BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara berkembang membutuhkan sistem ekonomi baru yang efesien untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan sustainable
development
1
, ikut serta sebagai mitra dalam perekonomian global, guna melindungi dan mengentaskan kemiskinan serta penderitaan manusia.
2
Secara etika, setiap perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial corporate social responsibility
3
, yaitu kepedulian dan komitmen moral perusahaan terhadap kepentingan masyarakat, terlepas dari kalkulasi untung dan rugi perusahaan.
Pada pihak lain, perusahaan yang menolak tanggung jawab sosial itu diantaranya beralasan bahwa tanggung jawab sosial tersebut merupakan urusan pemerintah,
perusahaan hanya berfungsi sebagai lembaga pencari laba. Selain itu perusahaan tersebut merasa bahwa selama produknya tidak merugikan masyarakat ia tidak perlu
memberi kompensasi apa-apa terhadap masyarakat.
1
Pembangunan yang berkelanjutan adalah suatu gagasan paradigma yang berupaya untuk memenuhi kebutuhan masakini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya. Sasaran uatama sustainable developmentadalah upaya dalam meningkatkan taraf hidup manusia sehingga kemiskinan dapat diminimalisir sampai titik terendah. Lihat Arif Budiman,
Corporate Social Responsibility, Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, Jakarta: ICSD, 2003, hal. 5
2
Michael Keating, Bumi Lestari Menuju Abad 21, Jakarta : Kopalindo, 1994, hal. 72
3
Istilah corporate social responsibility diartikan sebagai nilai, standar dan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontibusi untuk peningkatan ekonomi
bersama dengan meningkatkan kualitas hidup stakeholeder. Lihat Arif Budiman, Op.Cit. hal. 20
Universitas Sumatera Utara
Setiap perusahaan memiliki aktifitas memproduksi barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan yang layak. Konsekuensinya perusahaan tersebut dalam
aktifitasnya harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan masyarakat. Apabila memungkinkan, di samping mendapatkan keuntungan bagi
perusahaan sendiri juga sekaligus dapat memberikan kesejahteraan bagi lingkungan dan masyarakat.
4
Seperti halnya terhadap lingkungan hidup dan tenaga kerja, perusahaan juga bertanggung jawab terhadap perlindungan konsumen dalam
menkonsumsi barang atau jasa yang diproduk oleh perusahaan tersebut.
5
Konsumen merupakan golongan yang rentan diekploitasi oleh pelaku usaha. Karena itu diperlukan seperangkat peraturan hukum untuk melindungi konsumen.
Konsumen adalah “pengguna akhir” end user dari suatu produk,
6
dalam Undang- undang Perlindungan Konsumen disebutkan setiap orang pemakai barang dan jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
7
. Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri.
Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang luas, meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan
4
Murti Sumarni dan Jhon Suprihanto, Pengantar Bisnis, Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, Yogyakarta : Liberty, 1987, hal. 21
5
Ibid, hal. 23
6
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis di Era Global, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 227
7
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa tersebut. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
8
Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan beberapa jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Dengan
dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, di mana terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintasi batas-batas suatu
wilayah negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan kepada berbagai jenis barang dan jasa yang ditawarkan secara variatif.
Kondisi seperti ini, pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Pada sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut mengakibatkan kedudukan produsen dan konsumen tidak seimbang, dimana konsumen berada pada posisi yang
lemah. Konsumen menjadi objek aktifitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh perusahaan melalui kiat promosi dan cara penjualan yang
merugikan konsumen.
9
8
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
9
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : Gramedia, 2003, hal. 12
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa, namun sayangnya kecenderungan kebutuhan masyarakat terhadap
barang dan jasa yang demikian besar tersebut oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab dijadikan suatu kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang
sebesar-besarnya. Dalam rangka untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya tersebut para produsen harus bersaing sesama mereka dengan perilaku bisnisnya,
yang akhirnya tidak tertutup kemungkinan tidak lagi memperhatikan kepentingan konsumen.
Penyampaian informasi produk kepada publik yang diutamakan adalah produk tersebut telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan peraturan
menyangkut perlindungan konsumen consumer protection, seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Karena hak-hak konsumen harus menjadi prioritas utama setiap perusahaan, yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
menkonsumsi barang atau jasa. Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang ditetapkan PBB pada
tanggal 9 April 1985 menyatakan bahwa “konsumen dimanapun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya” hak-hak dasar dimaksud adalah
hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk didengar,
Universitas Sumatera Utara
hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia, dan hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik.
10
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut:
11
1. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
danatau jasa 2.
Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan
barang danatau jasa 4.
Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakannya
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut 6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen 7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif
8. Hak untuk mendapat konpensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang
danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
10
Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta : UI, 2001, hal. 121. Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2002, hal. 20
11
Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
12
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa hak konsumen termasuk mengenai hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa.
13
Berarti perusahaan yang membuat produk harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
14
Berdasarkan hak-hak konsumen tersebut, maka penyampaian informasi yang berkaitan dengan produk harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
Hal tersebut dilakukan untuk melindungi hak-hak konsumen. Maka perlu ditekankan, bahwa penyampaian informasi yang berkaitan dengan produk makanan harus
memberikan jaminan bahwa produk makanan tersebut adalah halal. Banyaknya pangan yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan
ketentuan tentang pencantuman label dinilai sudah meresahkan. Perdagangan pangan yang kedaluwarsa, pemakaian bahan pewarna yang tidak diperuntukkan bagi pangan
atau perbuatan-perbuatan lain yang akibatnya sangat merugikan masyarakat, bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, terutama bagi anak-anak
pada umumnya dilakukan melalui penipuan pada label pangan atau melalui iklan.
12
Seperti hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 5 ayat 1.
13
Pasal 4 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
14
Pasal 7 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Label dan iklan pangan yang tidak jujur dan atau menyesatkan berakibat buruk terhadap perkembangan kesehatan manusia.
Perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab bukan semata-mata untuk melindungi kepentingan masyarakat yang mengkonsumsi pangan. Melalui
pengaturan yang tepat berikut sanksi-sanksi hukum yang berat, diharapkan setiap orang yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan dapat memperoleh perlindungan dan jaminan kepastian hukum. Persaingan dalam perdagangan pangan diatur supaya pihak yang
memproduksi pangan dan pengusaha iklan diwajibkan untuk membuat iklan secara benar dan tidak menyesatkan masyarakat melalui pencantuman label
15
dan iklan
16
pangan yang harus memuat keterangan mengenai pangan dengan jujur. Dalam hubungannya dengan masalah label dan iklan pangan maka
masyarakat perlu memperoleh informasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukannya mengenai pangan
yang beredar di pasaran. Informasi pada label pangan atau melalui iklan sangat diperlukan bagi masyarakat agar supaya masing-masing individu secara tepat dapat
15
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam,
ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Label. Pasal 1 Angka 3 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan
16
Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau
perdagangan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Iklan. Pasal 1 Angka 4 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Universitas Sumatera Utara
menentukan pilihan sebelum membeli dan atau mengkonsumsi pangan. Tanpa adanya informasi yang jelas maka kecurangan-kecurangan dapat terjadi.
Tidak hanya masalah yang berhubungan dengan kesehatan saja yang perlu diinformasikan secara benar dan tidak menyesatkan melalui label dan atau iklan
pangan, namun perlindungan secara batiniah perlu diberikan kepada masyarakat. Masyarakat Islam merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia yang secara
khusus dan non diskriminatif perlu dilindungi melalui pengaturan halal. Bagaimanapun juga, kepentingan agama atau kepercayaan lainnya tetap dilindungi
melalui tanggung jawab pihak yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan bagi keperluan tersebut.
Produk pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman.
17
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan
tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.
18
17
Pasal 1 Angka 1 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
18
Pasal 10 ayat 1 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Universitas Sumatera Utara
Dengan ketentuan wajib diperiksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
19
. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan memperhatikan
pertimbangan dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.
20
Produk makanan halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari’at Islam, yakni:
21
1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
2. Tidak mengadung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang
berasal dari organ manusia, darah, kotoran dan lain sebagainya. 3.
Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari’at Islam.
4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat
pengelolaan dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi danatau barang tidak halal lainnya. Jika pernah dipergunakan untuk babi danatau barang tidak
halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara syari’at Islam. 5.
Semua makanan dan minuman yang tidak mengadung khamar.
19
Pasal 11 ayat 1 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
20
Pasal 11 ayat 2 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
21
Departemen Agama RI, Panduan Sertifikasi Halal, Jakarta : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2008, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
Kasus PT. Ajinomoto Indonesia yang memproduksi bumbu masak menunjukkan terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 7 huruf b Undang-undang
Perlindungan Konsumen, mengenai kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa
serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Kasus Ajinomoto tersebut berawal dari pengumuman Majelis Ulama
Indonesia MUI bahwa ada unsur enzim babi dalam ajinomoto. Selanjutnya MUI meminta masyarakat untuk sementara tidak menkonsumsi ajinomoto. Di samping itu,
PT. Ajinomoto Indonesia menarik produknya dari pasaran di seluruh Indonesia, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 2.000 sampai 3.000 ton.
Berkaitan dengan hal-hal tesebut di atas, maka konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya dalam menkonsumsi
suatu produk. Hal ini sejalan dengan ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang mengharapkan dapat menciptakan kegiatan
usaha yang fair, tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen.
Bahwa perusahaan didirikan untuk mengelola sumber daya guna memenuhi kebutuhan manusia dengan memperoleh keuntungan. Namun perusahaan tersebut
juga berdiri di tengah-tengah komsumennya, oleh karena itu perusahaan harus bertanggung jawab pada perlindungan konsumen dan tidak semata-mata untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan harus mengimplimentasikan etika berusaha dalam hubungan antara perusahaan dengan konsumen.
22
Pada hakikatnya, kepedulian dan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat umum adalah untuk kepentingan perusahaan itu sendiri. Keuntungan
tersebut yang diperloleh dari tanggung jawab dan kepedulian terhadap masyarakat umum dapat direalisasikan dengan bentuk kepercayaan publik yang kemudian
bergerak ke arah pemetikan hasil dari kepercayaan publik tersebut.
23
Pengaturan label halal dalam perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan ataupun melemahkan usaha dan aktifitas perusahaan, tetapi justru
sebaliknya, sebab pengaturan lebel halal diharapkan mampu mendorong iklim dan persaingan usaha yang sehat, serta diharapkan dapat melahirkan perusahaan yang
tangguh dalam menghadapi persaingan sehat melalui penyediaan barang dan jasa yang berkualitas.
24
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
penulis akan melakukan penelitian dengan judul: PENGATURAN PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN LABEL HALAL TERHADAP PRODUK MAKANAN
PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN.
22
Sukanto Rebsohadiprojo M.Com at all, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Yogyakarta: BPFE, 1990, hal. 197
23
Lihat Arif Budiman, Op. Cit. hal. 15
24
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah