Fenomena Gaya Berpakaian Ala Harajuku Dalam Kehidupan Remaja Jepang Dewasa Ini.

(1)

FENOMENA GAYA BERPAKAIAN ALA HARAJUKU DALAM KEHIDUPAN REMAJA JEPANG DEWASA INI

GENZAI NO NIHON NO WAKAMONO NO SEIKATSU NI HARAJUKU SUTAIRU NI TSUITE

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: SARAH AZANI NIM. 030708025

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN


(2)

FENOMENA GAYA BERPAKAIAN ALA HARAJUKU DALAM KEHIDUPAN REMAJA JEPANG DEWASA INI

GENZAI NO NIHON NO WAKAMONO NO SEIKATSU NI HARAJUKU SUTAIRU NI TSUITE

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,

Drs. Eman Kusdiyana. M.Hum.

N I P. 131763365 N I P. 131422712

Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN


(3)

Disetujui Oleh: Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang

Ketua Program Studi,

N I P. 131422712

Drs. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D


(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Jepang

Pada : Hari Sabtu Tanggal : 29 Maret 2008 Pukul : 09.00 WIB

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan

N I P. 131284310

Drs. Syaifuddin, M. A, Phd

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D ( ) 2. Drs. Eman Kusdiyana. M.Hum. ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini berjudul Fenomena Gaya Berpakaian Ala Harajuku Dalam Kehidupan Remaja Jepang Dewasa Ini, merupakan salah satu tugas akhir dalam melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang. Dalam tahap-tahap penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih secara khusus kepada:

1. Bapak Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara juga sebagai Dosen Pembimbing II yang telah membantu mengoreksi penyelesaian skripsi ini dan juga menyediakan waktu untuk mengikuti sidang pertanggungjawaban skripsi ini.


(6)

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak kritik dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Pak Puji, Pak Nandi, Pak Yuddi, Pak Amin dan Seluruh Staff Dosen serta pegawai di kantor jurusan Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi.

5. Ayahanda tercinta Marthunis M. Agoes dan Ibunda tercinta Syarifah Sofia yang selalu memberikan doa, dan cinta serta telah berkorban segala sesuatunya dalam membesarkan dan mendidik penulis.

6. Kakak (Maria Ulfa), dan ke dua Abang (Yan Maulana dan Isnainil Fajri). Terima kasih atas doa dan kasih sayang yang selalu diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin.

7. Serli, Aklima, Marliah, Cindy, yang selalu dekat dan selalu siap membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga “BK 1630 GS” yang selalu siap sedia mengantarkan penulis kemana saja untuk memenuhi kebutuhan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan, Indra,Yogi, Anwar, Allan, Hotman, lastri, Vivi, Desli serta semua teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan dukungan kalian selama ini.

9. Dan yang tak akan terlupakan, seseorang yang sangat spesial di hati penulis (Tomy) yang selalu setia berada di samping penulis untuk selalu memberi dukungan, semangat dan motivasi yang besar kepada penulis untuk segera menyelesaikan studi di Fakultas Sastra USU.


(7)

Atas semua ini penulis tidak dapat membalasnya. Penulis hanya dapat mendoakan semoga seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberi balasan yang berlipat ganda oleh Allah Swt. Amin Ya Rabbal `Alamin….

Medan, 29 Maret 2008 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………...………iv

BAB I PENDAHULUAN……….………….1

1.1 Latar Belakang Masalah………..1

1.2 Perumusan Masalah……….4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………...5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………6

1.4.1 Tinjauan Pustaka……….6

1.4.2 Kerangangka Teori………...7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………...7

1.5.1 Tujuan Penelitian………8

1.5.2 Manfaat Penelitian………..8

1.6 Metode Penelitian………...8

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FESYEN HARAJUKU…….10

2.1 Harajuku di Tokyo………..10

2.2 Masyarakat Harajuku………..12

2.3 Gaya Berpakaian Ala Harajuku Dewasa Ini………...17

2.3.1 Gaya Cosplay………..18

2.3.1.1 Gaya Tokoh Fiksi……….22

2.3.1.2 Gaya Visual kei………23

2.3.2 Gaya Lolita………..28


(9)

BAB III ANALISIS TERHADAP GAYA BERPAKAIAN ALA HARAJUKU DALAM KEHIDUPAN REMAJA

JEPANG……….35

3.1 Gaya Cosplay………...36

3.1.1 Gaya Tokoh Fiksi………37

3.1.2 Gaya Visual Kei………..38

3.2 Gaya Lolita………..44

3.3 Gaya Decora dan Kawaii……….50

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………..52

4. 1. Kesimpulan………..52

4.2. Saran……….55 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN ABSTRAK


(10)

ABSTRAK

Harajuku adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul. Lokasinya mencakup sekitar Meiji Jingū, Taman Yoyogi, pusat perbelanjaan Jalan Takeshita (Takeshita-dōri), departement store Laforet, dan Gimnasium Nasional Yoyogi. Di sana akan dijumpai berbagai macam gaya, mulai dari tokoh kartun, gaya seorang punk rock dengan segala pernak-pernik besi sebagai asesoris, gothic dengan ciri khas pakaian dan make up yang serba hitam dan juga yang sedang trend saat ini adalah gaya lolita yang terinspirasi oleh gaya berbusana anak-anak di zaman Victoria.

Para pemuda yang memakai gaya Harajuku tersebut berkisar dua puluh lima tahun. Anak-anak muda tersebut menari dengan koreografi yang sangat bagus, yang biasanya dilakukan antara pria dengan pria dan wanita dengan wanita. Semua itu dilakukan sebagai sikap pemberontakan mereka yang jenuh dengan sistem yang berlangsung statis dalam kehidupannya.

Berbagai gaya berpakaian ala harajuku yang sangat fenomenal ini terdiri dari gaya Cosplay antara lain gaya tokoh fiksi dan gaya rocker Jepang (Visual kei), bermacam gaya lolita, dan juga gaya decora dan kawaii. Kostum-kostum yang bergaya tokoh fiksi dapat berupa gaya anime atau kartun jepang, maupun tokoh-tokoh film dan video game.

Diantara bermacam gaya berpakaian ala Harajuku, gaya visual kei dan lolita memiliki banyak tipe. Pada umumnya, gaya berpakian Harajuku ada yang disadur dari luar maupun hasil kekreatifitasan anak-anak muda Jepang. Beberapa gaya busana visual


(11)

kei yang menyadur dari budaya luar namun juga dimodifikasikan hingga menjadi gaya busana baru, antara lain pada gaya ; Gothic, Gothic Lolita, Punk, Retro, Fetish, Mediterranean, Glam, Groom Boom. Lalu gaya busana visual kei yang merupakan hasil kekreatifitasan yang orisinil dari band-band Jepang antara lain pada gaya : Oriental, Fairy Tale, Cyber, Angelic. Seperti pada gaya visual kei, pada beberapa gaya lolita juga terdapat hasil adaptasi dari budaya luar antara lain : Gothic Lolita, Punk Lolita, Qi Lolita, Pirete Lolita, Classical Lolita, Dandy, Kurololi, Gurololi, Sweet Lolita. Selain itu ada juga yang merupakan hasil kekreatifitasan anak-anak muda Jepang, antara lain adalah gaya Wa Lolita.

Yang terakhir adalah gaya decora dan kawaii. Kedua gaya ini juga memiliki keunikan tersendiri. Khususnya pada decora yang banyak memasukkan aksesoris berupa jepit rambut, cincin, anting dan lainnya sebagai pelengkap pakiannya yang semua aksesorisnya merupakan hasil karya mereka sendiri. Tetapi kawaii adalah gaya yang hampir mirip dengan Cosplay tokoh fiksi. Tetapi mereka juga banyak mengenakan aksesoris yang mirip dengan gaya decora yang tidak dijumpai pada Cosplay tokoh fiksi.

Hal yang paling unik dari gaya mereka berpakian di area Harajuku adalah mereka tidak hanya memakai kostum dan memamerkannya kepada orang lain, jika mereka memakai kostum layaknya tokoh super hero, mereka juga akan meniru gerak-gerik tokoh fiksi yang ada di dalam film tersebut. Begitupun dengan anak-anak muda yang bergaya layaknya band-band Visual kei, mereka juga berlagak seolah-olah mereka adalah band tersebut dan tidak jarang juga yang memainkan musik di sana.


(12)

Semua gaya berpakaian yang ada di Harajuku merupakan hasil kekreatifitasan dari anak-anak muda Jepang yang tidak pernah ingin dibatasi dalam hal berpakaian. Jadi, selayaknya fesyen lainya, seiring berjalannya waktu, fesyen harajuku juga pasti akan mengalami perkembangan dan muncul gaya-gaya pakaian baru yang pastinya akan sangat dinantikan oleh pecinta fesyen harajuku.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Permasalahan

Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak positif bagi negara-negara lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin berkembangnya hasil-hasil produksi buatan Jepang di negara-negara baik di Asia maupun Eropa atau pun Amerika seperti mobil, kamera, handphone, dll yang mampu bersaing dengan produk-produk buatan negara barat. Selain dari teknologi, Jepang juga dapat menjadi panutan yang baik untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Setelah apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, mereka bangkit dari keterpurukan dan berusaha untuk membangun kembali negaranya. Salah satu aspek yang kembali dibangun adalah ekonomi. Namun, meskipun Jepang telah mengalami banyak kemajuan, mereka masih saja dikenal sebagai bangsa yang sangat memegang teguh prinsip dan budayanya (Ronny Sugiantoro,http://lpmhayamwuruk/Daulat/Jepang) .Hal inilah yang menjadikan Jepang sebagai salah satu negara yang patut dijadikan sebagai contoh. Seiring dengan kemajuan Jepang dalam bidang ekonomi, Jepang juga memiliki kemajuan di bidang fashion style (gaya berbusana). Hal ini ditandai dengan semakin luasnya fenomena gaya berbusana mereka baik di negara-negara Asia maupun di negara-negara barat. Sering para pecinta fesyen ini, mengibaratkan Tokyo yakni ibu kota Jepang sebagai Paris kedua yang berada di Asia. Baik dari tatanan rambut, tata rias wajah (make up), sampai busana yang berasal dari negara matahari terbit ini disukai hampir dari seluruh anak muda Asia termasuk Indonesia. Salah satu alasan mengapa Jepang dianggap sebagai Parisnya Asia adalah


(14)

populernya gaya busana yang kini sedang menjadi sorotan dunia bagi negara Jepang yang disebut dengan Harajuku Fashion Street. Istilah fashion street diberikan karena gaya-gaya berbusana Harajuku ini disebut-sebut merupakan hasil kreatifitas berbusana orang-orang yang memakainya dan tentu saja dipamerkan di kawasan Harajuku. Hal ini sesuai dengan yang tertulis pada majalah pacific friend edisi juni 1999 vol.27,

“Harajuku is not the fashion of design houses and catwalk,but the fashion

of the streets; homemade fashions ,made by the very people who wear them”

Harajuku sendiri sebenarnya adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul. Lokasinya mencakup sekitar Meiji Jingū, Taman Yoyogi, pusat perbelanjaan Jalan Takeshita (Takeshita-dōri), departement store Laforet, dan Gimnasium Nasional Yoyogi. Harajuku bukan sebutan resmi untuk nama tempat, dan tidak dicantumkan sewaktu menulis alamat. Setelah dibukanya departement store pada tahun 1970-an, Harajuku menjadi pusat busana di Jepang. Kawasan ini, menjadi terkenal diseluruh Jepang setelah diliput majalah fesyen seperti An-an dan non-no. Dan sekitar tahun 1980-an, Jalan Takeshita menjadi ramai dikunjungi orang yang ingin melihat para remaja yang berdandan aneh dan menari dijalanan (takenokozoku), dan setelah di tetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anak-anak muda. Sampai hari ini, kelompok anak-anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku (http://id.wikipedia.org/wiki/Harajuku).

Tidak hanya itu, di daerah ini juga banyak terdapat butik-butik yang menjual berbagai pakaian dan berbagai pernak-pernik yang sedang trend di jepang juga berbagai macam restoran yang membuat tempat ini menjadi salah satu tujuan pariwisata yang


(15)

menarik bagi para wisatawan asing. Tempat ini akan ramai didatangi oleh berbagai remaja yang bergaya harajuku pada hari minggu (http://japan-guide/Harajuku).

Di sana akan dijumpai berbagai macam gaya, mulai dari tokoh kartun, gaya seorang punk rock dengan segala pernak-pernik besi sebagai asesoris, gothic dengan ciri khas pakaian dan make up yang serba hitam dan juga yang sedang trend saat ini adalah gaya lolita yang terinspirasi dari gaya berpakaian anak-anak pada masa Victorian, yaitu zaman pemerintahan Inggris pada masa pemerintahan ratu Victoria (1837–1901). Ada pula gaya berbusana yang menyadur dari gaya punk rock. Punk rock sendiri adalah gerakan musik rock anti-establishment yang berasal dari Amerika Serikat, Australia dan Inggris sekitar tahun 1974-1975 (http://id.wikipedia.org/wiki/Punk_Rock). Selain menyadur dari gaya punk rock, harajuku style juga identik dengan sebuah gaya yang disebut gothic. Selain berasal dari kedua gaya tersebut, harajuku style juga banyak menyadur gaya berbusana dari tokoh-tokoh komik atau kartun yang sedang popular di Jepang. Oleh karena begitu terkenalnya kawasan Harajuku ini sebagai tempat anak muda dalam mengekspresikan dirinya dalam berpakaian, maka gaya berpakaian anak-anak muda tersebut dikenal dengan sebutan Harajuku Style. Pada dasarnya beberapa gaya berpakaian tersebut adalah fashion yang berasal dari barat. Yang membedakannya dengan fashion dari dunia barat adalah tentu saja keberanian mereka dalam mengekspresikan diri mereka dalam bentuk style yang dicampur-campur antara budaya lokal dan luar yang benar-benar tidak biasa ditemui ditempat lain pada umumnya. Selain itu gaya harajuku yang saat ini sangat hangat di perbincangkan adalah gaya Cosplay yang berarti costume play, dengan penggunanya yang disebut dengan cosplayer. Cosplay merupakan wujud para remaja-remaja Jepang yang mengekspresikan diri mereka ke dalam gaya-gaya tokoh komik


(16)

(anime), maupun gaya-gaya band Jepang yang disebut dengan visual kei (http//cosplay.co.uk).

Menurut surat kabar harian Kompas pada tanggal 24 September 2006, Harajuku adalah semangat dandan yang memuliakan kebebasan berkreasi, kemerdekaan ekspresi dari kaum muda Jepang yang berkembang dijalanan disekitar kawasan Harajuku, Tokyo. Harajuku berkembang menjadi semacam subkultur kaum muda Jepang yang produknya berupa gaya dandanan yang belakangan telah menyebar ke berbagai negara. Harajuku melabrak pakem, tatanan, standar dan segala kredo busana berikut tata rambut dan rias wajah. Hal ini ternyata merupakan bentuk dari pemberontakan dan pelarian atas keseharian mereka ketika berada di bawah kekuasaan bos atau atasan. Tekanan bos dan orang tua yang menuntut standar tinggi untuk sementara dialihkan dengan mengubah diri menjadi tokoh-tokoh imajinatif dan mencari makna baru. Bahkan di Indonesia sendiri, trend harajuku style ini dipopulerkan oleh para artis-artis penyanyi. Tidak hanya di Indonesia saja, penyanyi-penyanyi yang berasal dari Amerika juga mengakui adanya trend harajuku tersebut didalam kalangan artis-artis terkenal di negaranya.

Berdasarkan pada uraian di atas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas tentang maraknya trend mode harajuku pada remaja-remaja jepang dengan judul “FENOMENA GAYA BERPAKAIAN ALA HARAJUKU DALAM KEHIDUPAN REMAJA JEPANG DEWASA INI”

I.2 Perumusan Masalah

Fenomena prilaku dari pemuda-pemuda Jepang yang bergaya harajuku saat ini telah menjadi topik yang sangat menarik ketika berbicara tentang Jepang. Bahkan hal ini


(17)

menjadi suatu acuan bagi turis-turis asing yang ingin menikmati fenomena yang mereka anggap langka yang jarang ditemui didaerah-daerah lainnya. Sehingga membuat Jepang saat ini dikenal bukan hanya karena kimono tetapi lebih kepada fenomena harajuku yang mendunia ini.

Berdasarkan hal di atas, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kondisi sosial masyarakat perkotaan Jepang khususnya para remaja Jepang sehingga dapat melatarbelakangi terbentuknya fesyen harajuku?

2. Bagaimana gaya berpakaian ala Harajuku yang digunakan remaja Jepang sehingga menjadi salah satu tren fesyen baik di Jepang maupun di negara lain?

I.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar masalah tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam kondisinya, selayaknya fesyen yang selalu mengalami perkembangan dari periode ke periode, maka harajuku juga mengalami perkembangan dari awal terbentuknya fesyen ini. Maka dalam analisis ini, penulis akan membahas seputar kondisi sosial pemuda-pemudi jepang dalam berbagai gaya harajuku yang akhir-akhir ini sedang marak diperbincangkan. Penulis akan membahas seputar prilaku, cara berpakaian orang-orang yang bergaya harajuku itu seperti pada gaya lolita, kawaii, decora, dan bermacam gaya cosplay meliputi gaya visual kei dan anime.


(18)

I.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk memiliki atau mengenakan pakaian yang digunakan sebagai penutup diri, identitas diri bahkan suatu bangsa. Namun tidak hanya sampai disitu saja, pakaian saat ini lebih ditujukan sebagai suatu trend fesyen yang sudah menjadi kebutuhan manusia untuk dianggap lebih menarik di hadapan masyarakat luas.

Begitu juga yang terjadi di Jepang akhir-akhir ini, trend fesyen yang dikenal dengan sebutan harajuku di Jepang telah menjadi identitas lain dari bangsa Jepang dan telah menjadi kebutuhan berbagai kelompok orang atau para remaja yang memakainya untuk mengekspresikan dirinya dan dianggap menarik perhatian umum.

Harajuku sebenarnya adalah sebuah distrik yang didominasi oleh kaum remaja sebagai tempat bagi mereka untuk sekedar bersantai sekaligus mengekspresikan diri lewat penampilan. Berbagai macam gaya berpakaian dan berdandan yang sekarang diadaptasi oleh sekian banyak artis terkenal dan sejumlah anak muda ini sudah menjadi trend sejak tahun 1970. Hal inilah yang membuat Jepang menyandang predikat sebagai Paris of Asia. Di Harajuku dapat ditemui anak-anak muda berlalu lalang layaknya model di atas catwalk dengan berbagai dandanan yang berbeda dan beraneka ragam (Image Jepang di Mata Anak Muda Indonesia, 2007:33).

Konsep berpakaian ala harajuku tersebut sangat sesuai dengan yang tertulis dalam Japan an Illustrated Ensyclopedia, bahwa cara berpakaian yang trend dalam sistem kemasyarakatan Jepang bukanlah sesuatu yang menjadi aturan bagi seluruh lapisan


(19)

masyarakat, mereka bebas untuk memilih pakaiannya sebagai cerminan dari karakter yang mereka miliki.

b. Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak kedalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan sosiologi untuk meneliti tentang fesyen Harajuku.

Sosilogi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat, tidak sebagai individu yang terlepas dari kehidupan masyarakat. Fokus bahasan sosiologi adalah interaksi manusia, yaitu pengaruh timbal balik di antara dua orang atau lebih dalam perasaan, sikap, dan tindakan. Ruang kajiannya dapat berupa masyarakat, komunitas, keluarga, perubahan gaya hidup, struktur, mobilitas sosial, gender, interaksi sosial, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, norma dan sebagainya (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004:3-4). Beberapa ruang kaji sosiologi seperti pada masyarakat, interaksi sosial dan perubahan-perubahan yang terdapat di dalamnya merupakan titik tolak penulis dalam mengkaji tumbuh dan berkembangnya harajuku style dalam kehidupan masyarakat kota di Jepang.

I.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian


(20)

1. Untuk memberikan informasi tentang kondisi sosial masyarakat perkotaan Jepang yagn menjadi pengkonsumsi fesyen harajuku.

2. Untuk memberikan informasi tentang berbagai macam gaya berpakaian harajuku yang telah menjadi fenomena baik dikalangan pemuda-pemudi jepang maupun dunia.

b. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penilitian ini, hasilnya diharapakan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak tertentu, antara lain:

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang harajuku style dengan lebih spesifik.

2. Bagi pelajar-pelajar bahasa Jepang pada khususnya dan masyarakat pada umumnya diharapkan dapat menambah informasi tentang kebudayaan jepang yang berhubungan dengan trend mode harajuku saat ini.

I.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk itu, penulis akan menggunakan Metode Deskriptif dalam proses penulisan kali ini. Menurut Koentjaraningrat(1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh dikumpulkan,disusun, diklasifikasikan sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.


(21)

Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan (library research), dengan mengambil sumber acuan dari berbagai buku yang berhubungan dengan kebudayaan, fashion dan buku-buku panduan yang berkaitan dengan munculnya kebudayaan suatu bangsa serta buku-buku literatur lainnya sebagai literatur tambahan.

Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Medan, serta Perpustakaan Konsulat Jendral Jepang di Medan. Selain itu, penulis juga memanfaatkan koleksi-koleksi pribadi, kutipan-kutipan surat kabar dan majalah juga berbagai informasi dari situs-situs internet yang membahas tentang gaya busana harajuku untuk melengkapi data-data penelitian ini.


(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP FESYEN HARAJUKU 2. 1. Harajuku di Tokyo

Setiap negara pada umumnya mempunyai kota yang dijadikan pusat mode busana atau yang lebih dikenal dengan istilah fashion style. Salah satu contoh adalah Paris yang terkenal sebagai pusat mode busana di Perancis bahkan dunia. Selain Paris, Jepang juga memiliki kota yang terkenal sebagai pusat mode busana baik untuk kalangan orang Jepang sendiri maupun se-Asia. Sering kota ini disebut-sebut sebagai Paris of Asia karena begitu terkenalnya busana-busana yang tercipta dari tangan-tangan kreatif masyarakatnya. Kota tersebut bernama Tokyo.

Tokyo yang secara harfiah berarti ibu kota timur adalah ibu kota Jepang sekaligus daerah terpadat di Jepang, serta daerah metropolitan terbesar di dunia berdasarkan jumlah penduduknya (33.750.000 di perkotaan dan sekitarnya). Prefektur Tokyo dibagi kepada Daratan dan kepulauan. Bagian Daratan terletak di sebelah barat laut Teluk Tokyo, sekitar 90 km timur ke barat, dan 25 km utara ke selatan. Tokyo berbatasan dengan Prefektur Chiba di timur, Prefektur Yamanashi di barat, Prefektur Kanagawa di selatan, dan Prefektur Saitama di utara. Kepulauanannya terdiri dari Kepulauan Izu dan Kepulauan Ogasawara, memanjang sekitar 1.000 km ke Samudra Pasifik pusat mode pakaian bagi para remaja Jepang maupun dunia. Salah satu diantaranya adalah Harajuku.


(23)

Harajuku adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul. Lokasinya mencakup sekitar Meiji Jingū, Taman Yoyogi, pusat perbelanjaan Jalan Takeshita (Takeshita-dōri), departement store Laforet, dan Gimnasium Nasional Yoyogi. Harajuku bukan sebutan resmi untuk nama tempat, dan tidak dicantumkan sewaktu menulis alamat. Sekitar tahun 1980-an, Harajuku merupakan tempat berkembangnya subkultur Takenoko-zoku. Selain itu, anak-anak sekolah dari berbagai pelosok di Jepang sering memasukkan Harajuku sebagai tujuan studi wisata sewaktu berkunjung ke Tokyo. Sebenarnya sebutan “Harajuku” hanya digunakan di sabelah utara Omotesando. Onden adalah nama kawasan di sebelah selatan Omotesando, namun nama tersebut tidak populer dan ikut disebut Harajuku. Sebelum zaman Edo, Harajuku merupakan salah satu kota penginapan (juku) bagi orang yang bepergian melalui rute jalan utama Kamkura. Tokugawa Ieyasu menghadiahkan penguasaan Harajuku kepada ninja dari provinsi Iga yang membantunya melarikan diri dari Sakai setelah terjadi Insiden Honnoji. Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan jalan utama Koshu. Selain ninja, samurai kelas Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Di zaman Meiji, Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai bagian dari perluasan jalur kereta api Yamanote. Setelah itu, Omotesando (jalan utama ke kuil) dibangun pada tahun 1919 setelah kuil Meiji Jingu didirikan. Setelah dibukanya departement store pada tahun 1970-an, Harajuku menjadi pusat busana di Jepang. Kawasan ini, menjadi terkenal diseluruh Jepang setelah diliput majalah fesyen seperti


(24)

An-an dAn-an non-no. Pada waktu itu kelompok gadis-gadis yAn-ang disebut Annon-zoku sering dijumpai berjalan-jalan di kawasan Harajuku. Gaya busana mereka meniru busana yang dikenakan model majalah Anan dan non-no Dan sekitar tahun 1980-an, Jalan Takeshita menjadi ramai dikunjungi orang yang ingin melihat para remaja yang berdandan aneh dan menari dijalanan (takenokozoku), dan setelah di tetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anak-anak muda. Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku. Setelah Harajuku makin ramai, butik yang menjual barang dari merek-merek terkenal mulai bermunculan di Omotesando sekitar tahun 1990-an hingga sekarang (http//id.wikipedia.org/wiki/Harajuku).

2.2. Masyarakat Harajuku

Sebuah negara dapat menjadi perbincangan di mata dunia tidak terlepas dari peran masyarakatnya yang mampu membentuk dan menciptakan sebuah pandangan kepada negara lain baik itu pandangan yang positif maupun negatif. Pandangan positif suatu negara atau bangsa dapat terjadi karena berbagai hal. Antara lainnya dapat berupa prestasi-prestasi yang diciptakan oleh masyarakatnya. Sedangakan pandangan negatif dapat saja diperoleh dari bangsa yang prilaku masyarakatnya banyak menonjolkon sisi negatif, contohnya premanisme yang membuat tingkat keamanan suatu negara menjadi sangat rendah atau korupsi yang sudah menjadi budaya. Meskipun begitu, tidak akan pernah ada suatu bangsa yang sepenuhnya dikatakan sebagai bangsa yang buruk, karena dapat dipastikan setiap bangsa atau negara memiliki sisi negatif dan positif tergantung dari subjek yang memandangnya. Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang dalam proses


(25)

perkembangannya mengalami perubahan-perubahan. Perubahan berarti suatu proses yang mengkibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya, perubahan bisa berupa kemunduran dan bisa juga berupa kemajuan. Sedangkan masyarakat artinya sekelompok ikatan nilai dan norma-norma sosial. Istilah masyarakat juga dapat diartikan sebagai wadah atau tempat orang-orang yang saling berhubungan dengan hukum dan budaya tertentu untuk mencapai tujuan bersama (Abdul Syani, 1995:83-84). Selanjutnya Roucek dan Warren (dalam Abdul Syani, 1995:84) mengatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa kesadaran bersama dimana mereka berdiam pada daerah yang sama, yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat kebiasaan dan aktivitas yang sama pula. Menurut Alvin L. Bertrand (dalam Abdul Syani,1995:85), masyarakat juga mempunyai ciri-ciri, antara lain :

1) Pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar

2) Individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerja sama diantara mereka minimal pada satu tingkatan interaksi.

3) Hubungan individu-individu tersebut sedikit banyak harus permanen sifatnya.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kebudayaan dilahirkan dari suatu masyarakat. Kebudayaan masyarakat adalah segenap pola kelakuan manusia yang


(26)

didasarkan pada nilai-nilai dan norma-norma sosial (Abdul Syani, 1995:86). Jadi pada dasarnya perubahan masyarakat sekaligus menyangkut perubahan pada kebudayaannya.

Syani menyatakan ada tiga hal yang menjadi faktor terjadinya perubahan dalam masyarakat, antara lain:

1) Faktor penemuan baru (invention) adalah hasil gagasan baru yang merupakan rangkaian penciptaan individu dalam masyarakat dengan bersandar pada tujuan-tujuan dan kehendak-kehendak tertentu. Penemuan baru ini meliputi dua hal yaitu penemuan yang bersifat immaterial yang berupa ide-ide/gagasan seperti proses manajemen atau kepemimpinan yang baru, selain itu juga terdapat penemuan baru yang bersifat material atau berwujud kebendaan atau hasil teknologi baru. 2) Faktor pertumbuhan penduduk, yaitu perubahan masyarakat yang

disebabkan oleh pertambahan atau berkurangnya penduduk daerah tertentu.

3) Faktor kebudayaan yang tidak semata disebabkan oleh faktor kebudayaan yang ada di dalam tubuh masyarakat itu sendiri, melainkan dapat pula disebabkan oleh pengaruh kebudayaan yang datang dari masyarakat luar dan juga terjadi akibat benturan-benturan kuat antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Pengaruh kebudayaan ini sendiri dapat mengakibatkan beberapa kemungkinan bentuk perubahan masyarakat, antara lain;


(27)

a. Kebudayaan saling berdampingan dan bercampur menjadi suatu kebulatan.

b. Salah satu kebudayaan menjadi pudar karena pengaruh kebudayaan lain.

c. Masing-masing kebudayaan menjadi lebur, timbul kebudayaan baru sebagai akibat saling mempengaruhi.

Ketiga kemungkinan tersebut berproses melalui hubungan langsung antar masyarakat, di dalamnya terdapat kecenderungan saling mempengaruhi dan saling terbuka menerima atau sebaliknya saling menolak. Perubahan masyarakat ini kemudian menjadi suatu fenomena yang tidak akan pernah hilang dalam masyarakat. Menurut Saefuddin (1996 : 5), fenomena, atau masalah, atau gejala adalah segala sesuatu yang dapat kita lihat, alami, atau rasakan. Perubahan masyarakat merupakan suatu fenomena sosial dikarenakan perubahan masyarakat ini dapat dialami, dirasakan bahkan dilihat dalam kehidupan sosial masyarakat.

Perubahan masyarakat inilah yang kerap kali terjadi dalam kehidupan masyarakat kota dari sebuah negara yang sedang berkembang bahkan maju sekalipun. Hal ini disebabkan kehidupan masyarakat kota cenderung lebih kompleks, maju, dan mengutamakan efisiensi. Salah satu negara yang saat ini menjadi sorotan dunia dengan perubahan-perubahannya di berbagai bidang adalah Jepang. Negara yang terletak di benua Asia ini mulai mengalami perubahan-perubahan dalam banyak aspek ditandai setelah Restorasi Meiji (1868) mulai diberlakukan. Hal ini sesuai dengan yang di utarakan oleh James Danandjaja (1997:415), bahwa setelah Restorasi Meiji, lambat laun orang Jepang


(28)

beralih ke gaya pakaian barat. Prosesnya dimulai dengan keluarnya dekrit pemerintah yang mengharuskan kalangan pegawai negeri seperti tentara, polisi, dan tukang pos mengenakan pakaian barat. Tidak lama setelah itu para murid pun diperintahkan mengenakan seragam barat. Dan pada masa PD I semua kaum lelaki sudah mengenakan celana panjang dan jas barat.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat jepang ini tidak disangkal lagi merupakan hasil dari modernisasi dan westernisasi. Salah satu kawasan di Jepang dimana masyarakatnya mengalami perubahan-perubahan akibat adanya proses modernisasi dan westernisasi adalah kawasan Harajuku yang berada di Tokyo yaitu ibu kota negara Jepang. Kawasan ini sangat mencolok ketika pada hari minggu dan hari-hari libur lainnya dimana kawasan di sekitar Takeshita dori ditutup dan akan dijumpai berkelompok-kelompok anak muda yang berdandan aneh. Kawasan Harajuku ini terkenal sebagai kawasan bagi para anak-anak muda baik wanita maupun pria. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Mayumi Yoshida Barakan & Judith Connor Greer (1996:24), yaitu;

Dedicate to youth, fashion trendiness, and the belive that all consumers under twenty-five are created equal, Harajuku thrives as the kid’s capital of Tokyo. In an ironic display of rebellious behavior, the kid’s dance in well-choreographed, polite groups (usually boys with boys, girls with girls). Since the nineties, the dancer have been joined by growing crowds of foreign.

Artinya :

Ditujukan untuk para pemuda, fesyen yang terkini, dan dipercaya bahwa semua penggunanya berkisar dua puluh lima tahun, Harajuku tumbuh dan berkembang sebagai tempat berpusatnya anak-anak muda di Tokyo. Dalam pertunjukan dari sikap pemberontakan, anak-anak muda tersebut menari dengan koreografi yang sangat bagus,


(29)

yang biasanya dilakukan antara pria dengan pria dan wanita dengan wanita. Sejak tahun 90-an, para penari bergabung dengan kerumunan orang-orang asing,

Dari pendapat di atas, dapat dipastikan bahwa tidak hanya orang-orang Jepang saja yang ada dalam masyarakat Harajuku, selain terdapat pemuda-pemudi, ada juga orang-orang asing yang ikut bergabung dan menari bersama mereka. Selain ada orang-orang-orang-orang asing yang ikut ber-harajuku, tentu saja banyak juga turis-turis baik domestik maupun mancanegara yang sangat tertarik untuk melihat aksi mereka dan mengabadikannya ke dalam sebuah foto. Adanya turis-turis asing yang ikut bergaya atau hanya sekedar melihat-lihat tersebut tentu saja semakin menguatkan percampuran antara budaya yang semakin mempengaruhi gaya berpakaian anak-anak muda Harajuku maupun di luar Harajuku (luar negeri). Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya para pelaku seni baik di daerah barat maupun di Asia yang berbondond-bondong meniru gaya berpakaian ala Harajuku ini.

2.3 Gaya Berpakaian Ala Harajuku Dewasa Ini

Berbicara tentang gaya berpakaian ala Harajuku, pasti juga tidak terlepas dari proses perkembangan gaya berpakaian orang Jepang. Secara singkat, pakaian orang Jepang atau ifuku dapat dikategorikan menjadi dua golongan besar yakni wafuku (gaya Jepang) dan yofuku (gaya Barat) (Kodansha,1994:210-211). Kimono merupakan versi modern pakaian Jepang , dari hasil adaptasi pakaian tradisional yang berbentuk jubah, yang diikat dengan sabuk pada pinggang pemakianya. Nama versi tradisional kimono adalah kosodo. Kimono dapat juga dianggap sebagai pakain tradisional Jepang pada umumnya. Menurut James Danandjaja (1997:415-416) orang Jepang mulai beralih ke


(30)

gaya pakaian barat setelah Restorasi Meiji (1868). Prosesnya dimulai dengan keluarnya dekrit pemerintah yang mengharuskan kalangan pegawai negeri seperti tentara, polisi, dan tukang pos mengenakan pakaian Barat. Tidak lama setelah itu para murid pun diperintahkan mengenakan seragam barat. Pada masa PD I semua kaum lelaki sudah mengenakan celana panjang dan jas Barat. Kaum wanita pada umumnya lebih lambat dalam mengambil alih pakaian Barat. Namun kalangan para bangsawan telah mengenakan gaun-gaun serta aksesoris Barat, yang mereka impor untuk keperluan menghadiri pesta-pesta dansa gaya Eropa antara tahun 1883-1889 yang diadakan di Rokumeikan (Deer Cry Pvillion), sebuah bangunan bertingkat dua yang terletak di dekat Hotel Imperial di kawasan Hibiya di Tokyo. Setelah PD I para wanita profesional dan terpelajar mulai mengenakan pakaian Barat sebagai pakaian sehari-hari mereka. Baru seusai PD II pakaian Barat menjadi pakaian orang Jepang dari segala lapisan sosial. Dewasa ini para wanita Jepang hanya mengenakan pakaian kimono pada kesempatan-kesempatan tertentu saja, seperti pada pesta rakyat atau perkawinan. Kaum lelaki biasanya lebih terlihat jarang memakai kimono. Mereka biasa memakainya hanya pada pesta rakyat musim panas.

Seiring dengan perkembangan zaman, dan selayaknya mode-mode fesyen lainnya, gaya berpakaian ala Harajuku juga mengalami banyak perkembangan dari awal terciptanya gaya berpakaian ini sejak tahun 1970-an. Namun, yang paling banyak mendapat sorotan akhir-akhir ini adalah berbagai gaya cosplay yang menghiasi jalan di kawasan Harajuku.

2.3.1. Cosplay

Cosplay (Kosupure) adalah istilah bahasa Inggris buatan Jepang (Wasei-eigo) yang berasal dari gabungan kata "costume" (kostum) dan "play" (bermain). Cosplay berarti hobi


(31)

mengenakan pakaian beserta aksesori dan rias wajah seperti yang dikenakan tokoh-tokoh dalam anime, manga, permainan video, atau penyanyi dan musisi idola. Pelaku cosplay disebut cosplayer. Di kalangan penggemar, cosplayer juga disingkat sebagai layer. Di Jepang, peserta cosplay bisa dijumpai dalam acara yang diadakan perkumpulan sesama penggemar (dōjin circle), seperti Comic Market, atau menghadiri konser dari grup musik yang bergenre visual kei. Penggemar cosplay termasuk cosplayer maupun bukan cosplayer sudah tersebar di seluruh penjuru dunia, yaitu Amerika, RRC, Eropa, Filipina, maupun Indonesia.

Sedikit sejarah tentang cosplay, sejak paruh kedua tahun 1960-an, penggemar cerita dan film fiksi ilmiah di Amerika Serikat sering mengadakan konvensi fiksi ilmiah. Peserta konvensi mengenakan kostum seperti yang dikenakan tokoh-tokoh film fiksi ilmiah seperti Star Trek. Budaya Amerika Serikat sejak dulu mengenal bentuk-bentuk pesta topeng (masquerade) seperti dalam perayaan Haloween dan Paskah.

Tradisi penyelenggaraan konvensi fiksi ilmiah sampai ke Jepang pada dekade 1970-an dalam bentuk acara peragaan kostum (costume show). Di Jepang, peragaan "cosplay" pertama kali dilangsungkan tahun 1978 di Ashinoko, Prefektur Kanagawa dalam bentuk pesta topeng konvensi fiksi ilmiah Nihon SF Taikai ke-17. Kritikus fiksi ilmiah Mari Kotani menghadiri konvensi dengan mengenakan kostum seperti tokoh dalam gambar sampul cerita A Fighting Man of Mars karya Edgar Rice Burroughs. Tidak hanya Mari Kotani menghadiri Nihon SF Taikai sambil ber-cosplay. Direktur perusahaan animasi Gainax, Yasuhiro Takeda memakai kostum tokoh Star Wars.

Pada waktu itu, peserta konvensi menyangka Mari Kotani mengenakan kostum tokoh manga Triton of the Sea karya Osamu Tezuka. Kotani sendiri tidak berusaha keras


(32)

membantahnya, sehingga media massa sering menulis kostum Triton of the Sea sebagai kostum cosplay pertama yang dikenakan di Jepang. Selanjutnya, kontes cosplay dijadikan acara tetap sejak Nihon SF Taikai ke-19 tahun 1980. Peserta mengenakan kostum Superman, Atom Boy, serta tokoh dalam Toki o Kakeru Shōjo dan film Virus.Selain di Comic Market, acara cosplay menjadi semakin sering diadakan dalam acara pameran dōjinshi dan pertemuan penggemar fiksi ilmiah di Jepang.

Majalah anime di Jepang sedikit demi sedikit mulai memuat berita tentang acara cosplay di pameran dan penjualan terbitan dōjinshi. Liputan besar-besaran pertama kali dilakukan majalah Fanroad edisi perdana bulan Agustus 1980. Edisi tersebut memuat berita khusus tentang munculnya kelompok anak muda yang disebut "Tominoko-zoku" ber-cosplay di kawasan Harajuku dengan mengenakan kostum baju bergerak Gundam. Kelompok "Tominoko-zoku" dikabarkan muncul sebagai tandingan bagi Takenoko-zoku (kelompok anak muda berpakaian aneh yang waktu itu meramaikan kawasan Harajuku). Istilah "Tominoko-zoku" diambil dari nama sutradara film animasi Gundam, Yoshiyuki Tomino, dan sekaligus merupakan parodi dari istilah Takenoko-zoku. Foto peserta cosplay yang menari-nari sambil mengenakan kostum robot Gundam juga ikut dimuat. Walaupun sebenarnya artikel tentang Tominoko-zoku hanya dimaksudkan untuk mencari sensasi, artikel tersebut berhasil menjadikan "cosplay" sebagai istilah umum di kalangan penggemar anime.

Sebelum istilah cosplay digunakan oleh media massa elektronik, asisten penyiar Minky Yasu sudah sering melakukan cosplay. Kostum tokoh Minky Momo sering dikenakan Minky Yasu dalam acara temu darat mami no RADI-karu communication yang disiarkan antara lain oleh Radio Tōkai sejak tahun 1984. Selanjutnya, acara radio yang


(33)

sama mulai mengadakan kontes cosplay. Dari tahun 1989 hingga 1995, di tv asahi ditayangkan ranking kostum cosplay yang sedang populer dalam acara Hanakin Data Land.

Sekitar tahun 1985, hobi cosplay semakin meluas di Jepang karena cosplay telah menjadi sesuatu hal yang mudah dilakukan. Pada waktu itu kebetulan tokoh Kapten Tsubasa sedang populer, dan hanya dengan kaus T-shirt pemain bola Kapten Tsubasa, orang sudah bisa "ber-cosplay". Kegiatan cosplay dikabarkan mulai menjadi kegiatan berkelompok sejak tahun 1986. Sejak itu pula mulai bermunculan fotografer amatir (disebut Kamera-kozō) yang senang memotret kegiatan cosplay.

Trend terkini yang dapat dijumpai saat acara-acara cosplay Jepang berasal dari naiknya popularitas dari fantasi non-Jepang dan berbagai karakter pada film science fiction, yang berhubungan dengan kesuksesan sampai taraf internasional dari berbagai film seperti The Matrix, Star Wars, dan Lord of the Rings. Karakter-karakter dalam film Harry Potter ternyata memiliki banyak fans (cosplayer) wanita di Jepang, di samping itu, tokoh seperti Draco Malfoy menjadi tokoh paling favorit bagi cosplayer laki-laki. Seseorang yang menggunakan kostum yang berlawanan dengan gender-nya disebut dengan crossplay (cross-dressing cosplay). Ada sebuah kelompok di dalamnya yang bernama dollers, merupakan cosplayer kigurumi (kostum tokoh hewan) yang biasanya pria, mereka memakai aneka kostum dan topeng yang secara total mengubah penampilannya menjadi karakter-karakter wanita.

Trend terkini lain untuk cosplay adalah memadukan kostum-kostum yang berdasarkan game & anime dengan kostum original yang berdasarkan pada tema umum atau fashion yang sudah ada. Terutama Gothic Lolita sebagai trend pakaian remaja di


(34)

Tokyo yang telah menarik perhatian beberapa cosplayer yang mungkin memiliki kecenderungan untuk mengenakan pakaian khusus di acara tertentu saja.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, gaya cosplay mencakup beberapa kategori gaya, antara lain :

2.3.1.1Gaya tokoh fiksi

Salah satu trend bagi para cosplayer di Harajuku adalah mengenakan kostum dari tokoh-tokoh fiksi. Salah satu diantaranya adalah anime yang biasa dilihat pada komik-komik dan video game. Anime adalah animasi khas Jepang, yang biasanya dicirikan melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton. Anime dipengaruhi gaya gambar manga, komik khas Jepang. Kata anime tampil dalam bentuk tulisan dalam tiga karakter katakana a, ni, me yang merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris "Animation" dan diucapkan sebagai "Anime-shon".

Anime pertama yang mencapai kepopuleran yang luas adalah Astro Boy karya Ozamu Tezuka pada tahun 1963. Sekarang anime sudah sangat berkembang jika dibandingkan dengan anime jaman dulu. Dengan grafik yang sudah berkembang sampai alur cerita yang lebih menarik dan seru. Masyarakat Jepang sangat antusias menonton anime. Dari anak-anak sampai orang dewasa. Mereka menganggap, anime itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Untuk bisa mendapatkan anime, mereka harus membeli dvd/vcd anime atau mereka bisa mendownload anime itu dari situs-situs penyedia layanan Direct Download Link. Selain dari anime, tokoh-tokoh fiksi baik dari tokoh superhero yang ada di Jepang


(35)

seperti satria baja hitam, maupun tokoh dari luar seperti harry potter dan lainnya juga sangat digemari oleh para cosplayer (http://id.wikipedia.org/wiki/Manga)(lihat gambar 1)

2.3.1.2Gaya Visual Kei

Visual Kei (bijuaru kei) adalah sebuah fesyen yang terbentuk semenjak usainya Perang Dunia II (terbentuknya angura dan eroguro), dan pada saat itu fenomena ini bukanlah sebuah fesyen belaka, melainkan gaya hidup dari sebagian orang-orang yang merasa terbuang dengan adanya perubahan zaman. Komunitas yang didominasi oleh kaum pria ini berbicara tidak hanya dengan suara tetapi juga melalui penampilan. Banyak diantara mereka yang berpakaian dan berdandan layaknya wanita, demikian juga dengan cara mereka bersikap dan bertingkah laku. Akan tetapi komunitas ini tidak bertahan lama. Banyak diantara mereka yang tidak tahan menghadapi penderitaan hidup setelah perang sehingga memilih mengakhiri hidupnya.

Sebutan visual kei sendiri baru mulai populer pada tahun 1980, dimana pada saat itu muncul sebuah band beraliran heavy metal yang terinspirasi oleh KISS, yaitu X-Japan. Pada saat itu, terjadi perombakan besar-besaran pada fesyen dan gaya berpakaian anak muda Jepang, dimana tidak hanya wanita yang menggunakan make up dan mengenakan rok untuk sekedar santai atau pergi ke konser, tetapi juga kaum pria yang memandang hal tersebut bukan sebuah penyimpangan tetapi hanya sebagai fesyen belaka. X- Japan, selain sebagai band legendaris, juga adalah band yang dapat dikatakan telah melahirkan sebuah gaya yang dikemudian hari disebut sebagai visual kei. Visual kei terdiri dari dua suku kata dari bahasa yang berbeda, yakni visual yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti fisik, sementara kei berasal dari bahasa Jepang yang berarti gaya atau penampilan. Jadi dari segi


(36)

bahasa, visual kei diartikan sebagai gaya atau penampilan fisik. Secara luas, visual kei diartikan sebagai gaya yang terbentuk dari kepribadian atau tingkah laku tiap individu yang terekspresikan melalui penampilan luar. Meskipun X-Japan tealh bubar sejak bertahun-tahun lalu, visual kei tetap bertahan hingga kini, dan bahakan terus berkembang (Image Jepang di Mata Anak Muda Indonesia: 33)

Di Jepang, penggemar band Visual Kei sebagian besar hampir selalu terdiri dari gadis remaja dan dipasarkan secara luas dalam bentuk merchandise anggota band itu sendiri. Di negara-negara lain, perbandingannya kecil secara kuantitas antara penganut Visual Kei kira-kira keseluruhan antara remaja putra dan putri. Daya tarik kostum pada fans adalah dengan ditunjukkan oleh para gadis yang berpakaian cosplay sebagai anggota band favorit mereka, secara terpisah pada konser di Jepang, di Amerika pada acara-acara anime.

Band visual kei yang diartikan sebagai yang utama dari gaya visual, tidak mengacu pada jenis musik tertentu. Mereka sebagian memainkan musik rock, hard rock seperti Luna Sea, Dir en Grey, Penicillin, Due'le Quartz, Plastic Tree, musik gothic dan neoclassic seperti Malice Mizer, Moi Dix Mois, Rentrer en Soi, D'espairs Ray dan Phantasmagoria, Light Rock dan Pop seperti L'Arc~en~Ciel, Glay, Shazna dan musik heavy metal dan Ballad seperti X Japan, Loudness, Buck- Tick, Sex Machine Gun, selain itu musik industrial, punk, dan techno kadang - kadang juga masuk ke dalamnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Visual_Kei). Berikut beberapa gaya yang termasuk dalam visual kei yang banyak dikenakan oleh para cosplayer.

a) Gothic

Gothic fesyen adalah gaya berpakaian orang-orang yang tergabung dalam kelompok subkultur gothic yang biasa dikenal dengan sebutan goth. Gaya ini diketahui berasal dari


(37)

Inggris pada awal tahun 1980-an. Gaya berpakaian mereka biasanya selalu bercirikan dengan warna hitam. Namun di Jepang, para band Jepang yang banyak menggunakan fesyen gothic tidak melulu menggunakan hitam sebagai plihan berbusan mereka, bisa saja warna hitam digabungkan dengan warna merah dan putih atau warna-warna gelap lainnya. Contoh band yang setia menggunakan style ini adalah Malice Mizer, dan Moi Dixmois. (lihat gambar 2.a)

b) Gothic Lolita

Gothic Lolita fesyen merupakan bagian dari gaya dan sub-kebudayaan Gothic & Lolita yang muncul pertama kali di Jepang. Secara umum, Lolita diinspirasi oleh pakaian anak-anak ‘Victorian’ dan kostum rumit yang berasal dari jaman Rococo. Gaya Rococo merupakan bagian dari seni yang muncul di Perancis pada awal abad ke-18, setelah berakhirnya jaman Baroque. Gaya-gaya lain yang mempengaruhi Lolita diantaranya gaya barat Goth & Punk, serta pakaian pelayan wanita di Perancis. Meskipun tidak dapat dikatakan sebagai penemu gaya Lolita tetapi gaya ini telah berhasil dipopulerkan oleh Mana dari grup band Malice Mizer (lihat gamabar 2.b). Mode ini dimulai pada tahun 70-an, walaupun pada kenyataannya tidak dapat merengkuh popularitas serta publikasi media sampai pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000.

c) Angelic

Sesuai dengan namanya yang berarti malaikat, kata-kata yang bisa menggambarkan salah satu style visual kei ini adalah Pure (bersih), saintly (suci), dan adorable (mengagumkan). Baju yang serba satin berwarna putih dengan wajah serba pucat dan sayap adalah ciri dari style ini. Pada era Le ciel, Gackt dan Malice Mizer sempat menggunakan style ini (lihat gbr 13).


(38)

d) Punk

Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial.

Tidak beda dari negara tempat punk berasal, di Jepang juga sering terlihat band-band Jepang yang berdandan ala punk ini dengan ciri khas rambut bergaya mohawk tersebut, namun keunikannya dikarenakan band-band Jepang seolah memadukan unsur punk dengan J-style itu sendiri. Biasanya band yang menggunakan style ini membawakan musik yang bergenre punk juga (lihat gambar 14).

e) Cyber

Jika mendengar kata cyber, maka yang terlintas adalah robot-robot dengan segala warna silvernya. Style yang satu ini sering digunakan oleh band yang bernama Glay. Warna-warna silver dan sentuhan make-up yang serba pucat menjadi ciri dari style ini (lihat gambar 15).

f) Retro

Style retro ini bercirikan casual namun elegan. Band seperti Baroque atau Merry adalah band pengusung style retro. Style ini tampil dengan make-up yang dominan hitam


(39)

dan pakaian yang serba hitam yang sesuai dengan nuansa dark dan gritesque yang diciptakan melalui musiknya. Mereka juga kadang-kadang memakai pakaian seragam sekolah zaman Jepang kuno yang mencerminkan style retro dari musik mereka. Sering juga mengkombinasikan dengan casual street wear dan kostum glamrock (lihat gbr 16).

g) Fetish.

Style ini mengingatkan kita pada bahan yang terbuat dari kulit yang mengkilap dan tentu saja bondage straps. Style ini bisa dilihat pada band Dir en Grey dalam video klip nya Raison d’etre (lihat gbr 17).

h)Oriental

Terinspirasi dari kemolekan penari Geisha, kabuki dan mewahnya kimono. Bisa dilihat pada band Kaggra yang sering menggunakan style ini. Dimana semua personilnya (yang semua lelaki) memakai kimono lengkap dengan atributnya, dan terlihat sangat cantik sekali (lihat gbr 18).

i) Fairy Tale

Salah satu band yang sukses menggunakan style ini adalah Psycho le cemu. Style ini memiliki ciri yaitu mengadaptasi dari cerita legenda dan mitologi. Namun, tidak banyak band yang membawa image visual seperti ini (lihat gbr 19).

j) Mediterranean

Gaya dandanan ini sangat terkesan feminis. Terlihat pada band Laruku, dimana para personilnya bergaya layaknya seorang wanita, dengan rambut panjang, baik dengan rambut disasak atau digerai (lihat gbr 20).


(40)

k) Glam

Diambil dari kata “glamour” dari bahasa Inggris yang berarti menarik atau dapat juga berarti sesuatu yang yang mewah. Gaya ini mengangkat image rockstar ala tahun 80-an. Salah satu personil band Jepang yang memakai gaya ini adalah almarhum Hide (gitaris X-Japan) (lihat gambar 21).

l) Groom Boom

Groom boom adalah style berupa image pengantin yang menjadi inspirasi oleh para J-rockers. Banyak band J-rock yang menggunakan kostum pengantin, baik gaun maupun tuxedo dalam aksi panggungnya. Contoh band yang sering menggunakan image ini adalah Luna sea, atau malice mizer (lihat gbr 22).

2.3.2 Gaya Lolita

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Lolita diinspirasi oleh pakaian anak-anak ‘Victorian’ dan kostum rumit yang berasal dari jaman Rococo. Gaya Rococo merupakan bagian dari seni yang muncul di Perancis pada awal abad ke-18, setelah berakhirnya jaman Baroque. Gaya-gaya lain yang mempengaruhi Lolita diantaranya gaya barat Goth & Punk, serta pakaian pelayan wanita di Perancis.

Lolita dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa gaya antara lain: a. gothic lolita

Dipengaruhi oleh unsur-unsur khusus dari mode gothic, Gothic Lolita (dapat juga disebut Gothloli) mungkin telah menjadi gaya paling populer dalam Lolita dan tentunya juga diakui di negara-negara barat. Gaya ini diawali oleh para anak muda pada sekitar tahun 1997/1998 dan menjadi gaya/aliran yang dapat diterima oleh publik sehingga beberapa butik dan toko pakaian besar akhirnya menyediakan baju jenis Gothic Lolita ini


(41)

sekitar tahun 2001. Beberapa pengamat mode menganggap hal tersebut merupakan reaksi dari estetika mode Kogal. Kogal merupakan bagian dari Japanese Fashion, biasanya dicirikan sebagai wanita muda yang menghabiskan pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan mode, musik, dan berbagai macam aktivitas sosial yang menyolok mata (sifatnyahura-hura). Berdasarkan cara berpakaiannya, Gothic Lolita dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Gothic Lolita:

Merupakan gaya paling umum dan paling populer dari sub-kategori gothic dalam Lolita Fashion. Pakaian yang dikenakan biasanya berwarna khusus hitam dan putih tetapi dapat juga meliputi warna biru-gelap kehitaman (Moitié) ataupun hitam,merah.(gambar2.b)

b) Kurololi (Lolita hitam):

Merupakan Gothic Lolita tetapi terbatas pada warna dengan tema serba hitam (lihatgambar3).

c) Gurololi

Gurololi berarti Lolita yang mengerikan atau menakutkan. Gaya ini tidak sekedar dilihat dari kostum saja tetapi harus memakai pakaian yang dilengkapi dengan darah kental, contohnya dengan perban, darah palsu, tutup mata, dan lain nya. Makeup yang digunakan oleh Gothic Lolita biasanya berwarna gelap, hal ini sangat berlawanan dengan aliran Lolita yang menonjolkan makeup warna terang. Raut wajah yang pucat juga digunakan dalam gaya ini, tetapi bukan seperti warna putih pada ’goth’.


(42)

Selain itu Gothic Lolita menggunakan lipstik berwarna merah untuk pewarnaan bibir Berbagai macam perlengkapan lain dapat menjadi aksesoris yang menunjang penampilan Gothic Lolita, diantaranya dompet dengan berbagai warna yang menyolok mata, tempat/kotak topi, ataupun tas tangan yang kadang-kadang tampil dalam berbagai bentuk seperti kelelawar, peti mati, dan salib. Beruang Teddy dan boneka hewan lain juga seringkali digunakan, bahkan beberapa merk membuat beruang Teddy ”goken” khusus berbahan kulit berwarna hitam ataupun PVC. Selain itu, ”Super Dollfies” (boneka) juga merupakan salah satu alternatif aksesoris yang dapat dibawa (lihat gambar 4).

b. Sweet Lolita

Gaya berpakaian Sweet Lolita (Amaloli) biasanya identik dengan hampir keseluruhan bagian baju/gaun berhiaskan renda atau jumbai-jumbai, panjang rok selutut, dan terpusat pada penekanan tampilan yang sweet dan se-cute mungkin. Warna yang digunakan biasanya warna pink pastel dan biru, ataupun warna krem dan merah. Warna hitam pun juga cocok digunakan bila dipadukan dengan tepat. Berbagai macam model cetakan gambar seperti bunga, buah, dan makanan berasa manis (permen) dapat juga digunakan sebagai motif pakaian Sweet Lolita. Aksesoris lain sebagai pelengkap fashion Sweet Lolita dapat berupa boneka atau baju beruang Teddy. Salah satu contoh adalah gaya berpakaian Momoko dalam film Shimotsuma Monogatari (Kamikaze Girls) yang berarti Shimotsuma story atau A Tale of Shimotsuma. ”Kamikaze Girls” dipublikasikan dalam bentuk novel ringan, manga, dan film. Novel aslinya ditulis oleh Novala Takemoto. Sub-kategori dari Sweet Lolita adalah Shirololi (White Lolita) yang hanya mengenakan pakaian berwarna putih murni (lihat gambar 5).


(43)

c. Classical Lolita

Classical Lolita (Classic Lolita) merupakan bagian dari Lolita Fashion yang diinspirasi oleh fashion para wanita Victorian, Baroque, dan Rocaille. Gaya ini cenderung bersifat dewasa dengan tampilan berbagai motif bunga, warna-warna mati, serta setelan yang pas-tubuh. Warna-warna yang digunakan biasanya putih, putih kuno, pink, burgundy, biru, coklat, dan hitam. Classical Lolita juga menggunakan berbagai macam aksesoris pelengkap berupa ikat kepala, hiasan bunga atau topi mini di kepala, dan tas tangan. Kadang kala tampilan Gothic Lolita dengan warna hitam-putih seperti pada penggunaan jenis pakaian pelayan wanita Perancis serta celemek gaya ‘Alice in Wonderland’ sering disalah-artikan sebagai gaya Classic Lolita (lihat gambar 6)

d. Punk Lolita

Punk Lolita memadukan unsur-unsur fesyen punk ke dalam Lolita Fashion. Berbagai perlengkapan fesyen yang biasanya dapat ditemui dalam gaya punk, seperti kain ‘sobek-sobek’, kain motif kotak-kotak, berbagai pin dan rantai, kain hasil cetakan sablon, potongan rambut pendek, dan lainnya telah dipadukan ke dalam Lolita (lihat gambar 7)

e. Wa Lolita

Wa Lolita (Waloli) merupakan perpaduan antara pakaian Jepang tradisional dengan Lolita Fashion. Biasanya Wa Lolita menggunakan yukata (kadang-kadang kimono) dan rok atau kain bawahan yang menjadi ciri gaya Lolita. Nama Wa Lolita diambil dari referensi orisinal Jepang, sebagai “The Land of Wa”. Kosa kata “Wa” dapat diartikan “Jepang” itu sendiri atau sesuatu yang bersifat Jepang (seperti washoku yang berarti


(44)

makanan bergaya Jepang; atau wafuku yang berarti pakaian bergaya Jepang).(lihat gambar8)

f. QiLolita

Qi Lolita, dibaca “chee-loli” merupakan bagian dari Lolita yang menggabungkan gaya Lolita dengan pakaian tradisional Cina, seperti qipao. Qipao; qipaor; ataupun ch’i-p’ao dikenal sebagai cheongsam atau busana mandarin, merupakan sebuah pakaian untuk wanita yang pas-tubuh (diciptakan di Shanghai) (lihat gambar 9).

g. PirateLolita

Jenis Lolita Fashion ini memasukkan unsur historis dan fantasi dari pakaian bajak-laut. Topi model Tricorne mini, tas berbentuk peti harta karun, dan aksesoris lain yang berbentuk/berhubungan dengan laut dan bajak-laut merupakan karakteristik Pirate Lolita. Tricorne (juga tricorn, tri-corned hat, atau three-corned hat) merupakan gaya topi yang populer selama akhir abad ke-17 sampai dengan abad ke-18, sebelum revolusi Perancis yang digunakan oleh penduduk sipil dan sebagai bagian dari seragam militer (lihat gambar 10)

h. EroticLolita

Erotic Lolita (Erololi) cenderung memuja esensi erotis daripada hanya sekedar ingin menunjukkan salah satu bagian tubuh saja. Erololi juga dapat mengenakan rok yang sedikit lebih pendek dibandingkan dengan gaya-gaya Lolita lain, tetapi cenderung lebih sopan/sederhana daripada fesyen lain yang sejenis. Erololi menampilkan sifat erotis dalam gaya Victorian yang cenderung kolot, dan sebagai tampilan utamanya Erololi


(45)

menggunakan pakaian-dalam seperti korset, bloomers (celana pof; celana pendek yang diikat dekat lutut), petticoat (rok-dalam wanita), dan garter (ikat kaos kaki). Pemakaian berbagai pakaian-dalam tersebut tidak boleh berlebihan, karena bagaimanapun juga seperti telah dibahas sebelumnya bahwa bagian tubuh yang boleh terlihat terbuka hanya pada bagian pundak dan lutut (lihat gambar 11)

i. Ouji dan Dandy

Ouji merupakan fashion pria yang berpasangan dengan Lolita Fashion. Ouji diinspirasi oleh pakaian yang digunakan oleh anak-anak sekolah (pria) Victorian berupa knickerbockers (celana tanggung), baju dan kaus bergaya maskulin, celana panjang, dan kaus-kaki sepanjang lutut. Kadang-kadang, tampilan Ouji mirip dengan Dandy (lihat gambar 12). Dandy merupakan istilah barat untuk Aristocrat maskulin (pria) dan berbagai fashion Ouji yang dewasa. Dandy secara umum diinspirasi oleh pakaian yang dikenakan pria kelas atas di Eropa ketika abad ke-19. Ciri-ciri yang paling terkenal dari Dandy adalah dalam hal penggunaan Frock coat (mantel pria yang panjangnya mencapai lutut kaki) dan jabot (kain berkerut pada leher) (http://harajukja.com/?p=102)

2.3.3 Gaya Decora dan kawaii

Kedua gaya ini memiliki persamaan. Yakni sangat bercirikan anak-anak dengan segala asesoris boneka dan pernak-pernik lainnya. Contohnya gaya kawaii yang selalu tampil dengan mengenakan kostum karakter-karakter boneka kartun seperti pikachu, doraemon dan panda lain sebagainya (lihat gambar 1a).


(46)

sekarang (http://en.wikipedia.org/wiki/kawaii).

Selanjutnya adalah gaya decora. Menurut Shoichi Aoki dalam majalah pacific friend (june 1999, vol.27 : 8), Decora berasal dari bahasa Inggris yakni decoration atau yang berarti perhiasan. Ini dimaksudkan berhubungan dengan kesukaan para remaja tersebut dalam mengenakan asesoris dari ujung rambut hingga ujung kaki. Baik dari jepit rambut, rantai-rantai, cincin, tindik di hidung maupun menyertakan boneka di baju atapun tas yang mereka kenakan. Tidak hanya itu, mereka bahkan mengenakan perhiasan-perhiasan yang mereka buat sendiri dan menjualnya di kawasan Harajuku. Selain itu, gaya decora ini merupakan salah satu gaya yang diperkenalkan oleh sebuah majalah street fashion di Harajuku yang berdiri sejak tahun 1997 (http://en.wikipedia.org/wiki/Fruits_(magazine)). (lihat gambar 1b)


(47)

BAB III

ANALISIS TERHADAP GAYA BERPAKAIAN ALA HARAJUKU DALAM KEHIDUPAN REMAJA JEPANG

Maraknya pop culture dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang sangat erat kaitannya dengan masuknya budaya Barat dan modernisasi di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat kota di Jepang. Salah satu jenis subkultur di antara banyaknya pop culture di Jepang adalah populernya gaya berbusana anak-anak muda Jepang di Harajuku atau yang lebih dikenal dengan sebutan Harajuku fashion street. Para penggunanya sebagian besar adalah remaja baik putra maupun putri yang usianya berkisar antara 16-20an tahun (pacific friend, june 1999:8). Kegiatan mereka pada saat ber-Harajuku di sekitar kawasan Harajuku yang ditutup pada hari minggu adalah mempertunjukkan pakaian, tarian-tarian, dan berlagak seperti tokoh-tokoh fiksi sungguhan ketika mereka sedang memakai kostum (lihat gambar 1).Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, gaya-gaya berpakaian tersebut merupakan hasil percampuran antara budaya lokal dan luar negeri. Namun selain dikarenakan masuknya budaya luar, harajuku style ini muncul juga dikarenakan perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyrakat Jepang khususnya pada kaum muda Jepang. Hal ini berkaitan dengan jenuhnya para kaum muda Jepang dengan segala peraturan yang terlalu mengikat baik di dalam rumah, sekolah, maupun pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hisao Naka yang ditejemahkan oleh Emy Kunjtoro Jakti dalam buku yang berjudul Kaum Muda Jepang Dalam Masa Perubahan (1997 : 33-34). Ia mengatakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukannya, aspek-aspek kehidupan seperti rumah tangga, sekolah, tempat kerja, persahabatan dan hubungan


(48)

masyarakat, pemuda Jepang mendapat angka yang sangat rendah dalam hal kepuasan jika dibandingkan dengan negara lain. Salah atu contoh bentuk ketidakpuasan pemuda-pemuda tersebut dapat digambarkan melalui kehidupan mereka disekolah, dimana sikap para guru yang dengan otomatis memberi keterangan, dan mendasarkan keputusannya mengenai kemampuan setiap siswa hanya pada hasil-hasil ujian, dengan terlalu banyak menekankan hafalan. Kemudian, dalam bidang pekerjaan, ketidakpuasan disebabkan oleh upah yang rendah, sikap perusahaan yang hanya mementingkan diri sendiri, kurangnya masa libur, pekerjaan yang rutin, dan organisasi yang meknistis. Dan dari penelitian yang dilakukannya, Ia menyimpulkan bahwa ciri yang menyolok dari pemuda Jepang adalah meskipun ketidakpuasan yang ekstrem terasa pada hampir semua segi kehidupan sosial dan nasional,pengucapan dari ketidakpuasan ini tetap bersifat abstrak. Dari pernyataan-pernyataan tersebutlah dapat diketahui bahwa keabstrakan dari penolakan para kaum muda Jepang terhadap ketidakpuasan dalam kehidupan mereka disalurkan salah satunya melalui cara berpakaian mereka di Harajuku. Namun, dengan menjamurnya budaya-budaya asing di dalam kehidupan remaja Jepang khususnya pada fesyen Harajuku, tidak serta merta menghilangkan identitas asli mereka sebagai bangsa Jepang. Berikut beberapa analisis dari gaya-gaya berbusana yang terdapat di Harajuku yang akan melengkapi pernyataan tersebut.

3.1. Gaya Cosplay

Costume play atau yang biasa disebut dengan Cosplay, merupakan hasil adaptasi dari budaya Barat yang disebut dengan masquerade, yaitu pesta-pesta topeng yang biasa diadakan pada pesta Halloween dan Paskah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,


(49)

cosplay terinspirasi dari banyak tokoh fiksi seperti tokoh anime (tokoh film kartun), manga (tokoh komik) dan juga tokoh-tokoh dari permainan video. Selain itu para pengguna cosplay yang menyebut diri mereka sebagai cosplayer juga terinspirasi oleh gaya band-band Jepang yang biasa disebut dengan visual kei. Beberapa dari gaya berpakaian tersebut, ada di antaranya yang mengadaptasi gaya berbusana dari budaya luar contohnya pada gaya-gaya visual kei, namun ada juga yang mengkolaborasikan fesyen luar tersebut dengan gaya berpakaian dan budaya lokal. Lain dari itu, kostum-kostum yang berupa tokoh-tokoh fiksi yang dikenakan para cosplayer, merupakan sesuatu yang orisinil tanpa ada pengurangan maupun penambahan-penambahan di setiap gaya berbusananya. Berikut akan diperlihatkan gaya-gaya berbusana ala Harajuku baik yang merupakan hasil adaptasi budaya luar, maupun gaya berbusana baru hasil dari peleburan antara budaya luar dan lokal, juga gaya berbusana dari budaya asli Jepang.

3.1.1 Gaya tokoh fiksi

Gaya berbusana tokoh fiksi yang dikenakan oleh para cosplayer di Harajuku ini terdiri dari berbagai macam karakter. Ada yang berasal dari tokoh komik, film, video game. Kesemua gaya tersebut dikenakan cukup apik oleh para remaja putri maupun putra tanpa batasan usia. Untuk gaya tokoh fiksi ini, tidak jarang para cosplayer sangat total dalam melakoninya, termasuk dari segi kostum dan pertunjukan yang mereka berikan kepada khalayak umum yang datang berkunjung ke Harajuku yang untuk hanya sekedar melihat dan berfoto dengan mereka. Bahkan para pecinta anime Jepang yang berada di Tokyo juga mempunyai suatu kumpulan yang disebut dengan otaku. Kegiatan anggota otaku ini sangat beragam. Mulai dari berkumpul disuatu gedung, bernyanyi lagu-lagu anime, dan yang tak pernah dilupakan tentunya memakai kostum anime. Ada juga para


(50)

pria yang menamakan diri mereka dollars, yaitu para pria yang mengenakan kostum boneka dalam tokoh-tokoh fiksi yang dikenakannya (lihat gbr 23). Gambar tersebut adalah gambar dari dua dollars yang mengenakan kostum dari tokoh komik Jepang yakni ranma ½. Seperti yang terlihat di gambar tersebut, mereka berlagak persis seperti tokoh yang ada di serial dan komik anan-anak tersebut. Selain itu, keunikan dari kostum-kostum tokoh fiksi yang dikenakan para cosplayer di Harajuku telah mengundang orang-orang asing yang ada di Jepang untuk turut berfantasi ria dalam kostum-kostum mereka (lihat gbr 24). Di gambar tersebut terlihat jelas bahwa orang-orang asing tersebut ikut bergabung dengan para cosplayer Jepang yang. Hal ini menunjukkan bahwa gaya berpakaian ala Harajuku ini yang telah menjadi subkultur di tengah-tengah masyarakat Jepang mampu menarik perhatian pihak luar dan membuat mereka ingin menjadi bagian dari remaja Jepang lainnya dalam berkostum. Meskipun inspirasi untuk mengenakan kostum-kostum tersebut datang dari negara luar, namun para remaja Jepang mampu memberikan sesuatu yang berbeda dengan memperlihatkannya di akhir minggu di kawasan Harajuku. Hal ini berbeda dengan pesta halloween di luar negri yang hanya diadakan setahun sekali.

3.1.2. Gaya Visual Kei

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, gaya-gaya visual kei ini banyak terinspirasi dari budaya luar. Antara lain :

1) Gaya Gothic

Gothic fesyen adalah gaya berpakaian orang-orang yang tergabung dalam kelompok subkultur gothic yang biasa dikenal dengan sebutan goth. Gaya ini diketahui berasal dari Inggris pada awal tahun 1980-an. Gaya berpakaian mereka biasanya selalu bercirikan dengan warna hitam (lihat gambar 28). Namun di Jepang, para band Jepang yang banyak


(51)

menggunakan fesyen gothic tidak melulu menggunakan hitam sebagai plihan berbusan mereka, bisa saja warna hitam digabungkan dengan warna merah dan putih atau warna-warna gelam lainnya. Tentu saja gaya berpakaian mereka yang banyak ditiru para cosplayer (lihat gambar 27). Pada dasarnya ciri khas gothic dari negri asalnya maupun di Jepang masih bercirikan sama, yakni mengenakan kostum dan riasan wajah yang hitam. Namun, terdapat sedikit perbedaan yakni, gothic fashion di daerah asalnya tidak pernah memasukkan warna-warna lain dalam fesyen mereka. Sebaliknya dengan yang terjadi di kalangan anak-anak muda Jepang, mereka mencampur warna-warna lain seperti merah, putih dalam mengembangkan kekreatifitasannya. Gaya gothic ini, tidak hanya disukai pria, namun umumnya para wanita juga menyukai gaya ini. Meskipun dengan dandanan yang terkesan berat, mereka tetap mengenakan pakaian tersebut sesuai karakter gelap dari dalam diri mereka yang ingin ditampilkan kepada orang lain. Dan menurut penulis, jika dibandingkan dengan gaya tokoh-tokoh fiksi sebelumnya, dapat dimungkinkan, yang menggunakan gaya gothic ini kebanyakan dari kalangan mahasiswa maupun sebayanya. Hal ini dikarenakan tidak ada unsur kekanakan dan keceriaan di dalam gaya berpakaiannya yang umumnya ditunjukkan para cosplayer yang mengenakan kostum animasi. Gaya gothic inipun cenderung serius dan menunjukkan sisi kelam dari diri mereka yang mungkin belum dijumpai oleh anak-anak remaja lainnya di bawah usia mereka.

2) Gaya Gothic Lolita

Gothic Lolita fesyen merupakan bagian dari gaya dan sub-kebudayaan Gothic & Lolita yang muncul pertama kali di Jepang. Secara umum, Lolita diinspirasi oleh pakaian anak-anak ‘Victorian’ dan kostum rumit yang berasal dari jaman Rococo. Dalam gaya ini


(52)

juga diperlihatkan bahwa, gaya gothic lolita merupakan hasil dari kekreaifitasan pemuda Jepang dalam berbusana dengan menggabungkan unsur gothic dengan lolita fashion yang tidak terdapat pada fesyen lolita pada zaman Victoria (lihat gambar 35 & 36).

Jika semua orang melihat visualisasi dari gaya gothic lolita, pasti yang ada dalam benak mereka adalah yang memakai busana ini hanyalah para wanita. Namun pada kenyataannya, banyak diantara para pria yang memakai kostum ini dan berlagak seperti seorang wanita. Salah satu diantaranya adalah personil band malice mizzer (manna). Malah bisa diakatakan dialah yang menjadi terndsetter gaya busana ini. Meskipun begitu, seorang pria yang mengenakan kostum ini, tidak serta merta diasumsikan sebagai seorang laki-laki yang bersifat kewanita-wanitaan (waria). Hal ini semata-mata hanyalah bentuk kebebasan mereka dalam berekspresi dengan busananya.

3) Gaya Punk

Selain dari dua gaya yang telah dijelaskan di atas, gaya punk merupakan gaya yang cukup bayak diminati oleh anak-anak muda di Harajuku. Gaya ini adalah gaya yang sangat sesuai dengn konsep Harajuku yang dikenal sebagai street fashion. Sebagaimana telah diketahui, punk adalah music yang berasal dari anak jalanan dimana mereka adalah kumpulan orang-orang yang anti kemapanan. Tidak banyak perubahan yang terjadi antara fesyen punk dari negeri aslinya, dengan yang ada di Harajuku, yaitu terletak pada gaya potongan rambut yang biasa disebut dengan mo-hawk. Hanya saja, lagi-lagi kembali kepada kekreatifitasan masing-masing penggunanya untuk memodifikasi sesuai dengan keinginannya (lihat gambar 29 & 30).

Pada gaya ini, kemungkinan banyak dikenakan oleh pria. Hal ini dimungkinkan karena sikap pria yang cenderung urakan dan tidak ingin diatur tercermin dari gaya pakaiannya.


(53)

Hal ini sesuai dengan konsep berbusana ala punk yakni banyak aksesoris tindikan di sekujur tubuh, pakaian yang sobek-sobek tak beraturan. Walaupun begitu, ada juga wanita yang suka mengenakan pakaian ala punk ini. Tentunya ini berhubungan dengan kecintaan mereka dengan musik punk dan band-band yang beraliran punk.

4) Gaya Groom boom

Salah satu di antara gaya-gaya visual kei yang ditiru oleh para cosplayer di Harajuku yang juga menarik untuk diamati adalah gaya groom boom. Gaya berbusana ini terinspirasi oleh gaya-gaya busana gaun pengantin yang bergaya barat. Yang membedakannya dengan budaya aslinya adalah, mereka memasukkan sedikit unsur gothic. Mereka tampil dengan tatanan rias wajah yang hampir tidak mungkin dikenakan tatanan riasan wajah pengantin-pengantin di barat (lihat gambar 31). Dan lagi-lagi gaya busana ini juga banyak dikenakan oleh pria.

5) Gaya Fetish

Ciri khas dari gaya berbusana fetish adalah bahan pakaian yang mengandung kulit (lihat gambar 37). Namun asesoris yang dipakai anan-anak muda Jepang justru membuat gaya fetish ini sedikit berbeda. Mereka mengenakan bondage straps, yaitu berupa sabuk yang terbuat dari kulit yang dapat digunakan dimana saja sesuai keinginan (lihat gambar gambar 38). Dari gambar tersebut, tercermin bahwa gaya pakaian ini juga tergolong dalam kategori unik. Hal ini dikarenakan dengan tali-temali dari kulit, mereka mengkreasikannya dengan apik hingga dapat terlihat seperti busana yang layak pakai. Pemakainya juga kebanyakan dari wanita, hal ini dimungkinkan banyak dari para wanita tersebut yang ingin menunjukkan lekuk tubuhnya.


(54)

Gaya retro adalah gaya busana yang terkesan casual namun tetap elegan dengan asesoris yang tidak terlalu berlebihan. Gaya busana ini merupakan adaptasi dari gaya-gaya berbusana rocker pada era 80-an. Tidak banyak berubah dengan aslinya, gaya ini tetap dibawakan dengan ciri khas santai oleh para pengguna harajuku (lihat gambar 16).

Menurut hemat penulis, gaya retro ini banyak dikenakan oleh pria dikarenakan gaya ini benar-benar menunjukkan kemaskulinan dari seorang pria mapan. Jika pun ada awnita yang mengenakan kostum ini, dipastikan wanita tersebut bisa dikatakan sebagai wanita tomboy. Sebutan ini digunakan untuk wanita yang berdandan layaknya pria.

7) Gaya mediterranean

Gaya berbusana mediterranean ini adalah gaya dandanan yang terkesan sangat feminis atau seperti wanita. Namun dengan begitu, kesemua gaya tersebut hanyalah kekreatifitasan semata dan bukan suatu hal yang menyimpang (lihat gambar 20). Pada gambar tersebut, beberapa personil band laruku mengenakan pakaian seolah-seolah menjadi wanita dengan rambut yang disasak ataupun digerai.

Sesuai dengan gaya dandanan yang kewanita-wanitaan, dapat dipastikan yang mengenakan busana ini memang dari kalangan pria untuk mendapatkan kesan feminis dari dirinya, dan bukan wanita yang memang sudah feminis.

Selain yang disebutkan di atas terdapat juga gaya-gaya visual kei yang merupakan hasil dari kekreatifitasan band-band Jepang yang banyak yang ditiru oleh anak-anak muda Jepang dalam berbusana pada akhir pekan di kawasan Harajuku, antara lain :

1) Gaya angelic

Gaya angelic adalah gaya berbusana yang terinspirasi oleh visualisasi dari malaikat (lihat gambar 32). Pada gambar ini, pemuda tersebut mengenakan sayap seolah-olah


(55)

meniru sayap dari sesosok malaikat. Tidak ada aturan yang mendasar dari gaya busana ini. Yang dipastikan adalah kesan bulu sebagai simbol sayap dari malaikat yang mencirikan gaya ini. Dan menurut penulis, gaya ini digunakan baik oleh wanita maupun pria.

2) Gaya oriental

Sesuai dengan sebutan oriental, tentunya gaya berbusana tipe oriental ini akan dipastikan berupa satu stelan pakaian nasional Jepang yaitu kimono(lihat gambar 33). Tidak banyak yang bisa dijelaskan dari gaya orieantal ini. Karena dapat dipastikan semua kalangan banyak yang memakai busana tradisional Jepang yakni kimono. Baik itu pria maupun wanita dari kalangan manapun dan usia berapapun. Namun, jika ada laki-laki yang mengenakan kimono wanita dan sebaliknya, itulah yang disebut dengan kebebasan berkreasi dalam berbusana yang merupakan konsep berbusana ala Harajuku.

3) Gaya fairy tale

Gaya berbusana ini tentu saja gaya busana yang meniru tokoh-tokoh legenda terkenal di Jepang (lihat gambar 19). Menurut penulis, hal ini hampir sama dengan gaya berbusana yang bergaya oriental. Banyak kalangan yang memakai baik pria maupun wanita. Dan yang terakhir adalah :

4) Gaya Cyber

Sesuai dengan kata Cyber yang berarti hal-hal yang berbau robot, warna-warna silver dan sentuhan make-up yang serba pucat menjadi ciri dari style ini (lihat gambar 15). Seperti pada gaya-gaya berbusana sebelumnya, pada gaya ini juga banyak remaja putra maupun putri yang suka mengenakan kostum ini. Namun meskipun dinamai dengan cyber yang dapat berarti hal-hal yang berbau robot, namun kaya berpakaiannya tidak harus seperti robot asli.


(56)

3.2. Gaya Lolita

Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, bahwa gaya loita terdiri dari beberapa sub gaya berpakaian. Tentunya lagi-lagi gaya berbusana tipe ini juga merupakan hasil adaptasi dari gaya berbusana luar. Tepatnya lagi,gaya berbusana Lolita diinspirasi oleh pakaian anak-anak ‘Victorian’ dan kostum rumit yang berasal dari jaman Rococo. Gaya Rococo merupakan bagian dari seni yang muncul di Perancis pada awal abad ke-18, setelah berakhirnya jaman Baroque. Gaya-gaya lain yang mempengaruhi Lolita diantaranya gaya barat Goth & Punk, serta pakaian pelayan wanita di Perancis.

Meskipun begitu, hampir dipastikan bahwa gaya-gaya tersebut dikreasikan sedemikian rupa oleh anak-anak muda Jepang sehingga terkadang tidak begitu serupa dengan aslinya, antara lain pada gaya :

1) Gothic Lolita

Gothic lolita adalah bagian dari fesyen lolita yang mengandung unsur gothic dalam gaya berbusananya. Gaya ini juga termasuk sebagai salah satu gaya berpakaian yang sangat digemari oleh para band-band visual kei. Dalam gothic lolita, warna yang cenderung digunakan adalah warna hitam dan putih. Gaya ini mulai diperkenalkan pada tahun 1998 dan mulai terkenal pada tahun 2002. Mulai saat itu, pakaian-pakaian bergaya gothic lolita ini banyak dijual di butik-butik sekitar Harajuku. Gaya gothic lolita ini diketahui merupakan bentuk perlawanan anak muda Harajuku atas gaya fesyen anak-anak muda di Shibuya seperti gaya kogal. Perkembangan gaya berbusana ini lambat laun cukup signifikan baik ke daerah-daerah luar Tokyo maupun luar negri (http://en.wikipedia.org/wiki/Gothic_Lolita). (lihat gambar 36 & 39). Pada gambar 36, gaya gothic lolita yang dikenakan oleh gadis tersebut, sangat mirip yang dikenakan oleh


(57)

salah satu personil band Malice Mizer yaitu Manna (lihat gambar 2.b), sedangkan gambar 39 adalah gaya gothic lolita yang dikenakan oleh sepasang pria dan wanita barat. Dalam gothic lolita, juga terdapat kurololita (lolita hitam) yang mengenakan pakaian serba hitam (lihat gambar 3). Dan yang terakhir adalah gurololi yang mengenakan kostum lolita namun terkesan menakutkan karena banyak dilengkapi dengan darah atau perban disekujur tubuh si pemakai (lihat gambar 40).

Kesemua gaya berpakaian ini sering terlihat dikenakan oleh pria maupun wanita. Namun diantara gaya busana gothic lolita yang telah disebutkan di atas, yang paling menarik menurut penulis adalah gaya gurololi. Hal ini dikarenakan visualisasinya yang menurut penulis sedikit menyeramkan karena terdapat banyak darah buatan yang mereka kenakan, dan hal itu juga yang membuat penampilan mereka mirip dengan mayat dengan penuh darah, ataupun tokoh-tokoh hantu yang terdapat pada film horor.

2) Sweet Lolita (Amaloli)

Gaya sweet lolita ini adalah salah satu yang mungkin sangat mirip dengan visualisasi gaya berbusana anak-anak di zaman Victorian. Dikatakan mirip karena gaya sweet lolita ini sangat bercirikan gaya berbusana anak-anak yang berkesan manis, dan lucu. Namun dengan begitu, lagi-lagi, kekreatifitasan remaja-remaja Harajuku yang membuatnya terlihat lebih menarik dan berusaha untuk tidak terpaku pada aturan-aturan yang berlaku dengan konsep keselarasan dan keindahan dalam berbusana. Sesuai dengan konsep Harajuku style, yaitu bebas berkreasi tanpa terpaku pada satu tatanan yang berlaku (lihat gambar 25). Pada gambar tersebut, secara jelas tergambar bahwa yang dikenakan remaja putri tersebut adalah gaya sweet lolita. Namun ia mengkreasikannya dengan menggunakan


(58)

kaus kaki dan sepatu berwarna hitam. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, umumnya sweet lolita mengenakan warna-warna putih, pink, dan biru. Namun, gadis tersebut mengkombinasikannya dengan warna hitam. Begitulah salah satu bentuk kebebasan mereka dalam berpakaian. Dari gaya berpakaiannya yang terkesan manis dan sangat feminin, gaya ini paling banyak digemari oleh gadis-gadis remaja baik dari kalangan anak sekolah, mahasiswa ataupun yang lainnya.

3) Classical Lolita (Classic Lolita)

Gaya ini merupakan bagian dari Lolita Fashion yang diinspirasi oleh fashion para wanita Victorian, Baroque, dan Rocaille (lihat gambar 41). Gaya ini cenderung bersifat dewasa dengan tampilan berbagai motif bunga, warna-warna mati, serta setelan yang pas-tubuh. Warna-warna yang digunakan biasanya putih, putih kuno, pink, burgundy, biru, coklat, dan hitam. Classical Lolita juga menggunakan berbagai macam aksesoris pelengkap berupa ikat kepala, hiasan bunga atau topi mini di kepala, dan tas tangan (lihat gambar 6). Pada gambar tersebut, jelas terlihat yang mengenakan gaya classic lolita ini adalah sepasang remaja. Gaya classic yang mereka tampilkan tergambar dari pemakaian tas tangan dan topi juga jubah berwarna hitam. Tatanan rambut dan riasan wajah mereka juga tidak terlalu dominan seperti gay lolita lainnya. Hal ini menurut penulis dikarenakan penyesuaian dengan gaya classic yang cenderung sederhana. Jelas tergambar pula gaya busana ini dapat dikenakan oleh pria maupun wanita.

4) Punk Lolita

Sub kategori dari fesyen lolita kali ini membuktikan bahwa karya-karya anak-anak muda di Harajuku dapat menciptakan satu gaya baru yang jauh berbeda dari gaya aslinya.


(59)

Dengan kata lain, gaya punk lolita ini mencampur antara gaya busana punk dan lolita. Berbagai perlengkapan fashion yang biasanya dapat ditemui dalam gaya punk, seperti kain ‘sobek-sobek’, kain motif kotak-kotak, berbagai pin dan rantai, kain hasil cetakan sablon, potongan rambut pendek, dan lainnya telah dipadukan ke dalam Lolita. Namun dengan begitu tidak menghilangkan ciri khas lolita yakni pakaian dengan renda-renda. (lihat gambar 7). Pada gambar tersebut, ciri khas dari punk lolita dapat terlihat dari pemakaian aksesoris seperti gelang yang terbuat dari kain dan tali, maupun besi. Selanjutnya juga terlihat dari gaya rambutnya yang pendek dan sangat berbeda dengan gaya lolita lainnya.

5) Wa Lolita

Wa Lolita (Waloli) merupakan perpaduan antara pakaian Jepang tradisional dengan Lolita Fashion. Biasanya Wa Lolita menggunakan yukata (kadang-kadang kimono) dan rok atau kain bawahan yang menjadi ciri gaya Lolita.

Pada gaya busana ini, terlihat jelas bentuk peleburan dua budaya yang berbeda yakni gaya busana lolita yang berasal dari barat dan yukata ataupun kimono yang merupakan gaya busana Jepang yang disatukan dan menjadi bentuk baru yang pastinya sangat unik (lihat gbr 8). Pada gambar 8, terlihat wanita tersebut mengenakan atasan yakni baju dengan gaya kimono dan bawahan yang berupa rok yang bergaya lolita. Gaya tersebut terlihat unik dan sangat manis. Dan mungkin saja juga ada yang memakai sebaliknya, atasan berupa baju bergaya lolita dan bawahan bergaya kimono dengan memakai kaus kaki dan sendal khusus kimono.


(60)

Qi lolita adalah salah satu hasil karya cipta anak-anak muda Jepang dengan menggabungkan dua gaya berbusana ala luar negri seperti pada punk lolita. Namun, pada gaya ini, gaya berbusana yang digabungkan bukanlah dengan gaya busana ala barat meleinkan perpaduan antara pakaian tradisional China dengan gaya busana lolita tentunya (lihat gambar 9). Pada gambar tersebut yang mengenkan adalah para pria yang mengenakan busana layaknya wanita. Dan bukan tidak mungkin perempuan juga ada yang mengenakan busana ini. Dari gambar 9 tersebut, penggabungan gaya ini jelas terlihat dari pakaian china yang mereka kenakan dengan perpaduan gaya rambut, celana dan sepatu yang bergaya rock.

7) Pirete Lolita

Jenis Lolita Fashion ini memasukkan unsur historis dan fantasi dari pakaian bajak-laut. Topi model Tricorne mini, tas berbentuk peti harta karun, dan aksesoris lain yang berbentuk/berhubungan dengan laut dan bajak-laut merupakan karakteristik Pirate Lolita.

Gaya busana ini, merupakan salah satu gaya busana ala Harajuku yang meniru busana luar,namun dengan begitu aksesoris-aksesoris yang mereka kenakan merupakan hasil kekreatifitasan mereka untuk menciptakan suatu yang baru (lihat gambar 42). Gaya ini banyak juga dikenakan oleh remaja putri seperti pada gambar 42 tersebut. Padahal jika diingat-ingat lagi, tokoh-tokoh bajak laut serng divisualisasikan sebagai seorang pria.

8)Erotic Lolita (erololi)

Erotic Lolita (Erololi) cenderung memuja esensi erotis daripada hanya sekedar ingin menunjukkan salah satu bagian tubuh saja. Erololi juga dapat mengenakan rok yang


(1)

Gambar 1 gambar 1a gambar 1b


(2)

(gambar 4) gambar 5 gambar 6


(3)

gambar 13 gambar 14 gambar 15

Gambar 16 gambar 17


(4)

Gambar 21 Gambar 22 gambar 23

Gambar 24 gambar 24.a gambar 24.b


(5)

Gambar 28 gambar 29 gambar 30


(6)

Gambar 34 gambar 35 gambar 36

Gambar 37 gambar 38 gambar 39

Gambar 40 gambar 41