat fungsi dan tugas rumah sakit dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, melihat peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengetahui peran apoteker dalam mengelola perbekalan farmasi mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, produksi, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, administrasi/pelaporan, dan evaluasi obat kepada pasien serta pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien, melakukan peninjauan ke depo farmasi/pokja farmasi untuk melihat sistem distribusi obat dan perbekalan kesehatan kepada pasien di rumah sakit, melakukan visite ke ruang rawat inap terpadu B (Rindu B) 2B Bedah untuk memberikan informasi obat dan edukasi obat kepada pasien. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) dan konseling pada pasien rawat jalan di apotek II, serta melakukan peninjauan ke Instalasi Central Sterilized Supply Departement (CSSD) untuk melihat sistem sterilisasi di RSUP H. Adam Malik.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RINGKASAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ... 3

2.1Rumah Sakit ... 3

2.1.1 Definisi Rumah Sakit ... 3

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 3

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit ... 4

2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ... 4

2.2Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 5

2.2.1 Struktur Organisasi IFRS ... 6

2.2.2 Sumber Daya Manusia ... 6

2.2.3 Tugas dan fungsi IFRS ... 7


(6)

2.2.3.2Fungsi IFRS ... 7

2.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 7

2.2.4.1Pemilihan ... 8

2.2.4.2Perencanaan ... 9

2.2.4.3Pengadaan ... 9

2.2.4.4Produksi ... 10

2.2.4.5Penerimaan ... 11

2.2.4.6Penyimpanan ... 12

2.2.4.7Pendistribusian ... 15

2.2.4.8Evaluasi... 20

2.2.5 Pelayanan Kefarmasian ... 21

2.2.5.1Pengkajian Resep ... 22

2.2.5.2Dispensing ... 23

2.2.5.3Pemantauan dan Pelaporan ESO ... 25

2.2.5.4Pelayanan Informasi Obat ... 26

2.2.5.5Konseling ... 27

2.2.5.6Pemantauan Kadar Obat dalam Darah ... 27

2.2.5.7Visite Pasien ... 28

2.2.5.8Pengkajian Penggunaan Obat ... 28

2.2.5.9Dispensing Sediaan Khusus ... 28

2.3Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 30

2.4Instalasi Gas Medis ... 31

2.4.1 Jenis Gas Medis ... 32


(7)

2.4.3 Pendistribusian Gas Medis ... 33

BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK ... 35

3.1Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik ... 35

3.1.1 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik ... 35

3.1.2 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik ... 36

3.1.3 Falsafah dan Motto RSUP H. Adam Malik ... 37

3.1.4 Klasifikasi RSUP H. Adam Malik ... 37

3.1.5 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik ... 37

3.2Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ... 38

3.2.1 Struktur danTugas organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ... 38

3.2.1.1Kepala Instalasi Farmasi ... 39

3.2.1.2Wakil Kepala Instalasi Farmasi ... 40

3.2.1.3Tata Usaha Farmasi ... 40

3.2.1.4Kelompok Kerja ... 40

3.2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 43

3.2.2.1Pemilihan ... 43

3.2.2.2Perencanaan ... 44

3.2.2.3Pengadaan ... 44

3.2.2.4Produksi ... 45

3.2.2.5Penerimaan ... 45

3.2.2.6Penyimpanan ... 46

3.2.2.7Pendistribusian ... 48


(8)

3.2.2.9Evaluasi ... 51

3.2.3 Pelayanan Kefarmasian ... 52

3.2.3.1Pengkajian Resep ... 52

3.2.3.2Dispensing ... 52

3.2.3.3Pemantauan dan Pelaporan ESO ... 53

3.2.3.4Pelayanan Informasi Obat ... 54

3.2.3.5Konseling ... 54

3.2.3.6Visite ... 55

3.2.3.7Pengkajian Penggunaan Obat ... 55

3.3Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 55

3.3.1 Fungsi Instalansi Sterilisasi Pusat (CSSD) ... 56

3.3.2 Kegiatan Instalansi Sterilisasi Pusat (CSSD) ... 57

3.3.3 Sasaran Kegiatan ... 57

3.4Instalasi Gas Medis ... 58

3.5Depo Farmasi Rindu B ... 61

3.6Sarana dan Prasarana ... 62

BAB IVPEMBAHASAN ... 63

4.1Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik ... 63

4.1.1 Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 63

4.1.2 Sumber Daya Manusia ... 63

4.2Pelayanan Kefarmasian ... 63

4.2.1 Konseling ... 63

4.2.2 Visite ... 64


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 66

5.1Kesimpulan ... 66

5.2Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur Organisasi Minimal Instalasi Farmasi RSUP H.Adam

Malik ... 5 Gambar 2.2 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 8 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H.Adam

Malik ... 39 Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Central Sterile Supply

Departement(CSSD) RSUP H. Adam Malik ... 56 Gambar 3.3 Struktur Organisasi Instalasi Gas Medis RSUP H. Adam


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1.Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan ... 69 Lampiran 2.Blanko Pelaporan Monitoring EfekSampingObat (MESO) .... 70


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Depkes RI, 2004).

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit sebagai penunjang upaya kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan khusus, pemantauan kadar obat dalam darah (Depkes RI, 2004).

Standarisasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menggerakan kegiatan organisasi guna meningkatkan produktifitas dan mutu jasa sehingga dapat meningkatkan daya saing, melindungi konsumen dan tenaga kerja baik keselamatan maupun kesehatannya. Perlunya peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui akreditas rumah sakit dengan membuat standar akreditas baru yaitu JCI (Joint Commission Internasional) yang berbasis pada kelompok standar keselamatan berfokus pada pasien dan managemen rumah sakit.

Farmasi klinis merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana seorang apoteker memberikan pelayanan kepada pasien untuk megoptimalkan terapi obat


(13)

untuk pemulihan kesehatan, serta pencegahan penyakit. Praktik farmasi klinis mencakup filosofi pelayanan farmasi, memadukan orientasi pelayanan dengan suatu pengetahuan terapi, pengalaman, dan pertimbangan keputusan dengan tujuan menjamin pengobatan pasien yang optimal. Sebagai suatu disiplin ilmu, farmasi klinis juga memiliki kewajiban untuk berkontribusi terhadap pengetahuan-pengetahuan yang baru untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien.

Perwujudan profesionalisme apoteker dalam menjalankan profesinya dilaksanakan melalui peningkatan sumber daya manusia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga kesehatan. Salah satu diantaranya yaitu Praktek Kerja Profesi (PKP) apoteker. Sebagai tenaga kesehatan profesional, maka calon apoteker perlu memahami dan mengenal peranan apoteker di rumah sakit, khususnya pada instalasi farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program Pendidikan Profesi Apoteker apabila bekerja di rumah sakit. Berdasarkan pertimbangan ini, Fakultas Farmasi USU Medan bekerjasama dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan mengadakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

1.2Tujuan

Tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi (PKP) di Rumah Sakit adalah untuk memahami peran apoteker di rumah sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan dan mengelola farmasi rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan rumah sakit.


(14)

BAB II

TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dangawat darurat.

2.1.2Tugas dan fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 pasal 5 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 pasal 5, rumah sakit umum mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam


(15)

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Depkes RI, 2009). 2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan penjelasan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 4, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit :

a. Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain, dan 13 subspesialis.

b. Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain, dan 2 subspesialis.

c. Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang medik.

d. Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar (Depkes RI, 2009).

2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 pasal 33 Tentang Rumah Sakit, Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasiyang efektif, efisien, dan akuntabel.Organisasi Rumah Sakit paling


(16)

sedikit terdiri atasKepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsurpenunjang medis, komite medis, satuanpemeriksaan internal, serta administrasi umum dankeuangan.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Minimal IFRS

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit ataubagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004).

Kegiatan pada instalasi ini terdiri dari pelayanan farmasi minimal yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung

Manajemen Mutu Pelayanan

Farmasi Klinis Pengelolaan Perbekalan

Farmasi

Administrasi IFRS Kepala Instalasi Farmasi


(17)

pada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan Amalia, 2004).

2.2.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi RumahSakit, dinyatakan bahwa struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari kepalaIFRS, administrasi IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasiklinik dan manajemen mutu.Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi,misi dan tujuan yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofipelayanan kefarmasian (Depkes RI, 2004).

2.2.2 Sumber Daya Manusia

Personalia pelayanan farmasi rumah sakit adalah sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian dirumah sakit. Penyelenggaraan pelayanankefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan.

Analisa Kebutuhan Tenaga:

a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga: 1. Apoteker

2. Sarjana farmasi


(18)

b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga:

1. Operator komputer /teknisi yng memahami kefarmasian 2. Tenaga administrasi

3. Pembantu pelaksana

2.2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.2.3.1 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit dari antara lain: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi.

3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. 6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. 7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit (Depkes RI, 2004).

2.2.3.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi Farmasi rumah sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan.


(19)

2.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait anatara satu dengan yang lain.

Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatannya mencakup perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.

Gambar 2.2 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi 2.2.4.1Pemilihan

Semua rumah sakit harus memilih obat-obatan mana yang harus disediakan untuk peresepan dan permintaan oleh para praktisi perawatan kesehatan. Keputusan ini berdasarkan misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis layanan yang disediakan. Pemilihan obat-obatan merupakan proses yang mempertimbangkan kebutuhan pasien dan keselamatan sebagaimana nilai-nilai ekonomis (JCI, 2011).

PERENCANAAN

PENGADAAN

PENERIMAAN

PENYIMPANAN

DISTRIBUSI PENGENDALIAN

PENGHAPUSAN PENCATATAN &

PELAPORAN MONITORING &


(20)

Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat(Depkes RI, 2004). 2.2.4.2Perencanaan

Rumah sakit mempunyai metode, misalnya lewat suatu kepanitiaan, untuk mengurus dan memantau daftar obatandan memantau penggunaan obatan itu di rumah sakit. Keputusan untuk menambah atau mengurangi obat-obatan dari daftar tersebut diatur menurut kriteria yang mencakup indikasi penggunaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Daftar tersebut diulang setidaknya setahun sekali berdasarkan informasi yag muncul berkaitan dengan keselamatan dan efikasi (kemanjuran)-nya serta informasi tentang penggunaan dan efek samping (JCI, 2011).

Pedoman perencanaan dapat berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan.

Proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat, dasar-dasar perencanaanditentukan dengan menggunakan metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes RI, 2004).


(21)

2.2.4.3Pengadaan

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Pembelian

1. Pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) 2. Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan. b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi

1. Produksi steril 2. Produksi non steril

c. Sumbangan/droping/hibah(Depkes RI, 2004). 2.2.4.4Produksi

Merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil, sedian farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstruksi sediaan obat kanker(Depkes RI, 2004).

Jenis sediaan farmasi yang diproduksi: a. Produksi Steril

1. Sediaan steril


(22)

2. Total parenteral nutrisi

Contoh: campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan.

3. Pencampuran obat suntik/sediaan intravena

Contoh: melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai.

4. Rekonstitusi sediaan sitostatika

Contoh: pencampuran obat kemoterapi 5. Pengemasan kembali

Contoh: pembuatan handrub b. Produksi Non Steril

1. Pembuatan puyer

Contoh: parasetamol tablet 2. Pembuatan sirup

Contoh: OBH, Inadryl loco, kloralhidrat 3. Pembuatan salep

Contoh: salep sulfadiazin, salep 2-4 4. Pengemasan kembali

Contoh: Alkohol, H2O2, povidon iodin 5. Pengenceran

Contoh: antiseptik dan desinfektan 2.2.4.5Penerimaan


(23)

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.

Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab.Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi.

Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan.Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, perbekalan farmasi harus segera disimpan didalam lemari atau tempat lain yang aman.

Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:

1. Harus mempunyai material safety data sheet (MSDS), untuk bahan berbahaya.

2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin. 3. Sertifikat Analisa Produk (Depkes RI, 2008).

2.2.4.6Penyimpanan

Menurut JCI, 2011 penyimpanan perbekalan farmasi di rumah sakit menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat-obatan disimpan dalam area penyimpanan, dalam layanan farmasi atau


(24)

yang berkaitan dengan farmasi, atau pada unit farmasi yang terletak pada unit perawatan pasien atau pos keperawatan dalam unit klinis. Standar Medication Management and Use (MMU) menyediakan mekanisme pengawasan untuk semua lokasi di mana obat-obatan disimpan. Di semua lokasi di mana obat-obatan disimpan, hal-hal berikut dapat terlihat jelas:

a) Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk.obatyang termolabil seperti serum, vaksin, insulin dan obat-obatan yang harus disimpan pada suhu rendahditempatkan dalam lemari pendingin, dengan rentang suhu 2-8oC. Lemari pendingin harus dilengkapi dengan alat pengukur suhu termometer.

b) Zat-zat yang dikendalikan dicatat secara akurat sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Seperti golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus dan terkunci. Untuk obat golongan narkotika disimpan dilemari kunci ganda (Morfin, codein dll) dan psikotropika disimpan dilemari terkunci (Lysergid, Diazepam dll).

c) Obat-obatan dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat-obatan diberi label secara akurat dengan isi, tanggal kadaluarsa, dan peringatan.Obat Look Alike Sound Alike (LASA) disimpan dengan pemberian jarak dan diberi stiker hijau LASA. Contohnya Zyrtec dengan Zyprexa. Dan obat yang perlu mendapatkan perhatian khusus (High Alert) disimpan didalam lemari diberi list beri merah dan ditempelkan stiker high alert. Contohnya Dopamin, dobutamin, warfarin dll.


(25)

Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan terpisah dengan penyimpanan obat. Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan dilemari terkunci dan tahan api. Bahan berbahaya ini diberi masing-masing simbol diantaranya ialah:

- Bahan yang mudah meledak (E) contohnya: Tinitro toluena (TNT).

- Bahan yang amat sangat mudah terbakar (F) contohnya: Aseton, Logam Natrium.

- Bahan pengoksidasi (O) contohnya: kalium klorat dan kalium permanganate.

- Bahan yang sangat beracun (T) contohnya kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene,

- Bahan yang mudah merusak jaringan (C) contohnya: HCl dan H2SO4 , - Bahan yang menyebabkan iritasi (Xi) contohnya: isopropilamina, kalsium

klorida.

- Bahan berbahaya bagi lingkungan (N) contohnya: tetraklorometan, dan petroleum hidrokarbon.

d) Elektrolit-elektrolit konsentrat tidak disimpan di unit perawatan kecuali jika dibutuhkan secara klinis, dan apabila disimpan dalam unit perawatan, terdapat pengamanan untuk mencegah pemberian tidak sengaja.

e) Semua area penyimpanan obat-obatan diinspeksi secara berkala sesuai dengan kebijakan rumah sakit untuk memastikan bahwa obat-obatan tersimpan secara tepat.

f) Kebijakan rumah sakit menetapkan bagaimana obat-obatan yang dibawa masuk oleh pasien diidentifikasi dan disimpan.


(26)

Terhadap setiap elemen dari a) hingga f) dalam maksud dan tujuan dilakukan skoring secara terpisah, karena mereka mewakili area kritis atau berisiko tinggi.

Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk. Tempat penyimpanan obat sebaiknya tertutup, tidak lembab dan tidak langsung terpapar sinar matahari. Penyimpanan perbekalan farmasi disimpan menurut persyaratan adalah Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan terpisah dengan penyimpanan obat. Bahan Berbahaya dan Beracun disimpan dilemari terkunci dan tahan api.

2.2.4.7Pendistribusian

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:

1. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. 2. Metode sentralisasi atau desentralisasi.

3. System floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi (Depkes, 2004)

A. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi, yaitu dengan sistem sebagai berikut:


(27)

1) Sistem distribusi resep obat individu.

Resep individual adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Pada sistem ini, kebutuhan barang farmasi individu pasien tidak tersedia di ruang perawatan, tetapi harus diambil atau diterbus di tempat pelayanan farmasi dengan menbawa resep dengan instruksi pengobatan dari dokter. Tempat pelayanan farmasi tersebut yaitu di instalasi farmasi rumah sakit, apotik baik yang ada di dalam maupun di luar rumah sakit. Semua obat yang ditebus dibawa ke ruangan perawatan untuk diserahkan pada perawat untuk disimpan. Biaya pengobatan yang ditanggung oleh pasien tinggi karena setiap sisa obat yang tidak digunakan tetap harus dibayar.

Keuntungan dari sistem ini:

- Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaintan dengan obat pasien. - Memberi kesempatan inetraksi profesional antara farmasis – dokter –

perawat – pasien.

- Memungkikan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan. - Mempermudah penagihan biaya pengobatan pasien.

Keterbatasan dari sistem ini:

- Jumlah kebutuhan personal di IFRS meningkat.

- Kemungkian keterlambatan sediaan obat sampai pada pasien.

- Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat.

- Terjadi kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan konsumsi. Sistem distribusi obat resep individual kurang sesuai untuk


(28)

rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B yang memiliki daerah perawatan penderita yang menyebar sehingga jarak sehinnga jarak antara IFRS dengan beberapa daerah perawatan penderita sangat jauh.

2) Sistem distribusi obat persediaan perlengkapan diruangan ( floor stock). Pada sistem ini kebutuhan obat atau perbekalan farmasi dalam jumlah besar baik dalam kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan individu pasien yang diperoleh dari tempat pelayanan farmasi baik sentralisasi maupun disentralisasi, disimpan diruangan perawatan. Kebutuhan obat dasar maupun obat individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus atau mengambil dulu dari tempat penyimpanan farmasi. Proses pengelolaan inventaris, penyiapan dan peracikan obat atau barang farmasi tersebut serta penyampaiannya pada pasien sepenuhnya dibebankan kepada perawat. Pelayanan dengan sistem ini paling cepat, karena semua barang kebutuhan ada dalam satu ruangan.

Keuntungan sistem ini:

- Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien.

- Tidak ada pengembalikan obat yang tidak terpakai di IFRS. - Pengurangan penyalinan order obat.

- Pengurangan jumlah personil IFRS yang diperlukan. Keterbatasan sistem ini:

- Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker. Disamping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.

- Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas. Akibatnya, penyimpanan tidak teratur, mutu obat merosok,


(29)

dan tanggal kadaluarsa kurang diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan obat yang tak terpakai karena telah kadaluarsa.

- Pencurian obat meningkat.

- Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.

- Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat. - Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.

3) Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruangan Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep/ order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan (daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari instalasi farmasi rumah sakit dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja instalasi farmasi rumah sakit. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya relative murah, mencakup obat resep atau obat bebas.

Keuntungan sistem ini:

- Semua resep atau order individu dikajioleh apoteker

- Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker – dokter – perawat – pasien.

- Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien (obat persediaan di ruang).

- Beban IFRS dapat berkurang. Keterbatasan sistem ini:


(30)

- Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada pasien (obat resep individual).

- Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang) (Depkes,2008).

4) Sistem distribusi obat dosis unit

Obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk sewaktu-waktu tertentu. Penderita hanya membayar obat yang di komsumsi saja. Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang di koordinasi instalasi farmasi dan rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit yaitu obat dikandung dalam kemasan unit utnggal, di dispensing dalam bentuk siap konsumsi untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, di antarkan keruang perawatan atau tersedia pada runang perawatan penderita tiap waktu.

Keuntungan dari penerapan sistem ini adalah:

- Pasein hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja. - Semua dosis yang diperlukn pada unit perawatan telah disiapkan oleh

IFRS.

- Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.

- Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.

- Meningkatkan pemberdayaan tugas profesional dan non profesional yang lebih efisien.


(31)

- Mengurangi resiko kehilangan dana pemborosan perbekalan farmasi.

- Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/ order sampai pasien menerima dosis unit.

- Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi bertambah baik.

- Apoteker dapat datang ke unit perawatan/ ruang pasien, untuk melakukan konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan kepada tim, sebangai upaya yang diperlukan untuk perawatan pasien yang lebih baik.

- Peningkatan pengendalian dan pemantuan penggunaan perbekalan farmasi menyeluruh.

- Memberikan peluang yang lebih besar utuk prosedur komputerisasi. Kelemahan dari penerapan sistem ini adalah:

- Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi. - Meningkatnya biaya operasional.

B. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan

Pendistribusian perbekalan rarmasi untuk pasien rawat jalan menggunakan sistem individu atau resep perorangan yang ditulis oleh dokter untuk tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep (Depkes RI, 2008)

2.2.4.8Evaluasi

Tujuan umum evaluasi, yaitu agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.


(32)

Tujuan khusus evaluasi, yaitu untuk menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar, terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan pasien, meningkatkan efesiensi pelayanan, meningkatkan mutu obat yang diproduksi dirumah sakit sesuai CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik) 1. Jenis Evaluasi

Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, di bagi tiga jenis program eveluasi: a. Prospektif: program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan

b. Komkuren: program dijalankan bersama dengan pelayanan dilaksanakan Contoh: memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh Asisten Apoteker

c. Retrospeksi: pgogram pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan.

Contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang 2. Metode Evaluasi

a. Audit (pengawasan)

Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar b. Review (penilaian)

Penilaian terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan resep

c. Survei

Untuk mengukur kepuasan pasien, dialkukan dengan angket atau wawancara langsung.

d. Observasi


(33)

2.2.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalammenjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama denganpasien dan profesi kesehatan lainnya.

Tujuan :

a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi dirumah sakit.

b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,keamanan dan efisiensi penggunaan obat.

c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lainyang terkait dalam pelayanan farmasi.

d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangkameningkatkan penggunaan obat secara rasional.

Kegiatan pelayanan kefarmasian meliputi: 2.2.5.1Pengkajian Resep

Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien (untuk anak) b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter

c. Tanggal resep


(34)

Persyaratan farmasi meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan b. Dosis dan Jumlah obat c. Stabilitas dan ketersediaan

d. Aturan, cara dan tehnik penggunaan Persyaratan klinis meliputi:

a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat b. Duplikasi pengobatan

c. Alergi, interaksi dan efek samping obat d. Kontraindikasi

e. Efek aditif 2.2.5.2Dispensing

Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan Dispensing

a. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman.

b. Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau emperal.

c. Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu. d. Menurunkan total biaya obat.

Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya: 1. Dispensing sediaan farmasi khusus


(35)

Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.

b. Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril

Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.

2. Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya

Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.

Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga kecelakaan terkendali.

Kegiatan Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya 1. Melakukan perhitungan dosis secara akurat.

2. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai.

3. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan. 4. Mengemas dalam pengemas tertentu.


(36)

Faktor yang perlu diperhatikan 1. Cara pemberian obat kanker

2. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai. 3. Lemari pencampuran biological safety cabinet.

4. HEPA filter 5. Pakaian khusus

6. Sumber daya manusia yang terlatih

2.2.5.3Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat

Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi.Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

Tujuan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat:

1. Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.

2. Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.

3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.

Kegiatan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat: 1. Menganalisa laporan Efek Samping Obat


(37)

2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat

3. Mengisi formulir Efek Samping Obat

4. Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.2.5.4 Pelayanan lnformasi Obat (PIO)

Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, dan menunjang penggunaan obat yang rasional.Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi

1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumensecara aktif dan pasif.

2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatanmelalui telepon, surat atau tatap muka.

3. Membuat buletin, leaflet, label obat.

4. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapisehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.


(38)

5. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagipasien rawat jalan dan rawat inap.

6. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dantenaga kesehatan lainnya.

7. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanankefarmasian. (Depkes RI, 2004).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah sumber informasi obat, tempat, tenaga dan perlengkapan.

2.2.5.4Konseling

Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

Tujuan dari kegiatan konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.

2.2.5.6Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi:

i. mengetahui kadar obat dalam darah


(39)

Kegiatan yang dilakukan meliputi: i. memisahkan serum dan plasma darah

ii. memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat TDM

iii. membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

i. alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat ii. reagen sesuai obat yang diperiksa.

efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu, membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain, penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada pengkajian penggunaan obat meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas (Depkes RI, 2004).

2.2.5.7Visite Pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan Visite Pasien adalah a. Pemilihan obat

b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik c. Menilai kemajuan pasien.


(40)

2.2.5.8Pengkajian Penggunaan Obat

Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi.

2.2.5.9Dispensing sediaan khusus

Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik.

Faktor yang perlu diperhatikan: tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi, sarana dan prasarana, ruangan khusus, lemari pencampuran biological safety cabinet dan kantong khusus untuk nutrisi parenteral.

Penanganan obat sitotoksik (kanker) secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai. Kegiatan yang dilakukan meliputi:


(41)

ii. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai

iii. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan iv. Mengemas dalam pengemas tertentu

v. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku

Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah: i. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai

ii. Lemari pencampuran biological safety cabinet iii. HEPA filter

iv. Alat pelindung diri

v. Sumber daya manusia yang terlatih vi. Cara pemberian obat kanker.

2.3 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)

Instalasi CSSD atau pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non structural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit (Depkes, 2009).

1. Tujuan CSSD:

a. Membantu unit lain dirumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi

b. Menurunkan angka kejadian infeksi

c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien.

d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.


(42)

2. Tugas utama CSSD adalah:

a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien b. Melakukan proses sterilisasi alat / bahan.

c. Mendistribusikan alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi maupun ruangan lain.

d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan bermutu.

e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien.

f. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.

g. Mendokumentasikan setiap kegiatan yang dilakukan sebagai bagian dari upaya pengendalian mutu.

h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan pengendalian infeksi nosokomial.

i. Memberi penyuluhan tentang hal – hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi.

j. menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi.

k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.

l. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan barang steril (Depkes RI, 2009).


(43)

2.4 Instalasi Gas Medis

Definisi istilah mengenai gas medis dan instalasinya terdapat dalam pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa :

a. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan

b. Instalasi Pipa Gas Medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk menyalurkan gas medis ketitik outlet diruang tindakan dan perawatan

c. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana beserta peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis

d. Instalasi Gas Medis selanjutnya disingkat (IGM) adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas medis sampai outlet.

Berdasarkan definisi istilah diatas maka dapat disimpulkan bahwa gas medis maupun instalasinya harus memiliki spesifikasi yang khusus atau memiliki standar-standar keamanan yang lebih tinggi dari gas maupun instalasi gas lainnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan dan penyaluran gas medis di sarana pelayanan kesehatan digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.

2.4.1 Jenis gas medis

Sesuai dengan SK MenKes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain:


(44)

- Oksigen cair (tangki) - Gas N2O (tabung 25 kg) - Gas CO2

- Udara Tekan (UT) - Siklopropana (C3H6) - Helium

- Vaccum (suction)

- Mixture gas yang terdiri dari O2 + N2 ;O2 + CO2 ;He + O2 ; N2O + O2 + N2.

2.4.2 Penyimpanan gas medis

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002, penyimpanan gas medis harus memenuhi syarat penyimpanan gas medis, yaitu :

a. Tabung-tabung gas harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi goncangan b. Lokasi penyimpanan harus khusu dan masing-masing gas medis dibedakan

tempatnya

c. Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian

d. Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau sejenisnya

e. Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut.


(45)

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002, distribusi gas medis dalam pelayahanan kesehatan di rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troli yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien.

b. Pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus ditesdan dikalibrasi.

c. Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung untuk 1 orang.

d. Tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi (higienis)(Depkes RI, 2002).


(46)

BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM

3.1 Identitas Pasien

Nama : B

No. MR : 00.57.74.62

Umur : 17 tahun 9 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 04 Januari 1996

Agama : Islam

Alamat : Desa silau jawa dusun V kecamatan band Tinggi Badan : 167 cm

Berat Badan : 60 kg

Ruangan : Rindu B Bedah Digestif Pembayaran : Jamkesmas

Tanggal Masuk : 09 Oktober 2013 Tangga l Keluar : 25 Oktober 2013

3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan

3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pasien, ternyata pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu.


(47)

3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga

Hasil wawancara dengan pasien, ternyata tidak ada riwayat penyakit kelurga pasien.

3.2.3 Riwayat Penyakit Sosial

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pasien, ternyata pasien memiliki tidak memiliki riwayat penyakit sosial.

3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu

Hasil wawancara dengan pasien, ternyata pasien tidak pernah mengkonsumsi obat yang terdahulu.

3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP HAM

Pasien masuk RSUP. H. Adam Malik pada tanggal 09 Oktober 2013 dalam keadaan sadar dan mengeluhkan nyeri perut kanan atas, dialami lebih kurang 1 minggu, sebelum masuk rumah sakit nyeri terus menerus, muntah (-), buang air besar dan buang air kecil normal. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat dengan diagnosa sementara Diffuse Peritonitis dan diindikasikan dirawat dengan skala nyeri 2 dan infeksi berat. Kemudian keluarga pasien mengisi biodata di bagian informasi serta melengkapi berkas administrasi untuk mendapatkan medical record (MR), dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di Rindu B2B Ruang Bedah Digestif dengan diagnosa Liver Abses + Sepsis.


(48)

3.4 Hasil Pemeriksaan

3.4.1 Hasil Pemeriksaan Fisik

Selama di rawat di RSUP. H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien apakah mengalami perkembangan atau kemunduran setelah pemberian terapi.

Tabel 3.1 Pemeriksaan Fisik

Tanggal Sensorium TD (mmHg) RR (x/menit)

HR (x/menit)

T (°C)

10/10/2013 Compos mentis 120/80 22 86 36,9

11/10/2013 Compos mentis 130/80 24 100 37

12/10/2013 Compos mentis 120/70 24 80 38

13/10/2013 Compos mentis 120/70 22 80 39,5

14/10/2013 Compos mentis 120/70 22 80 38

15/10/2013 Compos mentis 110/70 20 80 38,5

16/10/2013 Compos mentis 110/90 20 85 37,9

17/10/2013 Compos mentis 110/90 20 85 40,5

18/10/2013 Compos mentis 120/70 20 80 37,9

3.4.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Selama di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan penunjang dari laboratorium patologi klinik, yang dilaksanakan dua kali selama pasien dirawat yaitu pada tanggal 9 dan 17 Oktober 2013.


(49)

Tabel 3.2 Hasil Laboratorium Patologi Klinik tanggal 9 dan 17 Oktober 2013

Jenis Pemeriksaan Satuan Unit Hasil Keterangan

Normal 9 Oktober 17 Oktober

HEMATOLOGI Darah Lengkap (CBC) : Hemoglobin (HGB) Eritrosit (RBC) Leukosit (WBC) Hematokrit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV PCT PDW g % 106/mm3 103/mm3

% 103/ mm3

fl Pg g% % fl % Fl 12,10 4,19 22,04 34,00 48 81,10 28,90 35,60 13,70 11,40 0,05 15,6 7,10 2,55 20,95 21,10 395 82,70 27,80 33,60 14,30 9,40 0,37 10,60 13,2-17,3 4,20-4,87 4,5-11,0 43-49 160-450 85-95 28-32 33-36 11,5-14,8 7,0-10,2

Hitung Jenis :

• Netrofil

• Limfosit

• Monosit

• Eosinofil

• Basofil

• Neutrofil Absolut

• Limfosit Absolut

• Monosit Absolut

• Eosinofil Absolut

• Basofil Absolut

% % % % % 103µL 103µL 103µL 103µL 103µL

83,90 6,70 7,60 1,70 0,100 18,50 1,47 1,67 0,37 0,03 84,80 6,50 8,10 0,50 0,100 17,76 1,37 1,70 0,10 0,02 37-80 20-40 2-8 1-6 0-1 2,7-6,5 1,5-3,7 0,2-0,4 0-0,10 0-0,10 Faal Hemostatis

PT + INR Waktu Protombin • Kontrol • Pasien INR APTT • Kontrol • Pasien detik detik detik detik 13,50 16,6 1,26 34,5 37,2


(50)

Waktu Trombin • Kontrol • Pasien Kimia Klinik Hati • Amilase • Lipase

• Bilirubin Total

• Bilirubin Direk

• Fosfatase Alkali

• AST/SGOT

• ALT/SGPT

• Albumin Metabolisme Karbohidrat

• Glukosa Darah (Sewaktu) Ginjal

• Ureum

• Kreatinin Elektrolit

• Natrium (Na)

• Kalium (K)

• Klorida (Cl)

detik detik U/l U/l mg/dl mg/dl U/l U/l U/l g/dl mg/dl mg/dl mg/dl mEq/dl mEq/dl mEq/dl 15,8 15,3 20 19 72,70 17,70 0,76 137 3,9 109 5,07 4,86 220 37 19 1,7 22.60 0,77 130 4,8 102 28-100 13-60 < 1 0-0,2 40-129 < 38 < 41 3,2-4,5 < 200 < 50 0,70-1,20 135-155 3,6-5,5 96-106

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Telah dilakukan pemeriksaan USG yaitu liver ukurannya membesar, permukaan tidak rata, parenkim homogen, tampak lesi anechoic, dinding tebal, ukuran +/7,7 cm.


(51)

Gambar 3.1 Hasil Pemeriksaan USG Liver

c. Uji kultur mikroba

Telah dilakukan uji kultur mikroba dengan hasil bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob.

Kesimpulan: Pemakaian obat antibiotik yang digunakan mengikuti penatalaksana penyakit Liver abses.

3.5 Terapi

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima obat-obatan.sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam formularium Jamkesmas. Obat-obat yang digunakan pasien selama terapi dapat dilihat pada tabel 3.3.


(52)

Tabel 3.3 Daftar obat-obat yang digunakan pasien

Tanggal Jenis Obat

Sediaan

Dosis Sehari Rute Bentuk Kekuatan

10 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 30 mg/ ml 25 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam

IV IV IV IV 11 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 30 mg/ ml 25 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam

IV IV IV IV 12 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Injeksi tablet

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 30 mg/ ml 25 mg/ ml 500 mg/ tab

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV PO 13 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Novalgin Infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 30 mg/ ml 25 mg/ ml 500 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV IV


(53)

14 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Injeksi Tablet

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 30 mg/ ml 25 mg/ ml 500 mg/ tab

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/12 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV PO 15 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Novalgin Infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 30 mg/ ml 25 mg/ ml 500 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV IV 16 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ranitidin Ketorolac Novalgin Infus Injeksi Injeksi Injeksi injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 25 mg/ ml 30 mg/ ml 500 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/12 jam

50 mg/ 12 jam 30 mg/ 8 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV IV 17 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ranitidin Ketorolac Novalgin Infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 25 mg/ ml 30 mg/ ml 500 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

50 mg/ 12 jam 30 mg/ 8 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV IV


(54)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

18 Oktober

2013

IVFD RL Ketorolac Novalgin Ranitidin Ciprofloksasin

Gentamisin Metronidazol

Infus Injeksi Injeksi Injeksi Drip Injeksi

Drip

500 ml/ botol 30 mg/ ml 500 mg/ ml 25 mg/ ml 200 mg/ ml

40 mg/ ml 500 mg/ ml

20 tetes/ menit 30 mg/ 8 jam 500 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam 200 mg/ 12 jam

80 mg/ 8 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV IV IV IV

Keterangan:

IVFD : Intravenous Fluid IV : Intra Vena PO : Per Oral


(55)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Pasien masuk RSUP. H. Adam Malik pada tanggal 09 Oktober 2013 dalam keadaan sadar dan mengeluhkan nyeri perut kanan atas, dialami lebih kurang 1 minggu, sebelum masuk rumah sakit nyeri terus menerus, muntah (-), buang air besar dan buang air kecil normal. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat dengan diagnosa sementara Diffuse Peritonitis dan diindikasikan dirawat dengan skala nyeri 2 dan infeksi berat.Kemudian keluarga pasien mengisi biodata di bagian informasi serta melengkapi berkas administrasi untuk mendapatkan medical record (MR), dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di Rindu B2B Ruang Bedah Digestif dengan diagnosa Liver Abses + Sepsis.Selama dirawat, pasien mendapat terapi obat-obatan, pemeriksaan fisik menunjukan pasien mengalami nyeri dibagian perut kanan, pemeriksaan radiologi USG yang menunjukan kesimpulan bahwa pasien mengalami liver abses dilobus kanan, sehingga pasien didiagnosa Liver abses + Sepsis dan dilakukan pemeriksaan laboratorium patologi klinik untuk mengetahui kondisi pasien.

Pengobatan penyakit ini biasanya ditujukan untuk mengatasi radang dan menghilangkan rasa sakit dan nyeri serta infeksi oleh bakteri. Untuk pencegahan infeksi digunakan antibiotik yang rutin diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi dan berdasarkan hasil uji kultur mikroba. Penggunaan analgetik untuk mengurangi rasa sakit pada lokasi nyeri.


(56)

Penulis melakukan pemantauan terapi obat, konseling pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat dan komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk kualitas pengobatan yang terbaik mulai dari tanggal 10 – 18 Oktober 2013. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk melihat apakah penggunaan obat untuk terapi pasien diberikan secara rasional. Rasionalitas penggunaan obat meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek samping. Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat yang diberikan. Penyampaian informasi penting tentang obat disampaikan secara langsung kepada pasien atau keluarganya untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai obat dan kepada tenaga kesehatan lainnya terkait dengan efektivitas obat dan stabilitas obat dalam bentuk rekomendasi kepada dokter dan perawat.

4.1.1 Pembahasan Tanggal 10-11 Oktober 2013

Pemeriksaan dan pemberian terapi pada tanggal 10-11 Oktober 2013 adalah:

Diagnosis :Liver abses + sepsis Subjektif (S) : Nyeri perut kanan atas

Objektif (O) :Abdomen peristaltik (+), sensorium: compos mentis Tekanan darah (TD) : 120/80 mmHg

Heart Rate (HR) : 86x/menit Respiration Rate (RR): 22x/menit Temperatur : 36,9oC

Pada tanggal 10-11 Oktober 2013 pasien menerima obat-obatan seperti tercantum dalam Tabel 4.1.


(57)

Tanggal Jenis Obat

Sediaan

Dosis Sehari Rute Bentuk Kekuatan

10-11 Oktober

2013

IVFD RL Ceftriaxon

Ketorolac Ranitidin

Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/botol 1000 mg/ vial

30 mg/ ml 25 mg/ ml

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam

IV IV IV IV

4.1.1.1 Pengkajian tepat pasien

Barcode pasien sudah sesuai nama dan juga nomor RM. Pada liver abses, gejala pertama yang paling sering adalah nyeri pada bagian perut kanan. Pasien dengan keluhan utama nyeri diperut bagian kanan dan menurut pemeriksaan USG liver dengan hasil liver abses dilobus kanan dan hasil diagnosis banding dokter bahwa pasien mengalami Liver abses + Sepsis.

4.1.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Adapun obat-obat yang digunakan pasien pada tanggal 10-11 Oktober 2013 adalah Infus RL, Ceftriaxone, Ketorolac dan Ranitidin.

Infus Ringer Laktat diindikasikan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada kondisi dehidrasi, mengatasi kehilangan cairan ekstraseluler abnormal yang akut, dan mengembalikan volume cairan tubuh yang hilang. Pemberian infus Ringer laktat sudah tepat indikasi sesuai dengan kondisi pasien yang lemas dan memerlukan tambahan cairan tubuh.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Evoy, 2004). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.


(58)

Pemberian Injeksi Ketorolak sudah tepat obat sebagai analgetik, penghilang nyeri. Ketorolak termasuk golongan obat AINS dengan kerja sebagai analgetik. AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang secara langsung menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat (Sweetman, 2007; Depkes RI, 2007).

Injeksi Ranitidin diindikasikan untuk pengobatan dan pemeliharaan terhadap ulkus duodenal, pengobatan jangka pendek, pengobatan pada kondisi hipersekretori patologik dan hipersekresi pasca bedah (Tatro, 2003; Depkes RI, 2007; Hardjosaputra, 2008).Injeksi Ranitidin tepat indikasi dengan keadaan hipersekresi asam lambung pada pasien.

4.1.1.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD RL tepat obat untuk menyeimbangkan elektrolit pasien dan digunakan untuk membantu masuknya obat kedalam tubuh. IVFD RL mengandung Natrium lactate, Natrium Klorida, Kalsium Klorida dan air untuk injeksi (Kasim, 2008).

Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai aktifitas menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autosilin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat (Mycek, 2001). Tes hasil laboratorium pasien pada tanggal 9 Oktober 2013


(59)

menunjukkan kadar leukosit diatas normal, artinya pasien mengalami infeksi. Penggunaan ceftriaxon sudah tepat karena merupakan antibiotik empirik.

Pemberian injeksi Ketorolak sudah tepat karena pasien mengalami nyeri, sehingga perlu diberikan ketorolak untuk mengobati rasa nyeri.

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat karena bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. Ranitidin bekerja cepat, spesifik dan reversibel melalui pengurangan kadar ion hidrogen cairan lambung (Hardjosaputra, 2008).

4.1.1.4 Pengkajian Tepat Dosis

Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang apoteker perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis Tabel 4.2 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 10-11 Oktober 2013

Jenis obat

Sediaan Rejimen Dosis Rute Pemberi an Interval pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian Bentuk Kekuatan

IVFD RL

Infus 500 mL/botol (Pramudi-anto, 2011) 2,5 mL/kg BB/jam (Pramudi anto, 2011)

i.v Karena digunakan sebagai jalan obat maka tetap

digunakan selama penggunaan obat iv lainnya

Tergantung dosis indivi-dual (Pramudianto, 2011) Sebelum pengguna-an obat i.v lainnya


(60)

Tabel 4.2 (lanjutan)

IVFD Ringer Laktat berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 mL/botol. Menurut MIMS 2008, dosis Infus Ringer Laktat adalah 2,5 mL/kg BB/jam. Perhitungan dosis ini berlaku bila pasien menjalani puasa sehingga untuk mencegah terjadinya dehidrasi maka dosis perlu disesuaikan. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai pelengkap elektrolit pasien dan jalan obat sehingga tidak diperlukan perhitungan dosis. Dosis yang diberikan dianggap tepat.

Ceftria-xon

Injeksi 1000mg Dosis lazim BB>50

kg 1 – 2g/ hari.

(Anderso n, et al.,2002)

i.v 12 jam (Anderson, et al.,2002) 7-14 hari (Depkes RI, 2007) Pagi hari (pukul 07 AM;03 PM). (Tatro, 2003) Ketoro-lac

Injeksi 30 mg/ ampul Dosis lazim untuk anak> 16 tahun dan dewasa 90 mg/ hari

i.v Setiap 4 sampai 6 jam

Tidak lebih dari 5 hari

Sesudah makan

Raniti-din

Injeksi 50 mg/ ampul Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam (Mehta, 2006).

i.v Setiap 12 jam Lama pemberian 2

minggu (Anderson, et

al., 2002; Mehta, 2006)

Setiap 12 jam (Anderson, et al., 2002; Mehta, 2006)


(61)

Ceftriaxon berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1000 mg/vial. Dosis lazim untuk anak>12 tahun = 1-2 g/hari setiap 12 jam(Martin, 2009). Dosis yang diberikan dokter = 1000 mg/12 jam.Pemberian ceftriaxon sudah tepat dosis karena masih berada pada batas dosis maksimum.

Ketorolak berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 30 mg/ampul. Dosis lazim untukanak> 16 tahun dan dewasa: 90 mg/hari (Depkes, 2007).Dosis injeksi ketorolak yang diberikan untuk pasien yaitu 30 mg setiap 8 jam (90 mg/hari), jadi pemberian ketorolak pada pasien sudah tepat dosis karena masih berada pada batasdosis maksimum.

Ranitidin berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 50mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam. Dosis pemberian pada pasien 50mg/12 jam sudah tepat sesuai dengan dosis lazim.

4.1.1.5 Pengkajian waspada efek samping

Setiap obat memiliki efek sampingdan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Efek samping dan interaksi obat tanggal 10-11 Oktober 2013 di Rindu B Ruang Bedah Digestif.

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat Ceftriaxon

Sakit pada tempat suntikan (Depkes R.I., 2007)

Obat-Hasil lab:

•Ceftriaxone dapat

meningkatkan nilai SGOT dan SGPT (Depkes RI,


(62)

Ranitidin

Sakit kepala, fatigue, pusing, insomnia (Tatro, 2003)

2007)

Obat-Obat:

a. Ceftriakson><Ketorolac

Ceftriakson akan meningkatkan level atau

efek ketorolac karena kompetisi obat yg bersifat asam secara anionik.

Ketorolac nistagmus,

bingung,bicara tidak lancarTatro, 2003)

4.1.1.6 Kesimpulan

a. Lembar PPOSR (terlampir) b. Rekomendasi untuk Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.

Diagnosa : Liver abses + sepsis Subjektif : Nyeri perut kanan atas (+)

Objektif : Abdomen peristaltik (+), Sensorium: compos mentis Tekanan darah (TD) : 120/80 mmHg

Heart Rate (HR) : 86x/menit Respiration Rate (RR): 22x/menit Temperatur : 36,9oC Assessment/Pengkajian:

Masalah 1. Ceftriaxone dapat meningkatkan nilai SGOT dan SGPT (Depkes RI, 2007).

Planning/Perencanaan:


(63)

4.1.1.7 Rekomendasi untuk perawat

Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk memberikan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien, kemudian menjaga kestabilan obat-obat yang digunakan dalam terapi, dan menjaga kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan. Saran yang diberikan pada perawat adalah:

a. Injeksi ceftriaxon: Serbuk disimpan pada suhu kamar 25º. Larutkan 1 gram serbuk dalam 9,6 ml aqua pro injeksi untuk mengurangi rasa nyeri di tempat suntikan (Depkes R.I, 2009). Jangan diberikan apabila larutan menjadi keruh atau mengendap (Tatro, 2003). Setelah dilarutkan disimpan pada suhu kurang dari 20º, hindari cahaya matahari langsung (Depkes R.I, 2007).

b. Pemakaian jarum suntik obat hanya untuk sekali pakai.

4.1.1.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

Pemahaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat menjadi hal yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada pasien saat visite. Konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 10-11 Oktober 2013

No Nama Obat PIO

1 IVFD RL Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan pada tempat pemberian cairan intra vena (Philips,


(64)

2005)

2 Ceftriaxone

Segera hubungi dokter jika terjadi reaksi efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikan (Tatro, 2003; Depkes RI, 2007)

3 Ketorolac Instruksikan agar tidak meminum aspirin atau obat gol. AINS yang lain (Tatro, 2003)

4 Ranitidin Segera hubungi dokter jika terjadi reaksi efek samping

4.1.2 Pembahasan Tanggal 12 Oktober 2013

Pemeriksaan dan pemberian terapi pada tanggal 12 Oktober 2013 adalah: Diagnosis :Liver abses + sepsis

Subjektif (S) : Nyeri perut kanan atas, demam (+)

Objektif (O) :Abdomen peristaltik (+), sensorium: compos mentis Tekanan darah (TD) : 120/70 mmHg

Heart Rate (HR) : 80x/menit Respiration Rate (RR): 24x/menit Temperatur : 38oC

Pada tanggal 12 Oktober 2013 pasien menerima obat-obatan seperti tercantum dalam Tabel 4.5.

Tanggal Jenis Obat

Sediaan

Dosis Sehari Rute Bentuk Kekuatan

12 Oktober 2013 IVFD RL Ceftriaxon Ketorolac Ranitidin Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Injeksi Tablet 500 ml/botol 1000 mg/ vial

30 mg/ ml 25 mg/ ml 500 mg/tablet

20 tetes/ menit 1000 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 50 mg/ 12 jam 500 mg/ 8 jam

IV IV IV IV PO


(65)

4.1.2.1 Pengkajian tepat pasien

Barcode pasien sudah sesuai nama dan juga nomor RM. Pada liver abses, gejala pertama yang paling sering adalah nyeri pada bagian perut kanan. Pasien dengan keluhan utama nyeri diperut bagian kanan dan menurut pemeriksaan USG liver dengan hasil liver abses dilobus kanan dan hasil diagnosis banding dokter bahwa pasien mengalami Liver abses + Sepsis.

4.1.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Adapun obat-obat yang digunakan pasien pada tanggal 12 Oktober 2013 adalah Infus RL, Ceftriaxone, Ranitidin, Ketorolac dan Paracetamol.

Infus Ringer Laktat diindikasikan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada kondisi dehidrasi, mengatasi kehilangan cairan ekstraseluler abnormal yang akut, dan mengembalikan volume cairan tubuh yang hilang. Pemberian infus Ringer laktat sudah tepat indikasi sesuai dengan kondisi pasien yang lemas dan memerlukan tambahan cairan tubuh.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Evoy, 2004). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.

Pemberian Injeksi Ketorolak sudah tepat obat sebagai analgetik, penghilang nyeri. Ketorolak termasuk golongan obat AINS dengan kerja sebagai analgetik. AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang secara langsung menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat (Sweetman, 2007; Depkes RI, 2007).


(1)

4.1.8.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

Pemahaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat menjadi hal yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada pasien saat visite. Konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dapat dilihat pada Tabel 4.32.

Tabel 4.32 Konseling, Informasidan Edukasi Pasien Tanggal 18 Oktober 2013

No Nama Obat PIO

1 IVFD RL

Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan pada tempat pemberian cairan intra vena (Philips, 2005)

2 Ciprofloxacin Jika terjadi reaksi alergi segera laporkan pada dokter (Depkes RI, 2007)

3 Ketorolac Instruksikan agar tidak meminum aspirin atau obat gol. AINS yang lain (Tatro, 2003)

4 Ranitidin Segera hubungi dokter jika terjadi reaksi efek samping

5 Novalgin Novalgin diberikan jika perlu saja, demam atau nyeri.

6 Metronidazole

Segera hubungi dokter jika ada alergi.

Tidak perlu dikhawatirkan apabila pasien pusing, mulut kering dan rasa logam karena pada dasarnya tidak ada informasi yang dapat merugikan pasien.

7 Gentamisin

Segera hubungi dokter jika terjadi reaksi efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikandan gatal (Tatro, 2003)

8 Transfusi darah

Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan pada tempat pemberian cairan intra vena.

9 Albumin

Jika terjadi reaksi alergi segera laporkan pada dokter (Depkes RI, 2007)


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Pemantauan rasionalitas penggunaan obat meliputi 4T + 1W yaitu: Tepat Pasien, Tepat Obat, Tepat Indikasi, Tepat Dosis dan Waspada Efek Samping pada pasien dengan diagnosis Liver abses + Sepsis

b. Adapun kesimpulan yang diperoleh terhadap studi kasus yang dilakukan adalah:

1. Obat yang diberikan sudah tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tetapi tidak tepat dosis, yaitu pada dosis lazim gentamisin 3-5 mg/kg/hari. Berdasarkan hal tersebut pemberian injeksi gentamisin dengan berat badan pasien 60 kg adalah 180-300 mg/hari. Dosis injeksi gentamisin yang diberikan untuk pasien yaitu 80 mg setiap 12 jam (160 mg/hari), jadi pemberian gentamisin pada pasien tidak tepat dosis.

2. Lama pemberian ketorolac sudah lebih dari 5 hari.

3. Dari hasil pengamantan tidak terjadi efek samping obat-obaan yang digunakan pasien.

c. Perawat melarutkan ceftriaxon dalam 6-7 ml aquabidest, tidak sesuai dengan literatur (1000 mg dilarutkan dengan 9,6 ml aquabidest) (Lawrence, 2003). d. Terjadi interaksi obat-obatan yang digunakan seperti injeksi ceftriakson dan

ketorolac dapat meningkatkan efek ketorolac, injeksi gentamicin dan ketorolac dapat menurunkan efek dari ketorolac dan menyebabkan nefrotoksisitas, injeksi ranitidin dan gentamisin dapat memblokade neuromuskuler.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P.O., Knoben, J.E., dan Troutman, W.G. (2002). Handbook of Clinical Drug Data. 10th edition. New York: Mc Graw Hill. Halaman 126-127, 163, 632-633, 790-791.

Anonima. (2003). Pedoman Penggunaan Albumin. Edisi II. Surabaya: RSU. Sutomo. ISBN: 979-8865-11-1.

Anonimb. (2006). Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Indonesia. Halaman 144, 321.

Anonimc. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Anonimd. (2013). Ranitidine. Tanggal Akses 3 November 2013.

Anonime. (2013). Ketorolac. Tanggal Akses 3 November 2013.

Anonimf. (2013). Paracetamol. Tanggal Akses 3 November 2013.

Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayitno, A. (2003). Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: Elex Media Komputindo. Halaman 321.

Depkes RI. (2004). Keputusan Menteri RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Depkes RI. (2007). Pelayanan Informasi Obat

Dianne, L.P. (2005). Manual Of I.V Therapeutic. Edisi ke-4. Philladelphia: F.A. Davis Company. Halaman 96, 169, 170, 172.

Grayling, T. (1999). Pedoman Pembuangan Secara Aman Obat-obatan Tak Terpakai Saat dan Pasca Kedaruratan. Geneva: Department of Essential Drugs and Other Medicines, WHO. Halaman 27.

Hardjosaputra, S.L.P. (2008). Data Obat di Indonesia. Edisi 11. Jakarta: Muliapurna Jayaterbit. Halaman430, 765.

Kasim, F. (2008). ISO. Jakarta: ISFI Penerbitan. Halaman 313, 887.

Lawrence, A.T. (2003). Handbook on Injectable Drugs. Edisi ke 12. Bethesda: American Society of Health System Pharmacist. Halaman 52-60.


(4)

Martin, J. (2009). British National Formulary. Edisi ke-58. London: British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. Halaman 46, 47, 302, 305, 306.

Miller, N., Ende, J.V.D., Brink, A., dan Botha, F. (1997). Antibiotic Guideline. USA: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Halaman 55.

McEvoy, G.K. (2005). AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health System Pharmacists. Halaman 543, 552, 931, 1157.

Mehta, D.K. (2006). British National Formulary. Edisi ke-52. London: British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. Halaman 55, 67, 308, 310.

Mycek, M.J., Harvey, A., dan Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika. Halaman 153.

Pramudianto, A, dan Evaria. (2009). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer. Halaman 11, 26, 89, 132-136, 176, 179, 212, 216, 224, 300, 336, 366, 372, 374, 382, 383.

Siregar, C.J.P., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Jakarta: EGC. Halaman 7.

Stockley, I.H. (2006). Drug Interaction, A Source Book of Interactions, Their Mechanism, Clinical, Importance and Management. Edisi ke-7. London: Pharmaceutical Press. Halaman 286, 561.

Sulaiman, A., Nurul Akbar., Laurentius A.L., dan Sjaifoellah Noer. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jayabaya. Halaman 1112-1113.

Sweetman, S.C. (2007). Martindale 35 The Complete Drug Reference. London: The Pharmaceutical Press. Halaman 1574-1580.

Tatro D.S. (2003). A to Z Drug Facts. San Francisco: Facts and Comparisons. Halaman 66, 99, 112, 251, 442, 467, 597, 624, 648, 660, 870.

Sukandar, E.Y. (2008). ISO Farmakoterapi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Halaman 402, 522, 797, 847, 869, 906.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media Komputindo. Halaman 191, 751.


(5)

Lampiran 1. Lembar Penilaian PPOSR Nama : B

No RM : 00.57.74.62

Tgl Diagnosis

Terapi Obat Rasionalitas

Nama obat Kekuatan Dosis Cara pemb

Indikasi Obat Pasien

Dosis regimen Dosis pemberian Saat pemberian Interval pemberian Lama pemberian Rute pemberian

R TR R TR R TR R TR R TR R TR R TR R TR

10 dan 11 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

12 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Parasetamol 500 mg/

tablet

500 mg/8 jam po √ √ √ √ √ √ √ √

13 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Novalgin 500 mg/ ml 500 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

14 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Parasetamol 500 mg/

tablet

500 mg/8 jam po √ √ √ √ √ √ √ √

15 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √


(6)

Keterangan: R = Rasional TR = Tidak Rasional

16 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Novalgin 500 mg/ ml 500 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

17 Oktober

2013

Liver Abses + Sepsis

IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ceftriaxon 1000 mg/vial 1000 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Novalgin 500 mg/ ml 500 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

18 Oktober

2013

Liver Abses IVFD RL 500 ml/botol 20 tetes/menit iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ciprofloxacin 200 mg/ botol 200 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ranitidin 25 mg/ampul 50 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Ketorolac 30 mg/ampul 30 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Novalgin 500 mg/ ml 500 mg/8 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Gentamisin 40 mg/ampul 80 mg/12 jam iv √ √ √ √ √ √ √ √