Menurut Hukum Adat Macam-Macam Ahli Waris Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat

2 Asabah bil-ghairi, merupakan ahli waris ashabah karena bersama ahli waris lainnya, yaitu seorang wanita yang menjadi ahli waris asabah karena ditarik oleh ahli waris laki-laki, yaitu anak perempuan yang mewaris bersama anak laki-laki, cucu perempuan yang mewaris bersama cucu laki- laki, saudara perempuan kandung yang mewaris dengan saudara laki-laki kandung, saudara perempuan sebapak yang dengan saudara yang mewaris bersama saudara laki-laki sebapak. 3 Asabah ma’al-ghairi, yakni saudara peremouan kandung atau sebapak yang menjadi ahli waris asabah karena mewaris bersama dengan keturunan perempuan, yaitu: saudara perempuan kandung yang mewaris dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perem[uan sebapak yang mewaris dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Ahli waris dzul arham, yakni ahli waris yang mempunyai pertalian darah dengan pewaris lewat keluarga perempuan, yang termasuk ahli waris ini adalah cucu dari anak perempuan, anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan pama, paman seibu, saudara laki-laki ibu, dan bibi. Didalam kewarisan patrilineal selalu memberikan kedudukan yang lebih kepada pihak laki-laki, termasuk bagian antara ibu dan bapak atas harta warisan dari anaknya sendiri. 51

2. Menurut Hukum Adat

Menurut hukum adat, untuk menentukan siapa yang menjadi ahli waris digunakan dua macam garis pokok, yaitu: a. Garis pokok keutamaan 51 F.Satriyo Wicaksono, Op. cit., h.129 Universitas Sumatera Utara b. Garis pokok pengganti Garis pokok keutamaan adalah garis hukum yang menentukan urutan-urutan keutamaan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris dengan penegrtian bahwa golongan yang satu lebih diutamakan dari pada golongan yang lain. Dengan garis pokok keutamaan tadi, maka orang-orang yang mempunyai hubungan darah dibagi dalam golongan-golongan sebagai berikut: 1 Kelompok keutamaan I: keturunan pewaris, 2 Kelompok keutamaan II: orang tua pewaris, 3 Kelompok keutamaan III: saudara-saudara pewaris, dan keturunannya, 4 Kelompok keutamaan IV: kakek dan nenek pewaris, 5 dan seterusnya. Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa diantara orang-orang didalam kelompok keutamaan tertentu, tampil sebagai ahli waris. Yang sungguh-sungguh menjadi ahli waris adalah: a Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan pewaris, b Orang yang tidak ada lagi penghubungnya dengan pewaris. Di dalam pelaksanaan penetuan para ahli waris dengan mempergunakan garis pokok keutamaan dari penggantian, maka harus diperhatikan dengan seksama prinsip garis keturunan yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu. Demikian pula harus diperhatikan kedudukan pewaris, misalnya sebagai bujangan, janda, duda, dan seterusnya. 52 Pada umumnya para waris ialah anak termasuk anak dalam kandungan ibunya jika lahir hidup, tetapi tidak semua anak adalah ahli waris, kemungkinan para waris lainnya seperti anak tiri, anak angkat, anak piara, waris balu, waris kemenakan, dan 52 Soerjono Soekanto, Op. cit., h.260 Universitas Sumatera Utara para waris pengganti seperti cucu, ayah-ibu, kakek-kakek, waris anggota kerabat dan waris lainnya. Kemudian berhak tidaknya para waris tersebut dipengaruhi oleh sistem kekerabatan bersangkutan dan mungkin juga karena pengaruh Agama, sehingga antara daerah yang satu dan yang lain terdapat perbedaan. Adapun rincian para ahli waris menurut hukum adat adalah 53 : 1 Anak Kandung Anak kandung adalah anak yang lahir dari kandungan ibu dan ayah kandungnya. Kedudukan anak kandung sebagai waris dipengaruhi oleh perkawinan yang dilakukan orang tuanya baik secara sah ataupun tidak sah. Di beberapa daerah terdapat perbedaan hukum waris adat yang berlaku mengenai kedudukan anak sebagai waris dari orangtuanya. Disamping itu terdapat pula perbedaan antara anak lelaki dan anak perempuan dalam pewarisan, atau juga anak sulung, anak tengah, anak bungsu dan anak pangkalan. a Anak Sah Di berbagai golongan masyarakat yang dikatakan anak sah ialah anak kandung yang lahir dari perkawinan orangtuanya yang sah menurut ajaran Agama. Sehingga anak yang lahir dari perkawinan yang tidak menurut hukum Agama pada dasarnya tidak berhak sebagai ahli waris yang sah dari orang tua kandungnya. Sedangkan anak yang sah baik anak lelaki maupun anak perempuan pada dasarnya adalah waris dari orang tua yang melahirkannya. b Anak Tidak Sah Anak tidak sah adalah anak yang lahir dari perbuatan orang tua yang tidak menurut ketentuan Agama. Anak-anak tidak sah ini mempunyai tidak hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya tetapi juga dengan ayah biologisnya, 53 Hilman Hadikusuma, Op. cit., h.67 Universitas Sumatera Utara melalui pembuktian yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Hal ini terdapat dalam putusan MK RI No. 46PUU-VIII2010. c Waris Anak Lelaki Anak lelaki sebagai waris dapat diketahui dalam sistim kekerabatan patrilinial dimana kebanyakan berlaku bentuk perkawinan jujur seperti terdapat di tanah Batak, Lampung, pepadun, di Bali dan juga di daerah Nafri Jayapura Irian Jaya. Sedangkan anak-anak perempuan tidak sebagai waris tetapi dapat sebagai penerima bagian harta warisan untuk dibawa sebagai harta bawaan kedalam perkawinannya mengikuti pihak suami. Apabila pewaris tidak punya keturunan sama sekali, maka pewaris mengangkat anak lelaki dari saudara kandungnya lelaki yang terdekat, demikian seterusnya sehingga hanya anak lelaki yang menjadi waris, dimana segala sesuatunya harus didasarkan atas musyawarah dan mufakat para anggota kerabat. d Waris Anak Perempuan Sebagai kebalikan dari pewarisan dalam sistem kekerabatan patrilinial ialah pewarisan pada anak-anak wanita yang berlaku pada sistem kekerabatan matrilineal, dimana bentuk perkawinan semenda yang berlaku dan suami setelah perkawinan mengikuti kedudukan isteri atau tidak termasuk kekerabatan isteri seperti berlaku di Minangkabau. Apabila pewaris tidak mempunyai anak wanita tetapi hanya mempunyai anak- anak laki-laki saja, sebagaimana berlaku di daerah semendo maka salah seorang Universitas Sumatera Utara anak lelaki diambilkan wanita sebagai isterinya dalam bentuk perkawinan semendo ngangkit. e Waris Anak Lelaki dan Anak Perempuan Kedudukan anak lelaki dan anak perempuan sebagai waris yang berhak sama atas harta warisan orang tuanya berlaku dikalangan masyarakat dengan sistem kekeluargaan parental. Yang dimaksud semua anak lelaki dan perempuan adalah sama haknya atas harta warisan tidak berarti bahwa jenis atau jumlah harta warisan dibagi merata diantara semua waris, dapat dengan begitu saja dinilai harganya dengan uang. f Waris Anak Sulung Pada umumnya keluarga-keluarga Indonesia menghormati kedudukan anak tertua, ia patut dihargai sebagai pengganti orangtua setelah orangtua tidak ada lagi, kepadanyalah sepantasnya setiap anggota keluarga meminta petunjuk dan nasehat. Jika anak tertua masih kecil maka kakek atau nenek menggantikan tanggung jawab orang tua dan jika kakek dan nenek tidak ada lagi tanggung jawab diteruskan pada paman atau bibik. Diberbagai daerah ada hukum adat yang menegaskan kedudukan anak tertua lelaki dan anak tertua perempuan. g Waris Anak Pangkalan dan Anak Bungsu Dibeberapa daerah disamping kedudukan anak sulung yang menjadi penerus keturunan dan pengganti tanggung jawab orang tua sebagai kepala keluarga dalam mengurus rumah tangga, terdapat pula yang disebut anak pangkalan dan anak bungsu sebagia orang pertama da orang kedua dalam menentukan pewarisan harta warisan orang tua. Universitas Sumatera Utara 2 Anak Tiri dan Anak Angkat Pada dasarnya anak tiri bukan waris dari ayah tiri atau ibu tirinya, tetapi ia adalah waris dari ayah-ibu kandungnya sendiri. a Anak tiri Anak tiri jika anak kandung m,asih ada tidak akan menjadi waris dari orang tua tirinya. Namun dalam kehidupan rumah tangaga sehari-hari ia dapat ikut menikmati kesejahteraan rumah tangga bersama bapak tiri atau ibu tiri bersam dengan saudara-suadara tirinya. Ada kemungkinan anak kandung sebagai waris dapat disisihkan anak tiri. b Anak Angkat Menurut hukum Islam anak angkat tidak diakui untuk dijadikan sebagai dasar dan sebab mewaris, Karena prinsip pokok dalam kewarisan adalah hubungan darah atau arham. Tetapi nampaknya diberbagai daerah yang masyarakat adatnya menganut agama Islam, masih terdapat dan berlaku pengangkatan anak dimana si anak angkat dapat mewarisi harta kekayaan orang tua angkatnya. Bahkan karena sayangnya pada anak angkat pewarisan bagi anka angkat telah berjakan sejak pewaris masih hidup. Sejauhmana anak angkat dapat mewarisi orang tua nagkatnya dapat dilihat dari katar belakang sebab terjadinya anak angkat itu. c Anak Angkat Mewaris Hanya didalam pewarisan jika anak kandung masih ada maka anak angkat mendapat warisan yang tidak sebanyak anak kandung, dan jika orang yua angjat takut anak angkat tidak mendapat bagian tyang wajar atau mungkin tersisih sama sekali oleh anak kandung dengan menggunakan dasar hukum Islam, maka sudah menjadi adat kebiasaan orang tua angkat itu member bagian harta warisan kepada Universitas Sumatera Utara anak anagkat sebelum ia wafat dengan cara penunjukan, atau hibahwasiat. Betapapun anak angkat itu berhak mewaris dari orang tua angkatnya, namun ia tidak boleh melebihi anak kandung. d Waris Balu, Janda Atau Duda Sesungguhnya kedudukan balu sebagai waris atau bukan waris dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dan masyarakat bersangkutan dan bentuk perkawinan yang berlaku diantara mereka. Dalam masyarakat adat batak ahli waris janda selama ia masih tetap tinggal dikampung dimana suaminya berada, biasanya harta peninggalan suami yang telah meninggal diserahkan sepenuhnya kepada kepada istrinya janda selama ia belum menikah dan selama ia tidak meninggalkan perkampungan suaminya, tetapi jika ia menikah kembali atau pindah dari kampung suaminya maka harta peninggalan suaminya beralih pada anak kandungnya yang di amanahkan kepada mertua atau keluarga mertuanya. Khusus untuk duda harta warisan peninggalan istri sepenuhnya dikuasainya sebatas ia belum menikah dengan orang lain, karena ia merupakan tulang punggung dalam menghidupi anak-anak dan keluarganya. Jika ia menikah kembali maka harta peninggalan istrinya tetap menjadi penguasaannya selama ia masih membiayai dan memelihara anak-anaknya, jika kalau ada tuntutan dari pihak keluarga istrinya biasanya diberikan sebagian harta peninggalan istrinya sekedar pemberian kasih sayang dan penghormatan pada mertuanya. Universitas Sumatera Utara

D. Sebab-Sebab Terhalangnya Seseorang Mendapatkan Warisan Menurut