Sistem Pengawasan dan Prosedur Perpanjangan Label Halal

keberadaan Sertifikat Halal MUIS telah terbit sejak tahun 1978, dengan maksud mengadakan proteksi terhadap produk pangan dalam negerinya. 156 Perlindungan konsumen merupakan hal yang sangat penting dalam hukum Islam. Karena Islam melihat, bahwa perlindungan konsumen bukan sebagai hubungan keperdataan saja, melainkan menyangkut kepentingan publik secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Maka perlindungan terhadap konsumen muslim berdasarkan syari’at Islam merupakan kewajiban negara.

B. Sistem Pengawasan dan Prosedur Perpanjangan Label Halal

Maraknya berbagai produk pangan ternyata memberi berbagai dampak negatif dan positif. Di satu sisi bervariasinya jenis produk pangan memberi angin segar bagi pelaku industri dan pemenuhan kebutuhan konsumen. Di sisi lain aspek ini juga melahirkan permasalahan lain seperti ijin yang tidak jelas, kualitas produk yang meragukan dan aspek kehalalan. Pada posisi ini doktrin caveat venditor yang diartikan sebagai si penjual harus berhati-hati let the seller beware berlaku. Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produknya. 157 Pengertian halal menuntut produsen untuk mengetahui kreteria halal dan menerapkannya dalam setiap produksinya. Dengan ketentuan, bahwa producen harus 156 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Strategi... Op. Cit, h. 90 157 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co. St. Paul, Minn, 1990, h. 222 Universitas Sumatera Utara menggunakan bahan-bahan yang halal dan menghindari bahan-bahan yang tidak halal. Sementara konsumen sebagai pemakai akhir dari suatu produk juga harus mengetahui kreteria halal dan bersikap kritis. 158 Pada posisi ini, doktrin caveat emptor berjalan, yaitu mengharuskan si pembeli berhati-hati. Hal ini memberikan penekanan terhadap ketentuan yang menyatakan seorang pembeli harus memeriksa, menimbang dan mencobanya sendiri. Doktrin ini juga mengharuskan pembeli agar peduli dan ingat bahwa ia sedang membeli haknya orang lain. Si pembeli harus berhati-hati tentang keadaannya ketika ia membeli hak orang lain. 159 Hubungan hukum antara produsen dan konsumen memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi. 160 Hubungan hukum antara produsen dengan konsumen yang berkelanjutan sudah terjadi sejak proses produksi, distribusi, pemasaran dan penawaran. 161 Hubungan hukum antara konsumen dan produsen telah mengalami perubahan kontruksi hukum, yakni hubungan yang semula dibangun atas prinsip caveat emptor berubah menjadi caveat venditor. Karena keberpihakan kepada konsumen sesungguhnya merupakan wujud nyata dari ekonomi kerakyatan. 162 158 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Strategi... Op. Cit, hal. 25 159 Henry Campbell Black, Op. Cit, hal. 222 160 Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 23 161 Basu Swastia, Manajemen Modern, Yogyakarta : Liberty, 1997, hal. 25 162 Sistem ekonomi dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, serta dibawah kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Jadi salah satu pilar demokrasi ekonomi adalah keikutseretaan masyarakat dalam kegiatan produksi. Lihat dalam Dj. A. Simarmata, Reformasi Ekonomo Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Kajian Ringkas dan Interpretasi Teoritis, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 1998, hal. 118. Lihat juga Yunus Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 2. UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” ayat 4 ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi Universitas Sumatera Utara Kesadaran produsen untuk Label Halal pada produknya adalah keharusan, hal ini dikarenakan mayoritas jumlah penduduk Indonesia adalah umat Islam. Berdasarkan insting bisnis inilah memunculkan praktek-praktek penggunaan Label Halal palsu tanpa prosedur yang disayaratkan. MUI bersama LPPOM-nya bersungguh-sungguh dalam menjaga kehalalan produk yang dihasilkan dan dipasarkan untuk konsumsi umat dan masyarakat secara umum. Karena menurut keyakinan umat muslim, menghasilkan produk yang halal, menjadi bukti bagi produsen bahwa ia mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan kaidah agama. Demikian juga umat dan masyarakat yang memilih untuk hanya mengkonsumsi produk yang halal, menunjukkan manifestasi yang baik dalam pola konsumainya. Maka pangan yang halal, bagi produsen maupun konsumen, niscaya akan menjadi cermin bagi kebaikan dalam hidup ini. 163 Pijakan Sertifikasi Halal yang dikeluarkan oleh LP POM MUI berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak lagi digubris oleh pelaku usaha. Hal yang seperti inilah yang menyebabkan beredarnya produk makanan yang tidak jelas kehalalannya. Dalam artian, bahwa produk yang beredar memiliki Label Halal dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” 163 Amidhan, Halal itu Cermin Kebaikan, Jurnal Halal LPPOM MUI, No. 73 Agustus- September 2008 Th. XI, 2008, hal. 34 Universitas Sumatera Utara namun tidak memiliki Sertifikat Halal untuk menyesatkan konsumen agar memakai produk produsen tersebut. Dalam perjalanannya, Departemen Agama sebagai institusi yang diberi tugas untuk menerapkan jaminan halal pernah digugat oleh Monopoly Wacth. Gugatan tersebut atas dasar bahwa masalah jaminan halal yang berhubungan dengan agama dan menyangku kepentingan umum warga negara Indonesia dinilai oleh Monopoly Wacth sebagai tindakan monopoli pasar. Namun gugatan tersebut ditolak karena Monopoly Wacth tidak dapat mewakili diri mereka sebagai rakyat Indonesia. 164 Produk haram dengan label halal yang beredar di masyarakat 165 akan mempunyai dampak negatif, tidak hanya berpengaruh pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan bangsa pada umumnya. Bagi seorang muslim, makanan dan minuman erat sekali kaitannya dengan ibadah. Terkait dengan penggunaan Label Halal secara illegal tersebut, mengharuskan adanya pengaturan yang secara ketat mengatur tentang Label Halal secara khusus. Dalam hal pengawasan Sertifikat Halal LP POM MUI hanya mensyaratkan: Perusahaan wajib menadatangani perjanjian untuk menerima Tim Inspeksi Mendadak 164 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Strategi... Op. Cit, hal. 59 165 Pada tanggal 1 Juni 2009, Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM menarik 4 empat merek dendeng daging sapi yang dicampur dengan daging babi dari beberapa supermarket di Jakarta dan Bandung. Keempat produk dendeng tersebut ternyata menggunakan lebel halal secara illegal. Lihat Kompas 2 Juni 2009, hal. 1. Universitas Sumatera Utara LP POM MUI sewaktu-waktu; dan Perusahaan berkewajiban menyerahkan laporan audit internal setiap 6 enam bulan setelah terbitnya Sertifikat Halal. 166 Padahal banyak produk yang beredar di tengah-tengah masyarakat dengan menggunakan Label Halal namun tidak memiliki Sertifikat Halal. Bukankah hal tersebut juga harus ditekan dan diawasi perkembangannya, karena penggunaan Label Halal secara illegal merupakan tindak pidana. 167 Untuk itu pula, target pengawasan terhadap produk makanan tidak hanya ditujukan pada produk makanan yang telah terdaftar, namun lebih jauh lagi pengawasan dilakukan kepada produk makanan yang belum terdaftar kehalalannya. Pengawasan adalah kegiatan yang dilaksanakan instansi atau badan untuk melindungi konsumen agar makanan selama produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan, pendistribusian, aman, sehat, layak dan halal untuk dikonsumsi, memenuhi mutu dan persyaratan mutu serta persyaratan keamanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 168 Pengawasan produk makanan halal terdiri atas pengawasan preventif dan pengawasan khusus. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan secara dini terhadap makanan halal, antara lain berupa kegiatan pendaftaran. Sedangkan pengawasan khusus adalah pengawasan aktif terhadap kasus makanan halal yang 166 Aisjah Girindra, Op. Cit, hal.129 167 Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 168 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, Jakarta : Departemen Agama, 2003, hal. 4 Universitas Sumatera Utara dapat mengakibatkan dampak yang luas, selain dari segi kesehatan tetapi juga dari segi sosial dan ekonomi. 169 Untuk mengawasi produk makanan tersebut, pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan dengan cara: 170 1. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan pangan. 2. Menghentikan, memeriksa dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan. 3. Membuka dan meneliti setiap kemasan pangan. 4. Memeriksa setiap buku, dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan pangan termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut. 5. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain sejenis. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan tindakan penyidikan oleh penyidik 169 Ibid, hal. 16 170 Pasal 53 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Universitas Sumatera Utara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 171 Dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut, pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif berupa: 172 1. Peringatan secara tertulis; 2. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran apabila terdapat resiko tercemarnya pangan atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia. 3. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia. 4. Penghentian produksi untuk sementara waktu. 5. Pengenaan denda paling tinggi Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. 6. Pencabutan izin produksi atau izan usaha. Terkait dengan prosedur perpanjangan Label Halal, harus dimulai dari perosedur perpanjangan Sertifikat Halal. Seperti yang telah diungkapkan di sub-bab sebelumnya, bahwa antara Srtifikat Halal dan Label Halal memiliki ketergantungan yang tidak dapat dipisahkan. Maka produsen kembali mengisi formulir pendaftaran yang disediakan LP POM MUI. Pengisian formulir disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk, Perubahan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, serta jenis pengelompokan produk harus diinformasikan kepada LP POM MUI. Produsen berkewajiban melengkapi daftar bahan baku, matrik produk versus bahan serta spesifikasi, 171 Pasal 53 ayat 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan 172 Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Universitas Sumatera Utara Sertifikat Halal dan bagan alir proses terbaru. Prosedur pemeriksaan Sertifikat Halal akan dilakukan seperti pada pendaftaran produk baru. Sesuai dengan ketentuan MUI, masa berlaku Sertifikat Halal SH adalah 2 dua tahun. Namun siapa yang dapat menjamin bahwa pihak perusahaan akan tetap konsisten dengan produksi halalnya, setelah LPPOM MUI memberikan Sertifikat Halal. Untuk menjaga konsistensi produksi selama masa berlakunya SH MUI itu, LPPOM MUI mendisain sebuah sistem yang dapat menjamin kehalalan produk di perusahaan pemegang SH MUI. Dan sistem itu disebut Sistem Jaminan Halal Halal Assurance System. Menurut Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang SJH “Dokumen SJH itu sendiri kemudian menjadi syarat pre- requisite dalam proses Sertifikasi Halal”. Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia LPPOM MUI telah memberikan pedoman bagi perusahaan untuk memperoleh Sertifikat Halal dengan menerbitkan buku Pedoman Untuk Memperoleh Sertifikat Halal. Salah satu hal penting dalam proses sertifikasi halal adalah adanya kewajiban bagi produsen untuk menyiapkan Manual Sistem Jaminan Halal SJH sebelum mengajukan proses sertifikasi halal. SJH merupakan sistem yang diberlakukan di pcrusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjamin kesinambungan produksi halal. Setelah perusahaan menyiapkan manual SJH, dan selanjutnya SJH akan diuji coba, disosialisasikan dan dilaksanakan secara konsisten di lingkungan perusahaan. Universitas Sumatera Utara LPPOM MUI mewajibkan bagu perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menerapkan SJH. Hal ini dilakukan sebagai upaya MUI kepada umat muslim bahwa perusahaan pemegang sertifikat halal MUI senantiasa menjamin kehalalan produksinya selama masa berlakunya sertifikat halal. Ketentuan dari LPPOM MUI tentang SJH ini untuk menjamin kelangsungan produksi yang halal dan menjaga ketentraman batin umat muslim dalam aspek konsumsi pangan. Untuk itu harus dibuat perjanjian antara LPPOM MUI yang mengeluarkan Sertifikat Halal dengan pihak perusahaan yang menerima Sertifikat Halal itu. Agar pihak perusahan tidak main-main dengan Sertifikat Halal yang diterimanya, tetapi bersikap kosisten dengan produksi halal sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Mengenai SJH ini LPPOM MUI membuat suatu kebijakan yaitu dengan membuat dan mengadakan perjanjian kepada perusahaan untuk tetap konsisten dalam memproduksi halal, dan kesediaan untuk dilakukan sidak sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya perjanjian ini dilakukan dan dibuat pada saat perusahaan menerima Sertifikat Halal MUI. Kemudian juga mewajibkan perusahaan pemegang sertifikat halal MUI untuk menyusun dan mengimplementasikan sistem produksi dan operasi perusahaan yang dapat menjamin kehalalan produk yang disebut dengan Sistem Jaminan Halal. Universitas Sumatera Utara Produsen memikul tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan produk yang halal, maka tanggung jawab produsen harus terjelma dalam proses produksi itu sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang halal diserta pemasangan label pada kemasan produknya. Universitas Sumatera Utara BAB IV SANKSI TERHADAP PENYALAHGUNAAN LABEL HALAL

A. Tinjauan Tentang Sanksi