Menurut Hukum Adat Dasar Hukum Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam dan Hukum

Pasal 191: Bila pewaris tidak meningglkan ahli waris samas sekali,ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum.

2. Menurut Hukum Adat

Hukum adat waris meliputi norma-norma hukum yang menentukan harta kekayaan baik yang materil maupun yang inmateriil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya. 40 Hukum adat waris menunjukkan corak-corak yang khas dari aliran pikiran tradisional Indonesia. 41 Hukum adat waris menetapkan dasar persamaan hak, hak sama ini mengandung hak untuk diperlakukan sama oleh orangtuanya di dalam proses meneruskan dan mengoperkan harta benda keluarga. Disamping dasar persamaan hak hukum adat waris juga meletakkan dasar kerukunan pada proses pelaksanaan pembagian berjalan secara rukun dengan memperhatikan keadaan istimewa dari tiap waris. Harta warisan tidak boleh di paksakan untuk dibagi antara para ahli waris. Harta peninggalan dapat bersifat tidak dapat dibagi atau pelaksanaan pembagiannya ditunda untuk waktu yang cukup lama ataupun hanya sebagian yang dibagi-bagi. Pembagiannya merupakan tindakan bersama, berjlan secara rukun dalam suasana ramah-tamah dengan memperhatikan keadaan khusus tiap waris. Harta peninggalan tidak merupakan satu kesatuan harta warisan, melainkan waib diperhatikan sifatmacam, asal dan kedudukan hukum dari pada barang-barang masing-masing yang terdapat dalam harta peninggalan itu. 42 40 Soerojo Wignojodipoero, loc. cit. 41 Ibid., h.163 42 Ibid. Universitas Sumatera Utara Pembagian warisan menurut hukum adat dilaksanakan menurut daerah masing masing, yang berarti pula mempunyai adat masing-masing. 43 Hukum waris adat diwarnai oleh sistem kekeluargaan dalam masyarakat, sistem tersebut dibedakan sebagai berikut: a. Sistem Patrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang meraik garis keturuanan pihak nenek moyang laki-laki. Didalam sistem ini kedudukan dan pengaruh pihak laki-laki dalam hukum waris sangat menonjol. b. Sistem Matrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang meraik garis keturunan pihak nenek moyang perempuan. Didalam sistem kekeluargaan ini pihak laki-laki tidak menjadi pewaris untuk anak-anaknya. Anak-anak mereka merupakan bagian dari bagian keluarga ibunya, sedangkan ayahnya masih merupakan anggota keluarganya sendiri. c. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem ynag menarik garis keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Didalam sistem iini kedudukan anak laki-laki dan perempuan dalam hukum waris sama dan sejajar. Artinya baik anak laki-laki maupun anak perempuan merupakan ahli waris dari harta peninggalan orangtua mereka. 44 Pada umumnya hukum adat tidak menentukan kapan waktu harta warisan itu akan dibagi atau kapan sebaiknuya diadakan pembagian, begitu pula siapa yang menjadi juru bagi tidak ada ketentuannya. Menurut adat kebiasaan waktu pembagian setelah wafat pewaris dapat dilaksanakan setelah upacara sedekah atau selamatan yang disebut waktu nujuh hari, waktu empat puluh hari, nyeratus hari atau waktu 43 F.Satriyo Wicaksono, Hukum Waris, Visimedia, Jakarta, 2012, h.85 44 Habiburrahman, Op. cit.,h.89 Universitas Sumatera Utara seribu hari setelah pewaris wafat, oleh karena pada waktu-waktu tersebut para anggota waris berkumpul. 45 Apabila harta warisan akan dibagi maka yang menjadi juru bagi dapat ditentukan anatara lain adalah: 1 Orang tua yang masih hidup janda atau duda dari pewaris, atau 2 Anak tertua lelaki atau perempuan,atau 3 Anggota keluarga tertua yang dipandang jujur adil dan bijaksana, atau 4 Anggota kerabat tetangga, pemuka masyarakat adat atau pemuka Agama yang diminta, ditunjuk atau dipilih para waris untuk bertindak sebagai juru bagi. 46 Selama pembagian warisan itu berjalan baik, rukun dan damai diantara para waris, maka tidak diperlukan adanya campur tangan dari orang luar keluarga bersangkutan. Campur tangan dan kesaksian petua adat atau para pemuka masyarakat hanya diperlukan apabila ternyata jalannya musyawarah untuk mencapai mufakat menjadi seret dan tidak lancar. 47 Hukum adat tidak mengenal cara pembagian dengan perhitungan matematika, tetapi selalu didasarkan atas pertimbangan mengingat wujud benda dan kebutuhan waris bersangkutan. Jadi walaupun hukum waris adat mengenal asas kesamaan hak tidak berarti bahwa setiap waris akan mendapat bagian warisan dalam jumlah yang sama, dengan nilai harga yang sama atau menurut banyaknya bagian yang sudah tertentu. 48 45 Hilman Hadikusuma, Op.cit., h.104 46 Ibid. 47 Ibid., h.105 48 Ibid. Universitas Sumatera Utara Di Indonesia yang menjunjung tinggi musyawarah untuk mufakat, menetapkan pembagian warisan menurut musyawarah diantara ahli waris, dengan cara sebagai berikut: a Pembagian warisan dilaksanakan dalam waktu menurut adat kebiasaan masyarakat setempat, ada yang 40 hari setelah pewaris meninggal dunia dan ada pula 100 hari setelah pewaris meninggal dunia. Hal ini dilakukan untuk ketenangan almarhumalmarhumah pewaris dan mencerminkan sifat masyarakat yang tidak matrealistik. b Selama anak-anak pewaris belum dewasa, harta warisan tidak akan dibagi. c Dilakukan musyawarah yang diwarnai rasa kekeluargaan, agar dalam membagi waris dapat menghasilkan pembagian yang adil bagi ahli waris. d Adakalanya dalam pembagian waris tersebut diperlukan bantuan dari ulama untuk mengingatkan rasa keadilan dalam membagi waris serta telah terpunhinya hukum Agama yang dianutnya. Para ahli waris dapat memilih untuk menggunakan hukum waris adat atau hukum waris Islam. e Apabila musyawarah tidak menemui kesepakatan, diselesaikan melalui pengadilan negeri. f Sebelum harta warisan dibagi kemasing-masing ahli waris, para ahli waris bertanggung jawab untuk melunasi utang dari pewaris. Harta warisan dipakai untuk melunasi uatng dari pewaris setelah itu dibagi keahli waris. Hibah yang telah dilakukan pewaris semasa hidupnya dapat dipakai untuk melunasi utang pewaris apabila harta warisan tidak cukup. Namun di beberapa daerah adat tidak dapat dipakai untuk melunasi uatang pewaris. g Besarnya bagian masing-masing ahli waris sebagai berikut: 1 Anak kandung baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan pembagian yang sama, tetapi ada kalanya berlaku prinsip sepikul Universitas Sumatera Utara segendong yang artinya 2:1, bagian anak perempuan separuh dari bagian anak laki-laki. 2 Anak angkat mendapatkan harta warisan bersifat serelanya dan ahli waris yang lain atas harta warisan yang ada, dapat pula berlaku hanya berhak atas harta pencaharian orang tua angkatnya. Apabila anak anak angkat menerima wasiat atau hibah ada adat tertentu menetukan tidak boleh lebih dari ½ seluruh harta warisan. 3 Anak tiri mendapatkan harta warisan bersifat serelanya dari ahli waris yang lain atas harta warisan orang tua tirinya, atau adakalanya hanya dapat mewarisi harta dari orang tua kandungnya saja. 4 Anak tidak sah hanya mewarisi dari ibu kandungnya saja. Dibeberapa adat menetapkan bahwa anak tidak sah, walaupun pada akhirnya ibu menikah dengan ayah biologisnya. 5 Jandaduda menerima bagian warisan sama besar dengan seorang anak, apabila tidak ada anak, harta warisan jatuh semua pada Jandamenerima wasiat atau hibah ada adat tertentu menetukan tidak boleh lebih dari ½ seluruh harta warisan. 6 Anak tiri mendapatkan harta warisan bersifat serelanya dari ahli waris yang lain atas harta warisan orang tua tirinya, atau adakalanya hanya dapat mewarisi harta dari orang tua kandungnya saja. 7 Anak tidak sah hanya mewarisi dari ibu kandungnya saja. Dibeberapa adat menetapkan bahwa anak tidak sah,walaupun pada akhirnya ibu menikah dengan ayah biologisnya. 8 Jandaduda menerima bagian warisan sama besar dengan seorang anak, apabila tidak ada anak, harta warisan jatuh semua pada Jandaduda, sedangkan harta pusaka kembali ke asal. Jandaduda berhak atas ½ harta pencaharian. Universitas Sumatera Utara Hukum waris adat di Indonesia banyak terpengaruh oleh hukum Islam, ahli waris hanya bertanggung jawab sebatas pada harta peninggalan saja. Sehingga, ahli waris harus menyelesaikan kewajiban dari pewaris atas seluruh utang-utangnya dari para kreditur. 49

C. Macam-Macam Ahli Waris Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat